Você está na página 1de 9

TES DNA : DARI KONSESI HUTAN KE KONSOLIDASI KEPATUHAN

Oleh : Banjar Yulianto Laban Kata kunci : DNA; legalitas kayu; Perusahaan tes DNA kayu; lembaga sertifikasi SVLK.

DNA Menurut wikipedia, Asam deoksiribonukleat, yang lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel/inti sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel yang tidak bisa dipalsukan. Ini berlaku umum bagi setiap organisme, termasuk organisme individu jenis jenis pohon hutan penghasil kayu untuk ramuan rumah dan property lainnya. Perusahaan investigasi yang terkait dengan legalitas kayu akan mengambil sampel kayu dan menelitinya di laboratorium, menjalankan tes DNA yang hasilnya akan menunjukkan spesies dan asal sepotong kayu. Perusahaan tersebut juga akan melakukan tes DNA yang hasilnya digunakan untuk melacak kayu dan produk kayu dari hutan ke toko untuk memastikan bahwa pengiriman barang tersebut tidak melanggar hukum. Pada kesempatan ini, saya akan merangkai dan mengembangkan pemahaman dari sebuah feature kantor berita reuters yang terjemahannya dikirim oleh Sdr. Sinung Rahardjo ke group rimbawan_interaktif, dengan judul : Tes

DNA Pohon Kurangi Penebangan Hutan (secara.pen) Liar (baca: Illegal logging) ke praktek mandatori sertifikat SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) di setiap pemegang ijin konsesi hutan di Indonesia, baik HPH (di Hutan Produksi Alam), HTI (di Hutan Produksi Tanaman), HTR, HKm, HD, IPK maupun Hutan Rakyat oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi KAN (Komite Akreditasi Nasional). Rangkaian dan pengembangan pemahaman tersebut akan saya scenariokan dalam urutan 3 (tiga) sequen, yaitu : 1). Asal kayu; 2). Tes DNA dan 3). Lokus tes. 1). Asal kayu Menurut feature kantor berita reuters tersebut : kesalahan pelabelan, kebohongan mengenai asal kayu dan penggantian jenis kayu untuk jenis yang lain adalah praktek-praktek kotor dalam perdagangan kayu. DNA ada di setiap sel/inti sel produk kayu dan tidak dapat dipalsukan, terutama bila dikaitkan dengan asal kayu. Apabila ini benar secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan dalam praktek perdagangan legal, saya sarankan agar ketentuan SVLK (terutama kriteria dan indikator) ditinjau kembali dan lebih difokuskan pada tes DNA kayu pada tegakan pohon di blok konsesi untuk Rencana Kerja Tahunan (RKT) tahun depan. Dengan demikian data hasil tes DNA kayunya dapat sekaligus ditawarkan ke pembeli sebagai brand mark asal kayu dari ijin konsesi yang legal, jaminan legalitas kayu dan merupakan bagian tak terpisahkan dari sertifikat SVLK konsesi yang bersangkutan sebagai manajemen unit produksi log legal dimaksud. Asal kayu dari ijin konsesi legal melalui SVLK tanpa data hasil tes DNA di hulu, diperkirakan beberapa tahun ke depan akan

mengalami kesulitan di hilir dalam pemasaran produk kayu jadinya, baik ke USA maupun Eropa. Menurut feature kantor berita reuters, cerita mengenai keampuhan DNA tersebut pada awalnya memang sulit dipahami dan dijual sistem tesnya. Namun ketika undangundang baru di AS mulai dilaksanakan dua tahun terakhir ini, dan peraturan yang lebih keras akan diimplementasikan juga di Eropa mulai 2013, maka jumlah klien pun meningkat, ujar Kevin Hill, pendiri DoubleHelix Tracking Technologies, perusahaan Singapura yang telah mengembangkan dan mengkomersialisasikan tes DNA untuk investigasi kayu, dan merupakan satu-satunya perusahaan di dunia yang melakukan hal tersebut. Statement akhir pada alinea diatas, apabila itu benar, maka sangat bertentangan dengan implementasi demokrasi ekonomi di Indonesia karena praktek monopoli dan komersialisasi keahlian suatu perusahaan yang bermarkas di Singapore itu. Dengan demikian apabila hanya DoubleHelix Tracking Technologies saja yang punya hak untuk tes DNA kayu di Indonesia (terlebih karena dipercaya USA dan Uni Eropa), maka para pemegang konsesi di Indonesia, kurang lebih 300 unit manajemen HPH/HTI saja akan menghadapi kesulitan dan keberatan dalam memposisikan legalitas produknya di pangsa pasar, disamping akan menghadapi biaya tes DNA kayu yang mahal, mereka akan kehilangan momentum pasar karena habis banyak waktu untuk menunggu giliran tes DNA kayunya. Suasana kompetisi yang tidak sehatpun akan muncul, karena ratusan pemegang ijin konsesi untuk menuju pengakuan produk legal harus melalui satu pintu saja. Dikuatirkan makna obyektifitas pemahaman ilmiah tes DNA ini akan luntur oleh ketamakan manusia.

