Você está na página 1de 13

1.

Arti Teater (asal kata) Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah (kalau ada) , penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama ke teater disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater berasal dari kata theatron yang diturunkan dari kata theaomai(bahasa yunani) yang artinya takjub melihat atau memandang. Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Teeater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehiudpan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis. Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain. 2. Arti Teater (secara umum)
Seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu biasanya melibatkan empat unsur: waktu, ruang, tubuh si seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Seni pertunjukan biasanya identik dengan kegiatan kegiatan seni seperti; teater, musik, tari, dan sirkus. Seni pertunjukan teater merupakan seni yang bersifat kolektif, kompleks, dan rumit. Dalam teater terdapat berbagai macam unsur seni, seperti seni sastra, seni tari, seni musik, seni lukis, seni peran (keaktoran), tata cahaya, tata busana. dimana segala macam orang dengan segala macam fungsinya tergabung dalam suatu koordinasi yang rapih,dan juga mencakup juga pengertian sampai batas-batas yang sentimentil), seperti hal nya diri manusia itu sendiri, atau layaknya seperti sebuah negara. Keberhasilan suatu pertunjukan Teater dapat juga sebagai keberhasilan suatu seni organisasi; baik organisasi penyelenggaraannya (Panitia Produksi) maupun segi seniseninya (Penyutradaraan, Penataan set, Permainan, Musik dan unsur-unsur lain). 3. Perbedaan Teater Dan Drama

Teater dan drama, memiliki arti yang sama, tapi berbeda uangkapannya.Teater berasal dari kata yunanikuno "theatron" yang secara harfiah berarti gedung/tempat pertunjukan. Dengan demikian maka kata teater selalu mengandung arti pertunjukan/tontonan. Drama juga dari kata yunanai 'dran' yang berarti berbuat, berlaku atau beracting. Drama cenderung memiliki pengertian ke seni sastra. Didalam seni sastra, drama setaraf denagn jenis puisi, prosa/esai. Drama juga berarti suatu kejadian atau peristiwa tentang manusia. Apalagi peristiwa atau cerita tentang manusia kemudian diangkat kesuatu pentas sebagai suatau bentuk pertunjukan maka menjadi suatu peristiwa Teater.

4. Unsur Pembentuk Teater a. Unsur Dasar 1. Tema Tema adalah pikiran pokok yang mendasari suatu cerita dalam teater. Tema dapat diambii dari berbagai sumber mulai dari masalah percintaan, keluarga, lingkungan alam, penyimpangan sosial dan budaya, sejarah, sampai pada politik dan pemerintahan. Tema dispesifikasikan menjadi sebuah topik dan kemudian topik dikembangkan menjadi sebuah cerita dengan dialog-dialognya. Pada dasarnya nilai-nilai tema ini dapat diambii untuk kehidupan kita sehari-hari. Berikut ini contoh tema, topik, dan judul: Tema : Kehidupan Topik : Penindasan yang keji Judul : Kejamnya hidup 2. Plot Plot adalah rangkaian peristiwa atau jalannya cerita. Plot terdiri dari konflik yang berkembang secara bertahap. Tahapan perkembangan plot adalah sebagai berikut: a. Eksposisi, yang mengantarkan penonton untuk mengenal tokoh, karakter dan materi kisah. Eksposisi/introduksi merupakan pergerakan terhadap konflik melalui dialog-dialog pelaku. b. Konflik, adanya masalah yang melibatkan tokoh- tokoh dalam cerita. c. Komplikasi/intrik, adanya pengembangan masalah yang menyebabkan konflik semakin ruwet dan tegang. Namun belum tercapai jalan pemecahannya. d. Klimaks, merupakan puncak berbagai perkumpulan konflik sehingga menimbulkan ketegangan bagi penonton yang telah mencapai puncaknya dalam cerita. e. Resolusi/konklusi, terjadi penyelesaian konflik, di mana kisah dapat berakhir menyenangkan atau berakhir tragis. 3. Latar Cerita Latar memengaruhi jalannya cerita, bahkan watak tokoh. Pelatar inilah yang membuat sebuah drama mempunyai karakteristik sendiri. Latar berguna untuk mewujudkan penggambaran yang mencerminkan tempatterjadinya cerita yang sedang dipentaskan. 4. Penokohan/Perwatakan Penokohan/karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/kepribadian pelaku utama. Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Penokohan berhubungan dengan nama pelaku, jenis kelamin, usia, bentuk fisik, dan kejiwaannya. Perwatakan berhubungan dengan sifat pelaku. Dalam teater penokohan dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu: a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang pertama kali mengambil prakarsa dalam cerita. Tokoh protagonis adalah tokoh yang pertama mengalami benturan-benturan atau masalah, memiliki sifat yang baik sehingga penonton biasanya berempati. b. Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menentang tokoh protagonis atau tokoh yang menentang

