Você está na página 1de 23

MAKALAH PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN

Oleh :
BAIQ NORMALITA NITISARI (A1C 009 095) YOSA PRADIPTA (A1C 009 079) LUH AYOE LINNGRIANI WIDYASTARI (A1C 009 027)

AKUNTANSI A ( KELAS GANJIL)

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MATARAM 2011

BAB I LATAR BELAKANG


Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan biaya, namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak sekedar instrument pentransfer sumber daya, akan tetapi acapkali pula digunakan untuk tujuan mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kesejahteraan dan lain-lain yang kadang-kadang merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Di lain pihak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan, baik subjek pajak orang pribadi maupun subjek pajak badan, dikenakan Pajak Penghasilan dan untuk menghitung Pajak Penghasilan tersebut, subjek pajak yang bersangkutan berkewajiban mengisi Surat Pemberitahuan yang disediakan oleh Instansi Pajak. Pada umumnya, bentuk dan isi yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan untuk kepentingan perpajakan hampir tidak berbeda jauh dengan bentuk dan isi yang terdapat dalam Laporan Keuangan untuk kepentingan komersial. Penghasilan Kena Pajak (PKP-Taxable Income) dihitung berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundangundangan Perpajakan (KPPP) sedang Penghasilan Sebelum Pajak (PSP-Accounting Income atau Pretax Accounting Income atau Pretax Book Income) dihitung berdasarkan standar yang disusun oleh profesi yang dikenal sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Oleh karena basis pengenaan penghasilan untuk keperluan perhitungan Pajak Penghasilan berbeda dengan basis penghitungan penghasilan untuk keperluan komersial, atau dengan perkataan lain akibat dari perbedaan rekognisi penghasilan dan biaya, maka akan terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kedua basis tersebut. Pajak Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Kena Pajak yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah, disebut sebagai PPh terutang Income

Tax Payable atau Income Tax Liability sedang Pajak Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Pajak disebut sebagai Beban Pajak Penghasilan Income Tax Expense atau Provision for Income Taxes.

BAB II ISI PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN Pajak Kini


Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, jumlah pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan peraturan perundangundangan pajak yang berlaku. Penghasilan kena pajak atau laba fiscal diperoleh dari hasil koreksi fiskal terhadap laba bersih sebelum pajak berdasrkan laporan keuangan komersial (laporan akuntansi).

Koreksi fiscal harus dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan maupun biaya yang berbeda antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Untuk kepentingan internal dan kepentingan lain wajib pajak dapat menggunakan standar akuntansi yang berlaku umum, sedangkan untuk perhitungan dan pembayaran pajak harus berdasarkan peraturan perpajakan, dalam hal ini adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan lainnya yang terkait. Perbedaan ini dapat dikelompokkan (permanent menjadi difference) dua, dan yaitu beda beda tetap/beda permanent waktu sementara/temporer

(temporary difference).

Beda tetap adalah perbedaan yang disebabkan oleh adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan beban anatara standar akuntansi dan peraturan perpajakan. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan besarnya laba bersih sebelum pajak dengan laba fiscal atau penghasilan kena pajak. Beda waktu sementara adalah perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan waktu dan metode pengakuan penghasilan dan beban tertentu berdasarkan standar akuntansi dengan peraturan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban antara tahun pajak yang satu ke tahun pajak berikutnya. Beda waktu sementara/temporer dapat berupa : 1. Perbedaan temporer kena pajak Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiscal pariode mendatang pada saat nilai tercatat asset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi 2. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba fiscal pariode mendatang pada saat nilai tercatat asset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban teersebut di lunasi

PERHITUNGAN PAJAK KINI Pajak kini adalah beban pajak penghasilan perusahan yang dihitung berdasarkan tariff pajak penghasilan dikalikan dengan laba fiscal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Contoh : PT cemerlang gemilap pada tahun 2008 mempunyai data sebagai berikut : a. Laba bersih sebelum pajak komersial Rp. 500.000.000,b. Bunga deposito Rp. 20.000.000,c. Sumbangan untuk perayaan 17 Agustus 2008 sebesar Rp. 5.000.000,d. Aset tetap yang dimiliki terdiri atas Aset Tanah Tahun perolehan 2003 Harga perolehan 400.000.000 800.000.000 200.000.000 Masa ManfaatMasa (komersial) 20 tahun 5 tahun (fiskal) 20 tahun 4 tahun ManfaatMetode Penyusutan Garis lurus Garis lurus Garis Lurus

