Você está na página 1de 13

JAKARTA, suaramerdeka.com - Penyelidikan kasus pengucuran dana talangan Bank Century telah dilakukan lebih dua tahun.

dan hingga kini belum ada tanda-tanda kasus tersebut akan naik ke tahap penyidikan. Namun, Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas mengaku ada perkembangan dalam penyelidikan kasus dana talangan senilai Rp6,7 triliun itu. "Ada lah perkembangan baru," ujar Busyo tanpa mau menjelaskan perkembangan yang dimaksud. Busyro hanya mengungkapkan bahwa tidak lama lagi pihaknya akan melaporkan perkembangan penyelidikan tersebut kepada Tim Pengawas Century di DPR RI. "Ada lah nanti kami laporkan ke DPR, tidak lama lagi, ke timwas," ujarnya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap 86,82 juta transaksi. Dari jumlah tersebut lalu dilakukan analisis dengan menggunakan kriteria nilai transaksi di atas Rp 400 juta atau yang dianggap tak wajar. Dari kriteria itu, lalu ditemukan 469.067 transaksi tak wajar. Penelitian lebih lanjut menemukan terdapat 2.828 nasabah dengan 4000 rekening yang perlu didalami lebih lanjut. Secara keseluruhan dari tujuh sasaran pemeriksaan, rata-rata sudah diselesaikan 60 persen yang meliputi sejumlah hal seperti surat-surat berharga, pemberian kredit, letter of credit, dan soal PT. Antaboga Delta Sekuritas. BPK juga telah melakukan audit dalam kasus Bank Century pada 2008 lalu. Hasil audit tersebut menyebut adanya sembilan temuan dugaan pelanggaran hukum dalam kasus bailout Bank Century. Hasil temuan ini juga menjadi dasar pengajuan hak angket oleh DPR tahun 2008 lalu. Temuan tersebut adalah, Bank Indonesia (BI) tidak tegas dan hati-hati menerapkan aturan akuisisi, BI tidak tegas atas pelanggaran Bank Century pada 2005-2008, BI diduga mengubah persyaratan CAR supaya Bank Century bisa memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, Keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan terkait penanganan Century tidak berdasarkan data yang lengkap, mutakhir, dan terukur. Kemudian Kelembagaan Komite Koordinasi saat penyerahan Bank Century 21 November 2008 belum dibentuk berdasarkan UU dan Lembaga Penjamin Simpanan diduga merekayasa peraturan supaya Bank Century memperoleh tambahan dana Temuan BPK juga menyatakan, selama Century dalam pengawasan khusus, ada penarikan dana Rp 938,6 miliar yang melanggar aturan BI dan dana talangan disalahgunakan Robert Tantular. Terakhir BPK menyatakan, pemegang saham, pengurus, dan pihak terkait diduga melakukan praktik perbankan tidak sehat.

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/05/22/119068/KPK-Klaim-AdaPerkembangan-Kasus-Century

EMBAHASAN KASUS PT. KERETA API INDONESIA Kasus PT. KAI bermuara pada perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Komisaris yang merangkap sebagai Ketua Komite Audit dimana Komisaris tersebut menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat atas 4 (empat) hal, yaitu : 1. Masalah piutang PPN. Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor. Manajemen menganggap bahwa pemberian jasa yang dilakukannya tidak kena PPN, namun karena Dirjen Pajak menagih PPN atas jasa tersebut, PT. KAI menagih PPN tersebut kepada pelanggan. 2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan. Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha. 3. Masalah persediaan dalam perjalanan. Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005. 4. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYBDS) dan Penyertaan Modal Negara (PMN). BPYBDS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.