cerita. Tokoh antagonis biasanya memiliki sifat jahat. c. Tokoh tritagonis, yaitu tokoh penengah serta pendamai dua pihak (tokoh protagonis dan tokoh antagonis) dan penyelesaian ketegangan. b. Unsur Artistik/ pendukung Cahaya adalah unsur tata artistik yang paling penting dalam pertunjukan teater. Tanpa adanya cahaya maka penonton tidak akan dapat menyaksikan apa-apa. Seorang penata cahaya perlu mempelajari pengetahuan dasar dan penguasaan peralatan tata cahaya. Pengetahuan dasar ini selanjutnya dapat diterapkan dan dikembangkan dalam pelanataan cahaya untuk kepentingan artistik pemanggungan. Tata cahaya yang hadir di atas panggung dan menyinari semua objek sesungguhnya menghadirkan kemungkinan bagi sutradara, aktor, dan penonton untuk saling melihat dan berkomunikasi. Semua objek yang disinari memberikan gambaran yang jelas kepada penonton tentang segala sesuatu yang akan dikomunikasikan. Dengan cahaya, sutradara dapat menghadirkan ilusi imajinatif. Banyak hal yang bisa dikerjakan bekaitan dengan peran tata cahaya tetapi fungsi dasar tata cahaya ada empat, yaitu penerangan, dimensi, pemilihan, dan atmosfir (Mark Carpenter, 1988). Ada empat fungsi pokok dalam tata cahaya, yaitu penerangan, dimensi, pemilihan fokus, dan atmosfir. Masing-masing fungsi memiliki interaksi (saling mempengaruhi). Fungsi penerangan dilakukan dengan memilih area tertentu untuk memberikan gambaran dimensional objek, suasana, dan emosi peristiwa. Selain keempat fungsi pokok di atas, tata cahaya memiliki fungsi pendukung yang dikembangkan secara berlainan oleh masingmasing ahli tata cahaya. Beberapa fungsi pendukung yang dapat ditemukan dalam tata cahaya adalah sebagai berikut: gerak, gaya, komposisi, penekanan, dan pemberian tanda. Kerja tata cahaya adalah kerja pengaturan sinar di atas pentas. Kecakapan dalam mendisitribusi cahaya ke atas pentas sangat dibutuhkan. Dengan peralatan tata cahaya, kontrol atau kendali atas distribusi cahaya itu dikerjakan. Penata cahaya perlu mengendalikan intensitas, warna, arah, bentuk, ukuran, dan kualitas cahaya serta gerak arus cahaya. Semua kendali itu bisa dimungkinkan karena adanya peralatan tata cahaya yang memang dirancang untuk tujuan tersebut. Penguasaan peralatan wajib dipelajari oleh penata cahaya. Peralatan yang diperlukan dalam tata cahaya meliputi: bohlam (reflektor dan refleksi, reflektor ellipsoidal, reflektor spherical, refleksi parabolic, refleksi specular, refleksi diffuse, refleksi spread, dan refleksi mixed), lensa (lensa planno convex, dan lensa Fresnel), lampu (lampu floodlight, lampu scoop, dan resnel, lampu profile, lampu bifocal, lampu pebble convex, follow Spot, PAR, efek, dan practical) Untuk memasang lampu di atas pentas dibutuhkan berbagai macam perlengkapan pemasangan. Perlengkapan tersebut ada yang telah terpasang secara permanen dan ada yang dapat dipindah-pindahkan. Perlengkapan pemasangan lampu terdiri dari bar dan boom, stand, serta clamp dan bracket. 5. Struktur Drama