Bangun 2003 an 2003 Inventar is

Beban penyusutan inventaris adalah : Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Komersial 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 Fiskal 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000

PAJAK TANGGUHAN (DEFERRED TAXES)

Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh Terutang dengan Beban Pajak dimaksud sepanjang yang menyangkut perbedaan temporer, hendaknya dilakukan pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan komersial, dalam akun pajak tangguhan (deferred tax) baik asset pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhannya. 1. Alokasi Pajak Interperiode (Interperiod Tax Allocation) Pendirian yang berlaku umum bagi akuntansi bahwa beban pajak penghasilan merupakan biaya yang seharusnya disandingkan dengan penghasilan yang bersangkutan. Proses yang mengkaitkan antara beban pajak penghasilan dengan penghasilan yang bersangkutan dikenal sebagai alokasi pajak (tax allocation). Baik alokasi pajak interperiode maupun alokasi pajak intraperiode, sesungguhnya merupakan aplikasi dari konsep let the tax follow the income. Berikut ini diberikan ilustrasi berkenaan dengan bagaimana mekanisme terjadinya alokasi interperiode. Misalkan perbedaan yang terjadi antara penghasilan sebelum pajak dan penghasilan kena pajak, hanya disebabkan oleh metode penyusutan yang berbeda antara penyusutan komersial dengan penyusutan fiscal. Penyusutan komersial menggunakan metode garis lurus sedangkan penyusutan fiscal menggunakan metode saldo ganda menurun. Apabila diketahui: Harga perolehan mesin adalah Rp 10.000.000.000 Masa manfaatnya 4 (empat) tahun Tidak terdapat nilai residu Penghasilan Sebelum Pajak dan Penghasilan Kena Pajak, sebelum Pajak Penghasilan dan Penyusutan adalah sebesar Rp 10.000.000.000 setiap tahun

Beban Pajak setiap tahun dihitung berdasarkan Penghasilan Sebelum Pajak sebesar Rp 7.500.000.000 setelah dikurangi penyusutan sebesar Rp 2.500.000.000

Tarif Pajak 30%

Akuntansi Uraian Tahun 1-4 (Rp) Penghasilan sebelum penyusutan dan PPh penyusutan Penghasilan sebelum pajak Beban Pajak (kini) pajak terutang pajak 2.250 Penghasian kena 10.000 (2.500)

Pajak

ke Tahun ke-1 Tahun ke- Tahun ke- Tahun ke-4 (Rp) 10.000 (5.000) 2 (Rp) 10.000 (2.500) 3 (Rp) 10.000 (1.250) (Rp) 10.000 (1.250)

Beban 7.500 5.000 7.500 8.750 8.750

1.500

2.250

2.625

2.625

Jurnal gabungan antara pajak kini dan pajak tangguhan (jurnal 1) Beban pajak Pajak tangguhan Pajak tangguhan Pajak terutang (kini) 2.250 750 1.500 2.250 2.250 2.250 375 2.625 2.250 375 2.625

Jurnal terpisah antara pajak kini dan pajak tangguhan (jurnal 2) Beban pajak Pajak tangguhan (kini) Beban pajak Pajak tangguhan Pajak tangguhan Beban pajak Tahun ke-1 Dalam tahun ini Pajak Penghasilan kini yang terutang adalah sebesar Rp 1.500 juta (jt). Perbedaan antara Beban Pajak sebesar Rp 2.250 jt (0,3 x Rp 7.500 jt) dengan Pajak Terutang sebesar Rp 1.500 jt (0,3 x Rp 5.000 jt) dikreditkan ke akun Pajak Tangguhan. Jumlah yang dikreditkan tersebut adalah sama dengan selisih antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak yang disebabkan oleh perbedaan temporer dikalikan dengan tarif pajak, Rp[ 750 jt = 0,3 (7.500 jt 5.000 jt)] Tahun ke-2 Jumlah Penghasilan Sebelum Pajak dalam tahun ini sama besarnya dengan jumlah Penghasilan Kena Pajak, sehingga tidak terdapat pajak penghasilan tangguhan, karena tidak adanya perbedaan temporer antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak. Akun Pajak Penghasilan Tangguhan pada akhir tahun ke-2 berjumlah Rp 750 juta yang merupakan perbedaan temporer kumulatif antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak dikali dengan tarif pajak, Rp [ 750 jt = 0,3 (7.500 jt + 7.500 jt 5.000 jt -7.500 jt)] 1.500 1.500 750 750 2.2502.25 2.625 0 2.625 375 375 2.625 2.625 375 375

