Você está na página 1de 5

Plasenta adalah organ yang merupakan ciri khas mamalia sejati pada saat kehamilan, menghubungkan ibu dan

anaknya, mengadakan sekresi endokrin dan pertukaran selektif substansi yang dapat larut serta terbawa darah melalui lapisan rahim dan bagian trofoblas (sel-sel yang melekatkan ovum ke rahim) yang mengandung pembuluh-pembuluh darah. (Kamus Saku Dorland)

Plasenta, dengan kata lain, adalah bagian dari janin yang keluar bersama bayi saat bayi dilahirkan (jawa: ari-ari). Plasenta merupakan substansi penting yang berperan dalam proses perkembangan janin. Di dalam plasenta inilah terjadi pembentukan (differensiasi dan spesialisasi) organ-organ yang akan menjadi organ-organ tubuh sang jabang bayi kelak. Lalu muncul pertanyaan, selsel apakah yang ada dalam plasenta, yang dapat membuat berbagai macam organ di dalam satu tempat?
Stem cell adalah sel yang mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi banyak tipe sel lain di dalam tubuh selama awal kehidupan dan pertumbuhan, sehingga stem cell memiliki kemampuan untuk memperbaiki atau menggantikan sel-sel tubuh yang rusak akibat berbagai penyakit. (Kajian Kedokteran Islam, April 2010, Universitas Muhammadiyah Jakarta)

Ya, stem cell adalah sel yang terdapat dalam plasenta, yang mampu mengembangkan dirinya menjadi berbagai jenis sel lain yang dibutuhkan. Meskipun dalam kenyataannya stem cell yang berasal dari plasenta lebih sukar untuk terdifferensiasi dan terspesialisasi dibandingkan yang berasal dari tempat lain, namun lebih cepat mengganda dan lebih sedikit faktor risiko akan ditolak tubuh penerima jika stem cell tersebut ditransplantasikan. Dalam dunia kedokteran stem cell telah dikembangkan menjadi obat yang berhubungan dengan penggantian sel, jaringan, atau bahkan organ yang rusak. (Sherwood, 2011) Disebutkan juga dalam kutipan di atas, stem cell memiliki kemampuan untuk memperbaiki atau menggantikan sel-sel tubuh yang rusak akibat berbagai penyakit. Dengan kemampuannya yang sudah teruji itu, para produsen kosmetik

pun seolah berlomba-lomba untuk memanfaatkan plasenta sebagai salah satu bahan aktif dalam produk kosmetiknya, sehingga produk kosmetiknya akan laku keras karena dianggap manjur oleh konsumen untuk menjaga keremajaan kulit (anti-aging) dan mencegah penuaan. Kontroversi tentang boleh tidaknya pemanfaatan plasenta sebagai bahan aktif dalam produk kosmetik telah dimulai sejak lama. Yang pertama ditinjau dari segi najis atau tidaknya plasenta. Dalam kaidah fiqih disebutkan:
Kullu maaiin kharaja min al-sabilain najisun illa al-maniy Setiap cairan yang keluar dari dua jalan dubur dan kemaluan- adalah najis, kecuali mani (Taqiyuddin Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, I/64)

Sedangkan di dalam al-quran tercantum bahwa:


.... Maka jauhilah dia (rijsun/najis) agar kamu mendapat keberuntungan (QS Al-Maidah : 90)

Pendapat tentang najisnya plasenta di atas merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Syafii. Namun ternyata ada juga pendapat lain dalam madzhab Syafii yang menyatakan bahwa plasenta itu tidak najis yakni Al-Mausuah AlFiqhiyah, 37/282; Imam Nawawi, Al-Majmu, II/563-564; Imam Syarbaini Khatib, Mughni Al-Muhtaj, I/30; dan Imam Ramli, Nihayatul Muhtaj, I/98. Tinjauan tentang boleh tidaknya pemanfaatan plasenta sebagai bahan aktif dalam produk kosmetik yang kedua yakni dari segi kehormatan. Kembali dalam kaidah fiqih disebutkan:
Bagian tubuh manusia yang telah terpisah atau terpotong, hanya ada satu perlakuannya, yaitu ditanam (dikuburkan), bukan yang lain, sebagai penghormatan akan kemuliaan manusia (karamah al-insan) (Ahmad Syarafuddin, Al-Ahkam Al-Syariyah Li Al-Amal Al-Thibbiyah, 102)

Dalam al-quran tercantum bahwa:


Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, ..... (QS Al-Isra : 70)

Tinjauan lainnya adalah penggunaan plasenta yang bukan dari manusia. Berdasarkan pengertian plasenta yang telah disebukan di awal, diketahui bahwa plasenta tidak hanya dimiliki oleh manusia, melainkan semua mamalia memilikinya, termasuk hewan. Dalam hadits disebutkan bahwa:
Rasulullah SAW bersabda: Apa saja bagian yang dipotong dari binatang ternak, sedang binatang itu masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai. (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud)