Sebagai sebuah karya sastra, drama mempunyai karakteristik yang unik dan menarik. Drama memiliki dua dimensi yang dapat dinikmati dan diapresiasikan. Dimensi pertama adalah dimensi sastra. Dimensi ini terbentuk ketika sebuah drama dipandang dan dikaji dari segi text play atau teks dramanya. Dimensi kedua adalah dimensi seni pertunjukan, yakni ketika sebuah teks drama direalisasikan dalam bentuk pementasan di atas panggung. Di Indonesia, mindset umum yang terlanjur berkembang tentang sebuah drama hanya terfokus pada asumsi bahwa drama adalah produk pementasan atau pertunjukkan semata. Hal ini dapat dipahami mengingat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap karya sastra, khususnya drama masih sangat kurang. Terlebih lagi dimensi drama sebagai seni pertunjukkan lebih mudah dinikmati oleh masyarakat daripada dimemsi drama sebagai karya sastra. Segi sastra dari sebuah drama jarang sekali mendapat perhatian padahal selain aktor, sutradara, dan krew yang bekerja di balik sebuah pementasan, keberhasilan sebuah pementasan tidak luput dari kualitas suatu teks drama. Terlebih lagi masyarakat terlanjur beranggapan bahwa suatu teks drama dikatakan berhasil apabila teks tersebut sudah pernah dipentaskan. Drama memang dirancang untuk dipentaskan di atas panggung (Reaske, 1966:5 dan Asmara, 1983:9), dan hal ini praktis membuat teks drama dipelajari hanya sebagai alat penunjang kebutuhan pementasan, sama halnya seperti kostum, panggung, tata artistik, dan sebagainya, bukan sebagai suatu karya sastra yang berdiri sendiri. Jadi text play atau teks drama hanya dipelajari untuk kebutuhan pentas. Penelitian yang mendalam terhadap text play sebuah drama jarang dilakukan, bahkan oleh kalangan akademisi. Oleh karena itu, sebagai suatu bentuk karya sastra, teks drama perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat banyak hal yang dapat digali dan dipelajari dalam pengkajian sebuah teks drama. Reaske bahkan mengatakan bahwa sebagai bentuk kesusastraan, tidak ada alasan bagi praktisi, akademisi, peneliti, ataupun penikmat drama pada umumnya untuk tidak mempelari teks drama sepanjang tidak melupakan bahwa pada dasarnya teks drama ada untuk dipentaskan (Reaske, 1969:5 dan Asmara, 1983:9 via http://mbahbrata.wordpress.com/2009/06/21/tentang-drama/). Jadi kegiatan menganalisis teks drama memang sangat penting untuk dilakukan guna menggali nilai-nilai yang bermanfaat dalam sebuah teks drama. Dalam menganalisis sebuah teks drama, banyak teori yang dapat diaplikasikan. Hal ini tergantung dari sudut mana sebuah teks drama akan dikaji secara mendalam. Dalam menganalisis struktur dan tekstur drama, salah satu teori yang biasa digunakan adalah Teori Struktur dan Tekstur Drama milik George R Kernodle. Kernodle mengemukakan teori tentang struktur dan tekstur drama yang menjadi pembeda antara drama dengan karya sastra yang lain seperti prosa atau puisi. Dalam struktur dan tekstur drama yang dikemukakan oleh Kernodle, terdapat enam unsur nilai dramatik yang harus dikuasai seorang peneliti ketika akan mengkaji sebuah teks drama. Keenam nilai dramatik tersebut masing-masing adalah alur, karakter, tema, dialog, musik (diartikan sebagai mood dalam drama

