Você está na página 1de 31

Analisis Isu Pemukiman/Perambahan Taman Nasional di Indonesia

Soeryo Adiwibowo Moh. Shohibudin Laksmi A. Savitri Sofyan Sjaf Moh. Yusuf Kerjasama JICA TN Gn. Halimun dan Sajogyo Institute Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Labuan, Banten 28 Januari 2008

Studi Pemukiman di dalam TN (JICA): Tujuan

Menganalisis respon pemerintah terhadap pemukiman dan pertanian yang berada di dalam kawasan taman nasional, berikut dengan pengaruhnya terhadap konservasi dan nafkah kehidupan komunitas;
Membanding perkembangan pemukiman & pertanian yang terletak di dalam TNUK, TNKS dan TNLL berikut dengan respon pemerintah untuk mengatasinya.

Evolusi Manajemen Kawasan Konservasi Ujung Kulon


Kawasan Ujung Kulon: Suaka Alam
Kawasan konservasi

Pulau Peucang & Handeuleum Semnanjung UK

Krakatau menjadi Kawasan BKSDA Lampung (1990)

SA Krakatau (1917

SA Ujung Kulon (1921)

SM Ujung Kulon (1937)

CA UK, Panaitan & P. Peucang (1958)

Deklarasi TNUK (1980)

Penetapan Wil Kerja & Kawasan TNUK (1984, 1992)

Pulau Panaitan Hutan Produksi Belanda (Bouwheer) Hutan Produksi Perum Perhutani

Gunung Honje

CA Gunung Honje (S: 1967, U:1978)

Kawasan G. Honje: kawasan produksi

Kawasan Suaka Alam

Kawasan konservasi

Peta Penutupan Lahan TNUK 2000

Peta Penutupan Lahan TNUK 2005

Perubahan Penutupan Lahan TN Ujung Kulon 2000 - 2005


Hutan Alam

73 ha

3072 ha 19 ha

22 ha 50 ha

Sawah

Semak Belukar
1593 ha

Ladang

1888 ha 83 ha

Kebun Campuran

140 ha

274 ha 64 ha

Bangunan
20 9 24 25 45

Tanah Terbuka

Dalam 5 tahun: 5.100 ha penutupan lahan TNUK berubah

Pola Pengembangan Wilayah di sekitar Taman Nasional


TNUK TNLL TNKS

Desa

Enklave (desa & kabupaten)

Jalan

Pandeglang
Labuan

Desa-desa Sekitar TNUK dalam Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang

Cikeusik Cibaliung

Menes

Panimbang

Sumur Kertamukti

Cimanggu Cijaralang Kertajaya Tangkilsari Ciburial Mangkualam Tugu Batuhideung Cibadak Rancapinang

Cigorondong
Kota Orde 1 Wilayah Pelayanan I Kota Orde 1 Wilayah Pelayanan II Kota Orde 2 Wilayah Pelayanan II

Tunggaljaya Tamanjaya Ujungjaya

Padasuka Kramatjaya

Kota Orde 3 Wilayah Pelayanan II


Desa sekitar TNUK jangkauan Kota Orde 3

Tipologi Pemukiman Berkaitan dengan TN


Tipe Permukiman Tipe A Deskripsi Permukiman
Desa penyangga sekitar taman nasional (TN) Seluruh wilayah desa terletak di luar TN. Seluruh lahan pertanian, hutan adat dan permukiman desa berada di luar TN Desa penyangga sekitar TN Sebagian lahan pertanian desa berada di dalam TN Seluruh pemukiman penduduk desa berada di luar TN Desa penyangga sekitar taman nasional namun dengan 1-2 dusun terletak di dalam TN Seluruh lahan pertanian dusun bersangkutan berada di dalam TN atau sebagian lahan pertanian desa berada di dalam TN Seluruh areal pemukiman dusun berada di dalam TN atau sebagian pemukiman penduduk berada di dalam TN Seluruh wilayah desa merupakan kantung pemukiman di dalam TN Seluruh lahan pertanian desa berada di dalam TN Seluruh pemukiman penduduk desa berada di dalam TN Beberapa wilayah Kecamatan dikelilingi oleh taman nasional, dan/atau Hampir seluruh wilayah Kabupaten dikelilingi oleh taman nasional

