Você está na página 1de 31

REFERAT

Batu Empedu Kolesterol

Disusun Oleh : Handra Juanda 0920221218 FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA

Pembimbing : Dr. H. Ruswhandi Martamala, Sp.PD.

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA 2010

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberi petunjuk, melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Batu Empedu Kolesterol. Penulisan referat ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat tugas dalam menjalani kepaniteraan di Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam pelaksanaan dan penysunan referat ini, meskipun demikian penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan keilmuan bidang kedokteran serta memacu minat baca untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Batu Empedu Kolesterol.

Jakarta, 22 September 2010

Penulis

DAFTAR ISI
BAB. I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB. II PEMBAHASAN DEFINISI EPIDEMIOLOGI ANATOMI FISIOLOGI PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU ETIOLOGI PATOFISIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DIAGNOSIS PENATALAKSANAAN DAFTAR PUSTAKA 2 2 2 4 4 6 9 13 15 19 25 1

DAFTAR GAMBAR
GAMBAR.1 ANATOMI KANDUNG EMPEDU GAMBAR.2 SALURAN EMPEDU GAMBAR.3 MEKANISME TERBENTUKNYA BATU KOLESTEROL GAMBAR.4 GAMBARAN NYERI KOLIK GAMBAR.5 GAMBARAN KOLESISTOGRAFI GAMBAR.6 GAMBARAN ULTRA SONOGRAFI GAMBAR.7 KOLESISTOTOMI 3 5 12 14 17 18 20

DAFTAR TABEL
TABEL 1. KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU 6

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT

JUDUL REFERAT BATU EMPEDU KOLESTEROL

Disusun oleh : Handra Juanda 092.0221.218 FK UPN Veteran Jakarta

Telah disetujui pada tanggal Telah dipresentasikan pada tanggal

: :

Pembimbing

Dr. H. Ruswhandi Martamala, Sp.PD

BAB.I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.1 Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.2 Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. 1 Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).3

BAB.II PEMBAHASAN

a. Definisi Batu empedu kolesterol merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki bentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.4 b. Epidemiologi Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu.5 Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.5 c. Anatomi Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol

dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.6

Gambar.1 Anatomi kandung empedu7

d. Fisiologi Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga tawon. Selsel thorak yang permukaanya tampak seperti sarang

membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.6 e. Pengosongan Saluran Empedu Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknyaempedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:6

a. Hormonal

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. b. Neurogen i. Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestinointestinal empedu. ii. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. akan menyebabkan kontraksi dari kandung

Gambar.2 Saluran Empedu8

Komponen Air Garam Empedu Bilirubin Kolesterol Asam Lemak Lecithin Elektrolit

Dari Hati 97,5 gm % 1,1 gm % 0,04 gm % 0,1 gm % 0,12 gm % 0,04 gm % -

Dari Kandung Empedu 95 gm % 6 gm % 0,3 gm % 0,3 0,9 gm % 0,3 1,2 gm % 0,3 gm % -

Tabel.1 Komposisi Cairan Empedu5

f. Etiologi Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu. Penampakannya biasanya berwarna hijau, namun dapat juga putih atau kuning. Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung terlalu banyak kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor yang berperan dalam pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik kantung empedu kita berkontraksi untuk mengeluarkan empedu dan adanya protein dalam hati yang berperan untuk menghambat masuknya kolesterol kedalam batu empedu. Kenaikan hormon estrogen (kehamilan, mendapat terapi hormon, dan KB) dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi kontraksinya, sehingga mempermudah pembentukan batu empedu.9 Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam

pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.10 Faktor resiko terjadinya batu empedu antara lain:11 a. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu b. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. c. Berat badan (BMI) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. d. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap

unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. e. Riwayat keluarga Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga. f. Aktifitas fisik Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. g. Penyakit usus halus Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. h. Nutrisi intravena jangka lama Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai :3 - Batu Kolesterol Murni - Batu Kombinasi - Batu Campuran (Mixed Stone) Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

g. Patofisiologi Patogenesis dari batu empedu kolesterol adalah seperti cairan kental yang kekurangan air. Komposisi organik adalah bilirubin, garam

empedu, fosfolipid dan kolesterol. Secara umum, dibedakan dua jenis batu empedu, yakni kolesterol dan pigmen meskipun ada tipe campuran. Tipe pigmen sendiri ada yang coklat dan hitam. Kelarutan dari kolesterol penting terhadap pembentukan batu empedu kolesterol. Akan membantu bila kita memandang pembentukan batu dari tiga tahap yaitu saturasi kolesterol, nukleasi, dan pertumbuhan batu. Sekresi hepatik dari kolesterol empedu tersaturasi merupakan persyaratan terbentuknya batu empedu kolesterol. Mempertahankan kolesterol dalam bentuk larutan, tergantung pada adanya garam empedu dan fosfolipid dalam jumlah yang cukup dalam empedu. Perubahan dari keseimbangan ini menimbulkan saturasi kolesterol empedu dan akhirnya presipitasi kolesterol. Nukleasi merujuk pada proses dimana kristal kolesterol monohidrat terbentuk dan menggumpal sehingga menjadi makroskopik. Batu kolesterol sekitar 90% radiolusen, permukaannya halus dan biasanya soliter. 12 Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase : c. Fase Supersaturasi Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.5 Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :5 Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam

empedu dan lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi

sehingga terjadi supersaturasi. Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet) Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas

kolesterol jaringan tinggi. Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun

misalnya pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik). Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol

meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun. d. Fase Pembentukan inti batu Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.1 e. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar. Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.1 Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama,

setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1 Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).4

