Você está na página 1de 47

KARYA TULIS ILMIAH

ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT EFESIENSI ALAT CAMPA SEBAGAI ALAT TANAM PADI TERHADAP CARA KONVENSIONAL PERTANIAN DALAM PENANAMAN PADI DI KABUPATEN WAJO

Disusun Oleh: Fernanda Findi Pahlawan Mukmin

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NURMILAD BOARDING SCHOOL 2012

LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT EFESIENSI ALAT CAMPA SEBAGAI ALAT TANAM PADI TERHADAP CARA KONVENSIONAL PERTANIAN DALAM PENANAMAN PADI DI KABUPATEN WAJO

Disusun Oleh: Fernanda Findi Pahlawan Mukmin

Telah disetujui untuk mengikuti Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) Tingkat Nasional di Banjarmasin Tahun 2012

Lempong, 1 Juli 2012 Mengetahui, Kepala sekolah

Pembimbing

Dra. Rugaiyah A. Arfah M.Si NIP. 19611231 198702 02 002

Ahmad Hani Ridho, SE

ii

ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu Negara Agraria yang mempunyai potensi tanah yang subur dan luas. Oleh karena itu sebagian besar penduduknya bersumber penghasilan sebagai petani, antaralain dalam bentuk pertanian hasil padi, Kabupate n Wajo dengan ibukotanya Sengkang Peovinsi Sulawesi Selatan dengan sebagian besar penduduknya berpenghasilan sebagai petani, dalam bentuk padi, Terletak di bagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak kurang lebih 250 km dari Makassar, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan selat, dengan posisi geografis antara 3 39 - 4 16 LS dan 119 53120 27 BT. Kabupaten Wajo tergolong beriklim Type B dengan suhu antara 29o C sampai 31o C curah hujan rata-rata 150 mm/tahun1 . Dengan tingkat curah hujan seperti itu, maka banyak petani di Kabupaten Wajo mengairi sawah mereka dengan sistem tadah hujan. Namun dengan suhu udara mencapai 31o C tersebut menjadi kendala bagi para petani untuk bekerja hingga siang hari. Dengan kendala ini maka berkembanglah di komunitas petani sebuah alat yang dapat membantu mereka dalam menanam padi di sawah yang menurut mereka lebih efisien, mudah, dan cepat. Oleh karena itu, kami sebagai siswa SMP Nurmilad Boarding School di Lempong Kabupaten Wajo. tertarik untuk melakukan penelitian, dengan judul Analisa Perbandingan Tingkat Efesiensi Alat Campa sebagai Alat Tanam Padi terhadap Cara Konvensional Pe rtanian dalam Penanaman Padi di Kabupate n Wajo, dengan pe rmasalahannya adalah: 1). Bagaimanakah tingkat perbandingan penggunaan alat Campa dibanding cara konvensional dalam penanaman padi, dari segi: a. Efisiensi Waktu tanam; b. Biaya dan tenaga; c. Produktivitas dan hasil; d. Usia panen; 2). Apa yang menjadi permasalahan dalam menggunakan alat campa, dari segi, a. Air; b. Penggunaan alat campa; c. Harga Motode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara kepada pengguna dan bukan pengguna alat Campa serta observasi lapangan di empat Kecamatan di Kabupaten Wajo. Dengan Teknik analisisnya adalah Deskriptif Kualitatif dengan pendekatan induktif. Hasilnya adalah 1. Alat Campa lebih efesiensi dibanding cara konvensional, baik dari segi biaya, waktu, tenaga, dan hasil panen serta usia panen lebih cepat. 2. Permasalahnnya : Memerlukan tambahan alat pompa air dari tadah hujan, dari sisi penggunaannya tidak sulit, berkaitan dengan masalah harga alat campa, hal ini menjadi masalah bagi yang tidak mampu untuk membeli. Adapun Saran yang kami berikan adalah Agar para petani menggunakan alat campa, sekaligus diperlukan dukungan pemerintah, baik menyangkut pengadaan alat campa maupun sosialisasinya ke seluruh daerah khususnya Sulawesi dan umumnya di Indonesia agar produksi beras Indonesia meningkat dan kembali menjadi Negara Swasembada beras serta menyaingi Negara- negara tetangga. Kata Kunci : Campa, Padi, Efisien

iii

KATA PENGANTAR
Segala rasa syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah karena dengan kesempatan dan kesehatan yang telah diberikan kepada kami dan juga telah memberikan ilmu kepada kami, sehingga dengan ilmu ini kami dapat mempergunakannya dengan baik dalam menyusun karya ilmiah yang berjudul ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT EFESIENSI ALAT CAMPA

SEBAGAI ALAT TANAM PADI TERHADAP CARA KONVENSIONAL PERTANIAN DALAM PENANAMAN PADI DI KABUPATEN WAJO. Kami pun sangat senang atas kesempatan yang diberikan kepada kami dalam mengikuti suatu program yaitu Lomba Penelitian Ilmia h Remaja (LPIR) 2012 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang mana pada kesempatan ini kami berusaha dengan penuh ketekunan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Remaja ini dengan baik dan tepat waktu, kami semaksimal mungkin kami lakukan untuk mewujudkannya. Tidak lupa pula kami mengucapkan rasa terima kasih kami yang tak terhingga kepada: 1. Ibu Kepala Sekolah SMP Nurmilad Boarding School, Dra. Rugayah A. Arfah, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk meneliti. 2. Guru pembimbing kami dalam penelitian ini bapak Ahmad H. Ridho, S.E yang telah menyediakan waktunya untuk kami untuk membantu kami menyelesaikan makalah ini. 3. Orangtua kami yang mendukung kami berupa doa restu, dorongan, dan semangat, sehingga kami dapat menyelesakan tugas makalah ini dengan tepat waktu. 4. Teman-teman di Kampus Nurmilad Boarding School yang tidak kami sebutkan namanya satu persatu yang memotivasi kami serta memberikan saran dan informasi yang berguna bagi kami. 5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam keberhasilan penelitian ini. Semoga apa telah dilakukan mendapat pahala dan balasan yang sepadan dari Allah SWT.
iv

Di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan baik dalam penulisan maupun penyusunan kata-katanya. Oleh karena itu jika ada kritikan dan saran yang membangun dalam isi makalah ini kami terima dengan lapang dada.

Lempong, 31 Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... ii ABSTRAK................................................................................................................ iii KATA PENGANTAR................................................................................................ iv DAFTAR ISI............................................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah............................................................................................ 3 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3 D. Manfaat penelitian ........................................................................................... 4 BAB II LANDASAN TEORI.................................................................................................. 5 A. Pengertian Pertanian ........................................................................................ 5 B. Sejarah Pertanian ............................................................................................. 5 C. Sistem Pertanian Sawah ................................................................................... 8 D. Padi ................................................................................................................ 9 E. Pengertian Efesiensi ....................................................................................... 10 F. Campa .......................................................................................................... 10 BAB III METODE PENULISAN ........................................................................................... 12 A. Jenis Penelitian .............................................................................................. 12 B. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 12 C. Sumber Data Penelitian .................................................................................. 12 D. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 13 E. Instrumen Penelitian ...................................................................................... 13 F. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................................... 14 G. Analisis Data ................................................................................................. 15 BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................................... 16 A. Hasil Penelitian.............................................................................................. 16 1. Efesiensi Campa dalam Waktu Penanaman .................................................. 16 2. Efesiensi Campa dalam Biaya dan Tenaga Kerja .......................................... 17 3. Hasil Padi Menggunakan sistem Campa dibanding Sistem Tanam Pindah...... 17 4. Kekurangan dan Masalah Menggunakan Campa .......................................... 18 5. Usia Panen Menggunakan Campa ............................................................... 19 6. Kemudahan Cara Menggunakan Campa ...................................................... 19 7. Harga Campa di Masing-masing Tempat ..................................................... 19 8. Kemungkinan Seluruh Petani Menggunakan Campa... 19Error! Bookmark not defined. B. Pembahasan................................................................................................... 20 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 23 A. Simpulan ....................................................................................................... 23 B. Saran............................................................................................................. 23 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 24 vi