Tipe B

Tipe C

Tipe D Tipe E

Respon Taman Nasional


Tipe Respon
Respon 1 Respon 2

Deskripsi Respon
Pengakuan Hutan Adat Pengakuan Akses ke TN melalui Kesepakatan Konservasi (melalui ICDP) Pengendalian Akses ke TN melalui Kesepakatan Konservasi Pembinaan Daerah Penyangga dan Enklave Pemindahan Penduduk (Resetelmen atau Transmigrasi Lokal) Penindakan dan Pengendalian Koordinasi/Kerjasama antar Pihak dan/atau Minimum Respon

Respon 3

Respon 4 Respon 5 Respon 6 Respon 7

Ragam Respon terhadap Pemukiman dan Pertanian di dalam dan sekitar Kawasan Taman Nasional Tipologi Pemukiman Pengakuan Hutan Adat (Respon 1) Kesepakatan Konservasi Pengakuan Akses ke TN (Respon 2) Pengndalian Akses ke TN (Respon 3) Pembinaan (Respon 4) Resetelmen) (Respon 5) Penindakan & Pengndalian (Respon 6) Koordinasi atau minim respon (Respon 7)

Tipe A

HA. Hulu Air Lempur HA. Temedak Muara Serpei, Muara Emat Pelompek Sedoa Wuasa M. Emat Pelompek Renah Pemetik Bedeng VII & XII; M. Emat Legon Pakis Kampung Kopi Keramat Jaya Pelompek Dongi2 Renah Pemetik

Tipe B

Ngata Toro

Tipe C

Bedeng VII & XII, Muara Emat

Legon Pakis

Tipe D Tipe E

Katu

Renah Kemumu Tanjung Kasri Desa2 di Lembah Lindu Desa2 di Lembah Besoa Kabupaten Kerinci

Tipe F

Integrated Conservation & Development Project


Dikembangkan di TNKS dan TNLL & kini telah berakhir. Asumsi dasar: Masyarakat dianggap sebagai ancaman terhadap taman nasional, sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar harus ditingkatkan. Konsekuensi: harus ada upaya mengembangkan ekonomi masyarakat desa agar tidak tergantung pada sumber daya yang alam ada di hutan. Di TNKS setiap desa menerima Rp 250 juta. Di TNLL kelompok-kelompok usaha menerima 25-50 juta Persoalan yang sebenarnya adalah bukan persoalan kesejahteraan tetapi persoalan akses. Kasus TNLL: meningkatnya pendapatan masyarakat dari kebun coklat justru semakin memicu pembukaan lahan. Hal serupa tampaknya dijumpai di TNKS

KKM/KKD dalam konteks ICDP

Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) & Forum Wilayah Penyangga masih belum berjalan efektif untuk mengatasi perambahan ke dalam TN (a.l. kebun cokelat di TNLL dan kayu manis di TNKS). Dua tipe KKM/KKD: Tipe Perintah dan Kendali Tipe Atur Diri Sendiri Sebagian besar KKM/KKD bertipe perintah dan kendali (command & control): masyarakat diminta untuk mentaati kaedah-kaedah konservasi dari sudut hukum positif, yang pada dasarnya tidak boleh akses. Di mata sebagian masyarakat, KKM/KKD justru dipandang sebagai jalan untuk membuka atau melegitimasi akses ke Taman Nasional.

KKM/KKD dalam konteks ICDP

KKM/KKD berbasis desa. Sementara masyarakat masih banyak yang hidup dalam hukum adat dimana batas desa tidak identik dengan batas komunitas adat, & di dalam desa dapat dijumpai 2-3 komunitas adat yang berbeda. Di mata sebagian masyarakat, KKM/KKD justru dipandang sebagai jalan untuk membuka atau melegitimasi akses ke Taman Nasional. Hanya sebagian kecil KKM/KKD yang bertipe atur diri sendiri (self control), dimana Balai TN memberi pengakuan atas wilayah adat yang dikelola setara dengan zonasi. Hak untuk akses, pemanfaatan dan kontrol diberikan oleh Balai TN. Contoh: Desa Toro dan Desa Katu (TNLL)

KKM/KKD dalam konteks ICDP

Dalam perjalanannya adat yang direvitalisasi belum mampu:

memberi jaminan akses bagi individu masyarakat biasa terhadap agenda kolektif

menegakkan hukum adat yang telah disepakati bersama secara adil dan konsisten (transisional)

KKM Tipe Atur & Kendali

KKM Tipe Atur Diri Sendiri

Kepentingan dan diskursus konservasi Tata ruang kawasan konservasi yang membatasi akses masyarakat KKM: berisi larangan akses, pemanfaatan & kontrol atas SDA di dalam Taman Nasional

