Você está na página 1de 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DYSPEPSIA

Disusun oleh :
Ria Elsaviana Agustin
( P1337420215067)
2B

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PROGAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2017

A Konsep Dasar
1 Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi
jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini
2007).
2

Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
a Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
b Faktor interna (dari dalam jantung)
c Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
d Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
e Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
f Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung
dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan
tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel .
Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan
diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan
sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema
sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan
meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien

pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat
memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi
ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan.
Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload
ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung
itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran
darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan
retensi sodium dan cairan. Sitem rennin angiotensin - aldosteron juga akan
teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan
penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal
jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi
yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan.
Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan
tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek
natriuretik dan vasodilator
4

Pathway

Manifestasi klinik

a
b
c

d
e

Peningkatan volume intravaskular.


Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan
dengan batuk dan nafas pendek.
Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan
vena sistemik.
Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap
latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari
jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).(Niken Jayanthi, 2010)

Komplikasi
a Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
b Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
c Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

Pemeriksaan penunjang
a Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi
pleura yang menegaskan diagnosa CHF
b EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram
c
Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan
retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah

Managemen Medis
a Penatalaksanaan Congestif Heart Failure:
1 Posisi setengah duduk.
2 Oksigenasi (2-3 liter/menit).
3 Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam)
4 Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi
bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur.
5 Hentikan rokok dan alkohol
6 Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
7 Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.
8 Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
9 Memperbaiki kontraktilitas otot jantung: Mengatasi keadaan yang reversible,
termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.

Penatalaksanaan Atrial Fibrilasi


1 Rhythm control, tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus
sehingga memungkinkan penderita terbebas dari tromboemboli dan
takikardiomiopati. Pengembalian irama sinus dengan obat-obatan (amiodaron,
flekainid, atau sotalol) bisa mengubah AF menjadi irama sinus atau mencegah
episode AF lebih lanjut. Antikoagulasi untuk mencegah tromboembolik
sistemik (Patrick, 2006).
2 Rate control dan pemberian antikoagulan di lakukan dengan pemberian obatobat yang bekerja pada AV node dapat berupa digitalis, verapamil, dan obat
penyekat beta ( bloker). Amiodaron dapat juga digunakan untuk rate control.
(Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto et al, 2009).

Terapi
a Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
b Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
c Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan
aritmia.
d Digitalisasi
e Dosis digitalis
f Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam
dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
g Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
h Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
i Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia
lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
j Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
k Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
l Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
m Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
a Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup
jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau
intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
b Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
c Posisi setengah duduk.
d Oksigenasi (2-3 liter/menit).
e Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal
jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada
gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter
pada gagal jantung ringan.
f Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila
pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani

g
h
i
j

dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5
kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal
pada gagal jantung ringan atau sedang.
Hentikan rokok dan alkohol
Revaskularisasi koroner
Transplantasi jantung
Kardoimioplasti

B Konsep Keperawatan
1 Pengkajian keperawatan
a
Pengkajian Primer
1 Airways
a Sumbatan atau penumpukan secret
b Wheezing atau krekles
2 Breathing
a Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c Ronchi, krekles
d Ekspansi dada tidak penuh
e Penggunaan otot bantu nafas
3 Circulation
a Nadi lemah , tidak teratur
b Takikardi
c TD meningkat / menurun
d Edema
e Gelisah
f Akral dingin
g Kulit pucat, sianosis
h Output urine menurun
b Pengkajian Sekunder
1 Riwayat Keperawatan
a Keluhan
1 Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2 Palpitasi atau berdebar-debar.
3 Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas
saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari
dua buah.
4 Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5 Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6 Insomnia
7 Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8 Jumlah urine menurun
9 Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
b Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.

c
d

Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.


Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung,
steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
e Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
f Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
g Postur, kegelisahan, kecemasan
h Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat
perkembangan CHF.
2 Rumusan Diagnosa Keperawatan
a Penurunan curah jantung b/d volume sekuncup
b Kelebihan volume cairan b/d kelebihan asupan cairan
c Ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot pernafasan
d Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
e Defisiensi pengetahuan b/d kurang sumber pengetahuan
3 Perencanaan
a Penurunan curah jantung b/d volume sekuncup
1 Monitor KU dan VS
Rasional: memantau kondisi pasien
2 Atur peride latihan dan istirahat
Rasional: menghindari terjadinya kelelahan
3 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberia obat
Rasional: menentukan terapi yang tepat
b Kelebihan volume cairan b/d kelebihan asupan cairan
1 Monitor KU dan VS
Rasional : memantau kondisi pasien
2 Pantau pengeluaran urine
Rasional : memantau urine output
3 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
Rasional : menentukan terapi yang tepat
c Ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot pernafasan
1 Posisikan pasien semi fowler
Rasional: Untuk memaksimalkan potensial ventilasi
2 Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak
adanya suara adventif
Rasional: Memonitor kepatenan jalan napas
3 Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai
Rasional: Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen
d Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
1 Monitor KU dan VS
Rasional : memantau kondisi pasien
2 Monitor pemakaian alat bantu
Rasional : mengetahui kemampuan ADL klien
3 Anjurkan untuk bedrest
Rasional : pemenuhan kebutuhan istirahat

Defisiensi pengetahuan b/d kurang sumber pengetahuan


1 Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Rasional; Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien
2 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk
mencegah komplikasi
Rasional: Mencegah keparahan penyakit
3 Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
Rasional: Mempermudah intervensi

Evaluasi
a Penurunan curah jantung b/d volume sekuncup

Tanda vital klien dalam rentang normal ( TD, nadi, respirasi, suhu )

Klien Dapat mentoleransi aktivitas, melaporkan tidak ada kelelahan yang


berarti

Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites

Tidak ada penurunan kesehatan

Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung

Daerah perifer hangat

Tidak ada sianosis

TTV klien dalam rentang normal

Gambaran EKG tak menunjukkan perluasan infark

Ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot pernafasan


1

Pencegahan aspirasi: tindakan personal untuk mencegah masuknya cairan dan


partikel padat ke dalam paru.
2 Status pernapasan: kepatenan jalan napas: jalan napas trakeobronkial terbuka
dan bersih untuk pertukaran gas.
3 Status pernapasan: ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru.
Kelebihan volume cairan b/d kelebihan asupan cairan
1

Tekanan darah dalam batas normal

Tidak ada distensi vena perifer dan oedem

3
d

Paru bersih dan BB ideal

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan cardiac


ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan.
1

Tanda tanda vital klien normal

Klien tidak menyatakan kelelahan yang berarti

Sirkulasi status baik

output,

Defisiensi pengetahuan b/d kurang sumber pengetahuan


1
2
3

Pasien dan keluarga pasien memahami tentang penyakitnya


Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakitnya
Pasien dan keluarga pasien dapat mengaplikasikan teori yang diberikan oleh
perawat

Daftar Pustaka

Price, S.A., dan Wilson, L.M., 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, hal. 1271; Huriawati H, Natalia S, Pita Wulansari, Dewi Asih (eds), Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Rubenstein, D., Wayne, D., dan Bradley, J., 2005, Kedokteran Klinis, Edisi keenam, alih bahasa,
Annisa Rahmalia; Amalia Safitri (eds), Erlangga, Jakarta.

Suyono, S., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, hal. 18521856, Diabetes
Mellitus di Indonesia; Sudoyo, Setiyohadi, Alwi I, Simadibrata, Setiati (eds), Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.

Você também pode gostar