Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Infeksi malaria sampai saat ini masih merupakan masalah klinik di Negara-negara
berkembang terutama Negara yang beriklim tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia
penyakit malaria masih merupakan penyakit infeksi utama dikawasan Indonesia bagian timur.
Infeksi ini dapat menyerang semua masyarakat, temasuk golongan yang paling rentan seperti
wanita hamil.1
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus plasmodium. Empat
spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax, Plasmodium Ovale,
Plasmodium Malariae dan Plasmodium Falciparum. Malaria pada kehamilan dapat
disebabkan oleh keempat spesies plasmodium, tetapi Plasmodium Falciparum merupakan
parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dam
mortalitas ibu dan janinnya.1
Infeksi malaria pada kehamilan sangat merugikan baik bagi ibu dan janin yang dikandungnya, karena infeksi ini dapat meningkatkan kejadian morbiditas dan mortalitas ibu
maupun janin. Pada ibu menyebabkan anemia, malaria serebral, edema paru, gagal ginjal
bahkan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi pada janin dapat mengakibatkan berat
badan lahir rendah, abortus/keguguran, kelahiran prematur, kematian janin dalam kandungan
(intra-uterine fetal death, IUFD), gangguan/hambatan pertumbuhan janin (intra-uterine
growth retardation, IUGR), dan malaria bawaan. Infeksi pada wanita hamil oleh parasit
malaria ini sangat mudah terjadi, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan sistim imunitas
ibu selama kehamilan, baik imunitas seluler maupun imunitas humoral, serta diduga juga
sebagai akibat peningkatan horman kortisol pada wanita selama kehamilan. 2
Laporan dari berbagai negara menunjukan insidens malaria pada wanita hamil
umumnya cukup tinggi. Pada daerah endemik bayi yang terlahir dari ibu yang terinfeksi
parasit malaria (apakah disertai gejala atau tidak) mengalami berat badan lahir rendah yang
juga meningkatkan risiko kematian bayi. Data Steketee dkk (1985-2000) tentang pengaruh
buruk malaria pada kehamilan di daerah endemis malaria (sub-sahara Afrika) disebutkan
risiko anemia 3-15%, berat badan lahir rendah 13-70% dan kematian neonatal 3-8%.3
Hasil penelitian WHO pada tahun 2005 di Lampung menunjukkan angka kejadian
malaria pada ibu hamil sebanyak 14%. Sementara itu data dari rumah sakit di Kabupaten
Timika ( Ap 2004 s/d sep 2009 ) 18% ibu hamil menderita malaria (808/4419) dimana 60%
1
P. Falciparum, 32% P.vivax, 4.5% Mixed, 3.5% jenis lain. Hanya 30% yang bergejala, 3.9%
(32/808) memberikan gejala hebat.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
MALARIA
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Selain itu malaria dapat menyebabkan peradangan sistim pencernaan yang sering
dialami oleh penderita malaria tanpa gejala klinis, dan berhubungan dengan gangguan
penyerapan besi pada saluran pencernaan, mengganggu pelepasan zat besi dari hepatosit.
Infeksi yang tanpa disertai gejala biasanya akan berlangsung lama sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya anemia karena rusaknya eritrosit oleh plasmodium dan
juga karena adanya gangguan dalam proses penyerapan zat besi.2
2.1.1 Siklus Hidup Plasmodium Malaria6
Dalam siklus hidupnya plasmodium mempunyai dua hospes yaitu pada manusia dan
nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus
seksual yang membentuk sporozoit didalam nyamuk disebut sporogoni.
1. Siklus Aseksual
Sporozoit yang infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan
kedalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit
sporozoit tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik
daripada siklus hidupnya. Didalam hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang
menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan
bebas, sebagian difagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka
disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik.
Siklus Eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit sebagai
kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang besar, bentuk tidak teratur dan mulai
membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang
menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya
pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar
kemudian memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk
mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon
dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual.
2. Siklus seksual
Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang bersama darah tidak
dicerna oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang
bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filament dibentuk seperti cambuk dan
bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam
4
makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut
ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membrane basal dinding lambung. Di
tempat ini ookinet membesar yang disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan
sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/
menusuk manusia maka sporokista masuk kedalam darah dan mulailah siklus preeritrositik.
malaria terutama disebabkan oleh terserangnya eritrosit serta respon inflamasi oleh tubuh. 6
Pada infeksi malaria, anti-antigen parasit akan memicu lepasnya zat-zat tertentu dari
sel pertahanan tubuh yang disebut sitokin. Sitokin dihasilkan oleh makrofag/monosit dan
limfosit T. Sitokin yang diduga banyak berperan dalam mekanisme patologis malaria adalah
TNF (tumor necrosis factor). TNF- menginduksi pelepasan enzim lisosomal, ekspresi
reseptor permukaan, yang mengakibatkan peningkatan daya adheren sel neutrofil terhadap
berbagai substrat dan sel sehingga daya bunuh netrofil terhadap parasit akan meningkat.
Selain itu TNF- juga memacu pembentukan sitokin lain dan meningkatkan sintesis
prostaglandin.5,6
Pada malaria vivax, jumlah sitokin yang dihasilkan lebih besar dibandingkan infeksi
oleh plasmodium falciparum. Kadar TNF- yang tinggi dihubungkan dengan persalinan
prematur. Kadar TNF- yang tinggi dapat meningkatkan sitoadheren eritrosit berparasit
terhadap sel- sel endothel kapiler. Selain itu peningkatan prostaglandin seiring dengan
peningkatan konsentrasi TNF- plasenta, diduga dapat menyebabkan abortus dan persalinan
prematur.5
Keadaan patologi pada janin 5
Ibu hamil yang menderita malaria dapat berakibat buruk pada janin yang
dikandungnya. Pengaruh pada janin yang paling sering terjadi adalah Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Bayi yang lahir dengan berat badan rendah dapat disebabkan oleh kelahiran
prematur dan gangguan pertumbuhan janin. Kondisi ini dapat terjadi akibat malaria di masa
kehamilan karena adanya gangguan suplai nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin yang
dikandungnya. Gangguan sirkulasi uteroplasenta terjadi akibat adanya sekuestrasi eritrosit
terinfeksi yang terus mengkonsumsi glukosa dan oksigen eritrosit, terjadinya penebalan
membran sitotropoblas dan kondisi anemia pada ibu. Selain itu, proses inflamasi yang
diperantarai oleh sitokin Th1 akibat infeksi parasit malaria ini juga mempengaruhi secara
langsung proses tumbuh kembang janin. Apabila infeksi yang terjadi cukup berat, malaria di
masa kehamilan dapat mengakibatkan abortus atau stillbirth.
Proses sekuestrasi eritrosit terinfeksi pada plasenta sangat berbeda dengan proses
sekuestrasi yang terjadi pada otak atau organ lain yang diperantarai oleh reseptor CD36 and
ICAM-1. Proses sekuetrasi pada plasenta terjadi karena adanya molekul adhesi chondroitin
sulphate A (CSA) dan hyaluronic acid (HA). Chondroitin sulphate A dan hyaluronic acid ini
diekspresikan oleh sinstiotropoblas yang membatasi ruang intervilli plasenta.
Sekuestrasi terjadi karena adanya ikatan antigen spesifik yang diekspresikan oleh
eritrosit terinfeksi dengan molekul adhesi CSA dan HA. Sekuestrasi dapat dicegah oleh
antibodi yang dapat menghambat terjadinya ikatan antara eritrosit terinfeksi dengan molekul
adhesi tersebut (CSA- binding parasite). Ibu primigravida yang terpapar dengan CSAbinding parasite untuk pertama kalinya akan mengalami parasitemia yang tinggi pada
plasenta dikarenakan belum terbentuknya sistem imun yang efektif. Pada ibu hamil yang
mengalami malaria plasenta dengan derajat parasitemia yang tinggi bisa saja tidak
mengandung parasit di sirkulasi perifernya.
2.1.3 Immunopatologi 1,2,3,6
1. Respon Imun Terhadap Infeksi Malaria Selama Kehamilan
Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh limfosit T dan imunitas
humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper (CD4+) dan
sitotoksik (CD8+) sedangkan berdasarkan sitokin yang dihasilkannya dibedakan menjadi
subset Th-1 (menghasilkan IFN- )dan subset Th-2 (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10)
sitokin tersebut berperan menghasilkan imunitas humoral. CD-4 berfungsi sebagai regulator
dengan membantu produksi antibodi dan aktifasi fagosit lain, sedangkan CD8+ berperan
sebagai efektor langsung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit
dengan menghasilkan IFN
Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan
sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+. Selanjutnya sel T akan
berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2, sel Th-2 akan menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang
memacu pembentukan Immunoglobulin oleh limfosit B. Ig tersebut juga meningkatkan
kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1 menghasilkan IFN- dan TNF- yang
mengaktifkan komponen immunitas seluler seperti makrofag dan monosit serta sel NK.