Kepentingan dan diskursus keadilan agraria Wilayah & tata ruang masyarakat adat (pengakuan kearifan & pengetahuan lokal) KKM: berisi pengakuan atas akses & kontrol atas SDA di dalam Taman Nasional

Balai Taman Nasional LL LSM Internasional (TNC, WWF, dsb) LSM Lokal isu konservasi

Balai Taman Nasional LL LSM lokal isu agraria Jaringan WALHI, SKEPHI, AMAN, KPA, dsb

Kasus: Pemindahan Penduduk di TNUK


CONTOH SUKSES Kampung Kopi: Dilakukan dan dikoordinasi oleh BTNUK sendiri Pendekatan kultural: tekanan jawara dgn isu pemindahan Diberikan pilihan lokasi Lokasi baru tidak jauh dari kampung lama Penduduk membabat tanaman dan memindahkan sendiri rumah mereka Fasilitas listrik, air bersih dan jalan disiapkan Penduduk menerima akte jual beli dari Camat untuk lokasi baru CONTOH GAGAL Dusun Legon Pakis: Kerjasama dengan Dinas Transmigrasi Pemkab Lokasi tanpa sarana prasarana (tidak ada sekolah dan puskesmas) Rumah jatah tidak selesai dibangun Tanah tidak subur dan sulit diolah Meskipun menerima jatah hidup dan sertifikat tanah, tetapi prospek penghidupan ke depan suram

Potensi konflik meningkat

Akar masalah
1. Banyak persoalan dan konflik muncul di kawasan Taman Nasional berpangkal karena berubahnya akses ke sumbersumber agraria (yang kemudian merubah struktur agraria masyarakat): Dari semula berstatus kawasan hutan produksi berubah ke taman nasional. Contoh: kawasan hutan Dongi-dongi di TNLL, kawasan Perhutani di sekitar Gunung Honje di TNUK. Perubahan status & fungsi kawasan hutan tidak atau kurang memperhatikan fakta agraria yang sudah berkembang di lapangan.

Akar masalah
2. Banyak persoalan & konflik muncul yang berpangkal dari proses tata batas & zonasi Taman Nasional: Batas TN dipandang telah mempunyai kekuatan hukum bila Kepala Desa telah ikut mengesahkan. Padahal di luar Jawa, banyak orangtua adat atau Pemangku adat yang lebih legitimate dibanding Kepala Desa. Batas TN umumnya tidak dikonsultasikan dengan masyarakat. Cukup banyak masyarakat yang masih hidup dalam kesatuan hukum adat, sehingga mental map yang hidup di masyarakat adalah batas-batas ulayat komunitas bersangkutan, bukan batas desa. Batas hutan yang ditetapkan pemerintah kolonial Belanda tetap hidup di masyarakat. Rencana Pengelolaan Taman Nasional tidak memberi ruang untuk mengungkapkan fakta-fakta agraria yang berkembang di lapangan.

Akar masalah
3. Laju pertambahan penduduk yang cukup tinggi di berbagai kawasan sekitar taman nasional tanpa ada upaya konkrit dalam dekade terakhir untuk mengedalikannya.
Pengembangan wilayah yang banyak didorong oleh keinginan untuk memicu pertumbuhan ekonomi daerah melalui pembangunan infra struktur, peningkatan investasi, dan peningkatan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah

4.

Perubahan Akses & Kontrol atas SDA di dalam KKM


Kasus: Ngata Toro, Katu, TNLL

Posisi

2000
Claimant Pengguna Resmi (authorized user) Pengunjung (authorized entrance)

Hak

Pemilik

Proprietor

Akses
Memungut hasil Mengelola Melarang Alienasi

1980-1999

<1970

Tabel dikonstruksikan dari bundle of rights Ostrom (2001)

Legon Pakis...

Hasil survey sosial ekonomi di Legon Pakis Mencari solusi dan menatap masa depan

GAMBARAN ASET AGRARIA MASYARAKAT KAMPUNG DI WILAYAH LEGON PAKIS


Jenis Pemanfaatan Luas (ha) Status Pemilik (org) Penggarap (org) Keterangan

Sawah

89,1

59

Penggarap rata-rata memiliki sawah juga, 8 meskipun tidak terlalu luas -

Kebun Kelapa Kebun Campuran

30,421

56

Kebun ini hanya ditanami pohon kelapa saja

83,675

56

Umumnya kebun - campuran ditanami pohon kelapa juga

Total lahan pertanian


Rumah Tinggal Total luas

203,196 24,487 227,683 67

GAMBARAN ASET AGRARIA MASYARAKAT KAMPUNG DI WILAYAH CIKAWUNG GIRANG


Status Jenis Pemanfaatan Luas (ha) Pemilik (org) Penggarap (org) Keterangan

Sawah

44,900

68

Penggarap rata-rata memiliki sawah juga, 16 meskipun tidak terlalu luas


Kebun ini murni hanya 8 ditanami pohon kelapa saja Umumnya kebun 16 campuran ditanami pohon kelapa juga -

