Você está na página 1de 3

KI HAJAR DEWANTARA

Lagi ! untuk kesekian kalinya bangsa Indonesia tepat pada tanggal 2 Mei memperingati sebuah
hari yang disebut sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tak usah bingung tentang penetapan
tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan, karena memang sudah sedari dulu kita diajarkan bahwa
tokoh yang menjadi bapak pendidikan nasional kita adalah Ki Hajar Dewantara. Tokoh yang
lahir pada tanggal 2 Mei 1889 dan ditulis dengan tinta emas dalam buku sejarah kita sebagai
seorang tokoh yang memberikan jasa yang sangat besar dalam dunia pendidikan Indonesia.
Apa jasanya ? Mendirikan sebuah sekolah kebangsaan yang disebut dengan Taman Siswa pada
tahun 1922. Namun jika ingin sedikit bertanya, mengapa gelar bapak pendidikan Indonesia tidak
diberikan kepada K.H. Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi pendidikan Muhammadiyah
terlebih dahulu pada tahun 1912, atau kepada K.H. Hasjim Asyarie yang mendirikan organisasi
Nahdlatul Ulama yang kini memiliki basis massa yang cukup banyak di Indonesia.
Lepas dari itu semua, dalam perjalanannya menjejak langkah dari tahun ke tahun pendidikan di
Indonesia masih menyisakan setumpuk pengharapan yang harus segera dituntaskan. Kini muncul
banyak pertanyaan, mengapa disela-sela prestasi membanggakan yang diukir oleh para pelajar
Indonesia, kian mewabah penyimpangan karakter yang bias dari nilai agama dan moral. [I]Anak
sekarang susah diatur, tak tahu sopan santun![/I] gumam seorang wali murid dalam sebuah
kesempatan. Ilmu padi kini sudah tak berlaku. Lagu [I]Pergi Sekolah[/I] karangan Ibu Sud sudah
tak berbekas. Kondisi ini kian diperparah dengan deviasi visi dari penyelenggara sekolah.
Pencapaian tertinggi seorang siswa bukan lagi untuk menjadi murid yang budiman seperti lagu
karangan Ibu Sud, namun hanya mengejar nilai akademis semata.
Padahal jauh-jauh hari Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara telah menekankan,
bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran ([I]intellect[/I]), dan tubuh anak. Undang-undang No.20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas juga menggariskan, [I]Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa....[/I]
Tapi mengapa pendidikan belum mampu mengubah perilaku individu menjadi lebih baik ?
Mengapa sifat jujur, amanah, peduli, dan sholeh hilang dari dimensi pendidikan bangsa
Indonesia ? Kini semua orang mulai bertanya, bagaimana karakter bangsa Indonesia ? Atau
dalam pertanyaan yang lebih spesifik bernada was-was, bagaimana masa depan bangsa ini
apabila generasi muda kita kehilangan karakter dalam dirinya ?
Rasa cemas tentang pendidikan Indonesia kini tak hanya milik sebagian besar masyarakat
Indonesia, namun sudah mulai dirasakan oleh pejabat teras di negeri ini. Bagaimana dalam
sebuah wawancara salah satu stasiun televisi swasta pada Hari Pendidikan Nasional 2011,
Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh menyampaikan pesan yang diamanatkan oleh RI
1 sebelum melantik dirinya sebagai menteri. Pesan yang sedikit terlambat, sebuah pesan yang
merupakan perang melawan lupa. Pesan tentang pendidikan berbasis karakter. Pesan yang
kemudian menjadi tema utama Hari Pendidikan Nasional 2011.
Lalu, apa itu pendidikan karakter ? Pertanyaan sederhana yang menyisakan jawaban rumit dan
beragam. Namun sejalan dengan itu Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh,
menegaskan bahwa tidak ada yang menolak tentang pentingnya karakter. Tetapi yang jauh lebih
penting adalah bagaimana menyusun dan menyistemasikan, sehingga anak-anak dapat lebih
berkarakter dan lebih berbudaya, katanya pada suatu kesempatan.
Sedikit menilik sejarah kebelakang, ternyata penetapan Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak
Pendidikan Nasional sedikit menemukan pembenaran. Pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara
membentuk komite Bumiputera. Pembentukan komite tersebut bertujuan untuk mengecam
pemerintah Belanda yang akan merayakan 100 tahun kebebasan negeri itu dari jajahan negeri
Perancis. Akibat kegiatan politiknya ia dibbuang ke Belanda pada tahun yang sama. Selama
kurang lebih 6 tahun dalam pembuangan, Ki Hajar Dewantara mempelajari berbagai masalah
pendidikan.
Di Belanda, ia berhasil menyelesaikan pendidikan dan memperoleh AKta Guru Eropa. Setelah
selesai menjalani masa pembuangan, ia kembali ke Indonesia dan mencurahkan perhatiannya
pada pendidikan. Ia menyadari bahwa kemajuan rakyat Indonesia pada masa itu bergantung pada
kemjuan dunia pendidikan. Maka setelah Indische Partiij yang dibentuknya mengalami
kemunduran, maka ia memilih jalur pendidikan sebagai alat perjuangan dan mendirikan sekolah
Taman Siswa.
Apa hubungan antara bapak pendidikan dengan pendidikan karakter ? Lepas dari sosok Ki Hajar
Dewantara secara pribadi, tiga semboyan beliau yang fenomenal terasa mampu menjadi pilar
penopang dalam suksesnya seorang guru dalam menuntaskan pendidikan karakter di
Indonesia. Seperti yang telah beliau sampaikan bahwa :
[*][I]Ing Ngarsa Sung Tuludha[/I], berbasis keteladanan. Guru sebagai pilar terdepan dalam
suksesnya pendidikan karakter diharapkan mampu menjadi[I]row model[/I]karakter terpuji di
tengah pola kebiasaan masyarakat kita yang masih bersifat paternalistic.[/*]
[*][I]Ing Madya Mangun Karsa[/I], berbasis perhatian. Dalam gegap gempita godaan globalisasi
yang membuat mental generasi muda kita cepat lelah, guru akan tampil sebagai sahabat yang
terus memberikan semangat, menebar dakwah untuk terus mengajak kepada kebajikan dan
mencegah kemungkaran.[/*]
[*][I]Tutwuri Handayani[/I], berbasis[I]support people[/I]. Memberikan semangat tatkala
generasi muda kita kian malu berkarakter baik, mendorong dan memberi perlindungan di tengah
hilangnya jati diri mereka sebagai rakyat Indonesia dan sebagai bangsa dengan jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia.[/*]
Selamat hari pendidikan nasional negeriku, jangan sampai karakter penjiplak negeri lain melekat
pada generasi muda bangsa Indonesia. Karakter yang hanya menuntaskan[I]ceremony[/I] acara
tanpa arti. Selamat berjuang para guru, bangkitkan nuranimu karena perjuangan tak kenal henti
selama harapan itu selalu ada.

Você também pode gostar