modern), serta spectacle. (Kernodle, 1966:344; Whiting, 1961: 130 via Dewojati, 2010: 159). Tiga nilai dramatik yang pertama yakni alur/plot, karakter, dan tema dikategorikan dalam struktur sebuah drama. Sementara sisanya, dialog, mood, dan spectacle masuk dalam tekstur sebuah drama. Struktur adalah bentuk drama pada saat dipentaskan. Sedangkan menurut Kernodle (via Dewojati, 2010:159) tekstur adalah apa yang secara langsung dialami oleh pengamat (spectator), apa yang muncul melalui indra, apa yang didengar telinga (dialog), apa yang dilihat mata (spectacle); dan apa yang dirasakan (mood) melalui seluruh alat visual serta pengalaman aural. Dalam menganalisi struktur dan tekstur teks drama, hal pokok yang perlu diingat adalah adanya komponen teks primer dan teks sekunder dalam drama. Komponen pertama adalah hauptext (teks utama) yang berupa dialog tokohtokoh. Komponen selanjutnya adalah nebentext atau teks tambahan yang sering disebut teks samping (Dewojati, 2010:160). Pemahaman terhadap kedua komponen itu sangat penting dalam kelancaran pengkajian sebuah teks drama. Hal ini dikarenakan hauptext dan nebentext,berperan sangat penting terhadap pengkajian drama, khususnya tekstur drama yang berupa dialog, mood, dan spectacle. Menurut Astone dan Savana (Via Dewojati, 2010:160); nebentext umumya dicetak miring, diletakkan diantara tanda kurung, dicetak dengan huruf kapital, atau diberi garis bawah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembedaan antara nebentext dengan teks utama (hauptext). Nebentext mempunyai fungsi sebagai petunjuk lakon yang membantu sutradara maupun pemain dalam melaksanakan akting di atas panggung. Struktur dan tekstur drama dapat tercermin secara implisi maupun eksplisit dalam hauptext dan nebentextnya. Hauptext dan nebentext menjadi sarana dalam menggali dan mengeksplorasi nilai-nilai dramatik dari sebuah teks drama. 6. Unsur/ anatomi drama Unsur intrinsik atau disebut juga unsur dalam adalah unsur yang tidak tampak. Ini yang kita sebut di atas tadi sebagai kajian interteks. Dalam intrinsik ada: tema; yaitu ide pokok yang ingin disampaikan dari sebuah cerita. Tema sering pula dikatakan dengan nada dasar drama. Sebuah tema tidak terlepas dari manusia dan kehidupan, misalkan cinta, maut, dan sebagainya. Jika ada yang menyebutkan temanya romantis, itu adalah bias pengertian. Romantis bukan tema, tetapi gaya yang digunakan oleh penulis. Dalam kasus dimaksud sebenarnya temanya adalah cinta/ percintaan. Jalan ceritanya yang dibuat menjadi romantis. Ini hanya perkara gaya/style (di lain waktu akan kita bicarakan masalah gaya atau style penulis tersebut). alur/ plot; yaitu jalan cerita. Dalam alur sebuah naskah drama bukan permasalahan maju-mundurnya sebuah cerita seperti yang dimaksudkan dalam karangan prosa, tetapi alur yang membimbing cerita dari awal hingga tuntas. Dimulai dengan pemaparan (perkenalan awal tokoh dan penokohan), adanya masalah (konflik), konflikasi (masalah baru), krisis (pertentangan mencapai titik puncakklimak s.d. antiklimaks), resolusi (pemecahan masalah), dan ditutup dengan ending (keputusan). Ada pula yang menggambarkan alur dalam sebah naskah drama itu pemaparanmasalah

pemecahan masalah/resolusikeputusan. penokohan; karakter yang dibentuk oleh setiap dialog tokoh. latar/ setting; yaitu tempat kejadian. Latar atau setting berbicara masalah tempat, suasana, dan waktu. amanat; yaitu pesan yang hendak disampaikan penulis dari sebuah cerita. Jika tema bersifat lugas, objektif, dan khusus, amanat lebih umum, kias, dan subjektif. 3.2 ekstrinsi (unsur luar) Unsur-unsur luar adalah unsur yang tampak, seperti adanya dialog/ percakapan. Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah dipentaskan. Di sana akan tampak panggung, properti, tokoh, sutradara, dan penonton. 7. Jenais-Jenis Teater Berdasarkan Sejarah Perkembangan Teater yang berkembang dikalangan rakyat disebut teater tradisional, sebagai lawan dari teater modern dan kontemporer. Teater tradisional tanpa naskah (bersifat improvisasi). Sifatnya supel, artinya dipentaskan disembarang tampat. Jenis ini masih hidup dan berkembang didearah daerah di seluruh Indonesia . Yang disebut teater tradisional itu, oleh Kasim Ahmad diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut (1981: 113131). Teater Rakyat Sifat teater rakyat seperti halnya teater tradisional, yaitu improvisasi sederhana, spontan dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contoh contoh teater rakyat adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Makyong dan Mendu di daerah Riau dan Kalimantan Barat. Randai dan Bakaba di Sumatera Barat. Mamanda dan Berpandung di Kalimantan Selatan. Arja, Topeng Prembon, dan Cepung di Bali. Ubrug, Banjet, Longser, Topeng Cirebon, Tarling, dan Ketuk Tilu dari Jawa Barat. Ketroprak, Srandul, Jemblung, Gataloco di Jawa Tengah. Kentrung, Ludruk, Ketroprak, Topeng Dalang, Reyong, dan Jemblung di Jawa Timur (Reyong yang biasanya hanya tarian itu ternyata sering berteater juga). 8. Cekepung di Lombok. 9. Dermuluk disematera Selatan dan Sinlirik di Sulawesi Selatan. 10. Lenong, Blantek, dan Topeng Betawi di Jakarta dan sebagainya. 11. Randai di Sumatera Barat. 12. Teater Klasik 8. Jenis-Jenis Drama/ Teater Berdasarkan Pola Garapan Drama turgi adalah ajaran tentang masalah hukum, dan konvensi/persetujuan drama. Kata drama berasal dari bahasa Yunani yaitu dramoai yang berarti berbuat, berlaku,