Wanita hamil memiliki resiko terserang malaria falciparum lebih sering dan lebih
berat dibandingkan wanita tidak hamil. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak
ditemukan di plasenta sehingga diduga respon imun terhadap parasit dibagian tersebut
mengalami supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral
8
maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai benda asing
di dalam tubuh ibu.
Supresi sistim imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal.
Konsentrasi hormon progresteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat
aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol juga
berperan dalam menghambat respon imun.
2. Peranan Sitokin Pada Infeksi Malaria1,2,3,6
Antigen-antigen parasit merupakan pemicu pelepasan zat-zat dari sel-sel pertahanan
tubuh yang disebut sitokin. Sitokin dihasilkan oleh makrofag/monosit dan limfosit T, sitokin
yang dihasilkan oleh makrofag adalah TNF, IL-1 dan IL-6 sedangkan limfosit T
menghasilkan TNF-, IFN-gamma, IL-4, IL-8, IL-10 dan IL-12.
Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi dari malaria adalah
TNF. TNF- menginduksi terjadinya perubahan pada netrofil yaitu pelepasan enzim
lisosomal, ekspresi reseptor permukaan seperti reseptor Fc dan integrin, agresi dan adhesi
kemotaktik. Selanjutnya terjadi penigkatan daya adheren sel netrofil terhadap berbagai
subtract dan sel sehingga daya bunuh netrofil terhadap parasit meningkat. Selain itu TNF-
juga memacu pembentukan sitokin lain seperti IL-1, IL-6, IL-12, IFN- dan meningkatkan
sintesis prostatglandin. TNF- juga meningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti ICAM 1
dan CD 36 pada sel-sel endotel kapiler sehingga meningkatkan sitoadheren eritrosit yang
terinfeksi parasit. Peningkatan sitoadheren tersebut meningkatkan risiko malaria serebral.
IFN- memacu pembentukan TNF- dan juga meningkatkan daya bunuh netrofil. IL-1
bekerja sinergis dengan TNF-, sedangkan IL-6 memacu produksi Immunoglobulin oleh sel
limfosit B dan memacu proliferasi dan deferensiasi sel limfosit T. Selain berperan pada
mekanisme patologi malaria, sitokin juga diduga berperan menyebabkan gangguan pada
kehamilan. Pada wanita hamil yang menderita malaria terdapat kenaikan TNF-, IL-1 dan IL8 yang sangat nyata pada jaringan plasenta dibanding wanita hamil yang tidak menderita
malaria. Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan oleh makrofag hemozoin yang terdapat di
plasenta.
Kadar TNF- yang tinggi dapat meningkatkan sitoadheren eritrosit yang terinfeksi
parasit terhadap sel-sel endotel kapiler. Kadar TNF- plasenta yang tinggi akan memacu
proses penempelan eritrosit berparasit pada kapiler plasenta dan selanjutnya akan
menimbulkan gangguan aliran darah plasenta dan akhirnya gangguan nutrisi janin. Bila
proses berlanjut dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin sehingga bayi yang
9
dilahirkan memiliki berat badan rendah. Selain itu peningkatan sintesis prostaglandin seiring
dengan peningkatan TNF- plasenta diduga dapat menyebabkan kelahiran prematur.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa selain kenaikan TNF-, IL-1 dan IL-8 selama
kehamilan juga didapatkan peningkatan IL-2, IL-4 dan IL-6.
10
B. Unstable transmission / trans-misi tidak stabil, epidemik atau non-endemik (contoh : Asia
tenggara dan Amerika selatan)
Orang-orang di daerah ini jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata < 1
gigitan nyamuk infektif/tahun. Wanita hamil (semi-imun) didaerah transmisi stabil/endemik
tinggi akan mengalami:
-
Peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate pada wanita hamil
meningkat 30-40% dibandingkan wanita tidak hamil)
Menyebabkan efek klinik lebih sedikit, kecuali efek anemia maternal sebagai komplikasi
utama yang sering terjadi pada primigravida. Anemia tersebut dapat memburuk sehingga
menyebabkan akibat serius bagi ibu dan janin 5
Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah dimana sebagian besar
Diagnosis
Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria di dalam
darah maternal atau darah plasenta / melalui biopsi. Gambaran klinik malaria pada wanita
non-imun (di daerah non-endemik) bervariasi dari malaria ringan tanpa kom-plikasi
(uncomplicated malaria) dengan demam tinggi, sampai malaria berat (complicated ma-laria)
dengan risiko tinggi pada ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi
janin).
Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak jelas,
mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga :
gejala-gejala (misal : demam) dan tidak dapat didiagnosis klinik.
11
Tidak menimbulkan
Demam, menggigil . dapat terjadi gejala klasik malaria yang khas terdiri dari 3
stadium yang berurutan, yaitu menggigil (15 60 menit), demam (2-6 jam),
berkeringat (2-4 jam). Disertai mual, muntah, diare, nyeri otot, dan pegal.
Pada pemeriksaan fisik : Temperatur > 37,5oC, pucat, dapat ditemukan splenomegali,
hepatomegali.
Di daerah endemis malaria, di mana penderita telah mempunyai imunitas terhadap malaria,
gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan tidak semua gejala tersebut dapat
ditemukan.1,3
b. Malaria klinis berat/dengan komplikasi.
WHO mendefinisikan ma-laria berat sebagai ditemukan-nya Plasmodium falciparum
ben-tuk aseksual dengan satu atau beberapa komplikasi/manifesta-si klinik berat, yaitu :
1. Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral).
2. Anemia berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %).
3. Hipoglikemia (kadar gula darah < 40 mg%).
4. Udem paru / ARDS.
5. Gagal sirkulasi atau syok, hipotensi (tek. Sistolik < 70 mm Hg pada dewasa dan <
50 mmHg pada anak-anak), disertai dingin;
6. Gagal ginjal akut (ARF).
7. Ikterus (bilirubin > 3 mg%), disertai disfungsi organ vital
8. Kejang umum berulang ( > 3 x/24 jam).
9. Asidosis metabolik.
10. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit & asam-basa.
11. Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.
12. Hemoglobinuria
13. Kelemahan otot (tidak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik;
14. Hiperparasitemia > 2%
12
mendeteksi malaria dan terapi malaria secara dini. Deteksi dini dan terapi
menunjukkan adanya penurunan kasus malaria plasenta, sehingga merupakan langkah kunci
dalam menurunkan pengaruh yang berbahaya terhadap ibu dan janin.
13
g/dl), sedang ( Hb 7- 10 g/dl ), berat (Hb < 7 g/dl) dan sangat berat (Hb < 4 g/dl ). Anemia
dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada
trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II.
Plasmodium hidup di sel darah merah, mengkonsumsi dan menggunakan hemoglobin
untuk pertumbuhan dan replikasi dan pada akhirnya skizon pecah dan menghancurkan sel-sel
eritrosit inang. Sehingga anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang
mengandung parasit. Hubungan antara anemia dan splenomegali dilaporkan oleh Brabin
(1990) yang melakukan penelitian pada wanita hamil di Papua Neu Geuinea, dan menyatakan
bahwa makin besar ukuran limpa makin rendah nilai Hb-nya. Pada penelitian yang sama
Brabin melaporkan hubungan BBLR (berat badan lahir rendah) dan anemia berat pada
primigravida. Ternyata anemia yang terjadi pada trimester I kehamilan, sangat menentukan
apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau tidak karena
kecepatan pertumbuhan maksimal janin terjadi sebelum minggu ke 20 usia kehamilan
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang,
nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda
Pada infeksi Plasmodium falciparum dapat terjadi anemia berat karena semua umur
eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit maupun tidak berparasit mengalami hemolisis
karena fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga terjadi peningkatan autohemolisis baik
pada eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga waktu hidup eritrosit menjadi lebih
singkat dan anemia lebih cepat terjadi.
Pada infeksi Plasmodium vivax tidak terjadi destruksi darah yang berat karena hanya
retikulosit yang diserang. Anemia hemolitik dan megaloblastik pada kehamilan mungkin
karena sebab nutrisional atau parasit terutama sekali pada wanita primipara. Akibat anemia
adalah syok hipovolemia akibat kehilangan darah sewaktu melahirkan dan meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi puerperalis/pneumonia Staphylococcus.