Jelas dapat disimpulkan dari hadits tersebut bahwa menggunakan plasenta hewan sedangkan hewan tersebut masih hidup adalah diharamkan. Namun terkait dengan penggunaan plasenta hewan yang mati karena disembelih secara syari, beberapa sumber yang saya baca mengatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan, karena tidak menyalahi ketentuan najis, kehormatan, dan ketentuan lain yang ada pada manusia. Satu lagi yakni penggunaan plasenta hewan yang haram dimakan. Firman Allah SWT:
Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah ..... (QS Al-Anam : 145) .... Maka jauhilah dia (rijsun/najis) agar kamu mendapat keberuntungan (QS Al-Maidah : 90)

Maka jelaslah bahwa hewan yang haram dimakan adalah najis dan kotor sehingga itupun tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan plasentanya. Tinjauan selanjutnya adalah penggunaan plasenta untuk keperluan pengobatan. Kaidah fiqih dan hadits yang terkait diantaranya:
Melakukan upaya pengobatan dengan zat yang najis, hukumnya makruh, tidak haram. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/116) Rasulullah SAW pernah menyuruh rombongan suku Urainah dan Ukail yang sedang sakit untuk meminum urin unta guna menyembuhkan penyakit mereka. (Shahih Bukhari, no 226) Sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan penyakit, melainkan Dia telahmenurunkan buat penyakit itu penyembuhannya, maka berobatlah kamu. (HR Nasai dan Hakim)

Kutipan di atas mengandung pemahaman bahwa penggunaan plasenta untuk keperluan pengobatan hukumnya boleh (jaiz), baik plasenta manusia ataupun hewan, baik hewan yang halal ataupun haram dimakan. Sebab, nabi saja memperbolehkan suku Urainah dan Ukail meminum urin unta untuk menyembuhkan penyakit mereka, di situ terlihat bahwa menyembuhkan penyakit adalah tujuan utamanya, bahkan bisa menghalalkan yang haram. Sesuai ayat al-quran:
.... dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS Al-Baqarah : 195)

Dari tinjauan-tinjauan tersebut di atas, untuk skenario 3 ini dapat kita simpulkan bahwa: 1. Penggunaan plasenta untuk kosmetik tidak diperbolehkan. Baik itu plasenta dari hasil ibu yang melahirkan ataupun hasil aborsi. Sebab tujuan penggunaan plasenta ini tidak terlalu banyak manfaatnya, dan bagi sebagian orang mungkin tidak terlalu penting. Kosmetik hanya bertujuan untuk memperindah, menutupi, bahkan cenderung terkesan ingin mengubah ciptaan Allah SWT, bukan untuk mengobati penyakit atau mengatasi kegawatdaruratan. Maka selama penggunaannya bukan untuk sesuatu yang mendesak, hal tersebut tidak diperbolehkan. Selain itu manfaat yang sama dengan kosmetik (menjaga keremajaan kulit) bisa diperoleh tidak hanya dengan kosmetik, bisa pula dengan olahraga, menjaga pola makan yang sehat, serta selalu berpikir positif. Penggunaan plasenta untuk pengobatan diperbolehkan. Berlawanan dengan poin pertama, penggunaan plasenta untuk pengobatan diperbolehkan. Namun terkait dengan plasenta hasil aborsi, hal tersebut lebih baik dihindari karena belum ada dalil secara pasti. Tetapi secara logika, aborsi dianggap sebagai kejahatan (pembunuhan), maka jika kita memanfaatkan hasil kejahatan hal tersebut adalah haram hukumnya. Meskipun sesuai uraian di atas, pengobatan boleh dilakukan bahkan dengan sesuatu yang najis. Namun ada baiknya kita mengupayakan alternatif pengobatan lain terlebih dahulu. Dalam keadaan mendesak dan tidak ada alternatif lain yang terjamin kehalalannya maka barulah kita menggunakan plasenta hasil melahirkan. Dalam ilmu kedokteran tidak dipermasalahkan penggunaan plasenta. Bahkan plasenta terbukti mampu mempunyai banyak manfaat karena fungsinya sebagai sumber stem cell yang optimal.

2.

3.

4.

Sebagai seorang dokter, secara pribadi, yang akan saya lakukan adalah menolak tawaran dari supplier produk kosmetik tersebut. Karena berdasarkan uraian di atas, hukum tentang penggunaan plasenta adalah syubhat (antara halal dan haram), sebab tidak tercantum secara jelas dalam al-quran dan hadits, serta belum pernah dikaji oleh para fuqaha klasik. Jadi lebih baik kita menghindari hal-hal syubhat sebisa mungkin. Wallahu alam.

Você também pode gostar