Pemerintah cq. Kementerian Kehutanan seiring dengan pelaksanaan SVLK sekarang ini, diharapkan dapat segera mengatasi gejolak monopoli yang diprediksi akan timbul seperti alinea diatas. Meskipun feature kantor berita reuters mengungkap juga tentang peralatan tes DNA yang diperkecil, seukuran prototipe meja kerja masih dalam tahap uji coba. Diharapkan Kementerian Kehutanan dapat proaktif memantau kemajuannya. Disebutkan juga bahwa jika uji coba berhasil, maka tidak akan ada monopoli lagi, laboratorium-laboratorium atau perusahaan - perusahaan semacam DoubleHelix Tracking Technologies dapat menjalankan tes DNA kayu yang murah dalam waktu dua tahun ke depan. Permasalahannya adalah apakah KAN yang akan mengakreditasi perusahaan perusahaan tersebut, mengingat legalitas berbasis DNA ini merupakan suplemen baru bagi lembaga sertifikasi SVLK di Indonesia. 2). Tes DNA Meski demikian diakui oleh DoubleHelix Tracking Technologie bahwa tes DNA kayu yang sangat akurat memiliki keterbatasan, karena ketiadaan peta genetik pohon (secara global) yang lengkap. Peluang ini sebenarnya dapat dirintis Balitbanghut untuk mengembangkan tes DNA kayu tersebut dari upaya menemukan produk unggulan melalui pemuliaan pohon, disamping mengetahui rangkaian kekerabatan serta keragaman genetis serta peta tebarannya. Sdr. Mahfudz (Sekarang Kepala Balai Penelitian Kehutanan Menado) pada tahun 2010 telah mempertanggungjawabkan disertasi Doctor di bawah bimbingan Prof. Dr. Mohammad Na'iem, M.Agr. Fakultas Kehutanan UGM. Judul disertasinya adalah : KERAGAMAN GENETIK MERBAU (Intsia bijuga O.Ktze) DAN IMPLIKASINYA BAGI PROGRAM PEMULIAAN.

Dengan pendekatan yang sama, sdr. Mahfudz juga telah meneliti keragaman genetik jati muna, sehingga melalui dendogram yang dihasilkan dapat diketahui jarak genetis kekerabatan populasi jati muna di seluruh sulawesi dan peta tebaran populasinya. Suatu langkah yang strategis bila Balitbanghut menerapkan penelitian dan pemetaan tebaran keragaman genetik untuk jenis jenis pohon komersial di Indonesia sebagai dasar upaya pemuliaan pohon sekaligus memantapkan keyakinan legalitas melalui tes DNA kayu di hulu atau di hutan. Feature kantor berita reuters menyebutkan juga bahwa saat ini, basis data hasil tes DNA yang tersedia dari hulu baru untuk 20 spesies pohon, terutama kayu-kayu hutan tropis yang berharga (komersial). Sementara itu di hilir, toko-toko waralaba Kingfisher sendiri memiliki 16.000 produk kayu, yang tentu saja akan kesulitan untuk melacak status (legal/illegal) satu persatu produk tersebut ke hulu. 3). Lokus tes. Dari sumber yang sama, disebutkan bahwa mata rantai terlemah dalam suplai kayu ada di antara hutan dan tempat penggergajian/industri primer. Di situlah kayu curian dan yang berasal dari hutan yang ditebang secara ilegal dapat diselipkan di antara kayu yang legal (hasil tes DNA di hulu). Hasil tes DNA secara keseluruhan di hilir dapat dipakai untuk mengusut masalah tersebut secara hukum. Kelemahan pengawasan tersebut sebenarnya telah diketahui Kementerian Kehutanan sejak jaman SKSHH sampai SKSKB sekarang ini. Lain lagi, pengalaman yang saya peroleh pada waktu menghadapi obyek kajian Peredaran dan pemanfaatan log

merbau untuk IPHHK di Papua bulan April 2010 melalui fakta administrasi dan lapangan berikut ini: Telah terbit Peraturan Bersama Gubernur Provinsi Papua dan Papua Barat No. 163 dan 16 Th. 2007 tentang peredaran Hasil Hutan Kayu, pada focusnya adalah : tidak boleh ada log kayu yang keluar dari pulau Papua Namun pada prakteknya, secara sepihak Papua Barat memberlakukan peraturan bersama tersebut terhitung sejak tahun 2014, sehingga diduga masih ada dalam 2 tahun terakhir ini pengiriman log merbau dari Papua melalui Papua Barat. Berdasar analisis dari daftar penerbitan dokumen SKSKB yang dicatat BP2HP wil XVII Prov Papua diperoleh informasi sebagai berikut: Sepanjang Tahun 2009 terbit 57 dokumen SKSKB dari HPH HPH di Prov Papua untuk 24.761 batang merbau setara 144.688,64 m3. Yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer IPHHK di Prov Papua sebanyak 27 dokumen SKSKB: 7.690 btg merbau setara 47.298 m3. Adapun yang dipasok untuk industri primer IPHHK di Papua Barat sebanyak 17 dokumen SKSKB : 11. 775 btg merbau setara 63.665,44 m3. Sisanya yaitu 13 dokumen SKSKB : 5296 btg merbau setara 33.725,20 m3 dikirim ke TPK-TPK di Prov Papua yang sebenarnya harus dilacak kelanjutannya. Dari fakta administrasi dan lapangan tersebut diatas, diperoleh 2 (dua) kelemahan lagi, yaitu regulator yang tidak konsisten dengan regulasinya dan UPT pusat yang malas atau kurang kreatif melakukan pelacakan kebenaran dan tindak lanjut laporan data dari lapangan yang diperolehnya.