Laporan WHO menyatakan bahwa anemia berpengaruh terhadap morbiditas ibu
hamil, dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian ibu dengan meningkatnya
angka kematian kasus yang disebabkan oleh pendarahan setelah persalinan (Post-partum
hemorrhage)
(3) Malaria serebral
Malaria serebral karena infeksi Plasmodium vivax juga dilaporkan terjadi pada
beberapa penelitian, meskipun jumlahnya lebih jarang dibandingkan pada infeksi
Plasmodium falciparum. Keadaan malaria serebral antaralain disebabkan oleh obstruksi
15
16
Pada infeksi P.falciparum terjadi akumulasi eritrosit terinfeksi yang lebih banyak di
daerah intervillus plasenta dibandingkan dengan sirkulasi perifer. Eritrosit yang mengandung
parasit ini lebih banyak dijumpai pada sisi maternal plasenta dibandingkan dengan sirkulasi
fetal. Pada infeksi aktif, plasenta terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat dengan
eritrosit terin-feksi. Keadaan nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan penebalan
membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke janin berkurang dan akan
terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna yang ditemukan adalah penebalan
membrana basalis trofoblas, pengecilan mikrovilli fokal menahun. Bila villi plasenta dan
sinus venosum mengalami kongesti dan terisi eritrosit terinfeksi dan makrofag, maka aliran
darah plasenta akan berkurang dan ini dapat menyebabkan abortus, lahir prematur, lahir mati
ataupun berat badan lahir rendah. Berbeda dengan P.falciparum, P.vivax tidak mengalami
sekuestrasi di plasenta. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kejadian berat badan lahir
rendah yang diakibatkannya disebabkan oleh perubahan sistemik dan bukan oleh perubahan
lokal pada plasenta.
(7) Sepsis puerperal & perdarahan post partum
Sepsis puerperal adalah infeksi bakteri dalam darah pada waktu melahirkan dan lebih
sering fatal pada wanita hamil dengan anemia berat dan malaria. Komplikasi ini sering
merupakan penyebab mortalitas di negara berkembang.
2). Pengaruh Pada Janin
Komplikasi malaria pada kehamilan bagi janin adalah :
(1) Berat badan lahir rendah
Prevalensi berat badan lahir rendah pada bayi di daerah endemik malaria berkisar
antara 15 %-30%. Komplikasi maternal infeksi plasmodium seperti anemia juga berkaitan
dengan berat badan lahir rendah. Masalah alamiah yang multifaktor dan kesulitan penilaian
usia gestasi yang akurat mempersulit untuk menentukan pengaruh langsung malaria terhadap
berat badan lahir.
Secara teoritis penjelasan mengenai kaitan infeksi dan abnormalitas pertumbuhan
janin adalah akibat kerusakan plasenta. Infeksi malaria menyebabkan penipisan membran
dasar trofoblas. Sinusoid plasenta tertutup oleh pengumpalan eritrosit yang mengandung
parasit, ini bersamaan dengan penumpukan makrofag intervillus dan deposit fibrin perivillus
yang diduga sebagai penyebab obstruksi mikrosirkulasi dan penurunan aliran nutrisi terhadap
janin.3
17
18
Pada malaria kongenital ini sudah terjadi kerusakan plasenta sebelum bayi dilahirkan.
Parasit malaria ditemukan pada darah perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir dan gejalagejalanya ditemukan pada saat lahir atau 1 - 2 hari setelah lahir.
b. False Congenital Malaria (Acquired during labor)
Malaria kongenital ini paling banyak dilaporkan dan terjadi karena pelepasan plasenta
diikuti transmisi parasit malaria ke janin. Gejala gejalanya muncul 3 - 5 minggu setelah bayi
lahir. 4
2.1.7
Penatalaksanaan1,3
19
Kuinin masih merupakan terapi pilihan parenteral terhadap malaria berat dengan
kehamilan, akan tetapi memerlukan waktu terapi yang lama (7 hari), toleransinya rendah
(gastrointestinal dan pendengaran) dan rasa yang tidak menyenangkan (sangat pahit).
Artesunat dan artemeter saat ini direkomendasikan sebagai terapi malaria berat pada wanita
hamil, oleh karena kerjanya cepat dan tidak menimbulkan hipoglikemia. Pada uji random
yang menggunakan artesunat intravena (2-4 mg/kg dosis inisial selama 12 jam, kemudian
dilanjutkan 2-4 mg/kg perhari) didapat penurunan mortalitas pada orang dewasa asia sebesar
34% ( termasuk 49 wanita hamil) yang dibandingkan dengan kuinin.
Data yang ada yang didapat dari terapi artesunat pada lebih dari 600 orang wanita
hamil trisemester dua dan trisemester tiga tidak menunjukkan adanya maternal dan fetal
toxicity dan juga aman digunakan pada ibu yang menyusui.
Penatalaksanaan Komplikasi 1,3
1. Malaria serebral
Malaria serebral didefinisikan sebagai unarousable coma pada malaria falciparum, dengan
manifestasi perubahan sensorium yaitu perilaku abnormal dari yang paling ringan sampai
coma yang dalam. Gangguan kesadaran pada malaria serebral diduga karena adanya
gangguan metabolisme di otak. Prinsip penanganan malaria serebral sama dengan malaria
berat.
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia sering terjadi pada ibu hamil baik sebelum maupun sesudah terapi kina
akibat meningkatnya kebutuhan metabolic selama demam, penyebab lain diduga karena
terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria. Tindakan diberikan glukosa 40 %
secara bolus, kemudian infuse glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenance/ mencegah
hipoglikemia berulang. Monitor teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
3. Edema Paru
Edema paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan kematian oleh
karenanya pada malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadi
edema paru. Bila ada tanda edema paru akut berikan oksigen untuk memperbaiki hipoksia,
batasi pemberian cairan, bila disertai anemia berikan PRC dan berikan diuretik bila perlu
diulang satu jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimun).
20
2.1.8
Pencegahan
Setiap wanita yang tinggal di daerah endemis atau akan bepergian ke daerah endemis
21
malaria pemberian dimulai 1 minggu sebelum berangkat, selama berada di daerah endemis,
sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah tersebut. 1
Upaya lain untuk pencegahan infeksi malaria adalah dengan memutuskan rantai
penularan pada host, agen ataupun lingkungan dengan cara : Mengurangi kontak/gigitan
nyamuk Anopheles dengan menggunakan kelambu, obat nyamuk, membunuh nyamuk
dewasa membunuh jentik nyamuk
Untuk mencegah dan menanggulangi malaria pada ibu hamil, diperlukan integrasi program
ANC dalam upaya-upaya:
1. Pencegahan dan pengobatan malaria yang memadai pada ibu hamil diawali dengan
kegiatan pendataan ibu hamil dalam Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K).
2. Penggunaan kelambu berinsektisida bagi ibu hamil/pasca melahirkan dan bayinya.
Kelambu diberikan pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilannya pada
triwulan pertama (K1 murni).
3. Kemudahan akses pelayanan kesehatan yang cepat untuk diagnosis dan pengobatan
malaria.
4. Tanggap darurat terhadap kejadian luar biasa dan kegawatdaruratan akibat malaria.
5. Peran serta aktif keluarga dan masyarakat dalam pencegahan malaria pada ibu hamil
dan bayi 3,6
2.2
IUGR 7
Intra uterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat (PJT)
adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan pertumbuhan janin selama dalam kandungan
sehingga berat badan lahir dibawah 10 persentil menurut usia kehamilannya. Selain itu ada
yang mengatakan bahwa defenisi pertumbuhan janin terhambat merupakan defenis postnatal,
oleh karena diagnosis pasti pertumbuhan janin terhambat baru diketahui setelah bayi
dilahirkan. PJT atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) merupakan suatu keadaan
dimana janin tidak mampu berkembang sesuai dengan ukuran normal akibat adanya
gangguan nutrisi dan oksigenasi, atau dengan kata lain suatu keadaan yang dialami bayi
dengan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari umur kehamilannya. Defenisi PJT
yang sering digunakan adalah bayi yang mempunyai berat badan lahir dibawah persentil ke10 dari kurva berat badan normal yang disesuaikan dengan usia kehamilan (Lugo, 1971).
22
Gambar 5. Kurva hubungan antara Berat badan Lahir dengan usia kehamilan
Definisi dari Hambatan Pertumbuhan Janin Intrauterin (Intrauterine Growth
Restriction/ IUGR) yang dipakai di seluruh dunia adalah berat badan janin yang kurang
dari persentil 10 untuk usia kehamilan, atau dapat disebut juga Kecil untuk Masa
Kehamilan (KMK) dan merupakan kondisi yang patologis. Berdasarkan ketentuan ini
selalu didapatkan 10% populasi yang menderita hambatan pertumbuhan intrauterin
(IUGR). Tetapi sebenarnya hal ini tidak sesuai dengan kenyataan karena tidak semua bayi
dengan berat badan lahir dibawah 10 persentil mengalami hambatan pertumbuhan
intrauterin. Kira-kira 25 60% dari bayi-bayi tersebut memang kecil badannya karena
dipengaruhi faktor konstitusi, seperti ras, paritas, tinggi badan ibu, dan berat badan ibu.