Pertanyaan mendasar yang menjadi fokus perhatian bersama adalah apakah auditor eksternal telah

menjalankan tugasnya sesuai standar-standar yang berlaku (PSAK dan SPAP)? Lebih jauh lagi apakah auditor eksternal telah berkomunikasi dengan Komite Audit, dan apakah komunikasi tersebut efektif ? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi mengenai peran dan tanggung jawab Komisaris, beserta organnya Komite Audit dalam proses good corporate governance di perusahaan, baik BUMN maupun swasta. Menurut teori dan best practices dalam good corporate governance, Dewan Komisaris dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya memiliki 3 fungsi, yaitu : 1. Advising. Memberi nasehat bagaimana seharusnya Direksi bersikap. Oleh sebab itu sebaiknya Dewan Komisaris terdiri dari beberapa latar belakang. 2. Protecting. Melindungi perusahaan dari sesuatu yang tidak diharapkan. Misalnya : memberikan argumentasi dan pendapat independen yang kuat atas sesuatu yang dapat merugikan perusahaan dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip GCG. 3. Supervising. Mengawasi pengelolaan perusahaan agar mampu menciptakan value yang optimal bagi stakeholders. Peran vital yang dijalankan oleh Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris dalam 3 hal tersebut diatas, yaitu advising, supervising dan protecting (dengan cara memberikan analisis bagaimana memproteksi perusahaan). Hal terpenting yang harus dipahami adalah bahwa Komite Audit tidak memiliki suara untuk mengatasnamakan perusahaan sehingga tidak diperkenankan berbicara di luar perusahaan. Karena Komite Audit merupakan tools Dewan Komisaris dengan demikian yang berhak untuk berbicara adalah Dewan Komisaris. Khusus dalam proses audit, Komite Audit memainkan peranan yang sangat penting dalam : 1. Mereview audit plan 2. Mendiskusikan penunjukan auditor eksternal. Pada saat proses lelang, Komite Audit harus sudah ikut untuk melihat apakah auditor eksternal layak dipilih dan melihat fairness proses pemilihan. Yang akan bicara kepada Direksi adalah Dewan Komisaris, bukan Komite Audit. Jangan sampai Komite Audit over duties (berlebih-lebihan). 3. Mereview transaksi-transaksi besar untuk dilaporkan kepada Dewan Komisaris, kemudian Dewan Komisaris berkomunikasi dengan Direksi. Agar pengawasan Dewan Komisaris dapat berjalan dengan baik, Komite Audit dapat membantu Dewan Komisaris untuk memberikan nasehat dengan cara :

1. Mereview sistem internal control, ada pemisahan fungsi atau tidak (internal control setting) bagus atau tidak. Hal ini dilaporkan kepada Dewan Komisaris. 2. Komunikasi antara Komite Audit, Dewan Komisaris dan manajemen. Seharusnya Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam menelaah/mereview laporan manajemen karena tidak selalu 100 % laporan keuangan dipahami oleh Dewan Komisaris, terutama karena latar belakang yang bukan keuangan. Jadi fungsi Komite Audit adalah mentransformasikan angka-angka kedalam suatu bentuk usulan kepada Dewan Komisaris agar Dewan Komisaris dapat memberikan advise kepada Direksi.

Kasus PT. KAI menarik untuk dicermati karena kasus ini dapat terjadi di perusahaan lainnya. Apapun permasalahan yang terjadi apabila diantara Direksi dan Komisaris terjadi perbedaan pendapat yang rugi adalah perusahaan, dimana social and political costnya sangat tinggi. Selain itu masing-masing pihak yang sedang berselisih pendapat (yaitu Direksi maupun Komisaris) akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu sehingga akan sangat merugikan perusahaan, yang pada akhirnya akan mengganggu keberlangsungan (sustainability) perusahaan. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah karena rumitnya laporan keuangan PT. KAI. Hal ini karena terdapat ratusan stasiun, puluhan depo dan gudang yang seluruhnya memiliki laporan keuangan yang terpisah, sehingga yang berpotensi menyebabkan masalah maupun perbedaan pendapat di kemudian hari. Hal ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa baru sebagian kecil proses akuntansi dilaksanakan dengan komputer. Sebenarnya sistem akuntansi PT. KAI cukup modern untuk penyusunan laporan keuangan dan informasi manajemen, namun karena kedua hal tersebut diatas maka sistem akuntansi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Keterkaitan antara realisasi anggaran dengan akuntansi juga merupakan masalah yang rumit karena sistem otorisasi anggaran yang kompleks. Kenyataan lain yang turut mendorong terjadinya kasus laporan keuangan PT. Kereta Api adalah bahwa proses akuntansi dan laporan keuangan adalah hanya urusan bagian akuntansi, unit lain kurang terlibat dan tidak memiliki sense of belonging, sehingga hal ini jelas menyulitkan bagi bagian akuntansi. Selain beberapa hal teknis tersebut diatas, beberapa hal yang diidentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT. Kereta Api adalah : 1. Auditor Internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya Auditor Eksternal. 2. Komite Audit tidak ikut dalam proses penunjukan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit. 3. Manajemen (termasuk auditor internal) tidak melaporkan kepada Komite Audit dan Komite Audit juga tidak menanyakannya.

