Você está na página 1de 15

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA III KOEFISIEN DISTRIBUSI

OLEH: NAMA NIM : ADE AYU WULAN SUCI : 1008105034

KEL/GEL : 3/1

LABORATORIUM KIMIA FISIKA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2012

KOEFISIEN DISTRIBUSI

I.

Tujuan Percobaan 1. Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur. 2. Mengenal pemisahan berdasarkan ekstraksi cair-cair.

II.

Dasar Teori Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen sari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solvent) sebagai separating agent, pemisahan berdasarkan prinsip beda kelarutan. Untuk proses ekstraksi yang baik, pelarut harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Koefisien distribusi besar 2. Selektivitas tinggi. Faktor ini diperlukan jika terdapat lebih dari satu zat terlarut 3. Mudah diregenerasi 4. Kelarutan dalam umpan rendah 5. Perbedaan densitas dengan umpan cukup besar 6. Tegangan antar muka menengah. Tegangan antar muka yang terlalu tinggi menyebabkan kesulitan pembentukan cairan, jika terlalu rendah dapat menyebabkan terbentuknya emulsi. 7. Mudah diperoleh dan harganya cukup murah 8. Tidak korosif, tidak mudah terbakar dan tidak beracun. Ekstraksi cair-cair terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1. Kontak antara pelarut (solvent) dengan fasa cair mengandung komponen yang akan diambil (solute), kemudian solute akan berpindah dari fasa umpan (diluent) ke fasa pelarut. 2. Pemisahan dua fasa yang tidak saling melarutkan yaitu fasa yang banyak mengandung pelarut disebut fasa ekstrak dan fasa yang banyak mengandung umpan disebut fasa rafinat.

Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara distilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padatcair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Tiga metoda dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan. Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu lapisan pelarut dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan dioam. Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut mengalir keluar. Untuk tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali.

Koefisien distribusi Jika zat atau cairan berlebih ditambahkan kedalam dari atau cairan tidak bercampur dan zat itu akan mendistribusi diri diantara dua fase sehingga masingmasingjenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan maka zat terlarut tetap berdistribusi diantara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu. Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1 dan pelarut 2, persamaan keseimbangan menjadi:
.................................(1)

Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan distribusi, koefisien distribusi atau koefisien partisi, persamaan tersebut dissebut hukum distribusi dapat dipakai hanya dalam larutan encer dimana koefisien dapat diabaikan. Misalkan dalam corong pemisah suatu spesi solute terdistribusi diantara dua pelarut/ fase yang tidak bercampur kesetimbangan yang terjadi adalah: SB SA

Dimana SB adalah spesi solut dalam fase bawah, dan SA adalah spesi solut dalam fase atas. Secara termodinamika, pada saat kesetimbangan tercapai ratio antara aktivitas kedua spesi solut dalam kedua fase selalu tetap (Hukum Nernst). Untuk larutan encer aktivitas digantikan konsentrasi (C). Koefisien distribusi (KD) dapat dituliskan sebagai berikut: .(2) Dimana: - CA adalah konsentrasi fase atas dan CB konsentrasi fase bawah - Nilai KD selalu tetap pada suatu sistem dan suhu tertentu.

Nilai KD dapat berubah, jika: 1. Kedua pelarut bercampur sebagian 2. Solut mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu pelarut yang digunakan 3. Solut bereaksi dengan pelarut

Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut antara dua pelarut yang tidak saling campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi ini tidak tergantunng pada spesi molekul yang lain. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur. Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang didistribusiakan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fasa tersebut. Pada penerapan praktis ekstraksi pelarut ini, terutama kalau kita perhatikan fraksi

zat terlarut total dalam fasa yang satu atau yang lainnya, tidak peduli bagaimanapun cara-cara disosiasi, asosiasi atau interaksinya dengan spesi-spesi lain yang terlarut. Untuk memudahkan, diperkenalkan istilah angka banding distribusi D (atau koefisien ekstraksi E).

III.

Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan adalah: Corong pemisah Erlenmeyer Pipet volume 10 mL Pipet volume 25 mL Bola hisap (ball filler) Gelas beker Buret Statif Tiang penyangga Stopwatch

Bahan-bahan yang digunakan adalah: Larutan Asam Asetat 1 M dan 0,5 M Dietil eter Larutan NaOH 0,5 M Indikator fenolftalein (pp)

IV. 1.

Prosedur Kerja Masing-masing sebanyak 50 mL larutan asam asetat dengan konsentrasi 1 M; 0,5 M disiapkan. Masing-masing larutan tersebut dipipet sebanyak 25 mL dan dimasukkan kedalam corong pemisah. Setiap larutan diberi tanda atau nomor.

2.

25 mL dietil eter dituangkan ke dalam masing-masing corong pemisah, lalu ditutup dan dikocok (kecepatan pengocokan diatur demikian juga waktunya) selama 30 menit.

3. 4.

Setelah pengocokan selesai, campuran dibiarkan agar terjadi pemisahan lapisan. Lapisan air dipisahkan dan sebanyak 10 mL air dipipet dan dimasukkan ke dalam labu titrasi serta dititrasi dengan larutan NaOH yang sesuai (kadarnya diperhitungkan) dengan menggunakan indikator fenolftalein.