Bahkan bayi-bayi ini sebenarnya termasuk sesuai untuk masa kehamilan (SMK) bila
faktor konstitusi tersebut diperhitungkan. Oleh sebab itu terdapat ketentuan lain tentang
bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin seperti berat badan lahir di
bawah persentil lima (menurut Seeds) atau berat badan lahir dibawah 2 SD dari berat
rata-rata bayi normal (menurut Usher dan McLean). Sehingga menurut ketentuan ini
hanya 3% populasi yang benar-benar mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin.
Secara klinis definisi ini sangat bermakna, karena prognosis buruk yang ditandai dengan
peningkatan mortalitas dan morbiditas terutama didapatkan pada bayi dengan berat badan
lahir di bawah persentil 3.2,3
23
Beberapa faktor resiko terjadinya kehamilan dengan IUGR karena pengaruh penyakit
ibu (hipertensi, DM, Infeksi, hipoksemia), malnutrisi ibu, kelainan bawaan atau kelainan
kromosom pada janin, gestasi multiple dan kelainan plasenta (Department of Midwifery,
2009).
Penyebab Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia menurut estimasi World Health
Organization (WHO) pada tahun 2003 yaitu IUGR 19,8%, BBLR 10,5%, kelahiran prematur
18,5% dan kematian bayi 33 per 1.000 kelahiran hidup (Kramer MS, 2003).
Di Indonesia, pada penelitian pendahuluan tahun 2004-2005, prevalensi pertumbuhan
janin terhambat adalah 4,4%. Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan
pertumbuhan janin terhambat lebih tinggi dari pada kehamilan normal. Mortalitas perinatal
bayi dengan pertumbuhan janin terhambat 7-8 kali lebih tinggi dari pada bayi normal. Kirakira 26% kejadian lahir mati berhubungan dengan pertumbuhan janin terhambat.
Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan sangat tergantung pada
kondisi kesehatan ibu. Kesehatan ibu yang terganggu akan berdampak bayi dengan kelahiran
aterm tetapi terdapat gangguan dalam pertumbuhan (Intra Uterine Growth Restriction/IUGR)
atau merupakan kombinasi keduanya (UNICEF & WHO, 2004).
2.2.1 Klasifikasi 8
Klasifikasi
Renfield (1975) membagi Intrauterine Growth Retardation (IUGR) menjadi dua tipe,
yaitu tipe I (Proportionate IUGR) atau tipe simetris, dan tipe II (Disproportionate IUGR)
atau tipe asimetris. Kedua gambaran klinis ini tergantung dari lama, intensitas, dan waktu
timbulnya gangguan yang mempengaruhi pertumbuhan janin tersebut.1
Terdapat tiga fase pertumbuhan fetal (Pollack dan Divon). Pada fase pertama yang
dimulai dari saat konsepsi sampai awal trimester kedua, terjadi peningkatan jumlah sel
dari semua organ (hiperplasia seluler). Pada fase kedua terjadi peningkatan jumlah serta
ukuran sel (hiperplasia dan hipertrofi). Sedangkan pada Fase ketiga yang dimulai dari usia
kehamilan 32 minggu ke atas terjadi hipertrofi sel yang dominan sehingga ukuran sel
meningkat dengan cepat dan berat badan janin akan bertambah sekitar 200 gram
perminggu.8
Pada IUGR tipe simetris akan didapatkan perbandingan ukuran lingkar kepala dan
lingkar perut yang hampir sama. Kondisi ini terjadi pada bayi yang mengalami distress
yang lama di mana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan24
bulan sebelum bayi lahir yaitu pada fase pertama atau kedua kehamilan sehingga terjadi
penurunan jumlah dan ukuran sel. Akibatnya berat, panjang, dan lingkar kepala bayi dalam
proporsi yang seimbang tetapi secara keseluruhan bayi termasuk KMK. Bayi tipe ini tidak
akan menunjukkan adanya wasted karena gangguan terjadi sebelum terbentuk jaringan
lemak subkutan terbentuk. Tipe ini sering disebabkan oleh kelainan struktur dan
kromosom, infeksi virus, dan terpapar bahan kimia.
Pada IUGR tipe asimetris akan didapatkan perbandingan ukuran lingkar kepala yang
lebih besar daripada lingkar perut. Kondisi ini terjadi akibat distress subakut yang terjadi
pada beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir yaitu pada fase akhir
kehamilan. Pada kondisi ini energi yang diperoleh janin akan digunakan terutama untuk
pembentukan organ-organ vital seperti otak. Lingkar perut akan didapatkan mengecil
karena berkurangnya ukuran hati, ekstrimitas yang tampak kurus karena berkurangnya
massa otot, dan kulit yang tipis karena berkurangnya lemak subkutan. Fenomena
perlindungan terhadap sistem susunan syaraf pusat ini dikenal dengan sebutan brain
sparing effect. Akibat dari fenomena ini akan didapatkan bayi yang kurus dan seolaholah lebih panjang karena panjang dan lingkar kepala yang normal tetapi berat badan lahir
tidak sesuai dengan masa gestasi. Tipe ini sering disebabkan penyakit maternal seperti
hipertensi, anemia, dan insufisiensi plasenta.1,2,3,7
Klasifikasi lain adalah berdasarkan asal gangguan yang menyebabkan terjadinya
IUGR. Berdasarkan hal ini, IUGR dibagi menjadi tipe intrisik dan tipe ekstrinsik.9
Tipe intrinsik sering diakibatkan kondisi dari faktor janin itu sendiri seperti kelainan
kromosom, infeksi intrauterine dini (seperti infeksi Cytomegalovirus), paparan zat
teratogenik, dan faktor genetik; dan faktor plasenta seperti perdarahan pada trimester awal
dan infark plasenta. Faktor intrinsik ini biasanya menyebabkan terjadinya pertumbuhan
janin yang simetris. Bayi dengan gangguan faktor intrinsik biasanya juga tumbuh lambat
karena potensi tumbuh janin telah terganggu pada awal kehamilan. Intervensi medis yang
dilakukan untuk memperbaiki pertumbuhan bayi pada tipe ini biasanya tidak terlalu
bermakna karena faktor penyebabnya sering tidak dapat dikoreksi.9
Tipe ekstrinsik sering diakibatkan gangguan nutrisi dan akibat insufisiensi plasenta.
Beberapa penyebab terjadinya IUGR tipe ekstrinsik di antaranya: patologi plasenta
(infeksi, vaskulopati), hipertensi maternal (terkontrol maupun tidak terkontrol), penyakitpenyakit vaskular lain, animia, hipoksia, dan kekurangan gizi. Janin tipe ekstrinsik dalam
25
Faktor Plasenta
Kelainan Kromosom
Kelainan kongenital
Infeksi
intrauterin
Kehamilan ganda
Faktor Ibu
Invasi
tropoblas
yang
abnormal
Insersi tali pusat yang
abnormal
Kelainan insersi plasenta
(contoh: plasenta previa)
Tumor
Infark plasenta
Solutio plasenta, plasenta
26
previa
herpes, sifilis
Penyakit autoimun
Lingkungan
seperti
merokok,
alkohol,
pemakaian
obat-obatan
terlarang, tempat tinggal
di daerah pegunungan,
sosioekonomi rendah.
1. Faktor Ibu
Faktor ibu merupakan penyebab tersering terjadinya IUGR, tetapi seringkali juga tidak
mematikan.10 Berbagai macam penyakit ibu berhubungan dengan terjadinya IUGR melalui
bermacam-macam mekanisme, termasuk segala hal yang menghambat penghantaran dan
ambilan nutrisi atau oksigen janin.11
Tiga jenis substrat utama diperlukan bagi pertumbuhan janin yaitu oksigen, glukosa,
dan asam amino. Oksigen yang cukup bergantung kepada fungsi sistem kardiorespirasi
dan massa eritrosit yang berfungsi dalam transportasi oksigen. Oksigen akan melewati
membran pemisah di plasenta dengan cara difusi biasa maka transfer oksigen dari ibu ke
janin tergantung pada kecepatan aliran darah pada uterus, plasenta, dan kadar oksigen
dalam darah ibu. Karenanya hipoksia ibu yang berlangsung lama bisa menggangu
pertumbuhan janin. Biasanya hipoksi terjadi pada ibu dengan penyakit paru-paru kronis
seperti asthma bronchiale, penyakit jantung sianotik, anemia kronik yang berat yang
menurunkan kapasitas pengangkutan oksigen.3,10
Glukosa melewati membran plasenta dengan cara difusi terfasilitasi, sehingga dalam
keadaan biasa, kadar glukosa darah janin dan darah ibu hampir sama, dengan kadar
glukosa darah janin 80% dari pada kadar glukosa darah ibu. Asam amino diangkut secara
aktif dari ibu kepada janin sehingga kadarnya di dalam janin lebih tinggi. Didalam uterus
glukosa dibakar oleh oksigen untuk menghasilkan energi berupa adenosin trifosfat yang
digunakan untuk mengubah asam amino menjadi protein untuk pertumbuhan janin.