LAMPIRAN............................................................................................................. 26

vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara Agraria yang mempunyai potensi tanah yang subur dan luas. Oleh karena itu sebagian besar penduduknya bersumber penghasilan sebagai petani. Sebagai salah satu mata pencaharian utama di Indonesia yaitu petani, maka hasil pertanian harus diupayakan agar lebih banyak baik dalam kuantitas maupun kualitas. Akan tetapi Tenaga yang kurang mampu dan waktu terbatas dalam setiap musimnya yang sering kali menjadi faktor yang membuat banyak petani tidak optimal dalam melakukan penanaman dan perawatan sawah selama musin tanam, sehingga tidak jarang hasil yang didapat kurang atau jauh dari apa yang diharapkan oleh para petani di Indonesia. Oleh karena itu maka dipandang perlu adanya peningkatan atau kemajuan dalam efesiensi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan bertani agar dapat lebih meningkat penghasilannya. Hasil pertanian yang kurang optimal menjadi permasalahan tersendiri bagi para petani Indonesia di mana pada saat ini Indonesia tidak lagi sebagai Negara Swasembada beras, akan tetapi Indonesia sudah menjadi Negara pengimpor beras. Hal ini terjadi karena kurang optimalnya hasil pertanian yang didapat dibanding Negara- negara tetangga seperti Vietnam dan India yang memiliki berbagai alat dan cara yang lebih maju dibandingkan alat yang dipakai petani Indonesia dan mampu menghasilkan beras yang lebih banyak serta mampu mengimportnya ke berbagai Negara. Kabupate n Wajo dengan ibukotanya Sengkang adalah salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan dengan sebagian besar penduduknya

berpenghasilan sebagai petani. Terletak di bagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak kurang lebih 250 km dari Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan selat, dengan posisi geografis antara 3 39 - 4 16 LS dan 119 53-120 27 BT. Kabupaten Wajo tergolong beriklim Type B dengan suhu antara 29o C sampai

31o C curah hujan rata-rata 150 mm/tahun2 . Dengan tingkat curah hujan seperti itu, maka banyak petani di Kabupaten Wajo mengairi sawah mereka dengan sistem tadah hujan. Namun dengan suhu udara mencapai 31o C tersebut menjadi kendala bagi para petani untuk bekerja hingga siang hari. Dengan kendala ini maka berkembanglah di komunitas petani sebuah alat yang dapat membantu mereka dalam menanam padi di sawah yang menurut mereka lebih efisien, mudah, dan cepat. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti berkenaan alat ini. Penelitian yang penulis fokuskan adalah pada seberapa besar tingkat efisien dari alat ini terhadap kinerja para petani sehingga memudahkan petani dalam menanam padinya agar tidak memakan tenaga dan waktu yang banyak. Produk ini dibuat menggunakan alat yang cukup sederhana yang dinamakan oleh penduduk lokal dengan Campa. Fungsi produk ini sebagai alat semi otomatis sederhana yang memudahkan petani menyebarkan bibitnya di sawah. Di Kabupaten Wajo cara penanaman padi ada beberapa, antara lain: 1. Melalui penyemaian atau Tanam Pindah Cara penanaman padi yang lazim dilakukan petani di Indonesia adalah cara ini di mana petani pada awalnya melakukan pemilihan biji dan menyemai, kemudian menanam kembali setelah disemai selama 25-40 hari. 2. Dengan cara penanam langsung yaitu menabur langsung di sawah. Cara seperti ini sangat jarang dilakukan petani. Namun cara ini banyak dilakukan oleh petani di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan yang mana biji padi atau bibit disebar begitu saja di areal sawah sehingga tumbuhnya tidak teratur dan dibiarkan hingga panen. Dengan dua cara di atas, bagi petani yang merepotkan adalah cara nomor satu, karena untuk penanaman kembali harus dilakukan oleh beberapa orang dan membutuhkan biaya lebih. Cara yang lebih mudah adalah nomor dua karena bisa dilakukan oleh satu orang, namun hasilnya juga tidak sebagus cara penanaman nomor satu dengan resiko lebih banyak. Namun dengan alat yang akan penulis
2. http://www.wajo kab.go.id/

teliti ini maka petani mendapatkan kemudahan sebagaimana cara pada dua namun dengan kualitas atau hasil panen seperti pada nomor satu. Oleh karena itu penulis akan mencoba teliti sejauh mana tingkat efisiensinya dan juga hasilnya dibanding dengan dua cara diatas sehingga menjadi solusi bagi para petani di Kabupaten Wajo khususnya, dengan judul penelitian Analisa Perbandingan Tingkat Efesiensi Alat Campa Sebagai Alat Tanam Padi Terhadap Cara Konvensional Pertanian dalam Penanaman Padi di Kabupaten Wajo . B. Rumusan Masalah Dari uraian Latar Belakang di atas maka rumusan masalah yang diangkat oleh penulis adalah: 1. Bagaimanakah tingkat perbandingan penggunaan alat Campa dibanding cara konvensional dalam penanaman padi, dari segi: a. Efisiensi Waktu tanam. b. Biaya dan tenaga c. Produktivitas dan hasil d. Usia panen 2. Apa yang menjadi permasalahan dalam menggunakan alat campa, dari segi a. Air b. Penggunaan alat campa c. Harga C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar perbandingan tingkat efisiensi

penggunaan alat Campa dengan cara konvensional pada penanaman padi dari segi: Waktu, biaya dan tenaga, produktivitas dan hasil, usia panen, 2. Untuk mengetahui permasalahan dalam menggunakan alat campa yaitu dari segi air, penggunaannya dan harga alat campa

D. Manfaat penelitian 1. Menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi motifasi bagi penulis atau siswa dalam melakukan eksperimen\penelitian dan mencari informasi. 2. Dapat memberikan solusi atau cara yang dapat memudahan dalam bertani tanpa memerlukan biaya yang cukup banyak dan tanpa menguras tanaga serta tidak memerlukan waktu yang cukup lama.

BAB II LANDASAN TEORI


A. Pengertian Pe rtanian Pertanian adalah suatu aktivitas yang dilakukan manusia pada

pemanfaatan sumber daya hayati untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa di kenal orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), juga termasuk mencakup berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan3. Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidangbidang di lingkup pertanian. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Petani adalah orang yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau, atau petani beras". pertanian juga diartikan sebagai kegiatan budidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim. B. Sejarah Pertanian Zaman Mesopotamia yang merupakan awal perkembangan kebudayaan, merupakan zaman yang turut menentukan sistem perta nian kuno. Perekonomian kota yang pertama berkembang di sana dilandaskan pada teknologi pertanian yang berkiblat pada kuil-kuil, imam, lumbung, dan juru tulis-juru tulis. 4 Tulang punggung pertanian terdiri dari tanaman-tanaman yang sekarang masih penting untuk persediaan pangan dunia: gandum dan barlai, kurma dan ara, zaitum dan anggur. Kebudayaan kuni dari Mesopotamia - Sumeria, Babilonia,

3. http://id.wikipedia.org/wiki/ Pertanian 4. http://www.lab lin k.or.id/Agro/pertanian.htm