beraksi, bertindak dan sebagainya, dan drama berarti : perbuatan, tindakan. Ada orang yang menganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan, mengerikan, sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi. Komedi Tragedi Drama dapat berupa komedi dan tragedi. Kekeliruan demikian terjadi karena kekeliruan dengan istilah drama dalam hidup keluarga. Misalnya : drama percintaan yang maksudnya mengandung peristiwa menyedihkan, mengerikan. Arti Drama * Arti pertama : Drama adalah kualitas komunikasi, situasi,action. (segala apa yang terlintas dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar/penonton. * Arti kedua : Menurut Moulton, drama adalah : hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented action). Jika buku roman menggerakan fantasi kita, maka dalam drama kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung di muka kita sendiri. Menurut Brander Mathews : Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action. Menurut Balthazar Verhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. * Arti ketiga : Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunaka percakapan dan action dihadapan penonton. Arti Teater Ada orang yang mengartikan teater sebagai gedung pertunjukan. Ada yang mengartikan sebagai panggung (Stage). Secara etimologis (asal kata), teater adalah gedung pertunjukan (auditorium). Dalam arti luas : teater adalah segala tontonan yang di pertunjukan pada orang banyak, misalnya wayang orang, ketoprak, ludrug, srandul, membai, randai, mayong, arja, ragda, reog, lenong, topeng, dagelan, sulapan, akrobatik dan sebagainya. Dalam arti sempit : Drama,kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan dalam pentas, disaksikan oleh banyak orang , dengan media percakapan, gerak, dan laku. dengan atau tanpa dekor (layar dan lain sebagainya), didasarkan pada naskah yang

tertulis (hasil seni sastra) dengan atau tanpa musik, nyanyian, tarian. Arti Drama, Sandiwara, Tonil Pertunjukan drama disebut juga sandiwara. kat sandiwara itu dibuat oleh P.K.G mangkunegara VII almarhum sebagai kata pengganti Toneel, yang pada hayat P.K.G sudah mulai mendapat perhatian di kalangan kaum terpelajar, tetapi pada waktu itu dan lingkungan kaum terpelajar itu yang dipergunakan masih dalam bahasa Belanda. Kata baru sandiwara dibentuk dari kata sandi: dan Wara, sandi (Jawa sekarang) berarti rahasia, dan Wara (wara Jawa) adalah pengajaran. Demikialah menurut Ki Hadjar Dewantara, sandiwara adalah pengajaran yang dilakukan dengan perlambang. Demikianlah kupasan singkat dari kata sandiwara sebagai pengganti kata Toneel sebagai pengganti kata drama. Sebenarnya arti kata sandiwara lebih kena dari pada kata Toneel (bahasa belanda), yang artinya tak lain dari pada pertunjukan. Demikian pulajuga dibandingkan dengan arti drama dalam bahasa yunani yang artinya mula-mula tak lain dari pada perbuatan dan kemudian semata-mata perbuatan diatas panggung. tetapi sungguh sayang, arti kata sandiwara yang sedalam itu sekarang merosot, bahkan kata sandiwara bagi umum banyak menimbulkan rasa hina atau ejekan. Apakah sebabnya demikian? Oleh karena itu dalam sandiwara memang sering terdapat hal-hal yang kurang baik, kata seorang guru atau seorang bapak kepada anaknya, Jangan main sandiwara kamu. Kata sandiwara merosot derajatnya karena yang menyelenggarakan dan yang memelihara sandiwara kurang cakap atau kurang baik budinya. Jika kita ingin mengembalikan arti kata sandiwara seperti yang semestinya, lapangan sandiwara meminta juga kepada kaum terpelajar, kepada orang yang cakap, kepada yang berjiwa seniman dan berbudi tinggi. 9.Arti Dari: a. Film
Film adalah sekedar gambar yang bergerak, adapun pergerakannya disebut sebagai intermitten movement, gerakan yang muncul hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otak manusia menangkap sejumlah pergantian gambar dalam sepersekian detik. Film menjadi media yang sangat berpengaruh, melebihi media-media yang lain, karena secara audio dan visual dia bekerja sama dengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebih mudah mengingat, karena formatnya yang menarik .