4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga ketika Komite Audit mempertanyakannya manajemen merasa tidak yakin. Beberapa aktifitas bisnis PT. Kereta Api yang juga berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari adalah : Adanya transaksi antara PT. Kereta Api dan Negara yang kebijakan dan sistem perhitungannya belum dipahami dan disepakati dengan baik (PSO : Public Service Obligation, IMO : Infrastructure Maintenance and Operation, TAC : Track Access Charges) Transaksi masa sebelumnya yang masih belum terselesaikan (BPYBDS, perubahan status perusahaan) Perubahan peraturan pemerintah (termasuk peraturan perpajakan) Penyelesaian Past Service Liability /PSL Pensiun Pegawai RUU Perkeretaapian dengan kemungkinan Unbundling dari aktifitas perusahaan dan keikutsertaan swasta SOLUSI DAN REKOMENDASI

Dengan pembahasan kasus audit umum PT. Kereta Api Indonesia, beberapa pelajaran berharga dapat dipetik dari kasus tersebut, diantaranya adalah : Pertama, perselisihan antara Dewan Komisaris dan Direksi sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih elegan. Apabila Dewan Komisaris merasa Direksi tidak capable memimpin perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti Direksi. Hal ini akan jauh lebih baik dan tentunya mampu menghindarkan perusahaan dari social cost yang tidak perlu. Social cost seringkali timbul karena public judgement yang sudah terlanjur dijatuhkan dan seringkali public judgement ini tidak fair bagi perusahaan. Kedua, Dewan Komisaris merupakan suatu dewan, sehingga akan sangat ideal apabila Dewan Komisaris mempunyai satu orang juru bicara yang mengatasnamakan seluruh Dewan Komisaris sehingga Dewan Komisaris memiliki satu suara. Namun demikian bukan berarti tidak diperkenankan adanya perbedaan pendapat dalam Dewan Komisaris. Perbedaan pendapat diakomodir dengan jelas dalam dissenting opinion yang harus dicatat dalam risalah rapat. Untuk itulah perlunya kebijaksanaan (wisdom) dari anggota Dewan Komisaris untuk memilah-milah informasi apa saja yang merupakan public domain dan informasi yang merupakan private domain. Hal ini terkait dengan pelaksanaan prinsip GCG yaitu transparansi, karena transparansi bukan berarti memberikan seluruh informasi perusahaan kepada semua orang, namun harus tepat sasaran dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

Ketiga, sesuai dengan SA 380, Komunikasi Auditor Eksternal dengan Komite Audit merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses audit suatu perusahaan. Kasus PT. Kereta Api merupakan cerminan bahwa komunikasi yang intens antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit sangat diperlukan. Kendala komunikasi yang dihadapi pada kasus PT. Kereta Api salah satunya dipicu oleh adanya pergantian anggota Komite Audit pada saat pelaksanaan audit. Auditor eksternal mengalami hambatan karena terdapat kekosongan beberapa bulan sebelum anggota Komite Audit yang baru diangkat. Keempat, komunikasi antara Komite Audit dengan Internal Auditor yang belum tercipta dengan baik merupakan salah satu faktor yang turut memiliki andil dalam memicu kasus ini. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan. Sebagai ilustrasi mengenai kurangnya komunikasi antara Komite Audit dan Auditor Internal, sejak Komite Audit aktif September 2005, sampai dengan saat ini belum pernah satu kalipun terjadi komunikasi antara Komite Audit dengan Auditor Internal untuk proses audit tahun buku 2006. Kelima, terkait dengan prinsip konsistensi yang harus diterapkan dalam akuntansi, perlu ditekankan bahwa pelaksanaan prinsip konsistensi dengan tetap berpegang pada pengetahuan dan prinsip akuntansi yang berlaku. Dengan demikian bukan berarti kebijakan akuntansi yang telah dilakukan tahun lalu akan dianggap konsisten apabila tahun ini tetap dilakukan. Keenam, beberapa hal teknis yang pelru dipertimbangkan untuk dikembangkan adalah PSAK yang khusus mengatur mengenai PSO (Public Service Obligation), IMO (Infrastructure Maintenance and Operation), TAC (Track Access Charges) dan BPYBDS serta komputerisasi akuntansi dan penyederhanaan chart of account atau penyederhanaan sistem akuntansi.