Asiria, Cahldea - mengembangkan pertanian yang bertambah kompleks dan terintegrasi. Reruntuhan menunjukkan sisa teras-teras, taman-taman dan kebunkebun yang beririgasi. Emapt ribu tahun yang lalu saluran irigasi dari bata dengan sambungan beraspal membantu areal seluas 10.000 mil persegi tetap ditanami untuk memberi pangan 15 juta jiwa. Pada tahun 700 SM sudah dikenal 900 tanaman. Kebudayaan Mesir jaya, yang berpengaruh pada kebudayaan-kebudayaan Barat sekarang, adalah makmur dalam keberlimpahan pertanian yang dimungkinkan oleh kebanjiran Sungai Nil yang menyuburkan tanah kembali. Orang Mesir adalah ahli dalam mengembangkan teknik drainase dan irigasi. Drainase yaitu pembuangan kelebihan air, merupakan tuntutan di daerah seperti lembah Nil; hal ini meminta pengembangan lereng- lereng lahan dan pembuatan sistem pengangkutan serta saluran air yang efisien. Irigasi yaitu pemberian air pada tanaman secara buatan, menyangkut penadahan, pengantaran dan pemberian air. Masalah drainase dan irigasi saling menjalin; pemecahannya oleh orang Mesir dengan membangun serentetan parit untuk menyimpan air dan saluran yang melayani kedua tujuan tersebut. Orang Mesir mengembangkan teknik menaikkan air, yang masih dipakai sekarang. Penemuan yang utama adalah shaduf, yang memungkinkan menaikkan 2.250 liter air setinggi 1.8 m tiap hari kerja pria. Teknologi pengolahan tanah dapat dilacak lewat perbaikan cangkul. Cangkul asalnya dari suatu tongkat bercabang yang lancip dan digunakan dengan gerakan memotong. Bajak kuno juga hanya merupakan cangkul yang ditarik manusia (belakangan oleh hewan) untuk menggaruk permukaan tanah, dan kini masih banyak digunakan di bagian dunia. Kemudian bajak diperbaiki dengan penemplean besi di bagian yang besinggungan dengan tanah dan dengan konstruksi yang lebih kuat dan efisien. Orang-orang Mesir menggunakan berbagai alat potong pada waktu panen, salah satunya adalah arit yang merupakan alat yang paling baik ketika itu. Abad pertengahan, dengan runtuhnya Romawi dan Negara Barat, kemajuan teknologi beralih ke Timur Tengah. Setelah tahun 700 M, kebudayaan Islam yang menyumbang hasil- hasil kebudayaannya kepada dunia. Kebudayaan Islam muncul dengan menyumbangkan hasil- hasil teknologi dan ilmu
6

pengetahuannya yang jauh lebih rasional dan ilmiah dibandingkan dengan kebudayaan-kebudayaan sebelumnya. Dalam pertanian ada empat sistem pertanian yang dikenal dan dilakukan di Indonesia yaitu: 1. Sistem ladang Sistem ini pada umumnya terdapat di daerah yang berpenduduk sedikit dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang diusahakan umumnya berupa tanaman pangan, seperti padi darat, jagung, atau umbiumbian. 2. Sistem tegal pekarangan Sistem ini berkembang di lahan-lahan kering, yang jauh dari sumbersumber air yang cukup. Sistem ini diusahakan orang setelah mereka menetap lama di wilayah itu, walupun demikian tingkatan pengusahaannya rendah. Pengelolaan tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif, jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanamantanaman yang diusahakan terutama tanaman - tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan. 3. Sistem sawah Merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa daerah, pertanian tebu dan tembakau menggunakan sistem sawah. 4. Sistem perkebunan Baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar (estate) yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor. Dimulai dengan bahanbahan ekspor seperti karet, kopi, teh, dan coklat yang merupakan hasil
7

utama,

sampai sekarang sistem perkebunan berkembang dengan

manajemen yang industri pertanian. 5. Sistem pertanian organik Sistem ini pada dasarnya adalah menghindari segala pemakaian bahan kimia terhadap tanah dan tumbuhan. Jadi dalam pengolahannya menggunakan bahan-bahan alami tentunya pupuk yang digunakan seperti pupuk kompos organik. Sistem pertanian ini semakin populer saja, semakin banyak masyarakat yang tersadar akan pentingnya pola hidup sehat. Karena dalam sistem ini mengandung berbagai manfaat, yaitu tanaman yang dihasilkan bebas dari residu atau sisa-sisa pestisida dan bahan kimia lainnya yang disebabkan oleh kegiatan pemupukan. Produk yang dihasilkan dari sistem organik ini jelas lebih sehat dan segar. Tanaman yang dibudidayakan secara organik ini mampu menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. 6. Sistem pekarangan Pekarangan adalah sebidang tanah yang berada di sekitar rumah tinggal dan umumnya berpagar keliling. Biasanya di lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk makanan manusia dan sebagian lagi untuk pakan ternak, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarangan. Dengan demikian, adanya keterkaitan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, dan manusia dalam satu tempat sebagai satu kesatuan yang terpadu (simbiosis mutualisme). C. Sistem Pertanian Sawah Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan.
8

Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice). Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras untuk menghindari erosi dan menahan air. 5 Beberapa sistem sawah diketahui di Indonesia 1. Sistem Irigasi Teknis. 2. Sawah irigasi setengah teknis. 3. Sawah irigasi sederhana. 4. Sawah irigasi pompa. 5. Sawah irigasi tadah hujan. 6. Sawah irigasi pasang surut. D. Padi Padi (oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi sebagian besar petani di Indonesia. Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Tha iland, Laos, Vietnam. Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae) : Oryza : Oryza spp.

Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar di daerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya
5. http://id.wikipedia.org/wiki/ Sawah

yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika Barat. Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. E. Pengertian Efesiensi Efisien menurut kamus besar bahasa Indonesia, sebagai usaha untuk mencapai hasil yang maksimal dengan menggunakan sumber daya yang tersedia, yang meliputi sumber daya alam, modal, dan manusia dalam suatu waktu.. Sedangkan Efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Pada dasarnya Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima. Misalnya suatu pekerjaan dapat dikerjakan dengan cara A dan cara B. Untuk cara A dapat dikerjakan selama 1 jam sedangkan cara B dikerjakan dengan waktu 3 jam. dengan begitu dengan cara A baru bisa dikatakan lebih efisien bila dibandingkan dengan cara B. Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber daya biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. F. Campa Campa berasal dari bahasa bugis yang secara bahasa berarti menepuk. Menepuk dalam artian ini adalah sebuah pukulan pelan dan lembut yang biasanya dilakukan untuk menidurkan bayi atau menyentuh bahu (menepuk bahu) seseorang. Sehingga Campa berarti kegiatan menepuk-nepuk dengan lembut sesuatu untuk mendapatkan hasil atau memberi efek atas tepukannya. Campa merupakan sebuah alat pertanian yang sudah mulai berkembang di masyarakat petani di kawasan Kabupaten BOSOWA (Bone, Soppeng, Wajo). Walau begitu, alat ini belum digunakan oleh semua petani dikarenakan mahalnya harga alat tersebut dan jarang ada yang mampu membuatnya.
10

Keberadaan alat ini belum begitu lama dan belum ada yang mengetahui siapa yang pertama menciptakan alat ini. Alat ini tersebar begitu saja sesama petani sehingga sudah diketahui sebagaian besar petani di BOSOWA. Alat ini belum diproduksi secara masal dan tidak dijual secara bebas, sehingga petani tidak mudah mendapatkanya begitu saja. Sebagian petani yang memiliki alat ini, mereka memesan terlebih dahulu produk ini oleh pembuatnya kemudian mulai dibuat, sehingga untuk mendapatkan alat ini harus terlebih da hulu melalui pemesanan atau dengan cara lain alat ini bisa dibuat sendiri oleh petani yang memiliki keahlian merakit. Sebagaimana namanya Campa yang berarti menepuk, maka penggunaan alat ini adalah dengan cara menepuk-nepuk sebuah panel sehingga bibit padi yang ingin ditanam bisa keluar dan tersebar di sawah dengan pengaturan sesuai pengaturan yang sudah ditentukan pada Campa.