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati Penurunan fungsi hati Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Mal absorpsi garam empedu Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu Peningkatan sintesis kolesterol Berperan sebagai penunjang iritan pada kandung empedu Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol kandung empedu Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu Penyakit kandung empedu (kolesistitis) Pengendapan kolesterol Batu empedu
Gambar.3 Mekanisme Terbentuknya Batu Kolesterol4

h. Manifestasi Klinis Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.3

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadangkadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.1 Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

Gambar.4 Gambaran nyeri kolik7

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.1 Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 11 Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu

dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.13 i. Diagnosis a. Anamnesa Setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu

adalah asimptomatik. Keluhan yang mungkin berupa dispepsia, yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium , kuadran atas kanan, atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan - lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba - tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan

sehingga pasien berhenti menarik nafas yang merupakan tanda rangsang dari peritonitis setempat ( tanda murphy ). Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Pruritis ditemukan pada ikterus obstruktif yang

berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di daerah badan. Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi keadaan kegawatan disertai syok dan gangguan kesadaran.14 b. Pemeriksaan Fisik Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu , atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah sewaktu p[enderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas.14 c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi komplikasi kolesistitis

akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan fosfatase alkali.14 Pemeriksaan Radiologi Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi o Foto Polos Abdomen Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada foto polos abdomen.14 o Kolesistografi Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. bahwa Goldberg dan kawan-kawan pemeriksaan menyatakan reliabilitas

kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.14

Gambar.5 Gambaran Kolesistografi7

Ultra Sonografi Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, pemeriksaan pemeriksaan awal. Ugandi USG dipakai Dengan menganjurkan sebagai pemeriksaan ini agar langkah bisa

ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal. 14
Gambar.6 Gambaran Ultra Sonografi12

Tomografi Komputer Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain.

Karena mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama. 14 j. Penatalaksanaan a. Tindakan Operatif Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.11 Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :11 Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin

sering atau berat. empedu. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung

misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

Gambar.7 Kolesistotomi11

Kolesistostomi Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari kolesistostomi adalah Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang

berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan Tersangka adanya pankreatitis. Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.11 b. Tindakan Non-Operatif i. Terapi Disolusi Penggunaan garam empedu yaitu asam

Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan. 1

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu : Wanita hamil Penyakit hati yang kronis Kolik empedu berat atau berulang-ulang Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1 Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 1 Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 1 ii. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. 1 Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya. 1. Kriteria Munich :1 Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik). Penderita tidak sedang hamil. Batu radiolusen Tidak ada obstruksi dari saluran empedu Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi

gelombang kejut ke arah batu. 2. Kriteria Dublin :1 maksimal 3. baik. Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu Riwayat keluhan batu empedu Batu radiolusen Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk

batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah

Terapi

ESWL

sangatlah

menguntungkan

bila

dipandang dari sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam jangka panjang. ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 5 c. Penatalaksanaan Diet Prinsip perawatan diet pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. 1 Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke dalam

penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.3 Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buahbuahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu. Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu : dicerna. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah

jumlah kalori dikurangi. lemak. Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi. d. Pencegahan Batu empedu sebagian besar berasal dari kolesterol, maka dari itu sebaiknya kita mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi seperti makanan berlemak, terutama yang mengandung lemak hewani.9 Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair sehingga rendah klien lemak. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam

Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh.15

DAFTAR PUSTAKA
1. C. Devid, Jr. Sabiston, 1994. Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta. 2. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C,

Powel DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 84. 3. Lesmana, L.A, 1995, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid I ed 3, hal 380 83, Balai Penerbit FK UII, Jakarta. 4. EGC. 5. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta :

512. Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta. 6. Sherwood, Laura. 2006. Fisiologi Kandung Empedu. Fisiologi Manusia

Dari Sel ke Sistem. Jakarta; EGC. 7. 8. 9. 10. EGC 11. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Pawlina W, Olson T.E. 2006. A.D.A.M Student Atlas of Anatomy http://picsicio.us/keyword/anatomi lambung http://www.klikdokter.com/illness/detail/10 Wilkison, Judit M. 2006. Buku Saku Diagnisis Keperawatan. Jakarta :

Jakarta: EGC 12. 13. http://www.clinicalgastroenterology.com. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed.

London : Blackwell Scientific Publication, 1993. 14. Brunicardi, F. Charles et al. Schwartzs Principles of Surgery.8th edition..

New York: McGrawHill, 2005.p.1187-1193 15. Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.

Você também pode gostar