Khusus untuk PT. Kereta Api, beberapa masukan yang dapat diterapkan untuk memperbaiki kondisi yang telah terjadi saat ini adalah : 1. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal. 2. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang

dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana. 3. Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. 4. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi. 5. Komite Audit berperan aktif dalam melakukan risk mapping, mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi. 6. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure. 7. Komite Audit menjembatani agar semua pihak di perusahaan terlibat aktif dalam pengawasan. Kunci untuk merekatkan semua pihak dijalankan oleh Auditor Internal yang berkomunikasi intens dengan Komite Audit. Pembelajaran menarik dalam aspek public governance pada kasus ini adalah mengenai Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYBDS). Sebagai perwakilan pemegang saham (yaitu Pemerintah), departemen teknis terkait dan Kementerian BUMN seharusnya tegas dalam menentukan BPYBDS ini, apakah merupakan penyertaan modal atau hutang. Fakta yang terjadi saat ini adalah BPYBDS statusnya tetap dibiarkan tidak jelas sampai bertahun-tahun sehingga nilainya di beberapa BUMN mencapai triliunan rupiah. Hal ini jelas akan berpotensi menimbulkan masalah di masa yang akan datang, karena akan menyulitkan perusahaan dalam mengelompokkannya, apakah termasuk aset atau kewajiban (liability). Terlepas dari kasus audit umum PT. Kereta Api Indonesia, concern yang mengemuka terkait dengan Auditor Eksternal adalah merebaknya praktek penipuan dan manipulasi yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan Kantor Akuntan Publik yang ada atau memalsukan/membuat nama Kantor Akuntan Publik yang sebenarnya tidak terdaftar sebagai akuntan publik.

Secara prinsip Komite Audit sangat tergantung pada akuntan publik. Terkait dengan praktek penipuan tersebut, untuk meningkatkan citra profesi IAI Kompartemen Akuntan Publik telah membentuk Dewan Review Mutu untuk mereview mutu pekerjaan akuntan publik. Untuk itu peran aktif pengguna jasa akuntan publik sangat dibutuhkan karena hanya dengan pengaduan suatu tindakan penipuan atau manipulasi dapat ditindaklanjuti oleh IAI.

http://zulfikarnashrullah.wordpress.com/

Kasus Kecurangan Yang Ada di Indonesia ( Kasus Nazarudin)


January 2, 2012
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas kembali enggan menyebutkan identitas tersangka baru yang akan ditetapkan KPK dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games. Menurut Busyro, politisi yang akan dijadikan tersangka dalam kasus yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin itu adalah anggota DPR.

Kasus Nazar (Nazaruddin) ini kan kasus politisi. Jadi ya seputaran anggota DPR, ujar Busyro kepada wartawan di Dewan Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (10/11/2011) malam. Busyro mengaku belum mengetahui di komisi berapakah tersangka itu bertugas di DPR. Busyro juga enggan menyebutkan inisial namanya.

Saat ingin melakukan pemeriksaan di KPK hari ini, Nazaruddin secara mengejutkan menyebut Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai orang yang layak menjadi tersangka baru dalam kasusnya. Menurut Nazaruddin, Anas merupakan otak dari kasus korupsi terkait proyek senilai Rp 191 miliar itu.

Menurut Busyro, pernyataan Nazaruddin itu merupakan pernyataan pribadi mantan anggota Komisi III DPR tersebut. Busyro mengatakan, dalam menentukan siapa tersangka tersebut, KPK akan lebih mengutamakan fakta-fakta yang sudah diperoleh tim penyidik KPK.

Harus dengan fakta, itu versi Nazar. Jadi nanti dalam persidangan biasanya ada pengembangan dalam persidangan, jadi bisa juga dari sana. Tetapi plusnya seperti apa saya tidak tahu karena urusan ini bukan prediksi atau ramalan Jawa, tegas Busyro.