11

BAB III METODE PENULISAN


A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan pada karya ilmiah ini adalah Deskriptif dengan analisa Kualitatif bermaksud membuktikan sebuah persepsi atau teori berkenaan sebuah alat dengan menganalisa tingkat efektifitasnya. Menurut Cavaye (1996) dalam suatu penelitian studi kasus dapat menggabungkan dua metode melalui wawancara mendalam, sebuah stud i kasus dapat melakukan analisis kualitatif terhadap isu-isu spesifik yang kemudian dapat dijadikan variabel terukur dan selanjutnya dianalisis secara kuantitatif. (Pendit, 2003: 256). B. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian yang dilakukan selama satu bulan yaitu sejak bulan Juli 2012 sampai Agustus 2012. Lokasi penelitian dilaksanakan dibeberapa kecamatan di Kabupaten Wajo yaitu; Kecamatan Bola, Kecamatan Majauleng, Kecamatan Sabang Paru, dan Kecamatan Pamanna C. Sumber Data Penelitian Sumber data yang penulis dapat sebagai bahan penelitian adalah: 1. Hasil wawancara dengan para petani yang mengg unakan alat Campa berjumlah dua orang yaitu: a. Bapak Amri b. Bapak Wello 2. Hasil wawancara dengan para petani yang tidak menggunakan alat Campa tersebut berjumlah tiga orang yaitu : a. Bapak Daeng Marade (Bapak Zainuddin) b. Bapak M. Saing c. Bapak Anto, Pak Anca, dan Pak Wiro 3. Hasil Observasi dan pengamatan selama satu bulan.

12

Adapun data lainnya diambil dari beberapa kesaksian dan pengalaman para petani yang tidak secara langsung diwawancarai berkenaan informasi alat ini. D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Warsito (1992: 49), populasi yaitu sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu merupakan satuan analisis. Dengan demikian populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti baik berupa benda, manusia, peristiwa ataupun gejala yang akan terjadi. Sedangkan pengertian populasi menurut Kountur (2007: 145) adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti, objek penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda, sistem dan prosedur, fenomena, dan lain- lain. Populasi yang penulis jadikan sumber dalam penelitian ini adalah para petani yang berada di wilayah Kabupaten Wajo. 2. Sampel Sampel menurut Hadi (1983: 63) adalah sebagian individu atau populasi yang diselidiki. Sedangkan sampel menurut Sugiono (2004: 56) yaitu sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian populasi yang diambil untuk diselidiki oleh peneliti. Sampel yang penulis jadikan data pada penelitian ini adalah beberapa petani yang menggunakan alat Campa dan petani yang tidak menggunakan alat tersebut akan tetapi mengetahui alat itu secara detil di empat Kecamatan yaitu Kecamatan Bola, Kecamatan Majauleng, Sabang Paru, dan Pamanna yang semua terletak pada Kabupaten Wajo E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara dan observasi terhadap petani yang menggunakan alat Campa sebagai variable X dan petani yang tidak menggunakan alat Campa akan tetapi mengenal alat tersebut dengan baik sebagai variable Y.
13

F. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan kuesioner sebagaimana berikut: 1. Apakah bapak mengetahui alat Campa? 2. Apakah bapak menggunakan alat ini dalam mengerjakan sawah bapak? (Kalau jawaban tidak menggunakan) 3. apakah bapak mengenal alat ini ? (Kalau menggunakan atau mengenal pertanyaan lanjut) 4. Apakah kelebihan dan kekurangan dengan adanya alat ini? 5. Apakah s udah banyak di gunakan oleh para petani khususnya di Kabupate n Wajo? 6. Yang manakah menghasilkan lebih banyak ditabur langsung,

disemai, atau dengan mengunakan alat ini (Campa)? 7. Yang manakah mengalami pertumbuhan lebih baik mengunakan alat ini atau dangan cara lain yaitu disemai dan ditabur langsung? 8. Apakah pada saat melakukan penye mprotan atau pe mupukan para petani tidak susah? 9. Apakah alat ini sudah dipasarkan atau belum? 10. Bagaimana cara mengunakan alat ini? 11. Bagaimana cara membuat alat ini? 12. Apa saja alat dan bahan-bahan dalam pembuatan alat ini? 13. Berapakah biaya pe mbuatan pembuatannya? 14. Barapakah biaya penanaman hasil Semai? 15. Berapakah biaya penanaman hasil Tabur langsung? 16. Berapakah biaya penanaman hasil dengan me nggunakan alat ini (Campa)? 17. Apakah Bapak setuju apabila alat ini benar-benar bagus dan disebar/dimiliki kepada semua petani untuk meningkatkan hasil pertanian mereka? Prosedur pengambilan data selanjutnya ialah dengan melakukan observasi lapangan dengan mengamati beberapa sawah yang menggunakan teknik
14

alat tersebut dan berapa lama

penanaman menggunakan Campa, dengan penyemaian, dan dengan tabur langsung. G. Analisis Data Dalam penelitian ini penulis berusaha mengumpulkan, menyiapkan dan meneliti data sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik analisis yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah deskriptif menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis yang memberikan gambaran suatu kasus berdasarkan data, fakta dan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dengan metode induktif.

15

BAB IV PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Dalam penelitian yang kami lakukan, kami berhasil mengumpulkan data dari para petani dari empat (4) Kecamatan di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan berkenaan dengan tingkat efesiensi alat Campa dalam perkembangan pertanian padi sekarang ini yang kami rangkum sebagai berikut. 1. Efesiensi Campa dalam Waktu Penanaman Menurut seorang petani yang berdomisili di Kecamatan Bola Desa Lempong yaitu bapak Daeng Marade (Bapak Zainuddin) mengenai kelehihan alat Campa, bahwa: Kelebihannya lebih cepat dari pada sistem tanam pindah, tapi keteraturan dan jaraknya sama dengan tanam pindah Yaitu bahwa dengan sistem ini tidak lagi petani bekerja dua kali sebagaimana pada sistem penanaman Tanam Pindah yang harus melalui semai dulu baru ditanam kembali. Kemudian waktu penanaman padi menggunakan Campa pun memakan waktu leb ih cepat sebagaimana komentar bapak M. Saing sebagai Ketua Kelompok Tani Maccoppe di desa Simpursia Kecamatan Pamanna, walau bukan sebagai pemakai Campa berkomentar sebagai berikut: Paling cepat penanaman setengah hari, paling lama satu hari. Begitu pula dengan pendapat bapak Wello di Kecamatan Sabang Paru dan bapak Amri di Majauleng yang menggunakan Campa masing- masing berpendapat sebagai berikut: Sebentar saja, setengah hari tidak sampai. Di sini satu hari itu dua orang tiga hektar. Kalau Tanam Pindah setengah hari dua puluh orang untuk satu hektar, cabut bibit dan tanam kembali. Kalau Tanam Pindah selesai sampai satu hari. Kalau Campa setengah hari saja.