Tahun ke-3 Dalam tahun ini perbedaan temporer menjadi terbalik, karena

Penghasilan Kena Pajak lebih besar dari Penghasilan Sebelum Pajak. Penyusutan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Pajak (Rp 2.500 jt) lebih besar apabila dibandingkan dengan penyusutan yang dihitung berbasis Penghasilan Kena Pajak (Rp 1.250 jt). Pajak Penghasilan Terutang sebesar Rp 2.625 jt pun akan lebih besar dari Beban Pajak yang hanya berjumlah Rp 2.250 jt. Selisih sebesar Rp 375 jt [ 0,3 (7.500 jt 8.750 jt)] didebit dalam akun Pajak Penghasilan Tangguhan. Jumlah ini merupakan sebagian dari Pajak Penghasilan terutang yang tersedia di tahun ke-1 dan tahun ke-2. Tahun ke-4 Dalam tahun ini dilakukan jurnal yang sama dengan tahun ke-3 untuk saldo Pajak Penghasilan Tangguhan sebesar Rp 375 jt. Pada akhir tahun ke-4 jumlah akumulasi penyusutan akan menjadi sama antara penyusutan berbasis Penghasilan Sebelum Pajak dengan penyusutan berbasis Penghasilan Kena Pajak dan akun Pajak Penghasilan Tangguhan pun akan menjadi nihil, karena tidak terdapat lagi perbedaan temporer antara Penghasilan Sebelum Pajak dan Penghasilan Kena Pajak, sepanjang yang menyangkut penyusutan mesin dimaksud. Jurnal yang terdapat pada bagian bawah menunjukkan cara alternative yang dapat dilakukan dalam rangka pencatatan Pajak Penghasilan Terutang. Baik jurnal yang pertama (jurnal ke-1) maupun jurnal terakhir (jurnal ke-2) menunjukkan hasil yang sama. Pada jurnal ke-1, baik Pajak Penghasilan Terutang Kini maupun Pajak Penghasilan Tangguhan, dijurnal dalam satu jurnal, sedangkan jurnal ke-2 memperlihatkan jurnal yang terpisah antara jurnal Pajak Penghasilan Terutang Kini dengan Pajak Penghasilan Tangguhan. Pada jurnal ke-2 lebih memperjelas bagaimana keterkaitan Pajak Penghasilan terutang dengan perbedaan temporer yang selanjutnya dialokasikan pada tahun-tahun berikutnya.

Pada tahun ke-1, pada saat munculnya perbedaan temporer antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak, terlihat bahwa Beban Pajak lebih besar bila dibandingkan dengan Pajak Terutang Kini yang berakibat dengan dikreditnya akun Pajak Tangguhan. Pada tahun ke-2, pad saat tidak terdapat perbedaan temporer (nihil) dan jumlah Beban Pajak sama besar dengan jumlah Pajak Terutang Kini, yang berakibat tidak terdapat Pajak Tangguhan. Pada tahun ke-3 dan ke-4, pada saat perbedaan temporer menunjukkan keadaan yang sebaliknya dengan keadaan pada tahun ke-1 dan ke-2, yaitu Beban Pajaknya lebih kecil bila dibandingkan dengan Pajak Terutang Kini, maka akibatnya akun Pajak Tangguhan akan didebit. Dapat disimpulkan bahwa proses alokasi pajak interperiode, tidak lain merupakan pergeseran beban pajak akibat dari perbedaan temporer yang muncul di tahun ke-1 dan terpulihkan pada tahun ke-3 dan ke-4. Sebagai konsekuensi dari perhitungan pajak tangguhan tersebut akan muncul akun alokasi pajak interperiode yang mencatat perbedaan temporer yang mempengaruhi hasil tahun berjalan. Efek pajak terhadap kejadian masa yang akan dating hendaknya tercermin dalam tahun terjadinya kejadian tersebut. 2. Metode Alokasi Pajak Interperiode Metode alokasi pajak interperiode dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
Deferral method (metode pajak tangguhan)

