Você está na página 1de 23

PENYAKIT ALZHEIMER

1. PENGERTIAN Penyakit alzheimer atau biasa disebut AD adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku. Penyakit Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia yang paling sering ditemukan di klinik. Demensia adalah gejala kerusakan otak yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir, daya ingat, dan fungsi berbahasa. Hal tersebut membuat pasien demensia kesulitan untuk melakukan aktivitas seharihari. Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati, sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. 2. EPIDEMIOLOGI / INSIDEN KASUS Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.

3. ANATOMI FISIOLOGI a. Sistem saraf pusat terdiri dari: 1. Otak 2. Medula spinalis b. Sistem saraf tepi( perifer)yang membawa pesan ke dan dari syaraf pusat; 1. Susunan sarf somatik 2. Susunan saraf otonom: a. Susunsn saraf simpatis b. Susunan saraf parasimpati Fungsi system neurologis: Menerima informasi (stimulus) internal maupun external melalui syaraf sensori (AFFERENT SENSORY PATHWAY). Mengkomunikasikan : SS Pusat SS Tepi.

Mengolah informasi yang diterima menentukan respon. Mengantar respon secara cepat melalui syaraf motorik (EFFERENT MOTORIK PATHWAY) ke organ2 tubu sebagai kontrol atau modifikasi tindakan.

4. ETIOLOGI Otak merupakan organ yang sangat kompleks. Di otak terdapat area-area yang mengurus fungsi tertentu, misalnya bagian depan berkaitan dengan fungsi luhur seperti daya ingat, proses berpikir dsb, otak bagian belakang berkaitan dengan fungsi penglihatan dan sebagainya. Penyebab yang pasti belum diketahui, Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah : a. gangguan fungsi imunitas b. infeksi virus c. polusi udara/industry d. trauma e. neurotransmiter: berfungsi untuk menyampaikan sinyal antara satu sel otak ke sel otak yang lain. f. defisit formasi sel-sel filament g. presdiposisi heriditer h. kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.

5. PATOFISIOLOGI Alzheimer ini mengganggu 3 proses penting yaitu hubungan antar sel saraf, metabolisme dan proses perbaikan. Gangguan ini menyebabkan banyak sel saraf yang tidak berfungsi, kehilangan kontak dengan sel saraf yang lain, dan mati. Awalnya alzheimer merusak saraf saraf pada bagian otak yang mengatur memori, khususnya pada hipokampus dan struktur yang berhubungan dengannya. Saat sel sel saraf di hipokampus berhenti berfungsi sebagaimana mestinya, terjadi kegagalan daya ingat jangka pendek, dilanjutkan dengan kegagalan kemampuan

seseorang untuk melakukan perbuatan mudah dan tugas tugas biasa. Alzheimer juga mengenai korteks serebri, khususnya daerah yang bertanggung jawab terhadap bahasa dan pemikiran Faktor genetik Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominan. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyakit alzheimer Faktor infeksi Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:: a. . manifestasi klinik yang sama b. Tidak adanya respon imun yang spesifik c. Adanya plak amiloid pada susunan saraf pusat

d. Timbulnya gejala mioklonus e. Adanya gambaran spongioform

Faktor Lingkungan Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan

dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silikon, merkury, zink. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Faktor imunologis Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

PHATWAY

6. GAMBARAN KLINIS a. Mengajukan pertanyaan yang sama dan berulang-ulang atau mengulangi cerita yang sama, dengan kata-kata yang sama terus-menerus. b. berulang-ulang atau mengulangi cerita yang sama, dengan kata-kata yang sama terus-menerus.

c. Lupa cara untuk melakukan kegiatan rutin. Misalnya lupa cara memasak, cara menelepon dsb. d. Gangguan berbahasa. Misalnya mengalami kesulitan untuk menemukan kata yang tepat. Bila gejala tersebut berlanjut maka kemampuan untuk berbicara dan menulis juga terganggu. e. Disorientasi. Misalnya lupa saat itu hari apa, bulan apa, saat itu ada di mana atau tidak tahu arah. Hal tersebut menjadi sebab mengapa pasien lansia sering tersesat karena lupa jalan pulang atau bahkan pergi dari rumah karena merasa ia berada di tempat yang asing. f. Gangguan berpikir secara abstrak. Misalnya kesulitan untuk menghitung uang. g. Gangguan kepribadian. Misalnya menjadi mudah tersinggung, mudah marah dan mudah curiga. Dokter seringkali mendengar keluarga mengeluh bahwa pasien menuduh ada yang mengambil barang miliknya atau bahkan menuduh pasangannya sudah tidak setia lagi kepadanya. h. Gangguan untuk membuat keputusan sehingga menjadi tergantung pada pasangannya.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Neuropatologi Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, seringkali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937). Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari: Neurofibrillary tangles (NFT) Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque.