16

2. Efesiensi Campa dalam Biaya dan Tenaga Kerja Sebagaimana efesiensi waktu menggunakan Campa yang dipaparkan di atas, maka penulis juga meneliti tingkat efesiensi Campa dalam Biaya. Berikut komentar beberapa petani yang menggunakan Campa: Lebih besar biaya menanam, karena harus disemai dulu dan kemudian ditanam lagi. Upah menanam sebesar Rp 70,000/ hari sebanyak 20 orang untuk satu hektar sawah. Jadi totalnya Rp 1,400,000. Kalau menggunakan Campa cukup Rp. 300,000 saja dikerjakan 3 orang. Jadi masing Rp 100,000. (Bapak Amri) Kalau biayanya beda. Kalau menggunakan Campa biayanya Rp 150,000/hektar. Kalau ditanam menggunakan 20 orang dengan biaya perorang Rp 40,000, totalnya 800,000 perhektar. (Bapak Wello). Kemudian pendapat petani yang tidak menggunakan Campa mengenai biaya penggunaan Campa sebagai berikut: Penanaman satu hektar padi, biaya menggunakan Campa sebesar Rp 120,000. Kalau ditanam biaya Rp 900,000. (Bapak Anto, Anca, dan Wiro) Kalau satu hektar cukup 3 orang yang menanam menggunakan Campa selama setengah hari saja. Kalau sistem tanam pindah satu hektar butuh 10 orang penanamannya. (Bapak Daeng Marade). 3. Hasil Padi Menggunakan sistem Campa dibanding Sistem Tanam Pindah Perbandingan hasil panen yang di dapat dengan sistem penanaman Campa menurut para petani sebagai berikut: Kelebihannya hasilnya banyak, lebih banyak dari sistem Tanam Pindah. Biasanya kalau sistem Tanam Pindah satu petak hasilnya sekitar tujuh karung, kalau pakai Campa hasilnya bisa lebih sepuluh karung sampai empat belas karung. Jadi bisa sampai dua kali lipat. (Bapak Amri) Hasilnya Sama saja, tergantung air dan perawatannya. (Bapak Wello) Lebih banyak Campa. Perbandinganya kalau Tanam Pindah hasilnya dua belas karung setengah hektar, kalau Campa bisa sampai tujuh belas karung. (Bapak M. Saing)

17

Hasil sedikit, lebih banyak yang Tanam Pindah. Perbandingannya sepuluh. Misalnya satu hektar dapat lima puluh karung kalau mengunakan campa. Kalau Tanam Pindah dapat enam puluh karung lebih. (Bapak Anto, Anca, dan Wiro) 4. Usia Panen Menggunakan alat Campa Menurut data yang dikumpulkan penulis melalui penelitian, beberapa responden memberikan informasi menarik mengenai usia panen yang berbeda bila menggunakan teknik responden sebagai berikut: Kalau menggunakan Campa cukup tiga bulan saja. Lebih cepat Campa. Kalau Tanam Pindah bisa sampai empat bulan. (Bapak Amri) Sama juga dengan Tanam Pindah tidak ada beda. (Bapak Wello) Sama. (Bapak Anto, Anca, dan Wiro) 5. Masalah Menggunakan Alat Campa (Air) Setiap alat atau cara memiliki permasalahan dan kekurangannya. Di sini penulis mencoba mendata apa saja yang menjadi kendala dan kekurangan dari alat ini bagi setiap petani yang menjadi responden, sebagai berikut: Petani di sini tidak menggunakan Campa, Karena disni pengairannya tadah hujan bukan pompa, kalau menggunakan Campa cepat kering tanah dan tidak tumbuh dan hasilnya tidak banyak. (Bapak Anto, Anca, dan Wiro). Di sini banyak petani pengairannya menggunakan sistem tadah hujan jadi tanah cepat kering kalau tidak turun hujan. Kalau menggunakan Campa pengairannya harus teratur. (Bapak M. Saing) Kekurangan alat ini pada masalah air. Kalau kurang airnya maka tidak bisa baik hasilnya. Kalau ditanam biar sedikit airnya bisa juga bagus hasilnya. Kelebihannya, sama saja yang penting airnya stabil. Pengairan di sini menggunakan pompa, jadi kalau rusak pompa jadi sulit airnya. Kalau banyak air sama saja hanya saja dengan Campa air tidak bisa terlambat. (Bapak Wello) Sepengatahuan saya kalau dengan Campa airnya harus sedikit dan harus lebih diatur tidak sama dengan d itanam. Jadi
18

Campa,

sebagaimana jawaban

sawah harus dikeringkan kalau tidak padi tidak sampai tanah dan mengapung di air. Kemudian setelah tumbuh harus diairi kalau tidak ada hujan padi mati. Proses penananam sampai tumbuh tunas memakan waktu sekitar tiga hari, setelah itu sawah harus digenangi dengan air. (Bapak Daeng Marade) Kalau menurut bapak Amri sedikit berbeda. Menurutnya tidak ada masalah pada sistem tanam Campa. Yang menjadi masalah adalah pada bibit tertentu yang hasilnya kurang baik bila ditanam dengan sistem Campa sebagaimana berikut: Iya padi bisa rubuh apabila bibit padinya yaitu bibit kuda. (Bapak Amri) 6. Penggunaan/ Cara Menggunakan Alat Campa Menilai efesiensi alat selain dari hasil, waktu, dan biaya maka perlu juga dilihat kemudahan alat tersebut dalam penggunaannya. Berikut beberapa informasi dari responden berkenaan cara penggunaan Campa: Tidak. Saya belum pernah menggunakan. Tapi yang saya lihat mudah tinggal ditarik dan dicampa (ditepuk). (Bapak Daeng Marade) Alat ini ditarik sedikit kemudian dicampa (ditepuk), ditarik kemudian dicampa lagi (Bapak Amri) Ditarik saja alat tersebut dengan tali sebagai bahan ukuran agar lurus. (Bapak M. Saing). Selanjutnya peneliti juga menemukan dari hasil wawancara tentang kemungkinan para petani di Kabipaten Wajo bahkan di Indonesia menggunakan alat campa, yaitu Iya menggunakan Campa. (Bapak M. Saing) Setuju tapi tergantung pengairannya sawahnya. Kalau mudah airnya bisa menggunakan Campa. (Bapak Wello) Iya setuju. (Bapak Amri)

7. Harga Alat Campa Harga sebuah produk biasanya menjadi pertimbangan seseorang untuk membeli dan menggunakan atau tidak sebagai tolak ukur pertimbangan

19

efesiensi. Berikut informasi mengenai harga alat Campa yang berbedabeda di masing- masing Kecamatan walau masih dalam satu Kabupaten. Harganya Rp 800,000. (Bapak Daeng Marade) Sekitar 500 ribu. (Bapak Amri) Harganya aslinya Rp 900,000 tapi ada juga yang Rp 700,000 tergantung bahan-bahannya. Ada yg terbuat dari besi, ada yg dari kayu. (Bapak Wello) Beda-beda, yang kayu Rp 450,000. Kalau yang besi Rp 800,000.(Bapak Anto, Anca, dan Wiro) B. Pembahasan Dari hasil penelitian yang penulis paparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat efesiensi penggunaan alat Campa bagi pertanian sawah adalah tinggi bagi para petani baik dari segi biaya, hasil panen, usia panen, kemudahan alat, dan penggunaan tenaga. Akan tetapi yang menjadi pertimbangan para petani dalam memilih untuk menggunakan alat Campa tersebut adalah pada sistem pengairan yang tersedia di kawasan petani tersebut. Ketika Bapak Anto, Anca, dan Wiro berasal dari Pammana ditanya mengapa tidak menggunakan alat Campa mereka menjawab: Karena di sini pengairannya tadah hujan bukan pompa, kalau menggunakan Campa cepat kering tanah dan tidak tumbuh dan hasilnya tidak banyak Kemudian ketika ditanya apakah suatu saat ada rencana menggunakan Campa, mereka menjawab: Tidak karena pengairannya susah, kecuali menggunakan pompa dan dipompa sendiri pengairannya karena pengairannya harus diatur keseimbangannya. Kalau lagi musim hujan mungkin bagus tapi kalau tiba-tiba tidak ada hujan jadi rusak. Begitu juga dengan jawaban bapak M. Saing yang juga berasal dari Kecamatan yang sama yaitu Pammana ketika ditanya sistem tanam di lokasinya bagaimana, beliau menjawab: Di sini banyak padi ditanam saja.