b.sinetron tSinetron merupakan kepanjangan dari sinema elektronik yang berarti sebuah karya cipta seni
budaya, dan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video melalui proses elektronik lalu di tayangan melalui stasiun televisi.Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan.

c.Kabaret

Kabaret adalah sebuah pertunjukan atau pementasanseniyang berasaldariDunia Baratdi mana biasanya adahiburanberupamusik,komedidan seringkalisandiwaraatautari-tarian.

Perbedaan utama antara kabaret dengan pertunjukan

lainnya adalah tempat

pertunjukannyarestoran ataukelab malamdengan sebuah panggung pertunjukan danpenontonnya yang duduk mengelilingi meja-meja (seringkali sambilmakan atau minum) dan menyaksikan pertunjukannya. Tempatnya sendiriseringkali juga disebut

"kabaret". Pada

peralihan abad ke-20, terjadiperubahan besar dalam budaya kabaret.

Para penarinya termasuk Josephine Bakerdan penari waria Brasil Joo Francisco dos Santos(alias Madame Sat). Pertunjukan-pertunjukan kabaret dapat beraneka ragamdarisatire politikhingga hiburan ringan, masing-masing diperkenalkanoleh seorangmaster of ceremonies(MC), atau pembawa acara.Istilah "kabaret" berasal dari sebuah kataPerancisuntuk ruangan bar ataucaf, tempat lahirnya bentuk hiburan ini, sebagai suatu bentuk yang lebihartistik daripadacaf-chantant. Kata ini berasal dari kata dalam bahasaBelanda Tengah cabret , melalui bahas Perancis Utara Kuno camberette ,dari kata bahasa Latin Akhir camera . Pada intinya kata ini berarti "ruangankecil."Kabaret juga merujuk ke bordil gaya Mediterania bar dengan meja-mejadan wanita-wanita yang berbaur serta mengibur para kliennya. Secaratradisional, tempat-tempat ini juga dapat menampilkan beberapa bentukhiburan: seringkali dengan penyanyi dan penari tergantung tempatnyamasingmasing, sifatnya dapat liar dan ka sar. Kabaret yang lebih canggihdan berkelaslah yang akhirnya melahirkan bentuk tempat hiburan danseni pertunjukan yang menjadi pokok artikel ini. Kabaret Perancis Toulouse-Lautrec, diMoulin Rouge 1892 Kabaret pertama dibuka pada1881diMontmartre,Paris;Rodolphe Sals' "cabaret artistique." Tak lama kemudian setelah tempat itu dibuka,namanya diganti menjadiLe Chat Noir(Kucing Hitam). Kabaret inimenjaditempat di mana para seniman kabaret pendatang baru dapatmencoba pertunjukan-pertunjukan mereka di depan teman-teman merekasebelum dibawakan di depan penonton. Tempat ini mengalami suksesbesar, dikunjungi oleh orangorang penting pada masa itu,

d. Operet
Operet adalah opera ringan (nyanyian dan dialog disuguhkan secara bergantian) dng unsur roman dan satir