V.

Hasil Pengamatan Pencampuran 2 buah pelarut Volume Asam Asetat 25 mL 25 mL Konsentrasi Asam Asetat 0,5 M 1M Volume Dietil Eter 25 mL 25 mL

Setelah pencampuran, larutan dikocok selama 30 menit terjadi pemisahan larutan (terbentuk dua lapisan larutan). Lapisan bawah adalah air Lapisan atas adalah dietil eter

Lapisan air dipisahkan dengan lapisan dietil eter. Larutan air yang mengandung asam asetat diambil sebanyak 10 mL dan dititrasi dengan NaOH 0,5 M Volume Asam Asetat Konsentrasi Asam Asetat Volume NaOH 0,5 M 8,50 mL 0,5 M 10 mL 1M 8,40 mL 8,30 mL 25,00 mL 24,90 mL 24,80 mL

VI.

Pengolahan Data CH3COOH 0,5 M Diketahui : M NaOH V NaOH V CH3COOH awal M CH3COOH awal V CH3COOH pada titrasi Ditanya : a. C0 asetat = 0,5 M = 8,50 mL = 25 mL = 0,5 M = 10 mL

1. Titrasi I

=........?

b. C1 (lapisan air) = . . . . . . . . ? c. C2 (lapisan eter) = . . . . . . . . .? d. KD e. n Jawab : CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2 O = . . . . . . . . .? = . . . . . . . . .?

mmol NaOH

= M NaOH x V NaOH = 0,5 M x 8,50 mL = 4,25 mmol

mmol NaOH

= mmol CH3COOH (setelah pengocokan) = 4,25 mmol

Konsentrasi CH3COOH dalam 10 mL dalam fase air (C1)


[ CH 3 COOH ] n CH 3 COOH V CH 3 COOH 4 , 25 m m ol 10 m L

[CH 3 COOH ] 0 , 425 m m ol / m L

mmol CH3COOH dalam 25 mL dalam fase air mmol CH3COOH = M CH3COOH x V CH3COOH = 0,425 mmol/mL x 25 mL = 10,625 mmol Jadi, mmol CH3COOH awal = M CH3COOH x V CH3COOH = 0,5 M x 25 mL = 12,5 mmol

mmol fase organik = mmol CH3COOH sebelum pengocokan - mmol CH3COOH setelah pengocokan = 12,5 mmol 10,625 mmol = 1,875 mmol
[ fase organik ] n fase organik V fase organik [fase organik ] 0 , 075 m m ol / m L ( C 2 )
K K [ faseorgani k ] [ faseair ] 0 ,1765 C2 C1 0 , 075 M 0 , 425 M

1,875 m m ol 25 m L

Adapun n = 1, karena pada percobaan ini dilakukan penambahan dietil eter sebanyak satu kali. CH3COOH 1 M 1. Titrasi I Diketahui: M NaOH V NaOH V CH3COOH awal M CH3COOH awal Ditanya : a. C0 asetat = 0,5 M = 25,00 mL = 25 mL = 1M = 10 mL

V CH3COOH pada titrasi

=........?

b. C1 (lapisan air) = . . . . . . . . ? c. C2 (lapisan eter) = . . . . . . . . .? d. KD e. n Jawab : CH3COOH mmol NaOH + NaOH CH3COONa + H2 O = . . . . . . . . .? = . . . . . . . . .?

= M NaOH x V NaOH = 0,5 M x 25,00mL = 12,50 mmol

mmol NaOH

= mmol CH3COOH (setelah pengocokan) = 12,50 mmol

Konsentrasi CH3COOH dalam 10 mL dalam fase air (C1)


[ CH 3 COOH ] n CH 3 COOH V CH 3 COOH 12 , 50 m m ol 10 m L

[CH 3 COOH ] 1, 25 m m ol / m L

mmol CH3COOH dalam 25 mL dalam fase air mmol CH3COOH = M CH3COOH = 31,25 mmol x V CH3COOH = 1,25 mmol/mL x 25 mL

Jadi, mmol CH3COOH awal (sebelum pengocokan) =M CH3COOH x V CH3COOH = 1 M x 25 mL = 25 mmol mol fase organik (C2) = mmol CH3COOH sebelum pengocokan mmol CH3COOH setelah pengocokan = 25 mmol 31,25 mmol = -6,25 mmol
[ fase organik ] n fase organik V fase organik [fase organik ] 0 , 25 m m ol / m L ( C 2 )
K K [ faseorgani k ] [ faseair ] 0,2 C2 C1 0 , 25 M 1, 25 M

6 , 25 m m ol 25 m L

Adapun n = 1, karena pada percobaan ini dilakukan penambahan dietil eter sebanyak satu kali.

Dengan cara yang sama diperoleh V NaOH (mL) 0,5 M Konsentrasi CH3COOH 8,50 8,40 8,30 25.00 1M 24,90 24,80 0,425 0,420 0,415 1,250 1,245 1,240 0,075 0,080 0,085 -0,250 -0,245 -0.240 0.1765 0,1905 0,2048 -0.2 -0.1968 -0,1935 1 1 C1 C2 KD n

VII.