20

Kemudian ditanya mengapa tidak menggunakan Campa yang mulai terkenal di kawasan Wajo, jawabnya: Disini banyak petani pengairannya menggunakan sistem tadah hujan jadi tanah cepat kering. Kalau menggunakan Campa pengairannya harus teratur. Kalau ada hujan campa lebih banyak, tapi karena di sini tadah hujan jadi tidak ada. Akan tetapi ketika ditanya apakah ada yang menggunakan Campa, jawabnya: Ada itu lihat padi yang masih muda itu, itu menggunakan Campa. Lalu penulis menanyakan sistem pengairannya kalau di lokasi ini menggunakan tadah hujan, mengapa ada yang bisa menggunakan Campa. Pengairan melalui bor. Lalu jawaban petani di Kecamatan Sabang Paru mengenai kendala alat Campa sebagai berikut: Kekurangan alat ini pada masalah air. Kalau kurang airnya maka tidak bisa baik hasilnya. Kalau ditanam biar sedikit airnya bisa juga bagus hasilnya. Pengairannya menggunakan pompa, jadi kalau rusak pompa jadi sulit airnya. Sedangkan bagi petani di Kecamatan Majauleng, mereka tidak ada masalah dengan penggunaan alat ini karena sistem pengairan mereka menggunakan pompa yang langsung dari air sungai Wallennae yang tidak pernah kering walau musim kemarau, sehingga mereka dapat mengatur dengan leluasa penggunaan air pada sawah mereka. Ketika ditanya berapa banyak yang menggunakan Campa, bapak Amri menjawab: Iya rata-rata petani di sini sudah menggunakan Campa. Dengan demikian tingkat efesiensi alat Campa dalam hasil, waktu, biaya, dan penggunaan cukup tinggi kalau tidak terkendala pada masalah pengairan. Berikut data tingkat efesiensi alat Campa yang penulis jelaskan dalam bentuk tabel.

21

Tabel. 1 No Keterangan Efektifitas Responden Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Alat Campa v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 26 Tanam Pindah v v v v v v v v 8

Efesiensi Waktu Penanaman

Efesiensi Biaya dan Tenaga Kerja

Efesiensi dari Hasil Panen Padi

Efesiensi dalam Pengairan Sawah di masing- masing lokasi petani/responden

Efesiensi pada Usia Panen Padi

Efesiensi pada Kemudahan dalam masing- masing SistemTanam

Efesiensi Harga Alat Campa dibanding biaya upah tanam bibit padi

Petani / Responden yang Setuju Alat Campa dipakai seluruh petani Total (v)

22

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan Dari penelitian dan analisa yang telah penulis lakukan, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa dengan alat Campa ini para petani merasakan efesiensi yang tinggi dalam hal pengeluaran biaya, waktu, tenaga, dan hasil panen serta usia panen lebih cepat. Bahkan efesiensi ini juga diakui oleh petani yang tidak menggunakan Campa seperti Bapak Anto, Anca, dan Wiro 2. Penggunaan alat Campa ini, yang mmmenjadi permasalahan adalah dari sisi air harus teratur karena penggunaan air dengan sistem tadah hujan, sehingga memerlukan atau harus memiliki pompa untuk pengairannya, kalau dari sisi penggunaannya tidak terlalu sulit dan bisa dikatakan para petani akan mampu menggunakan alat campa tersebut dan yang menjadi permasalahan lainnya adalah harga menjadi masalah terutama bagi petani yang kurang mampu. B. Saran 1. Saran yang dapat penulis berikan kepada petani agar mencoba menggunakan alat ini dan belajar kepada yang pernah menggunakan alat ini untuk meningkatkan produktivitas panennya. Bila terkendala pada pengairan, maka bisa diselesaikan dengan menggunakan pompa dari sumber air yang mencukupi 2. Agar para petani menggunakan alat campa, sekaligus diperlukan dukungan pemerintah, baik menyangkut pengadaan alat campa maupun sosialisasinya ke seluruh daerah khususnya Sulawesi dan umumnya di Indonesia agar produksi beras Indonesia meningkat dan kembali menjadi Negara Swasembada beras serta menyaingi Negara-negara tetangga.

23

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku MM. Sri Setiyati Harjadi, Pengantar Agronomi, 1984. B.S. Vegara, dkk, Bertanam Padi Sawah, Penerbit Swadaya. 1990 Soemarjono, dkk, Bertanam Padi Sawah, Penerbit Swadaya. 1990 Brew , james, L.. Genetika Pertanian, 1983 Sumber Internet http://www.wajokab.go.id/ http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian http://www.lablink.or.id/Agro/pertanian.htm
http://id. wikipedia.org/wiki/Sawah

Keterangan Responden: 1. 2. 3. 4. 5. Bapak Daeng Marade Bapak Amri Bapak Wello Bapak Anto, Anca & Wiro Bapak M. Saing : Responden 1 : Responden 2 : Responden 3 : Responden 4 : Responden 5

Sumber Responden 1. Nama Jenis Kelamin Tempat/tahun lahir Umur Alamat Status Perkawinan Agama Pekerjaan : Daeng Marade (Zainuddin) : Laki- laki : 1964 : 48 tahun : TalagaE Desa Lempong, Kec. Bola : Sudah Menikah : Islam : Petani

24

2. Nama Jenis Kelamin Tempat/tahun lahir Umur Alamat Status Perkawinan Agama Pekerjaan 3. Nama Jenis Kelamin Tempat/tahun lahir Umur Alamat Status Perkawinan Agama Pekerjaan 4. Nama Jenis Kelamin Tempat/tahun lahir Umur Alamat Status Perkawinan Agama Pekerjaan 5. Nama Jenis Kelamin Tempat/tahun lahir Umur Alamat Status Perkawinan Agama Pekerjaan

: Amri : Laki- laki : 1963 : 49 tahun : Desa Tua, Kec. Majauleng : Sudah Menikah : Islam : Petani : Wello : Laki- laki : 1962 : 50 Tahun : Desa Wage, Kec. Sabang Paru : Sudah Menikah : Islam : Petani : Anto : Laki- laki ::: Desa Simpursia, Kec. Pammanna : Belum Menikah : Islam : Petani : Muhammad Saing : Laki- laki ::: Desa Simpursia, Kec. Pammanna : Sudah Menikah : Islam : Petani (Ketua Kelompok Tani Maccope)
25

LAMPIRAN Lampiran Biodata Peneliti Peneliti 1 Nama Alamat Tempat, Tanggal Lahir Agama No. HP Riwayat Pendidikan Hobby Cita-cita : Fernanda : Parigi, Kec. Bola : Wata Bola, 5 Maret 1999 : Islam : 0853 5514 0624 : SD. 129 Parigi SMP Nurmilad Boarding School : Membaca : Dokter

Peneliti 2 Nama Alamat Tempat, Tanggal Lahir Agama No. HP Riwayat Pendidikan Hobby Cita-cita : Findi Pahlawan : Bakke, Kec. Pinrang : Bakke, 31 Desember 1998 : Islam : 0853 9674 6102 : SD. 388 Lempong SMP Nurmilad Boarding School : Membaca : Dokter

Peneliti 3 Nama Alamat Tempat, Tanggal Lahir Agama No. HP Riwayat Pendidikan Hobby Cita-cita : Mukmin : Todang Kalung : Todang Kalung, 18 Maret 1999 : Islam : 0853 9802 7129 : SD. 388 Lempong SMP Nurmilad Boarding School : Badminton : Polisi