e. Sandiwara
. Kata sandiwara itu dibuat oleh P.K.G mangkunegara VII almarhum sebagai kata pengganti Toneel, yang pada hayat P.K.G sudah mulai mendapat perhatian di kalangan kaum terpelajar, tetapi pada waktu itu dan lingkungan kaum terpelajar itu yang dipergunakan masih dalam bahasa Belanda. Kata baru sandiwara dibentuk dari kata sandi: dan Wara, sandi (Jawa sekarang) berarti rahasia, dan Wara (wara Jawa) adalah pengajaran. Demikialah menurut Ki Hadjar Dewantara, sandiwara adalah pengajaran yang dilakukan dengan perlambang.Demikianlah kupasan singkat dari kata sandiwara sebagai pengganti kata Toneel sebagai pengganti kata drama. Sebenarnya arti kata sandiwara lebih kena dari pada kata Toneel (bahasa belanda), yang artinya tak lain dari pada pertunjukan. Demikian pulajuga dibandingkan dengan arti drama dalam bahasa yunani yang artinya mula-mula tak lain dari pada perbuatan dan kemudian semata-mata perbuatan diatas panggung. tetapi sungguh sayang, arti kata sandiwara yang sedalam itu sekarang merosot, bahkan kata sandiwara bagi umum banyak menimbulkan rasa hina atau ejekan.

f. Prolog Prolog adalah bahasa pemrograman logika atau di sebut juga sebagai bahasa nonprocedural. Namanya diambil dari bahasa Perancis programmation en logique (pemrograman logika). Bahasa ini diciptakan oleh Alain Colmerauer dan Robert Kowalski sekitar tahun 1972 dalam upaya untuk menciptakan suatu bahasa pemrograman yang memungkinkan pernyataan logika alih-alih rangkaian perintah untuk dijalankan komputer. g. Dialog Pengertian Dialog Manusia - Komputer: Pengertian Umum, dialog adalah proses komunikasi antara 2 atau lebih agen, dalam dialog makna harus dipertimbangkan agar memenuhi kaidah semantis dan pragmatis. IMK, dialog adalah pertukaran instruksi dan informasi yang mengambil tempat antara user dan sistem komputer. ATURAN DALAM PERANCANGAN DIALOG Pegang teguh konsistensi Sediakan shortcut bagi pengguna aktif Sediakan feedback yang informatif Sediakan error handling yang mudah Ijinkan pembatalan aksi Sediakan fasilitas bantuan (help) Kurangi beban ingatan jangka pendek Pegang Teguh Konsistensi Informasi disusun dalam formulir-formulir, nama-nama dan susunan menu, ukuran dan

bentuk dari ikon, dll, semuanya harus konsisten diseluruh sistem. Konsisten mengijinkan banyak aksi menjadi otomatis Jika ada aplikasi baru hadir dengan fungsi yang berbeda akan menyebabkan user harus mempelajari kembali operasi-operasi yang dilakukan Misal: konsistensi di dalam menu bar untuk File, Edit dan Format Sediakan Short Cut Bagi Pengguna Aktif User yang bekerja dengan satu aplikasi dalam seluruh waktunya akan menginginkan penghematan waktu dengan memanfaatkan short cut User mulai hilang kesabaran dengan urutan menu panjang ketika mereka sudah tahu pasti apa yang mereka kerjakan Short cut keys dapat mereduksi jumlah interaksi untuk tugas yang diberikan Designer dapat menyediakan fasilitas makro bagi user untuk membuat short cuts bagi dirinya sendiri Dengan short cut membuat user lebih produktif h. Epilog adalah bagian penutup pada karya sastra yang fungsinya menyampaikan intisari cerita atau menafsirkan maksud karya itu oleh seorang actor pada akhir cerita. Definisi epilog lainnya adalah pidato singkat pada akhir drama yang memuat komentar tentang apa yg dilakonkan. Atau arti epilog adalah peristiwa terakhir yang menyelesaikan peristiwa induk. i. Petunjuk Pengarang

Informasi bibliografi
Judul Penerbit Tebal Ekspor Kutipan Petunjuk pengarang dan karangan ringkasan publikasi dan laporan penelitian pertanian tahun 1978 Departemen Pertanian, 1978 27 halaman BiBTeX EndNote