Penentu kadar substrat di dalam darah ibu antara lain adalah status gizi wanita pada waktu
terjadi konsepsi, makanan harian selama masa hamil, dan penyakit saluran pencernaan
yang mempengaruhi absorbsi makanan. Tetapi kecepatan pertumbuhan janin dikendalikan
bukan saja oleh transportasi substrat-substrat tersebut dari ibu melalui plasenta tetapi juga
oleh hormon-hormon janin seperti insulin, insulin-like growth factors dan protein-protein
pengikat insulin-like growth factors.3,10
27
Beberapa penelitian mengatakan bila jumlah asupan nutrisi ibu kurang dari 1500
kcal/hari maka akan tampak hambatan pertumbuhan janin yang nyata. 2,11 Karena itu,
nutrisi ibu sebelum dan saat kehamilan sangat penting untuk pertumbuhan janin.
Meskipun rata-rata peningkatan berat badan ibu hamil 11,4 15,9 kg, ibu yang kurus akan
memerlukan peningkatan berat badan yang lebih banyak daripada ibu yang gemuk, agar
pertumbuhan janin baik. Dalam pemberian nutrisi, faktor terpenting jumlah kalori yang
dikonsumsi setiap hari, yaitu 300 kalori lebih banyak dari pada sebelum hamil setiap hari.
Penambahan berat badan yang kurang di dalam masa hamil menyebabkan kelahiran bayi
dengan berat badan yang rendah.3,10
Ibu yang mengalami gangguan absorbsi makanan cenderung melahirkan bayi kecil
sekalipun pemasukan kalorinya meningkat. Hal ini terjadi akibat kalori yang didapat dari
makanan tidak dapat masuk ke dalam peredaran darah ibu. Pasien-pasien yang demikian
dapat ditegakkan diagnosanya bila memperlihatkan kurva glukosa yang rata. Penyakitpenyakit gastrointestinal dan pembedahan bypass pada saluran gastrointestinal
atau
pembedahan reseksi pada ibu juga mengganggu resobsi dan menyebabkan bayi kecil.3,10
Ibu yang merokok terutama dalam masa kehamilan akan berisiko melahirkan bayi
dengan IUGR tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ibu yang tidak merokok. Berat
badan lahir akan berkurang sebesar 200 sampai 300 gram tergantung dari batang rokok
yang dihisap ibu per harinya. Kekurangan berat badan lahir ini disebabkan oleh dua faktor
yaitu wanita perokok cenderung makan sedikit sehingga ibu akan kekurangan substrat di
dalam darahnya, dan merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan nor-epinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah
pengaliran darah kedalam uterus dan yang sampai kedalam ruang intervillus. Bila
merokok dihentikan berat badan janin akan naik kembali karena fenomena tadi bersifat
reversibel. Ibu yang berhenti merokok pada usia kehamilan 7 bulan akan melahirkan bayi
dengan berat badan lahir lebih besar daripada ibu yang terus merokok selama kehamilan,
dan ibu yang berhenti merokok sebelum usia kehamilan 16 minggu tidak memiliki faktor
risiko melahirkan bayi IUGR.3,10,11
Wanita pemakai obat-obat terlarang seperti kokain dan heroin juga berisiko melahirkan
bayi IUGR. Tetapi peningkatan insidensi terjadinya IUGR tidak murni akibat penggunaan
obat-obatan tetapi juga disebabkan faktor-faktor lain seperti kenyataan bahwa wanita
pemakai narkoba seringkali menghabiskan uangnya untuk membeli obat-obat itu dan
bukan untuk membeli makanan.3,10,11
28
29
index/PI). Bayi dengan IUGR tipe simetris akan memiliki indeks ponderal yang rendah,
sedangkan bayi kecil akibat faktor konstitusi akan memiliki indeks yang normal.11
PI = Berat badan lahir x 100/(panjang kepala-tumit)3
(indeks normal pada usia kehamilan 28 minggu adalah 1,8.
Ditambahkan 0,2 tiap penambahan usia kehamilan 4 minggu
sampai dicapai angka 2,4 pada usia kehamilan 40 minggu)11
Paritas sedikit memiliki efek terhadap berat badan bayi. Seringkali bayi pertama memiliki
berat badan yang lebih rendah dari bayi kedua dan seterusnya. Akibatnya bayi pertama
sering dikategorikan sebagai IUGR.11
Faktor sosioekonomi juga berpengaruh terhadap kejadian IUGR. Sosioekonomi yang
rendah memang tidak mempengaruhi secara langsung pertumbuhan janin di dalam uterus,
tetapi faktor ini besar pengaruhnya terhadap psikologi, tingkah laku, dan lingkungan yang
dapat mengganggu pertumbuhan janin. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian IUGR
untuk negara maju dan negara berkembang sedikit berbeda. Pada negara maju hal-hal yang
terutama berhubungan dengan terjadinya IUGR adalah merokok, indeks massa tubuh yang
rendah, peningkatan berat badan yang buruk, dan preeklamsia. Sementara pada negara
berkembang hal yang berhubungan dengan terjadinya IUGR adalah nutrisi yang kurang,
indeks massa tubuh yang rendah, peningkatan berat badan yang buruk, dan infeksi. Faktor
lain yang sedang diteliti adalah stress, ansietas dan depresi.12
2. Faktor Plasenta
30
Faktor Janin
Faktor janin yang paling sering menyebabkan hambatan pertumbuhan simetri
adalah kelainan kongenital yang dapat mengakibatkan IUGR tipe simetri yang berat pada
janin sendiri disertai berbagai anomali kongenita yang multipel serta harapan hidup yang
pendek. Adanya IUGR tipe asimetri pada kelainan ini biasanya sebagai akibat buruk yang
terjadi dalam bagian terakhir dari masa kehamilan yang menghambat hipertrofi sel-sel.3,10
Kelainan kongenital yang tersering adalah trisomi 21 (sindroma Down) dengan
insidensi 1,6 per 1000 kelahiran hidup. Bayi dengan kelainan ini akan memiliki berat lahir
rata-rata 350 gram lebih rendah dari bayi normal dengan kemungkinan IUGR empat kali
lebih besar. Penurunan berat badan janin tampak terutama pada 6 minggu terakhir
kehamilan.11
Kelainan kongenital kedua tersering adalah trisomi 18 (sindroma Edwards)
dengan insidensi 1 per 6000-8000 kelahiran hidup dan 84% bayi menderita IUGR. Berat
badan lahir rata-rata bayi dengan trisomi 18 adalah 1000 gram lebih rendah dari bayi
normal, disertai berat plasenta yang kecil pula. Kelainan lain yang dapat ditemukan
adalah defek neural tube, anomali visera, dan polihidramnion.11
Kelainan kongenital ketiga adalah trisomi 13 dengan insidensi 1 per 5000-10.000
kelahiran hidup dan 50% bayi menderita IUGR. Berat badan lahir rata-rata 700-800 gram
lebih rendah dari bayi normal. Kelainan lain yang dapat ditemukan bibir sumbing, cleft
palate, kelainan sistem saraf pusat, kelainan sistem saluran kemih, dan polidaktili.11
31
Kelainan lain yang sering berhubungan dengan IUGR adalah achondroplasia, osteogenesis
imperfecta, renal agenesis (sindrom Potter), gastroschisis, atresia duodeni, Tetralogi Fallot,
transposisi arteri besar, dll.6,11
Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan intrauterin.
infeksi oleh TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex)
bisa menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin sampai 30% dari kejadian. Infeksi
Cytomegalovirus berhubungan dengan sitolisis dan hilangnya fungsi dari sel. Infeksi
Rubella menyebabkan insufisiensi vaskular dengan merusak endotelium pembuluh darah
kecil selain menghambat proliferasi sel. Infeksi lain yang juga berhubungan dengan
kejadian IUGR diantaranya sifilis di mana terjadi udem plasenta dan inflamasi
perivaskuler, malaria, dan Lysteria monocytogenes.2,3,10,11
Infeksi HIV pada ibu hamil menurut laporan bisa mengurangi berat badan lahir bayi
sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum terkena infeksi itu.
Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada janin tanpa
kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga pertumbuhan janin
menjadi subnormal atau dismatur.3,10
Kehamilan mulipel memang lebih sering mengakibatkan kelahiran prematur, tetapi
20-30% juga berhubungan dengan kejadian IUGR. Hal ini kemungkinan diakibatkan
adanya insufisiensi plasenta, twin to twin transfusion syndrome atau anomali. Adanya
IUGR pada kehamilan multipel dapat ditentukan pada usia kehamilan 32 minggu
(kehamilan ganda), usia kehamilan 30 minggu (kehamilan triplet), dan usia kehamilan 20
minggu (kehamilan quadruplet). Karena itu pemeriksaan serial USG sebaiknya dilakukan
pada kehamilan multipel.11
2.2.3 Diagnosis 7,8
Skrining dan indentifikasi dari IUGR harus sesegera
mungkin ditegakkan.
Penentuan umur kehamilan, perhatian terhadap penambahan berat badan janin dan
pengukuran secara teliti dari tinggi fundus uteri akan mengindentifikasi adanya kelainan
dalam perkembangan janin pada wanita tanpa faktor risiko. Dengan adanya faktor resiko
pada ibu, termasuk riwayat IUGR sebelumnya, akan meningkat kemunginan rekuren pada
kehamilan yang sedang berlangsung. Pada wanita dengan faktor resiko, dapat dilakukan
pemeriksaan ultrasnografi secara berkala untuk memantau berkembangan janin.
32
33
diperoleh hubungan antara tinggi fundus uteri dengan mengukur jarak fundus-simfisis
dalam centimeter dibagi 3,5 yang merupakan tuanya kehamilan.
Tabel 2. Hubungan Tinggi Fundus Uteri Dengan Umur Kehamilan Menurut Spiegelberg
Umur Kehamilan Tinggi
(minggu)
22-28
28
30
32
34
36
38
c.
fundus
Pemeriksaan penujang8
1) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG serial untuk menentukan biometri dan keadaan fungsional
janin. Pemeriksaan USG hingga saat ini dipandang sebagai satu-satunya cara
pemeriksaan yang paling dapat dipercaya dalam mendeteksi adanya pertumbuhan janin
terhambat. Penentuan usia kehamilan secara USG didasarkan pada hubungan antara usia
kehamilan dengan ukuran (biometri) janin. Pengukuran yang sering digunakan yaitu
Biparietal diameter (BPT), Head Circumference (HC), Abdominal Circumfernce (AC)
dan Femur Length (FL). Persentil telah dibuat untuk masing-masing parameter dan berat
fetus dapat diperkirakan. Indikator yang paling sensitif untuk simetris dan asimetris
IUGR adalah dengan pemeriksaan abdominal circumference (AC), yang memiliki
sensivitas 95% jika pengukuran dibawah 2,5 tahun persentil.
Untuk pemeriksaan skrining yang rutin, pemeriksaan dengan USG dapat
dilakukan antara minggu ke-16 dan 20 untuk menentukan umur kehamilan dan
menyingkirkan adanya kelainan kongenital dan dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjut
pada minggu ke-32 sampai 34 untuk mengevaluasi pertumbuhan janin.
1. Diameter Biparietal (BPD)
Perkembangan diameter biparietal dalam hubungannya dengan umur kehamilan
dapat terlihat dalam table 5. Diameter ini lebih spesifik pada keadaan normal (yaitu lebih
besar dari 25 persentil). Batasan-batasan lain yang harus diperhatikan pada evaluasi
pertumbuhan dengan menggunakan parameter diameter biparietal adalah ketidaktelitian
dalam mengukur berat lahir, penilaian angka yang rendah pada retardasi pertumbuhan
34
yang asimetris dengan ukuran kepala yang normal atau hampir normal dan adanya
perubahan bentuk kepala karena flattening atau dolichocephaly (kepala yang panjang).
Kondisi ini dapat terjadi pada kehamilan trimester III, yang secara timbal balik dapat
menyebabkan diameter biparietal kecil. Pada situasi ini jika ukuran lingkar kepala tidak
digunakan bersama-sama dengan diameter biparietal, maka diagnosis false positif dari
retardasi pertumbuhan dapat terjadi.
35
kehamilan 14 minggu sampai kira-kira 7.8 cm pada kehamilan cukup bulan atau aterm.
Pengukuran panjang femur ini, lebih efektif untuk mengetahui adanya skeletal displasia
dari pada pertumbuhan janin terhambat. Pengukuran panjang femur ini paling baik
dilakukan pada kehamilan lebih dari 14 minggu.
37
Pemantauan kesejahteraan janin antepartum serial (nonstress test, contraction stress test,
USG, Doppler, cordocentesis)
1. Deteksi dini
Deteksi dini akan hambatan pertumbuhan intrauterin penting sekali, karena akan
memberi cukup waktu untuk merencanakan dan melakukan sesuatu intervensi yang
diperlukan sebelum terjadi kerusakan pada janin. Karena itu para klinisi harus waspada
terhadap adanya kemungkinan IUGR dan kalau perlu melakukan skrining terutama pada
pasien hamil risiko tinggi seperti hipertensi, diabetes, anemia, ibu perokok atau peminum
alkohol atau pemakai narkoba, keadaan gizi jelek, ibu dengan penambahan berat badan
yang minimal dalam kehamilan, pernah melahirkan bayi dengan hambatan pertumbuhan
intrauterin atau kelainan kongenital.3,10
2.
darah maternal pada keadaan sistem vaskuler berdilatasi maksimal. Karena itu
meningkatan aliran uteroplasenter tidak dilakukan dengan menurunkan tekanan darah pada
ibu dengan hipertensi kecuali apabila tekanan darah mebahayakan keadaan ibu. Wanita
hamil dengan hambatan pertumbuhan intrauterin dianjurkan beristirahat baring saja untuk
sebagian terbesar waktunya dalam 24 jam, optimalnya berbaring miring ke kiri. Semua
39
pekerjaan fisik terutama pekerjaan fisik berat akan mengurangi jumlah darah yang
mengalir ke dalam uterus dan akan lebih memberatkan keadaan janin yang telah menderita
hambatan pertumbuhan intrauterin. Oleh karena itu semua pekerjaan fisik berat dilarang
pada kehamilan dengan hambatan pertumbuhan intrauterin. Pada wanita yang bekerja, cuti
hamil perlu diberikan lebih awal.3,10
4. Pemantauan kesejahteraan janin antepartum serial
Sebelum program pemantauan kesejahteraan janin yang intensif perlu diperhatikan
bahwa janin tidak dalam keadaan cacat kongenital misalnya trisomi pada ibu hamil dengan
hambatan pertumbuhan intrauterin simetri yang berat. Untuk menyingkirkan kemungkinan
tersebut dapat dilakukan pemeriksaan kariotipe degnan amniosentesis atau kordosentesis.
Program surveillance antepartum sudah boleh dimulai pada usia kehamilan 24 minggu bila
diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan. Tetapi seringkali diagnosis
IUGR biasanya baru diketahui pada usia kehamilan yang jauh lebih tua. Beberapa uji
penilaian yang perlu dikerjakan sampai kehamilan diterminasi adalah uji tanpa beban
untuk memonitor reaktivitas jantung janin (2x seminggu), pengukuran volume cairan
ketuban (AFI) dan ada tidaknya hambatan pertumbuhan kepala dengan memantau
pertumbuhan DBP dengan ultrasonografi setiap minggu.
komponen ini, satu observasi normal diberi angka 2 dan observasi abnormal diberi angka
0. Skor tertinggi untuk janin normal adalah 10.3
5. Terminasi kehamilan lebih awal
Janin dengan IUGR sebaiknya dilahirkan lebih awal dipusat pelayanan perinatal
karena pemantauan janin dengan program pemantauan kesejahteraan janin belum
sempurna dan beberapa bayi yang lahir kondisinya tidak baik atau meninggal. Bila semua
hasil pemeriksaan kesejahteraan janin normal, maka terminasi kehamilan yang optimal
dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika serviks matang dilakukan induksi partus.