Pembahasan Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air. Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernst, yaitu terlarut dengan perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak saling melarut atau bercampur seperti eter, kloroform, karbon sulfida. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan asam. Dalam percobaan ini digunakan 2 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 1 M dan 0,5 M. Sebanyak 25 mL asam asetat dicampur dengan 25 mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual selama 30 menit.

Setelah pencampuran asam asetat dengan dietil eter dalam corong pemisah, larutan menjadi berasa dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan dilakukan, larutan sering menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu berasal dari larutan dietil eter yang bersifat mudah menguap. Oleh sebab itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui kran. Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah. Jika gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pemisah. Dalam prosedur percobaan seharusnya dilakukan pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan pengocok magnetik sehingga kecepatan pengocokan konstan namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik karena pengocokan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan tidak dapat berjalan dengan konstan. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa. Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. fasa atas dan fasa bawah. Dari kedua fsa tersebut yang diambil adalah fasa bawah karena pada fasa tersebut dicurigai terdapat asam asetat. Pada pelarut eter, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut petroleum eter berada di lapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air lebih besar di banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis petroleum eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99) Setelah proses pemisahan lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air yang mengandung asam asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 10 mL larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat (CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran. Penggunaan indikator berguna untuk mendeteksi titik akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator fenolftalein (pp). Indikator ini merupakan asam diprotik dan tidak

berwarna. Saat direkasikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda. Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk menetralkan asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap konsentrasi asam asetat dilakukan pengulangan. Adapun volume NaOH yang diperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M adalah 8,50 mL, 8,40 mL dan 8,30 mL, sedangkan untuk konsentrasi asam asetat 1 M didapat 25,00 mL, 24,90 mL dan 24,80 mL NaOH. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasi asam asetat dengan volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi memiliki hubungan yang sebanding. Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume larutan NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam asetat tersebut juga akan semakin banyak. Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai koefisien distribusi dari percobaan yang dilakukan Nilai KD untuk larutan asam asetat pada konsentrasi 0,5 M secara berurutan sebesar 0.1765, 0,1905 dan 0,2048 sementara pada asam asetat 1 M diperoleh KD berturut-turut -0.2, -0.1968 dan -0,1935. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai KD untuk asam Asetat 1 M lebih kecil dibandingkan dengan asam asetat 0,5 M. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dimana semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka nilai KD yang diperoleh juga semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah kecepatan dari pengocokan yang tidak sama antara kedua larutan sehingga tidak terjadi pemisahan secara sempurna.

VIII. Kesimpulan 1. Dalam proses pemisahan lapisan larutan dalam corong pemisah, fase air berada di bagian bawah sedangkan fase organik (larutan dietil eter) berada di bagian atas. 2. Pelarut yang memiliki bobot molekul yang lebih besar akan berada di lapisan bawah, sedangkan pelarut yang memiliki bobot molekul yang lebih kecil akan berada di lapisan atas.

3. Proses titrasi yang dilakukan dalam percobaan termasuk jenis titrasi asam basa dengan menggunakan indikator fenolftalein sebagai pendeteksi titik akhir titrasi. 4. Volume larutan NaOH yang dipergunakan dalam titrasi yaitu: Untuk CH3COOH 0,5 M = 8,50 mL, 8,40 mL dan 8,30 mL Untuk CH3COOH 1 M = 25,00 mL, 24,90 mL dan 24,80 mL

5. Volume larutan NaOH yang diperlukan dalam titrasi sebanding dengan konsentrasi asam asetat yang digunakan. 6. Nilai Kd yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah: Untuk CH3COOH 0,5 M Untuk CH3COOH 1M = 0.1765, 0,1905 dan 0,2048 = -0.2, -0.1968 dan -0,1935

7. Semakin besar nilai koefien distribusi (KD) maka pemisahan yang dihasilkan akan semakin sempurna.

Daftar Pustaka

Sahara, E, dkk, 2006, Metode Pemisahan, Jurusan Kimia F.MIFA Universitas Udayana: Bukit Jimbaran Subjadi, 1986, Metode Pemisahan, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada: Yogyakarta Tim Laboratorium Kimia Fisika, 2008, Penuntun Praktikum Kimia Fisika III, Jurusan Kimia F.MIFA Universitas Udayana: Bukit Jimbaran. http://id.scribd.com/doc/96394291/laporan-distribusi-solute (diakses 18 Oktober 2012) http://eprints.undip.ac.id/27990/1/C-08.pdf (diakses 18 Oktober 2012) http://id.scribd.com/doc/56213662/17162567-Praktikum-Koefisien-Distribusi (diakses 18 Oktober 2012)

LAMPIRAN Jawaban Pertanyaan 1. Konsentrasi awal asam asetat adalah 0,5 M dan 1 M. 2. Terlampir dalam bagian perhitungan. 3. Terlampir dalam bagian perhitungan. 4. Asam asetat dalam pelarut non polar tidak membentuk n-mer, karena asam asetat merupakan pelarut polar yang tidak larut dalam pelarut non polar.

Você também pode gostar