10. Manajemen Teater Naskah drama ditulis tujuan akhirnya adalah untuk dipentaskan. Oleh sebab itu, ketika menulis drama, penulisnya hendaknya memikirkan masalah pementasan naskahnya itu. Terutama pada teater modern, naskah drama merupakan hal yang amat fungsional. Paling tidak, naskah itu bertindak sebagai penyuplai kata-kata atau kalimat-kalimat yang akan diucapkan oleh para pemainnya dan sebagai pemberi inspirasi bagi sutradara, pemain, dan para petugas lainnya untuk berkarya, dalam hal ini mewujudkan naskah itu dalam sebuah pementasan yang menarik. Itulah sebabnya drama sering disebut sebagai seni kolektif (collective art) karena pementasan sewbuah drama tidak mungkin dilakukan oleh seorang saja, melainkan ia harus melibatkan orang-orang lain. Yang lebih penting lagi adalah

bahwa mereka harus bekerja sama dan saling bergantung. Selain itu, drama juga sering disebut sebagai seni campura (synthetic art) karena dalam pementasan drama terdapat unsur-unsur seni yang lain seperti seni musik, tari (gerak), lukis (dekorasi), dan sastra. Hal ini menunjukkan pula lagi-lagi bahwa berbagai pihak seperti sutradara dan asistennya, pemain, petugas (creuw) harus bekerja sama untuk memproduksi sebuah pementasan drama di panggung. Dengan demikian, mementaskan sebuah drama bukanlah pekerjaan yang mudah. Buku Manajemen Teater: Perencanaan dan Pementasan Drama/Teater di Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah yang ditulis oleh Muhammad Azhari ini menjadi penting kehadirannya di tengah-tengah dunia pendidikan, terutama di perguruan tinggi yang menyelenggarakan mata kuliah Pementasan Drama. Selain itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengamanatkan apresiasi dan pementasan drama di Sekolah Lanjutan. Dengan demikian, buku ini pun dapat membantu teman-teman guru Bahasa Indonesia, baik ketika mengajar di kelas, maupun ketika mengasuh kegiatan kstrakurikuler teater. Buku ini menjadi penting karena ditulis oleh penulis yang sejak mahasiswa berkiprah di bidang drama dan terter melalui teater kampus (Teater Gabi UKM Universitas Sriwijaya yang kelahirannya dibidani oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Sriwijaya). Pada akhirnya penulis buku ini mengabdikan ilmunya di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Palembang ini dan tetap berteater bersama para mahasiswanya. Disadari sekali bahwa buku teks tentang drama dan pementasannya yang ditulis dalam Bahasa Indonesia, untuk perguruan tinggi dan Sekolah Menengah, lebih sedikit bila dibandingkan dengan buku teks genre sastra yang lain. Dari yang sedikit itu, sebut saja misalnya Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia (Oemaryati, 1970) Tentang Bermain Drama (Rendra, 1976), Apresiasi Drama (Asmara, 1979), Enam Pelajaran bagi Calon Aktor (Boleslavsky diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Asrul Sani, 1968), Drama dalam Pendidikan (Brahim, 1986), Pengantar Bermain Drama (Hamzah, 1985), Teknik Mengarang Naskah Drama TV (Wisnu, 1975), Teater: Buku Pelajaran Seni Budaya untuk Kelas XII (Wijaya, 2007), dan Seni Drama untuk Remaja (Rendra, 2007). Akan tetapi buku-buku ini belum membicarakan kaitan teater dengan manajemen sehingga membentuk bahasan manajemen teater. Manajemen Teater: Perencanaan dan Pementasan Drama/Teater yang sedang Anda baca ini, tampaknya ditulis dari pengalaman menekuni teater dan mengajar Perencanaan Pementasan Drama/Teater di Perguruan Tinggi yang sebelumnya memanfaatkan bukubuku yang berkaitan dengan drama. dan teater yang telah ada dan melengkapinya dengan bahasan manajemen sehingga membentuk manajemen teater. Dengan demikian, buku ini menjawab kebutuhan para mahasiswa yang mempelajari teater, para pelajar sekolah menengah, guru-guru Bahasa Indonesia, pembimbing teater di sekolah dan kampus, dan dosen yang mengajarkan drama dan teater, serta para peminat teater. Dengan rasa gembira dan tulus, saya ucapkan selamat kepada penulis buku ini. Semoga menjadi sumbangsih yang berarti bagi dunia pendidikan.

Nama: Nena.Merlina Kelas: XI AK2 TUGAS SENI BUDAYA SMK YKTB 2 BOGOR

Você também pode gostar