Informasi Sdr. Togu Manurung melalui group rimbawan interaktif tanggal 24 Agustus 2012 berikut ini, menambah keprihatinan saya :
Mas Banjar, Sampai dengan hari ini kayu bulat (Merbau dan jenis lainnya?) dari Provinsi Papua masih terus mengalir ke luar Papua (bahkan masih terus berhasil diselundupkan ke luar negeri ...), walaupun sudah sekian lama diberlakukan oleh Gubernur Bas Suebu kebijakan larangan kayu bulat ke luar Papua, dan harus diolah di dalam wilayah provinsi Papua. Waktu Itu provinsi Papua Barat tidak kompak dengan tetangganya. Kayu bulat (Merbau) masih boleh keluar dari Papua Barat sampai dengan (batas) tahun tertentu (2014??) Faktanya, sampai dengan hari ini pembangunan industri pengolahan kayu di Papua (dan Papua Barat) tetap berjalan lambat. Apakah ada penambahan (pembangunan) pabrik pengolahan kayu skala besar di Papua dan Papua Barat sejak diberlakukan kebijakan larangan kayu bulat keluar dari Papua (dan Papua Barat per tanggal/thn tertentu) ? Sementara itu, pabrik-pabrik pengolahan kayu bulat skala kecil milik rakyat (siapa cukong/ financiers-nya?) semakin melaju ... Pada awal tahun 2000-an pernah dilaporkan paling tidak sejumlah 300 ribu m3 kayu bulat Merbau (berhasil) diselundupkan ke luar negeri (terutama ke China, Malaysia) per bulan. Salam, Togu Manurung

Satu kelemahan lagi yang saya peroleh dari informasi tersebut adalah ada indikasi kegagalan clustering industri kayu Nasional sekala besar di pulau Papua. Jadi lokus tes DNA kayu baik di hulu maupun di hilir, tidak berefek sama sekali terhadap lancarnya perdagangan kayu bila

titik titik kelemahan tersebut diatas tidak diperhatikan dan dilakukan perubahan sikap (BAU) sebagai berikut : 1. Lakukan penandaan pada log yang telah tes DNA di hulu dan ceking cepat di hilir/industri primer terhadap log yang akan diolah. Bila ditemukan log ilegal, dengan tegas disita negara untuk dilelang dan lakukan konsistensi penegakan hukum. 2. Tingkatkan konsistensi regulator daerah terhadap produk regulasinya, antara lain melalui mekanisme insentif atau kompensasi. 3. Dorong dan dukung UPT Kementerian Kehutanan dalam mengemban kepentingan nasional di daerah untuk memberantas perdagangan kayu illegal. 4. Klustering industri kayu nasional skala besar perlu diintegrasikan serius dengan rencana pengembangan wilayah ekonomi nasional lainnya, sehingga tidak terlewati dalam pengalokasian anggaran di APBN. Butir 1 s/d butir 4 tersebut diatas, akhirnya kembali ke konsolidasi kepatuhan manusianya. Pertanyaannya adalah apakah untuk memilih manusia yang jujur, tegas, adil dan konsisten dengan peraturan/komitmen perlu dilakukan uji kepatuhan dan sekaligus uji DNA juga? Ada yang menyentuh saya rasakan, ketika memperhatikan statemen di feature kantor berita reuters tersebut berikut ini: Saat ini tidak ada yang tahu secara pasti berapa banyak produk kayu ilegal yang ada di pasaran, jadi para detektif bekerja diam-diam. Bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat internasional, mereka berencana melakukan tes (DNA produk kayu) di toko-toko Australia dalam beberapa minggu ke depan, sebelum beranjak ke Eropa dan Amerika Serikat.

Kenapa tes DNA kayu lokusnya di hilir? Padahal titik berat status legalitas itu ada pada asal kayu, yaitu di hulu, di hutan tepatnya lagi di blok RKT tahun depan ijin konsesi yang bersangkutan. Apakah tes di hilir itu hanya untuk mencari pelanggaran hukum (menggunakan detektif dan kerjasama dengan LSM Internasional)?. Produk dari kayu illegal ditemukan apabila pelacakan ke hulu/asalnya, antara lain tidak sesuai dengan basis data DNA 20 jenis pohon tropis yang telah diketahui cetak birunya. Yang jelas tes DNA di hilir ini, bagi saya adalah warning untuk selalu berupaya meningkatkan kinerja Sustainable Forest Management (SFM) di Indonesia. Bogor, 25 Agustus 2012.

Você também pode gostar