Liability method (metode kewajiban) Net-of-tax method (metode pajak neto)

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 46) di antara ketiga metode tersebut, hanya deferral method (metode pajak tangguhan) yang

diperkenankan

digunakan.

Terpilihnya

metode

pajak

tangguhan

untuk

digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, karena secara umum dapat dikatakan bahwa metode ini memasukkan alokasi perbedaan temporer yang komprehensif dan bukan alokasi perbedaan temporer yang parsial. Selain daripada itu, keunggulan dan kelemahan dari metode ini adalah:
1) Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa

besar penghematan pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan pada periode mendatang. 2) Metode pajak tangguhan lebih objektif bila dibandingkan dengan metode kewajiban. 3) Baik metode pajak tangguhan maupun metode kewajiban

mengungkapkan secara terpisah berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan laba-rugi perusahaan. 4) Kelemahan yang serius dari metode pajak tangguhan adalah tidak terdapatnya konsep mendasar atau teori yang rasional yang mempermasalahkan kredit pajak tangguhan.

3. Metode Pajak Tangguhan Perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode pajak tangguhan, cenderung penekanannya kepada berapa besar pajak yang dapat dihemat pada saat ini. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak pada saat munculnya perbedaan temporer tersebut, untuk selanjutnya dihitung berapa besar beban pajaknya. Apabila terjadi perubahan tarif pajak pada periode berikutnya atau adanya pengenaan pajak baru, hal ini tidak akan mengubah jumlah pajak tangguhan yang telah dihitung tersebut. 4. Metode Kewajiban (Liability Method)

Metode ini, memperhitungkan bahwa jumlah pajak penghasilan yang akan dibayar pada saat perbedaan temporer terpulihkan, dicatat sebagai kewajiban dalam neraca perusahaan. Kewajiban tersebut akan berkurang pada periode mendatang, pada saat pajak penghasilan terutang lebih besar dari beban pajak. Perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode ini lebih ditekankan kepada berapa besar pajak penghasilan yang akan dibayar pada periode mendatang. Tarif pajak yang digunakan untuk perhitungan pajak tangguhan terpulihkan didasarkan kepada tarif pajak yang efektif pada saat terpulihkan tersebut terjadi. Agar konsisten dengan kewajiban jangka panjang lainnya, perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode ini seharusnya menggunakan metode nilai tunai terhadap perkiraan pengeluaran kas yang akan datanguntuk keperluan perhitungan pajak tangguhan. 5. Metode Pajak Neto (Net-of-Tax Method) Metode ini memperhitungkan efek pajak yang muncul pada saat terjadinya perbedaan temporer, baik perhitungannya dengan menggunakan metode pajak tangguhan maupun perhitungannya didasarkan pada liability method. Efek pajak tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian terhadap nilai individu asset suatu kewajiban yang bersangkutan yang berkaitan dengan penghasilan atau beban. Sebagai contoh, mesin yang dibeli dengan harga Rp 10.000 juta, dapat dianggap sebagai penyediaan dua macam keuntungan masa mendatang, yaitu: Keuntungan karena pengguanaan mesin untuk menghasilkan suatu produk.