KPK menjerat Nazaruddin yang diduga menerima suap berupa cek senilai Rp 4,3 miliar terkait pemenangan PT Duta Graha Indah (PT DGI) sebagai pelaksana proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Sejauh ini, KPK telah memeriksa Anas serta dua anggota Badan Anggaran DPR, Angelina Sondakh dan Wayan Koster, untuk kasus tersebut. KPK juga telah memeriksa Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

Sarbanes Oxley
January 2, 2012
Sarbanes-Oxley (Sarbanes-Oxley Act of 2002, Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002) atau kadang disingkat SOx atau Sarbox adalah hukum federal Amerika Serikat yang ditetapkan pada 30 Juli 2002 sebagai tanggapan terhadap sejumlah skandal akuntansi perusahaan besar yang termasuk di antaranya melibatkan Enron, Tyco International, Adelphia, Peregrine Systems dan WorldCom. Skandal-skandal yang menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnya harga saham perusahaan-perusahaan yang terpengaruh ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham nasional. Akta yang diberi nama berdasarkan dua sponsornya, Senator Paul Sarbanes (D-MD) and Representatif Michael G. Oxley (R-OH), ini disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3 dan oleh Senat dengan suara 99-0 serta disahkan menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush.

Perundang-undangan ini menetapkan suatu standar baru dan lebih baik bagi semua dewan dan manajemen perusahaan publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak berlaku bagi perusahaan tertutup. Akta ini terdiri dari 11 judul atau bagian yang menetapkan hal-hal mulai dari tanggung jawab tambahan Dewan Perusahaan hingga hukuman pidana. Sarbox juga menuntut Securities and Exchange Commission (SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untuk menaati hukum ini. Perdebatan mengenai untung rugi penerapan Sarbox masih terus terjadi. Para pendukungnya merasa bahwa aturan ini diperlukan dan memegang peranan penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pasar modal nasional dengan antara lain memperkuat pengawasan akuntansi perusahaan. Sementara para penentangnya berkilah bahwa Sarbox tidak diperlukan dan campur tangan pemerintah dalam manajemen perusahaan menempatkan perusahaan-perusahaan AS pada kerugian kompetitif terhadap perusahaan asing.

Sarbox menetapkan suatu lembaga semi pemerintah, Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB), yang bertugas mengawasi, mengatur, memeriksa, dan mendisiplinkan kantor-kantor akuntan dalam peranan mereka sebagai auditor perusahaan publik. Sarbox juga mengatur masalahmasalah seperti kebebasan auditor, tata kelola perusahaan, penilaian pengendalian internal, serta pengungkapan laporan keuangan yang lebih dikembangkan.

Basel I dan Basel II

January 2, 2012
Basel BASEL I Basel I adalah putaran pertimbangan oleh gubernur bank sentral dari seluruh dunia, dan pada tahun 1988, Komite Basel (BCBS) di Basel , Swiss , menerbitkan satu set persyaratan modal minimal untuk bank-bank. Hal ini juga dikenal sebagai Basel Accord 1988, dan ditegakkan oleh hukum dalam Kelompok Sepuluh (G-10) negara pada tahun 1992. Basel I sekarang luas dipandang sebagai ketinggalan zaman. Memang, dunia telah berubah sebagai konglomerat keuangan, inovasi keuangan dan manajemen risiko telah dikembangkan. Oleh karena itu, satu set pedoman yang lebih komprehensif, yang dikenal sebagai Basel II sedang dalam proses pelaksanaan oleh beberapa negara dan update baru dalam menanggapi krisis keuangan sering digambarkan sebagai Basel III . LATAR BELAKANG Komite ini dibentuk sebagai tanggapan terhadap likuidasi berantakan dari Cologne berbasis bank ( Herstatt Bank ) pada tahun 1974. Pada tanggal 26 Juni 1974, sejumlah bank telah merilis Deutsche Mark (Jerman Markus) ke Bank Herstatt dalam pertukaran untuk pembayaran diserahkan dolar di New York . Pada rekening perbedaan zona waktu , ada lag dalam pembayaran dolar ke counter pihak bank, dan selama kesenjangan ini, dan sebelum pembayaran dolar bisa dilakukan di New York, Bank Herstatt dibubarkan oleh regulator Jerman. I dan Basel II