Sebaliknya bila didapatkan hasil pemantauan kesejahteraan janin abnormal dalam masa
pemantauan sebelum mencapai usia kehamilan 38 minggu, perlu dilakukan uji
kematangan paru janin dengan pemeriksaan rasio lesitin/sfingomielin air ketuban. Bila
ternyata paru-paru janin telah matang (rasio L/S 2 atau lebih) maka indikasi terminasi
kehamilan sebelum usia kehamilan 38 minggu adalah bila didapatkan: uji beban kontraksi
positif, oligohidramnion, DBP tidak bertambah lagi yang berarti otak janin berisiko tinggi
mengalami disfungsi.3,10
Pada janin yang masih dalam usia preterm dengan IUGR tidak ada sesuatu tindakan
tertentu yang dapat memperbaiki keadaan. Dalam penanganannya pastikan dahulu bahwa
janin tidak mempunyai kelainan kongenital yang berat seperti trisomi dan kelainan
kongenital berat lain. Bila kelainan kongenital ini tidak ada, ibu hamil dengan hambatan
pertumbuhan intrauterin yang berat segera dirawat inap, bed rest, diberikan makanan yang
bernilai gizi tinggi, dan dilakukan pemantauan kesejahteraan janin. Apabila penyebab
hambatan pertumbuhan intrauterin adalah gizi ibu yang tidak baik, merokok minum
alkohol atau pengguna narkoba, maka penghentian kebiasaan buruk dan perbaikan gizi
disertai banyak istirahat baring akan bisa memperbaiki pertumbuhan janin sekaligus
sebagai upaya mengurangi risiko lahir preterm. Menurut teori dan hasil suatu penelitian
pemberian aspirin dosis rendah sejak awal sebagai terapi anti trombosit akan mencegah
pembentukan trombosis uteroplasenta, infark pada plasenta, maupun hambatan
pertumbuhan intrauterin idiopatik pada wanita dengan riwayat hambatan pertumbuhan
intrauterin berat.3,10
Pada umumnya terminasi kehamilan pada fetus dengan hambatan pertumbuhan
intrauterin berat dan preterm adalah lebih menguntungkan dari pada membiarkan
kehamilan yang demikian berlangsung lebih lanjut karena biasanya fetus yang demikian
42
sudah cukup matang untuk dapat hidup. Perlu diperhatikan pada terminasi fetus preterm
dengan IUGR: persalinan harus cepat, monitoring ketat dalam masa persalinan untuk
mencegah memburuknya keadaan janin atau persalinan diselesaikan dengan bedah sesar,
perawatan intensif harus segera dimulai sejak neonatus lahir.3,10
2.2.5 Monitoring Intrapartum
Bayi dengan IUGR sering disebabkan oleh adanya insufisiensi plasenta akibat perfusi
maternal yang tidak baik, fungsi plasenta yang tidak baik, atau keduanya, sehingga terjadi
hipoksia. Pada waktu persalinan keadaan hipoksia dapat menjadi lebih parah, karena itu
pemantauan secara kontinu dalam persalinan perlu dilakukan. Pemantauan denyut jantung
janin sebaiknya dilakukan dengan pemasangan elektroda pada kulit kepala janin setelah
ketuban pecah/dipecahkan. Oligohidramnion dapat menyebabkan terjepitnya tali pusat
sehingga rekaman jantung janin akan menunjukkan deselerasi variabel. Keadaan ini diatasi
dengan memberi infus kedalam rongga amnion. Bila didapatkan kelainan pada denyut
jantung janin yang menandakan terjadinya hipoksia dapat dilakukan pemeriksaan pH janin
dengan pengambilan sampel darah pada kulit kepala. Bila pH darah janin <7,2 segera
lakukan resusitasi intrauterin kemudian disusul terminasi kehamilan dengan bedah sesar.
Resusitasi intrauterin dilakukan dengan cara hidrasi maternal, ibu miring kiri, bokong
ditinggikan sehingga bagian terdepan lebih tinggi, pemberian oksigen dengan kecepatan 6
l/menit, dan hilangkan his dengan pemberian tokolitik misalnya terbutalin 0,25 mg
subkutan.2,3,10
2.2.6 Perawatan Intensif Bayi baru lahir
Segera setelah janin lahir tali pusat diklem dan dipotong untuk mencegah lebih
banyak darah masuk kedalam tubuh neonatus yang kemungkinan menderita sindroma
hiperviskositas polisitemik.2,3,10
Bila terjadi pengeluaran mekonium selagi dalam rahim, segera lakukan penyedotan cairan
ketuban dengan intubasi trakhea untuk mencegah lebih banyak mekonium masuk kedalam
jalan napas. Tindakan ini tidak dapat mencegah sindroma aspirasi mekonium yang telah
terjadi, tetapi dapat mengurangi tingkat keparahannya. Jika neonatus mengalami hipoksia
dan depresi pernafasan, segera lakukan resusitasi dengan memasang intubasi, pernapasan
buatan, oksigen, masase jantung, hidrasi, dan bila perlu diberikan epinefrin dan bikarbonas
natrikus untuk menetralisir asidosis.2,3,10
43
44
saat ini masih dilakukan penelitian untuk menjelaskan hubungan antara IUGR dengan
penyakit-penyakit tersebut.17,18
Penelitian Thamotharan dkk. Menunjukkan adanya hubungan antara gangguan
hormon metabolik semasa kehamilan dengan kejadian DM tipe 2 dan obesitas. Dikatakan
bahwa akibat gangguan hormon metabolik semasa kehamilan, tubuh janin melakukan
adaptasi dengan peningkatan konsentrasi GLUT-4
plasma basal jaringan otot rangka. Keadaan ini berlanjut terus sampai dewasa sehingga
menghambat translokasi GLUT-4 yang berhubungan dengan insulin pada otot rangka.
Akibatnya glukosa darah tidak dapat diserap oleh otot rangka dengan optimal, dan terjadilah
DM tipe 2 yang resisten terhadap pemberian insulin. Gula darah yang berlebihan ini
kemudian disimpan pada jaringan lemak yang tidak mengalami gangguan pembentukan
GLUT-4, sehingga dapat terjadi obesitas. Penelitian ini masih memerlukan penelitian
lanjutan.17
Penelitian Battista dkk. mencari hubungan IUGR dengan remodelling ventrikel yang
mengarah pada kejadian hipertensi dan penyakit jantung. Penelitian ini menyatakan bahwa
remodelling ventrikel terjadi akibat reaktivasi RNA messenger dari atrial natriuretic peptide
(ANP) pada masa dewasa, yang seharusnya sudah menghilang saat neonatal dini. Adanya
ANP ini ditambah stress oksidatif diduga menyebabkan hipertrofi dari ventrikel. Tetapi
penelitian ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.18
BAB II
LAPORAN KASUS
45
2.1. IDENTITAS
Nama Penderita
Umur
Alamat
Agama
Pekerjaan
Suku /bangsa
Tanggal MRS
Jam
Dikirim oleh
: Ny.Isnawati
: 26 tahun
: Waropen
: Islam
: Guru kontrak
: Bugis
: 04 Desember 2014
: 11.05. WIT
: Datang atas kemauan sendiri
2.2. ANAMNESIS
Keluhan utama
Abortus : 0
2. Riwayat Pernikahan
- Usia Pernikahan :
Umur : 30 tahun Pendidikan : S1 Pendidikan Pekerjaan: POLRI
Umur : 26 tahun Pendidikan : SMA
Pekerjaan: Guru kontrak
Pernikahan ke : 1 (satu)
Suami ke : 1 (satu)
Dengan suami sekarang : 1 tahun
3. Riwayat Menstruasi
- Menarche
: 13 tahun
- Siklus Haid
: teratur, 28 hari
Lamanya : 5 hari
46
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tinggi Badan
: 150 cm
Tanda-tanda vital
Kepala
Leher
Thoraks
Berat Badan : 48 Kg
Ekstremitas
Pr
Pemeriksaan Panggul :
CV
CD
Promontorium
L. Inominata
Dinding Samping
Spina Ischiadica
Sacrum
Arcus Pubis
Kesan panggul
:
:
:
:
tidak dilakukan
:
:
:
: > 900
: kesan yang dapat dinilai baik
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit
: 12.490 ribu / uL
Hemoglobin
: 8,5 gr %
DDR
: PF (+)
MCV
: 80,5 fL
(84,0-96,0)
MCH
: 28,1 pg
(29,0-340)
MCHC
: 34,8 g/Dl
(32,0-36,0)
RBC
: 3,03 (106/mm3)
( 4,0-5,0 )
HCT
: 24,4 %
( 36-48 )
PLT
: 483 103/mm3
(150-400)
Pemeriksaan urine
: 8,87 cm
FL
: 5,36 cm
HC
: 32,6 cm
AFI
: 8,4 cm
AC
: 2,85 cm
2.6. RESUME
48
conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik -/Status Obstetri : TFU : 24 cm atas sympisis pubis, BJA : 154 x/m, HIS : -, TBBA :
1705 gram
Pemeriksaan Dalam : v/v : tenang, tidak ada kelainan, Portio : kenyal, arah posterior,
Pemeriksaan urine
: Eritrosit (-), urobilinogen (-), keton (-)
USG : janin intrauterin tunggal hidup
BPD : 8,87 cm, HC: 32,6 cm AC : 28,5 cm, FL : 5,36 cm, , AFI : 8,4 cm, EFW : 1880
= 33-34 minggu.