26

Lampiran Photo

Gb 001. Wawancara dengan Bapak Daeng M arade dan model Campa buatan sendiri

Gb 002. Gambar botol bekas sebagai wadah bibit padi yang akan ditanam

Gb 003-4. Gambar contoh persawahan dengan sistem tanam tabur yang ada di Kecamatan Bola terkesan tidak teratur

27

Gb 005. Wawancara dengan bapak Amri di Kecamatan M ajauleng

Gb 006. Bapak Amri bersama alat Campa-nya

Gb 007. Tuas kayu yang dicampa (ditepuk) untuk menjatuhkan / membuka penutup yang menjatuhkan bibit padi

28

Gb 008. M edia untuk menyerok bibit padi yang kemudian dituang dibotol/media tanam padi

Lubang penutup

Gb 009. M edia/botol tanam padi dimana ketika melakukan kegiatan tanam padi dimasukkan ke dalam botol, kemudian ketika tuas campa ditepuk, maka lubang penutup padi terbuka dan bibit jatuh ke tanah

Gb 010. Per/pegas yang dipasang pada alat yang berfungsi mengembalikan tuas pada posisi semula

29

Gb 011. Kayu dan karet bekas ban yang berfunsi sebagai penggaris untuk patokan penanaman padi di sebelahnya

Gb 012. Kayu yang dibengkokkan sebagai landasan / roda alat Campa.

Gb 013. Lahan yang baru saja ditanami padi dengan menggunakan Campa

Gb 014. Lahan yang ditanam menggunakan Campa setelah satu minggu penanaman. Terlihat tunas padi baru tumbuh. Pada awal penanaman hingga minggu pertama sawah tidak digenangi air tapi tidak juga kering. Tanah harus dalam keadaan lembab / basah

30

Gb 015. Usia padi setelah 2 minggu penanaman. Sawah sudah harus digenangi air

Gb 016. Contoh penanaman padi menggunakan Campa terlihat rapi dan teratur, lebih teratur dari penanaman dengan cara Tanam Pindah

Gb 017. Pengairan sawah dengan metode Campa harus diatur agar tetap lembab dan basah, tidak harus tergenang

31

Gb 018. Wawancara dengan Bapak Wello di Kecamatan Sabang Paru

Gb 019. Campa yang disewa di Kec. Sabang Paru yang berasal dari Kabupaten Soppeng

Gb 020. Campa dari Soppeng secara teknis sama walau secara struktur sedikit berbeda dari yang dimiliki di Kec.M ajauleng

32

Gb 021. Wawancara dengan bapak Anto, Anca, dan Wiro di Kec. Pammana. M ereka menggunakan cara Tanam Pindah

Gb 022. Wawancara dengan bapak M . Saing sebagai Ketua Kelompok Tani M accoppe di Kec. Pammanna

Gb 023. Kondisi padi di Kec. Pamanna yang pengairannya dengan Tadah Hujan yang mengalami kekeringan karena tidak dapat air. Sehingga sulit jika menggunakan sistem tanam Campa

33

Lampiran Wawancara Wawancara I dengan Petani Bapak Daeng Marade Di Kecamatan Bola Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab : Apakah bapak mengenal alat Campa? : Iya saya tahu : Apakah bapak menggunakan alat ini? : Tidak, saya belum menggunakan tapi baru mau menggunakan : Apa menurut bapak kelebihan dan kekurangannya? : Kelebihannya lebih cepat dari pada sistem Tanam Pindah, tapi keteraturan dan jaraknya sama dengan Tanam Pindah : Berapa waktu penanaman dengan menggunakan Campa : Kalau satu hektar cukup 3 orang yang menggunakan Campa selama setengah hari saja. menanam

: Kalau dengan sistem Tanam Pindah berapa lama? : Kalau sistem Tanam Pindah satu hektar butuh sepuluh orang penanamannya : Kekurangannya apa menurut bapak? : Sepengatahuan saya kalau dengan Campa airnya harus sedikit dan harus lebih diatur tidak sama dengan ditanam. Jadi sawah harus dikeringkan kalau tidak padi tidak sampai tanah dan mengapung di air. Kemudian setelah tumbuh harus diairi kalau tidak ada hujan padi mati. Proses penananam sampai tumbuh tunas memakan waktu sekitar tiga hari, setelah itu sawah harus digenangi dengan air. : Sistem perairan di sini pakai apa? : Tadah hujan : Menggunakaan alat ini sulit tidak? : Tidak. Saya belum pernah menggunakan. Tapi yang saya lihat mudah tinggal ditarik dan di campa (ditepuk) : Apakah sudah banyak digunakan petani di desa Lempong Kecamatan Bola? : Belum banyak, beberapa saja : Sistem penanaman apa yang banyak digunakan di sini desa Lempong Kec, Bola : Banyaknya sistem Tabur Langsung, bukan Tanam Pindah : Alat tersebut beli atau buat sendiri?

Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya

34

Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab

: Ada yang khusus membuat alat tersebut, tapi saya buat sendiri dan insya Allah baru mau digunakan tanam padi besok : Berapa harga alat ini kalau beli? : Harganya Rp 800,000 : Kalau bapak buat sendiri dari bahan kayu, kalau beli apa terbuat dari besi? : Kalau beli ada juga kayunya. Bahannya ada dari pipa. Kalau bahannya besi berat kalau dibawa-bawa. Jadi bahannya dari kayu : Bapak menggunakan cara apa tanam padinya? : Tabur langsung : Apakah lebih bagus hasilnya : Ya kalau jadi semua lebih banyak tapi kalau diserang tikus banyak yang gagal padinya karena dekat-dekat. Juga kalau mau di beri pupuk dan penyemprerotan harus diinjak padi yang ada karena tidak ada jarak. : Selama pembuatan Campa ini, berapa lama waktunya? : Cukup lama, itu kalau bahan sudah tersedia. Kalau sudah tersedia cukup satu minggu selesai. : Apa bahan-bahannya? : Kayu, paku, pipa, botol plastic, per, tempat racun bekas. Yang paling susah adalah kayu untuk kakinya, karena bengkoknya harus sama antara kanan dan kiri

Tanya Jawab Tanya Jawab

Tanya Jawab Tanya Jawab

Wawancara II dengan Petani Bapak Amri Desa Tua Di Kecamatan Majauleng Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab : Apakah bapak mengetahui alat Campa? : Iya, terbuat dari kayu, botol-botol, dan paralon : Bapak buat sendiri atau beli? : Punya orang saya pakai, dan karyawan yang menggunakan : Berapa harga alat Campa ini? : Sekitar Rp 500,000 : Sebelum menggunakan penanaman padi bapak? : Sistem Tanam Pindah : Apa kelebihan Campa dibanding sistem Tanam Pindah : Hasilnya banyak lebih banyak dari sistem Tanam Pindah
35