Kebun Kelapa

35,685

39

Kebun Campuran Rumah Tinggal Jumlah

44,370

34

87,864 167,919

357

PRODUKTIVITAS SUMBERDAYA PERTANIAN DI WILAYAH KONFLIK


Jenis Komoditas Gabah Kelapa Kopi Volume Produksi per tahun 320,8 ton 752.840 buah 5.930 kg Frekuensi Produksi per tahun 1-2 kali 6 kali 1 kali Nilai Produksi per tahun Rp 705.760.000 Rp 376.420.000 Rp 118.600.000 Keterangan Harga gabah Rp 2.200 per kg Harga kelapa per butir Rp 500 Harga Kopi Rp 20.000 per kg Harga pete Rp 20.000 per 100 papan (empong) Harga Melinjo Rp 3000 per kg Harga jengkol Rp 2000 per kg

Pete

26220

1 kali

Rp 5.240.000

Melinjo
Jengkol Mahoni

280 kg
161 kg 20 papan

1 kali
1 kali 1 kali

Rp 840.000
Rp 322.000 Rp 400.000

Harga mahoni Rp 20.000 per papan

Jumlah (bruto)

Rp 1.207.582.000

PRODUKTIVITAS SUMBERDAYA PERTANIAN DI WILAYAH CIKAWUNG GIRANG


Jenis Komoditas Gabah Kelapa Kopi Volume Produksi per tahun 183,100 ton 168.400 buah 50 kg Frekuensi Produksi per tahun 1-2 kali 6 kali 1 kali Nilai Produksi per tahun Rp 250.800.000,Rp 72.000.000,Rp 1000.000,-

Keterangan Harga gabah Rp 2.200 per kg Harga kelapa per butir Rp 500 Harga Kopi Rp 20.000 per kg Harga Papan/ kodi per Pohon Rp 200.000,Harga Mangga 1500 per kg Rp

Albasia
Mangga Melinjo Jengkol Mahoni Bambu Jumlah (bruto)

25 pohon
10 kg 10 kg 161 kg 1200 papan 20 pohon

5-10 tahun
1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1

Rp 5000.000,Rp 15000 Rp 30.000,Rp 322.000 Rp 240.000.000 Rp 200.000,Rp 569.367.000

Harga Melinjo Rp 3000 per kg

Harga jengkol Rp 2000 per kg


Harga mahoni 20.000 per papan Rp

Harga Per pohon Rp 10.000,-

Mencari Solusi & Menatap Masa Depan: Legon Pakis


Konflik ruang antara BTNUK dgn Masyarakat Legon Pakis (LPs)

Masyarakat tetap harus keluar dari Legon Pakis (dipindahkan) Konflik meluas Potensi menelan korban tinggi

Tidak ada kejelasan penyelesaian (mengambang) Jumlah penduduk yg menghuni LPs meningkat

BTNUK & Masyarakat LPs membuat kontrak sosial baru


LPs dikembangkan sebagai desa tujuan wisata alam Populasi penduduk di LPs dibatasi

Terima Kasih

Alas Hak Agraria UUPA 1960 Jenis akses/kontrol di dalam taman nasional menurut UU No 5/1990, UU No 41/1999 & peraturan pelaksanaanya
Mengunjungi taman nasional
Pengkajian, penelitian, dan pengembangan Mengelola usaha pariwisata alam Hak Guna Usaha & Hak Guna Bangun an ------A, B Hak Membu ka Tanah

Hak Milik

Hak Sewa Tanah

Hak Memungut Hasil Hutan

Hak Pakai

Hak Pengusahaan Pariwisata Alam

Dasar hukum

------A

------A

------A


--


-A, B


---C

E D C D D D

Memungut hasil hutan utk kegiatan penangkaran


Perburuan satwa liar untuk olah raga atau tradisi Memungut tumbuhan & satwa liar yang tidak dilindungi

Dasar Hukum
A: B: C: D: E:

UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PP No 40/1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah PP No 18/1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Tahura PP No 8/1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan Liar dan Satwa Liar PP No 68/1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

Você também pode gostar