NFT ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia. Senile plaque (SP) Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer. Degenerasi neuron Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang

berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.

Perubahan vakuoler Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.

Lewy body Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

b. Pemeriksaan Neuropsikologik Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena: Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri

Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. The Consortium to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari:

1. Verbal fluency animal category 2. Modified boston naming test 3. mini mental state 4. Word list memory 5. Constructional praxis 6. Word list recall 7. Word list recognition Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control c. CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kuantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.

Seab et all, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus. d. EEG Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik e. PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi. f. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Aktivitas I. 123 terendah pada ratio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin. g. Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.

8. PENATALAKSANAAN Pengobatan Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan Adapun beberapa obat untuk penyakit ini: a. Inhibitor kolinesterase Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA

(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti

menyatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer. b. Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.

c. Nootropik Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat

memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna. d. Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif e. Haloperiodol Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari) f. Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

9. PENCEGAHAN Mengonsumsi minyak ikan, berolahraga rutin dan mengisi teka teki silang adalah aktivitas yang disebut-sebut bermanfaat bagi otak. Tetapi menurut kajian terbaru, tidak ada bukti kuat bahwa semua itu dapat mencegah penyakit Alzheimer.Sebuah panel ahli yang terdiri dari para ahli menyimpulkan, suplemen, obat atau interaksi sosial juga belum terbukti dapat mencegah penyakit degenerasi otak tersebut. Kelompok ahli itu mengamati puluhan riset yang menunjukkan caracara untuk mencegah Alzheimer, penyakit yang merusak otak dan tidak dapat diobati. Tetapi belum menemukan satu pun bukti yang cukup kuat akan dampaknya bagi pencegahan. Ada definisi yang tidak konsisten tentang penyakit Alzheimer dan penurunan kondisi kognitif yang menyebabkannya. Para dokter juga tidak sepenuhnya memahami bagaimana penyakit itu berkembang. Contohnya, ada ketidaksepakatan tentang apakah plak amiloid yang ditemukan dalam otak penderita menjadi penyebab penyakit itu atau hanya sekadar gejala. Saat ini hanya ada sedikit obat untuk mengobati Alzheimer, tetapi efeknya hanya sementara.Serangan penyakit Alzheimer ditandai dengan kehilangan daya pikir secara bertahap, dan akhirnya dapat menjadi cacat mental total. Gejala awal Alzheimer adalah mudah lupa pada hal-hal yang sering dilakukan dan hal-hal baru. Penderita juga mengalami disorientasi waktu dan mengalami kesulitan fungsi kognitif yang kompleks seperti matematika atau aktivitas organisasi. Alzheimer berat ditandai dengan kehilangan daya ingat yang progresif sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, disorientasi tempat, orang dan waktu, serta mengalami masalah dalam perawatan diri , seperti lupa mengganti pakaian.Penderita penyakit itu biasanya juga mengalami perubahan tingkah laku seperti depresi, paranoia, atau agresif. Orang yang mempunyai riwayat keluarga Alzheimer mempunyai risiko mengalaminya dan risiko tersebut makin meningkat apabila kedua orang tua mengidap Alzheimer

10. PROGNOSIS Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu : 1) Derajat beratnya penyakit 2) Variabilitas gambaran klinis 3) Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit Alzheimer : Mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder. 11. KOMPLIKASI 1) Infeksi 2) Malnutrisi 3) Kematian

12. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ALZHEIMER 1. PENGKAJIAN Aktifitas istirahat Gejala : merasa leleh Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan Pola tidur Letargi dan gangguan keterampilan motorik.

Sirkulasi Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli Integritas ego, curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan

persepsi terhadap lingkungan, kehilangan multiple. eliminasi Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil Eliminasi Tanda : o Inkontinensia urine/feaces o Makanan/cairan Makana/nutrisi Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan.

Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.dan tampak semakin kuru Higene Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain

Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi dan kurangberminat pada waktu makan Neurosensori Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya riwayat perubahan kognitif, penyakit serebral

vaskuler/sistemik serta aktifitas kejang. Kenyamanan Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius, trauma kecelakaan

Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain Integritas social

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan Ketidakmampuan

mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan, Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan, Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang 2. Perubahan proses piker berhubungan dengan, degenerasi neuron irreversible, Kehilangan Memori, Konflik psikologis, Deprivasi tidur 3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori, Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya 4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan Perubahan pada sensori, Tekanan psikologik, Perubahan pada pola aktivitas 5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan berhubungan dengan Perubahan sensori, Kerusakan penilaian dan koordinasi, Agitasi, Mudah lupa, kemunduran hobi dan penyambunyian 6. perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan

kehilangan fungsi neurologis/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan, Perubahan diet atau pemasukan makanan 7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubung dengan Kacau mental,

pelupa dan disorientasi pada tempat atau orang, Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control perilaku, kurang keinginan /penolakan seksual oleh orang terdeka, Kurang privasi 8. Koping keluarga tidak efektif berhubungen dengan Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu, Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintanya, Hubungan keluarga sangat ambivalen 3. RENCANA KEPERAWATAN 1) Resiko terhadap trauma berhubungan dengan : a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan

c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang

Intervensi: Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi visual. Rasional: o Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul. o Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan

Alihkan perhatian klien ketika prilaku teragitasi atau bahaya seperti keluar dari tempat tidur dengan memanjat pagar Rasional: o tempat tidur tersebut Penurunan persepsi visual meningkatkan resiko terjatuh. o Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.

2) Perubahan proses piker berhubungan dengan : a) Degenerasi neuro irreversible b) Kehilangan Memori c) Konflik psikologis d) Deprivasi tiduran Intervensi : Kaji tingkat gangguan kognitif seperti perubahan orientasiterhadap orang, tempat dan waktu, rentang, perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai perubahan tingkah laku yang biasa /lamanya masalah yang telah ada Pertahankan lingkungan yang tenang menyenangkan Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien

Panggil pasien dengan namanya Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara perlahan pada pasien Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan dating dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi

3) Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan : a) Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori b) Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Intervensi : Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu yang termasuk didalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran Berikan sentuhan dalam cara perhatian

4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan : a) Perubahan pada sensori b) Tekanan psikologik c) Perubahan pada pola aktivitas intervensi : Berikan kesempatan untuk istirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas fisik/mental pada sore hari Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus

5) Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih kebutuhan berhubungan dengan: a) Perubahan sensori b) Kerusakan penilaian dan koordinasi c) Agitasi d) Mudah lupa,kemunduran hobi dan penyembunyian Intervensi : Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan Berikan waktu yang leluasa untuk makan

6) Perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan : a) Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot b) Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan c) Perubahan diet atau pemasukan makanan Intervensi : Kaji pola yang sebelumnya dan bandingkan dengan yang sekarang Letakan tempat tidur dengan kamar mandi jika memungkinkan buatkan tanda tertentu dipintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup tertentu malam hari Buat program latihan defikasi/kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya Anjurkan menu adekuat selama siang hari,diet tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur Berikan obat pelembab feces, metamacil,gliserin supositoria sesuai

7) Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan : a) Kacau mental, pelupa dan disorintasi pada tempat atau orang b) Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control prilaku c) Kurang keinginan/penolakan seksual oleh orang terdekat d) Kurang privas Intervensi : Kaji kebutuhan/ kemampuan pasien secara individu Anjurkan pasangan untuk memperlihatkan penerimaan/perhatiannya Berikan jaminan terhadap privasi Gunakan distraksi sesuai dengan kebutuhan. Ingatkan pasien bahwa ini merupakan tempat umum(tempat masyarakat banyak) dan tingkah laku yang dilakukan sekarang tidak dapat diterima 8) Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan : a) Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu b) Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintainya c) Hubungan keluarga sangat ambivalen Intervensi : Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien dirumah Buat prioritas Realitas dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada Bicarakan semua kontinu kemampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan kecemasannya Diskusikan kemungkinan adanya isolasi. Berikan penguatan terhadap kebutuhan terhadap system dukungan

DAFTAR PUSTAKA

1. Engran, Barbara.1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.EGC. Jakarta 2. Wilson M,Lorraine,sylvia A. Price.2005. Patofisisologi. EGC. Jakarta 3. http://id.wikipedia.org/wiki/Alzheimer 4. http://sasuke-rachman.blogspot.com/2010/09/asuhan-keperawatan-pada-pasien.html 5. http://www.indonesiaindonesia.com/f/9951-alzheimer/ 6. Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta 7. Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT 15.EGC

SISTEM NEUROLOGI PENYAKIT ALZHEIMER

Disusu Oleh : NAMA : KETUT SANJAYA NIM : 1002063

PRODI S1 KEPERAWATAN STIKES BETHESDA YAKKUM YOGJAKARTA T.A. 2011/2012

Você também pode gostar