Keuntungan

karena penyusutannya dapat dikurangkan sebagai biaya

perusahaan dan dengan demikian berarti terdapat penghematan pajak akibat dapat dikurangkannya penyusutan tersebut sebagai biaya. Apabila diasumsikan tarif pajak adalah 30%, maka hal ini berate penyediaan keuntungan dari jumlah harga perlolehan sebesar Rp 10.000 juta tersebut, dapat dirinci sebagai berikut: Jumlah sebesar Rp 7.000 juta terkait dengan keuntungan

penggunaan jasa produksi masa mendatang, sedang Jumlah sebesar Rp 3.000 juta terkait dengan keuntungan dapat dihematnya pajak masa mendatang. Jumlah sebesar Rp 7.000 juta tersebut dapat dialokasikan pada periode mendatang sebagai beban penyusutan, dan tidak mempermasalahkan metode penyusutan apa yang akan digunakan, apakah metode garis lurus atau metode saldo menurun atau metode lainnya. Demikian pula halnya, jumlah sebesar Rp 3.000 juta tersebut diakui sebagai penghematan pajak yang akan terrealisir pada saat diakuinya beban penyusutan tersebut. Apabila diasumsikan jumlah Rp 7.000 juta dialokasikan dengan jumlah yang sama besarnya selama masa manfaat asset yang bersangkutan, maka jumlah penghematan pajak sebesar Rp 3.000 juta akan terrealisir pada saat penyusutan dilakukan dengan menggunakan metode saldo ganda menurun. 6. Kewajiban Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan GAAP Handbook of Polices dan Procedures, 2001 (hal 783) menyebutkan bahwa prnggunaan the asset and liability method (selanjutnya disebut the liability method), mengharuskan pendekatannya berorientasi pada neraca, karena pada dasarnya sasaran yang ingin diperlihatkan di sini, berapa sesungguhnya taksiran pajak yang akan dibayar pada periode yang akan dating. terhadap Untuk keperluam itu hendaknya diterapkan akuntansi yang komprehensif, yang berarti bahwa harus dipertimbangkan semua efek pajak semua penghasilan, biaya/pengeluaran, keuntungan maupun

kerugian, dan hal-hal lain yang menimbulkan perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keungan fiscal, sehingga dengan demiklan yang dimaksud dengan beban pajak mencakup jumlah pajak yang terutang ditambah dengan dampak pajak akibat perbedaan temporer. Baik Kewajiban Pajak Tangguhan maupun Aset Pajak Tangguhan dapat terjadi, dalam hal-hal sebagai berikut:

Penghasilan Sebelum Pajak > Penghasilan Kena Pajak Pajak (PSP) (PKP) (KPT)

Kewajiban

Tangguhan

Penghasilan Sebelum Pajak < Penghasilan Kena Pajak (PSP) (PKP) (KPT)

Aktiva Pajak Tangguhan

6.1 Kewajiban Paak Tangguhan Diasumsikan bahwa Penghasilan Sebelum Pajak dan Penghasilan Kena Pajak Sebelum Akumulasi Penyusutan (SAP), sama besarnya, yaitu Rp 200.000.000. Penyusutan menurut pembukuan perushaan yang menggunakan metode garis lurus berjumlah Rp 200.000.000 sedang penyusutan untuk keperluan perpajakan, yang menggunakan metode saldo ganda menurun

berjumlah Rp 30.000.000. Apabila besarnya tariff pajak adalah 30%, maka perhitungan dan jurnal atas data tersebut di atas menjadi sebagai berikut:

Uraian

Basis Akuntansi (Rp) (a)

Basis Pajak (Rp) (b)

Penghasilan Sebelum Pajak SAP Penghasilan Kena Pajak SAP Akumulasi Penyusutan Dasar Pengenaan Pajak Tarif Beban Pajak Pajak Terutang 30% 000) 0.000

200.00 200.000. 000 (20.000. 000) 180.000 .000 000 170.000. (30.000.

30% 54.000

.000 000

51.000.

Kewajiban Pajak Tangguhan

a-b

Rp

3.000.000

Beban Pajak Pajak Terutang Kewajiban Pajak Tangguhan

Rp 54.000.000 Rp 51.000.000 3.000.000

6.2 Aktiva Pajak Tangguhan Aset pajak tangguhan dapat dihitung dengan cara mengalikan

perbedaan temporer dengan tariff pajak yang berlaku pada saat perbedaan tersebut terpulihkan. Asset pajak tangguhan neto akan dicatat sebagai keuntungan pajak yang diperkirakan terealisasi di masa mendatang. Asset pajak tangguhan bruto akan berkurang jumlahnya, apabila ada penyisihan penilaian yaitu semacam perkiraan kontra yang terjadi apabila asset pajak tangguhan bruto tidak seluruhnya terrealisasi, atau dengan perkataan lain asset pajak tangguhan neto merupakan jumlah yang terrealisasi saja. Apabila 350.000.000 diasumsikan diperkirakan terdapat akan perbedaan lebih temporer dari sebesar Rp