Insiden ini mendorong G-10 negara untuk membentuk menjelang akhir 1974, Komite Basel pada Pengawasan Perbankan, di bawah naungan Bank of International Settlements (BIS) yang terletak di Basel , Swiss . KERANGKA UTAMA Basel I, yaitu tahun 1988 Basel Accord, terutama difokuskan pada risiko kredit . Aset bank diklasifikasikan dan dikelompokkan dalam lima kategori menurut risiko kredit, membawa bobot risiko nol (untuk negara misalnya rumah utang negara ), sepuluh, dua puluh, lima puluh, dan sampai seratus persen (kategori ini, sebagai contoh, sebagian besar utang perusahaan). Bank dengan kehadiran internasional wajib memiliki modal sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko. Penciptaan credit default swap yang setelah Exxon Valdez insiden membantu bank-bank besar risiko lindung nilai pinjaman dan memungkinkan bank untuk menurunkan risiko mereka sendiri untuk mengurangi beban berat pembatasan ini.

Sejak tahun 1988, kerangka kerja ini telah diperkenalkan secara progresif di negara-negara anggota G-10, saat ini terdiri dari 13 negara, Kerajaan dan Amerika Serikat .

Sebagian besar negara lainnya, saat ini berjumlah lebih dari 100, juga telah diadopsi, setidaknya

dalam nama, prinsip-prinsip yang ditentukan di bawah Basel I. efisiensi dengan yang mereka diberlakukan bervariasi, bahkan dalam negara-negara dari Kelompok Sepuluh. BASEL II Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua, sebagai penyempurnaan Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan untuk menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan regulator perbankan untuk membuat ketentuan berapa banyak modal yang harus disisihkan bank sebagai perlindungan terhadap risiko keuangan dan operasional yang mungkin dihadapi bank.

Pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional seperti ini dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional terhadap masalah yang mungkin timbul sewaktu runtuhnya bank-bank utama atau serangkaian bank. Dalam praktiknya, Basel II berupaya mencapai hal ini dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko dan modal yang ketat yang dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank memiliki cadangan modal yang cukup untuk risiko yang dihadapinya karena praktik pemberian kredit dan investasi yang dilakukannya. Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang dibutuhkan bank untuk menjaga likuiditas bank tersebut serta stabilitas ekonomi pada umumnya. TIGA PILAR Basel II mengusung konsep tiga pilar yaitu persyaratan modal minimum, tinjauan pengawasan, serta pengungkapan informasi. Basel I sebelumnya hanya memperhatikan sebagian dari masingmasing pilar ini. Misalnya, Basel I hanya memperhitungkan risiko kredit secara sederhana, mempertimbangkan sedikit risiko pasar, serta sama sekali tidak menangani risiko operasional. Pilar pertama berkaitan dengan pemeliharaan persyaratan modal (regulatory capital) yang

diperhitungkan untuk tiga komponen utama risiko yang dihadapi bank: risiko kredit, risiko pasar, serta risiko operasional. Jenis risiko lain tidak dianggap layak diperhitungkan pada tahap ini.

Risiko kredit dapat dihitung dengan tiga cara yang berbeda tingkat kerumitannya, yaitu pendekatan standar (standardized approach), Foundation IRB (internal rating-based), dan Advanced IRB. Risiko operasional dihitung dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan dasar (basic indicator approach, BIA), pendekatan standar (standardized approach, STA), serta advanced measurement approach (AMA). Sedangkan pendekatan yang biasanya dipilih untuk perhitungan risiko pasar adalah pendekatan VaR (value at risk).