Campa,

bagaimana

sistem

Tanya Jawab

: Berapa perbandingannya dengan sistem Tanam Pindah? : Biasanya kalau sistem tanam pindah satu petak hasilnya sekitar 7 karung, kalau pakai Campa hasilnya bisa lebih 10 karung sampai 14 karung. Jadi bisa sampai dua kali lipat : Sudah berapa lama bapak menggunakan Campa? : Sudah hampir empat tahun : Apakah petani di sini rata-rata sudah menggunakan Campa? : Iya rata-rata petani di sini sudah menggunakan Campa : Dengan sistem Campa, apakah padinya mudah rubuh/ jatuh? : Iya bisa apabila bibit padinya yaitu bibit kuda : Jenis bibit apa yang bagus dipakai dengan metode Campa? : Apa saja asal bukan kuda : Berapa perbandingan biaya menggunakan sistem Tanam Pindah dan campa? : Lebih besar biaya menanam, karena harus disemai dulu dan kemudian ditanam lagi : Berapa upah menanam kembali per orang dan berapa orang? : Sebesar Rp 70,000/ hari sebanyak 20 orang : Berapa luas sawah bapak? : 1 hektar setengah. Untuk menanam dalam satu hari harus gunain 20 orang : Jadi totalnya sekitar 1,4 juta. Kalau menggunakan Campa berapa biayanya? : Kalau menggunakan Campa cukup Rp 300,000 saja dikerjakan 3 orang. Jadi masing Rp 100,000 : Berapa lama waktu penanaman menggunakan sistem Tanam Pindah dan Campa? : Kalau Tanam Pindah selesai sampai satu hari. Kalau Campa setengah hari saja : Apakah bapak setuju kalau alat ini di sarankan untuk digunakan seluruh petani? : Iya setuju. : Apakah ada perbedaan umur panen antara Tanam Pindah dengan Campa? : Kalau menggunakan Campa cukup tiga bulan saja. Lebih cepat Campa. Kalau Tanam Pindah bisa sampai empat bulan.
36

Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab

Wawancara II dengan Petani Bapak Wello Di Kecamatan Sabang Paru Tanya Jawab : Apa menurut bapak kelebihan dan kekurangan alat Campa? : Kekurangan alat ini pada masalah air. Kalau kurang airnya maka tidak bisa baik hasilnya. Kalau ditanam biar sedikit airnya bisa juga bagus hasilnya. Kelebihannya, sama saja yang penting airnya stabil. : Bagaimana sistem pengairan di sini? : Pengairannya menggunakan pompa, jadi kalau rusak pompa jadi sulit airnya : Lebih banyak sistem menggunakan air? yang mana yang banyak

Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab

: Kalau banyak sama saja hanya saja dengan Campa air tidak bisa terlambat. : Bagaimana hasil menggunakan Campa dan Tanam Pindah? : Sama saja, tergantung air dan perawatannya : Bagaimana dengan lama tumbuhnya? : Sama juga dengan yang Tanam Pindah tidak ada beda : Berapa biaya menggunakan Campa dengan Tanam Pindah? : Kalau biayanya beda. Kalau menggunakan Campa biayanya Rp 150,000 per hektar. Kalau ditanam menggunakan 20 orang dengan biaya per orang Rp 40,000. Totalnya Rp 800,000 per hektar. Cuma rawatnya saja yang beda lebih teratur airnya. : Alatnya bikin atau beli? : Alatnya disewa Rp 150,000 sehari : Alatnya didapat dari mana? : Dari Soppeng : Berapa harga asli alat ini? : Harganya aslinya Rp 900,000 tapi ada juga yang Rp 700,000 tergantung bahan-bahannya. Ada yg terbuat dari besi, ada yg dari kayu. : Dari mana tau alat ini? : Alat ini dari soppeng awalnya : Luas sawah bapak berapa?
37

Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab

Tanya Jawab Tanya

Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab

: Cuma 250 meter saja : Berapa hasil panen yang biasa bapak dapat? : Saya pernah dapat 25 karung : Berapa kali panen dalam setahun? : Dua kali saja : Berapa waktu dipakai menggunakan alat ini? dalam menanam padi

: Sebentar saja, setengah hari tidak sampai. Di sini satu hari itu dua orang 3 hektar. : Kalau menggunakan Tanam Pindah? : Kalau tanam sendiri setengah hari 20 orang untuk 1 hektar cabut bibit dan tanam kembali : Apakah bapak setuju kalau seluruh petani menggunakan Campa? : Setuju tapi tergantung pengairannya sawahnya. Kalau mudah airnya bisa menggunakan campa

Wawancara dengan Petani Pak Anto, Pak Anca, Pak Wiro Di Kecamatan Pamanna Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab : Hasil panen lebih banyak pengguna Campa ? : Hasil sedikit lebih banyak yang Tanam Pindah : Perbandingannya berapa? : Perbandingannya 10. Misalnya 10 hektar dapat 50 karung bila mengunakan Campa, kalau ditanam dapat 60 karung lebih. : Biaya operasionalnya lebih murah Campa? : Iya : Berapa perbandingan biaya 1 hektarnya? : Penanaman 1 hektar padi biaya menggunakan Campa sebesar Rp 120,000. Kalau ditanam biaya Rp 900,000. : Bapak menggunakan Campa ? : Tidak lagi : Pernah menggunakan? : Pernah : Berapa harga Campa? : Beda-beda, yang kayu Rp 450,000. Kalau yang besi Rp 800,000
38

Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab

: Mana yang lebih cepat tumbuh menggunakan Campa atau Tanam Pindah? : Campa : Lama hingga di panen? : Sama : Berarti di Pamanna lebih efesien dengan Tanam Pindah? : Iya : Bagaimana sistem pengairannya? : Tadah hujan, : Apakah petani di sini ada yang menggunakan Campa? : Tidak ada : Kenapa tidak ada yang memakai? : Karena di sini pengairannya tadah hujan bukan pompa, kalau menggunakan Campa cepat kering tanah dan tidak tumbuh dan hasilnya tidak banyak : Apakah ada rencana ke depan untuk mengunakan Campa? : Tidak karena pengairannya susah, kecuali menggunakan pompa dan dipompa sendiri pengairannya karena pengairannya harus diatur keseimbangannya. Kalau lagi musim hujan mungkin bagus tapi kalau tiba-tiba tidak ada hujan jadi rusak. : Kalau di Kecamatan menggunakan Campa. Sabang Paru banyak yang

Tanya Jawab

Tanya Jawab

: Iya kalau di kecamatan Sabang Paru rata-rata orang pakai Campa. Di sini sedikit saja.

Wawancara II dengan Petani Bapak M. Saing Sebagai Ketua Kelompok Tani Macoppe Di Kecamatan Pamanna Tanya Jawab Tanya Jawab : Bagaimana Pamanna)? sistem penanaman padi di sini (kec.

: Di sini banyak padi ditanam saja. : Kenapa ditanam bukankah di kawasan Wajo mulai terkenal menggunakan Campa? : Di sini banyak petani pengairannya menggunakan sistem tadah hujan jadi tanah cepat kering. Kalau menggunakan Campa pengairannya harus teratur.
39

Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab

: Lebih banyak mana hasil padi yang menggunakan Campa dengan Tanam Pindah? : Kalau ada hujan Campa lebih banyak, tapi karena di sini tadah hujan jadi tidak ada. : Adakan petani di sini yang menggunakan Campa? : Ada itu lihat padi yang masih muda itu, itu menggunakan Campa. : Berapa biaya yang dikeluarkan dengan cara Tanan Pindah? : Kalau Tanam Pindah biaya per orangnya Rp 50,000. : Bagaimana pengairan menggunakan Campa di sini? : Melalui bor (pompa). : Hasil panen lebih banyak Campa atau Tanam Pindah? : Lebih banyak campa. Perbandinganya kalau Tanam Pindah hasilnya 12 karung setengah hektar kalau Campa bisa sampai 17 karung. Kalau Tanam Pindah jaraknya beda-beda. Kalau Campa teratur, ringan, dan mudah. : Apakah saran bapak untuk petani apabila pengairan bagus, tanah bagus, apakah lebih baik menggunakan Campa? : Iya menggunakan Campa. : Berapa lama penanaman dengan menggunakan Campa? : Paling cepat penanaman setengah hari, paling lama satu hari. : Bagaimana menggunakan Campa? : Ditarik saja alat tersebut dengan tali sebagai bahan ukuran agar lurus.

Tanya

Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab

40

Você também pode gostar