49
Diagnosia pre Operasi : GIP0A0 hamil 37-38 minggu, janin presentase kepala tunggal
hidup, belum inpartu dengan malaria tropika (+) dengan IUGR + cairan ketuban
berkurang + anemia hipokromik mikrositik
Diagnosis post Operasi
Vlcryl no.1
Setelah diyakini tidak ada perdarahan, dilakukan reperitonisasi dengan plika
50
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesa yang dilakukan pada pasien disebutkan bahwa pasien datang
dengan keluhan demam disertai menggigil sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan
rasa pusing, rasa mual dan muntah. Pasien mengaku sudah berobat di dokter praktek namun
merasa tidak ada perubahan. Pada riwayat penyakit sebelumnya juga diketahui jika pasien
sering mengalami keluhan ini selama hamil. Pada bulan ke 2 kehamilannya pasien juga
mengaku pernah sakit malaria tropika +2, dan pada bulan ke 5 pasien mengaku pernah sakit
malaria tersiana +1. Kemudian berobat dan sembuh.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/70, N : 82 x/m, R : 24, S : 37,8 C,
sklera ikterik -/-, conjungtiva anemis +/+. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan suhu >
37,5 C, adanya tanda anemis, dan splenomegali yang terjadi karena malaria.
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan hasil pemeriksaan malaria
Plasmodium Falciparum +1. Berdasarkan teori disebutkan bahwa jika didapatkan kuantitatif
+1 artinya ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB. Sehingga pasien ini didiagnosa dengan
malaria tropika +1. Berdasarkan teori disebutkan bahwa diagnosis pasti malaria ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan labolatorium darah. Selain itu pada pasien didapatkan adanya kadar
HB 8,5 %, MCV: 80,5 Fl, MCH : 28,1 pg, MCHC : 34,8 g/dL, RBC : 3,03 (106/mm3).
Sehingga anemia yang terjadi adalah anemia hipokrom kimrositik. Selain itu terdapat
penurunan kadar retikulosit. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses hemolitik. Sehingga
sel retikulosit juga menurun.
Hal ini menunjukkan terjadinya anemia. Karena seperti yang telah disebutkan pada
beberapa teori bahwa anemia pada trisemester III adalah HB < 11 gr%. Pada kasus ini
komplikasi yang terjadi pada ibu adalah adanya demam dan anemia. Tidak ditemukan adanya
tanda
dilakukan.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan pemberian artesunat dengan dosis 2,4
mg/kg bb/iv dengan pemberian Hari 1. 2 x 2 vial iv/ 12 jam, Hari 2 & set. 1 x 2 vial .iv / 24
jam.
Pasien mengaku saat ini sedang hamil 9 bulan, HPHT 21/03/2014 TP 28/12/2015,
ANC 3X di PKM Serui oleh bidan dikatakan janin dalam keadaan baik, mules (-), keluar airair (-), keluar lendir darah (-), gerak janin aktif (+). Berdasarkan pemeriksaan obstetri yang
telah dilakukan didapatkan : TFU : 24 cm atas sympisis pubis, BJA : 154 x/m, HIS : -, TBBA:
51
1705 gram. pemeriksaan dalam : v/v : tenang, tidak ada kelainan, portio : kenyal, arah
posterior, : lancip, ketuban : (+), Presentasi: kepala diatas PAP. Berdasarkan pemeriksaan
obstetri yang dilakukan didapatkan bahwa umur kehamilan pasien 37-38 minggu berdasarkan
HPHT yang diingatnya. Namun TFU pasien tidak sesuai dengan umur kehamilan yang
seharusnya yaitu 24 cm. berdasarkan pengukuran TFU didapatkan TBBJA 1705 gram.
Berdasarkan teori disebutkan bahwa usia kehamilan 37-38 minggu seharunya TFU sekitar 33
cm. dan berat badan janin dengan usia 1705 tergolong
melakukan pemeriksaan ANC di PKM Serui dan belum pernah dilakukan USG. Sehingga
tidak didapatkan data yang akurat data USG pada usia trisemester I.
Pasien mengaku selama kehamilannya pasien pernah menderita sakit malaria tropika
pada bulan ke 2 kehamilan serta pada bulan ke 5 kehamilan. Riwayat merokok (-), riwayat
mual muntah pada awal kehamilan (+). Berdasarkan pemeriksaan USG yang dilakukan saat
pasien datang didapatkan hasil : janin intrauterin tunggal hidup BPD : 8,87 cm, HC : 32,6 cm,
AC : 28,5 cm, FL : 5,36 cm, AFI : 8,4 cm, EFW : 1880 = 33-34 minggu. Sehingga dari hasil
pemeriksaan dapat ditarik kesimpulan jika janin mengalami IUGR yang dicurigai terjadi
sebagai akibat dari adanya infeksi malaria yang berulang didaerah endemis. Selain itu, pada
pasien berdasarkan pemeriksaan AFI 8,4 cm, diketahui jika cairan ketuban pasien sudah
mulai berkurang.
Saat datang pasien tidak mengeluhkan adanya tanda-tanda inpartu. Berdasarkan
pemeriksaan obstetrik yang sudah dilakukan nilai pelvic score pasien adalah 0. Berdasarkan
teori disebutkan bahwa persalinan sesegera mungkin memberikan hasil terbaik bagi janin
yang dicurigai dengan IUGR pada kehamilan aterm atau mendekati aterm. Pada pasien ini
berdasarkan HPHT, usia kehamilan sudah aterm (cukup bulan), sehingga terminasi kehamilan
direncanakan dan berdasarkan adanya indikasi cairan ketuban yang mulai berkurang, yaitu
AFI 8,4 cm berdasarkan USG yang telah dilakukann.
Namun perlu diperhatikan pula cara persalinan yang akan dilakukan. Karena
berdasarkan teori, persalinan pada fetus preterm dengan IUGR harus cepat, monitoring ketat
dalam masa persalinan untuk mencegah memburuknya keadaan janin atau persalinan
diselesaikan dengan bedah sesar. Dan perawatan intensif harus segera dimulai sejak neonatus
lahir. Karena Janin dengan pertumbuhan yang terhambat berhubungan dengan berkurang atau
terganggunya fungsi placenta, penatalaksanaan yang sesuai dan tepat pada waktunya dapat
meningkatkan harapan hidup. Sehingga pada pasien ini dilakukan pilihan operasi sectio
cessarea. Bayi yang dilahirkan melalui operasi dengan BB 1900 gram, PB : 42,5 cm, A/S 6/8.
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pasien didiagnosis dengan GIP0A0 hamil 37-38 minggu, Janin presentase kepala
tunggal hidup, belum inpartu dengan malaria tropika (+) dengan IUGR + cairan
ketuban berkurang + anemia hipokromik mikrositik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan;
2. Diagnosis malaria berdasarkan anamnesa adanya riwayat demam menggigil sejak 1
minggu SMRS, pemeriksaan fisik adanya conjungtiva anemis dan pemeriksaan
penunjang apusan darah tepi. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemebrian
injeksi artesunat dengan dosis 2,4mg/kgBB.
3. Diagnosis IUGR didapatkan berdasarkan anamnesis HPHT 21/03/2014 dan TP
28/12/2015 dan didapatkan usia kehamilan 37-38 minggu. Namun pada
pemeriksaan fisik didapatkan TFU 24 cm, yang tidak sesuai dengan usia kehamilan
yang seharusnya. Berdasarkan pemeriksaan USG didapatkan HC >AC, sehingga
pasien ini digolongkan IUGR tipe asimetris. Faktor resiko yang diduga sebagai
penyebab terjadinya adalah infeksi malaria yang berulang disaerah endemis.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu terminasi kehamilan secara operasi sesar
untuk meningkatkan harapan hidup bagi ibu dan janin.
B. Saran
1. Pencegahan malaria pada ibu hamil dengan melakukan perlindungan diri langsung
terhadap vektor nyamuk dan ANC yang baik dan teratur serta pemerisaan rutin
malaria tiap adanya gejala, terutama karena papua merupakan daerah endemisitas
tinggi, dan banyaknya bahaya komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin
selama kehamilan.
2. Selama kehamilan ibu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan antenatal yang
teratur agar pemantauan kondisi janin dapat dilakukan secara teratur, sehingga dan
resiko adanya IUGR dapat segera diketahui dari awal kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
53
54