500.000.000, tarid pajak sebesar 30% dan keuntungan pajak sejumlah Rp terealisasi 50%nya, maka pencatatan asset pajak tangguhan ni neraca sebagai berikut:

Asset pajak tangguhan bruto: 0,3 x Rp 500.000.000 150.000.000 Rp Kurang: Penyisihan Penilaian: 0,3 x Rp 150.000.000 (45.000.000)

Aset pajak tangguhan: 0,3 x Rp 350.000.000

Rp 105.000.000

Apabila diasumsikan terdapat perbedaan temporer sebesar Rp 300.000.000, tarif pajak 30% dan seluruh perbedaan temporer diperkirakan lebih dari 50% akan terealiasasi, maka pencatatan asset pajak tangguhan di neraca terlihat sebagai berikut: Asset pajak tangguhan bruto: 0,3 x Rp 300.000.000 Rp 90.000.000

Kurang: Penyisihan Penilaian: 0

Aset pajak tangguhan: 0,3 x Rp 300.000.000

Rp

90.000.000

7. Kompensasi Kerugian

Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 17 Tahun 2000, menyebutkan: Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. Contoh: PT ABUNIDAL dalam tahun 1995 menderita kerugian fiscal sebesar Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiscal PT ABUNIDAL sebagai berikut:

1996 1997 1998 1999 2000

Laba fiskal Rugi fiskal Laba fiskal Laba fiskal Laba fiskal

200.000.000 (300.000.000) Nihil 100.000.000 800.000.000

Kompensasi kerugian sebagai berikut:

Rugi fiskal tahun 1995 Laba fiskal tahun 1996 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Rugi fiskal tahun 1997 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Laba fiskal tahun 1998 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Laba fiskal tahun 1999 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Laba fiskal tahun 2000 Sisa rugi fiskal tahun 1995

(1.200.000.000) 200.000.000 (1.000.000.000) (300.000.000) (1.000.000.000) Nihil (1.000.000.000) 100.000.000 (900.000.000) 800.000.000 (100.000.000)

Sisa rugi fiscal tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) yangmasih tersisa pada akhir tahun 2000, tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiscal tahun 2001, sedangjan rugi fiscal tahun 1997 sebesar Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiscal tahun 2001 dan tahun 2002, karena jangka waktu 5 (lima) tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada akhir tahun 2002. Oleh karena kompensasi kerugian tersebut di atas berpengaruh terhadap Penghasilan Kena Pajak di masa mendatang, maka efek pajak yang muncul akibat kompensasi kerugian tersebut merupakan penghematan pajak masa mendatang. Realisasi keuntungan pajak masa depan tersebut sangat tergantung kepada Penghasilan Kena Pajak masa mendatang yang prospeknya sulit diramalkan atau dengan perkataan lain mengandung ketidakpastian yang sangat tinggi.

Apabila keuntungan pajak akibat kompensasi kerugian tersebut dapat direalisasikan beberapa tahun kemudian, hal ini diklasifikasikan sebagai the income enabling recognition yang akan mengurangi beban pajaknya. Keuntungan pajak akibat kompensasi kerugian di tahun realisasinya memperlihatkan angka-angka sebagai berikut:

Beban Kurang:

pajak

(tanpa

kompensasi 50.000.000

kerugian) Penurunan kerugian PPh tahun terutang lalu akibat 30.000.000 yang 20.000.000

dikompensasikan tahun ini Saldo

Selanjutnya untuk mencatat beban pajak/asset pajak tangguhan akibat kompensasi kerugian pada contoh perhitungan kompensasi tersebut di atas, terlihat sebagai berikut: Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Uraian Rugi fiskal Laba fiskal 1995 Rugi fiskal 1995 (1.200.000.000) 200.000.000 (300.000.000) (1.000.000.000) (1.000.000.000) Beban pajak/Aset pajak tangguhan 342.500.000 42.500.000 300.000.000 72.500.000 300.000.000 Nihil