Pilar kedua menangani tanggapan pengawasan terhadap pilar pertama yang memberikan perkakas lanjut bagi pengawas. Pilar ini juga memberikan suatu kerangka kerja untuk menangani semua risiko lain yang mungkin dihadapi bank, seperti risiko sistemik, risiko pensiun, risiko konsentrasi, risiko strategik, risiko reputasi, risiko likuiditas, serta risiko hukum, yang digabungkan menjadi risiko residu. Pilar ketiga memperbesar pengungkapan yang harus dilakukan bank. Ini dirancang untuk memberikan

gambaran yang lebih baik bagi pasar mengenai posisi risiko menyeluruh bank dan untuk memberikan kesempatan bagi pihak terkait dari bank untuk memberikan harga dan menangani risiko tersebut dengan sepantasnya.

http://andigunawan03.wordpress.com

Askrindo terkuak kasus investasi Rp439 miliar


JAKARTA (bisnis-jabar.com):PT Asuransi Kredit Indonesia terkuak adanya praktik investasi bermasalah senilai Rp439 miliar yang dilakukan sejak Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) memastikan praktik investasi bermasalah PT Askrindo yang ditemukan otoritas pasar modal dan lembaga keuangan sebesar Rp439 miliar merupakan upaya perusahaan asuransi itu untuk mencegah pembayaran klaim penjaminan. Itu sudah lama sejak 2002 mereka lakukan, baru teridentifikasi pada 2006, ujar Ketua Bapepama-LK Nurhaida dalam konferensi pers sore ini di Bapepam-LK. Dia mengatakan sejak 2004, Askrindo mulai melibatkan pihak misalnya manajer investasi dan broker dalam mengelola investasinya. Pernyataan tersebut disampaikan Nurhaida untuk menepis dugaan Bapepam-LK melakukan pembiaran terhadap kasus investasi Askrindo. Dia mengatakan dari nilai Rp439 miliar yang ditemukan, paling besar diduga dititipkan di PT Jakarta Investment berbentuk repo senilai Rp132,75 miliar dan KPD Rp41 miliar, sehingga toal Rp173,75 miliar. PT Harvestindo Asset Management sebesar Rp80 miliar, PT Reliance Asset Management sebesar Rp63,32 miliar berbentuk repo dan KPD. Lalu, dana Askrindo yang dititipkan kepada PT Batavia Prosperindo Financial Services hanya berbentuk repo sebesar Rp6,5 miliar Adapun dana Askrindo yang dititipkan di PT Jakarta Securities sebesar Rp66,11 miliar surat utang negara (SUN) dan repo Rp20 miliar. Sementara itu, Kementerian BUMN menyerahkan sepenuhnya proses penanganan kasus dugaan penyimpangan dana investasi di PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) kepada aparat penegak hukum yang berwenang. Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan kasus dugaan penyimpangan dana nasabah di PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) harus segera diselesaikan secara tuntas menurut ketentuan yang berlaku agar tidak mengganggu kinerja perseroan ke depannya.

Kalau ada penyimpangan harus segera ditindak apakah itu kesalahan oknum pejabat lama, katanya saat ditemui di kantornya, hari ini. Dia menyatakan sampai saat ini dirinya belum mendapatkan laporan detil perihal proses penanganan kasus dugaan penyimpangan dana nasabah di BUMN Asuransi itu. Saya belum tahu sampai dimana prosesnya tapi dibandingkan nanti membebani manajemen, saya harap itu dituntaskan, tegasnya. Askrindo merupakan perusahaan pelat merah yang memiliki bisnis utama penjamin kredit termasuk kredit usaha rakyat (KUR) dan asuransi kredit usaha kecil menengah (UKM). Sebagai penjamin kredit, Askrindo diduga telah menyimpangkan dana investasi Rp500 miliar-Rp1 triliun sejak 2005-2011. Dana itu digunakan untuk menjamin utang jangka pendek di beberapa perusahaan sekuritas. Sebagian dana juga dialirkan ke investasi yang mengandung risiko, yakni investasi gadai saham, reksadana, dan kontrak pengelolaan dana (KPD). Penempatan dana di sejumlah perusahaan Manajer Investasi (MI) dipicu oleh kredit macet yang dialami Askrindo karena membiayai nasabah-nasabah korporat dan menjamin promissory notes yang diterbitkan korporat, bukan UKM. Terkait hal ini, sebanyak 10 perusahaan investasi diduga terlibat sebagai wadah penempatan dana fiktif milik Askrindo. Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya diketahui tengah melakukan penyelidikan terhadap sejumlah perusahaan MI yang terkait dengan Askrindo, antara lain Harvestindo Asset Management, PT Reliance Asset Management dan PT Jakarta Investment.(fsi)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/askrindo-terkuak-kasus-investasi-rp439-miliar

Você também pode gostar