Sisa rugi fiskal tahun (1.000.000.000)

Sisa rugi fiskal tahun Nihil

300.000.000 Laba fiskal Sisa rugi fiskal tahun 100.000.000 1995 (900.000.000) 800.000.000 Laba fiskal 1995 Laba fiskal Sisa rugi fiskal tahun 1995 Penyisihan penilaian Sisa rugi fiskal tahun 1995 100.000.000 Nihil 222.500.000 65.000.000 65.000.000 Nihil Sisa rugi fiskal tahun 100.000.000 12.500.000 287.500.000

Saldo beban pajak/asset pajak tangguhan sebesar Rp 65.000.000 merupaan saldo kompensasi kerugian sebesar Rp 100.000.000 yang tidak dapat dikompensasikan lagi. Apabila jumlah Rp 100.000.000 dikalikan dengan tarif pasal 17, maka akan didapat jumlah sebesar Rp 12.500.000. Selisih sebesar Rp 52.500.000 (65.000.000-12.500.000) merupakan perbedaan dasar perhitungan lapisan kena pajak pada tahun terjadinya kerugian (1995) dengan lapisan kena pajak tahun realisasi (1996,1999,2000), yaitu masing-masing pada setiap tahun realisasi sebesar Rp 17.500.000 (30.000.000-12.500.000). Apabila jumlah Rp 17.500.000 tersebut dikalikan dengan 3 (tiga) maka akan diperoleh jumlah Rp 52.500.000 tersebut. Untuk jelasnya dapat terlihat pada ekshibit berikut ini:

Tahun

realisasi Perhitungan beban pajak/aset pajak tangguhan atas dasar tarif/tahun yang menimbulkan selisih 30% 1995 (Rp) 10% & 15% 1996,1999,2000 (Rp) 12.500.000 12.500.000 12.500.000 37.500.000 Selisih (Rp) 17.500.000 17.500.000 17.500.000 52.500.000

kompensasi kerugian

1996 1999 2000 Jumlah

(laba (laba (laba

Rp 30.000.000 30.000.000 Rp 30.000.000 90.000.000 Rp

200.000.000) 100.000.000) 800.000.000)

Jurnal kompensasi kerugian tersebut, adalah sebagai berikut:

1995 Asset pajak tangguhan Beban pajak (keuntungan pajak karena kompensasi kerugian) 42.500.000 1996 Beban pajak Asset pajak tangguhan 1997 Aset pajak tangguhan Beban pajak (keuntungan pajak karena kompensasi kerugian) 72.500.000 72.500.000 42.500.000 342.500.000 342.500.000

12.500.000 1998 : nihil 1999 Beban pajak Asset pajak tangguhan 2000 Beban pajak Asset pajak tangguhan Penyisihan penilaian (atas asset pajak tangguhan yang tidak dapat dikompensasikan) 222.500.000 65.000.000

287.500.000

12.500.000

Penyebab perbedaan yang terjadi antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak dan secara potensial juga mnyebabkan perbedaan antara Beban Pajak Penghasilan dengan Pajak Penghasilan Terutang, dapat dikategorikan dalam lima kelompok berikut ini: 1. Perbedaan Permanen/Tetap (Permanent Differences) 2. Perbedaan Differences) 3. Kompensasi Kerugian (Operating Loss Carryforwards) 4. Kredit Pajak Investasi (Investment Tax Credit) 5. Alokasi Pajak Intraperiode (Intraperiod Tax Allocation) Waktu/Sementara (Timing Differences-Temporary

BAB III KESIMPULAN


Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, jumlah pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan peraturan perundangundangan pajak yang berlaku.

Pajak kini adalah beban pajak penghasilan perusahan yang dihitung berdasarkan tariff pajak penghasilan dikalikan dengan laba fiscal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar sesuai dengan ketentuan perpajakan. Ada tujuh cara dalam perhitungan pajak tangguhan, yaitu: Alokasi Pajak Interperiode (Interperiod Tax Allocation) Metode Alokasi Pajak Interperiode Metode Pajak Tangguhan Metode Kewajiban (Liability Method) Metode Pajak Neto (Net-of-Tax Method) Kewajiban Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan Kompensasi Kerugian

Você também pode gostar