Você está na página 1de 8

ANALISIS ASPIRIN

Disusun oleh : Angky Glori Eirene C. T Asrianti Massau Diana Fransisca Tirtawati Yonathan Marcellina Avistya 118114005 118114009 118114014 118114019 118114024 118114026

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITA SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011-2012

A. Tujuan Percobaan

: Menentukan kadar aspirin dalam sampel. :

B. Dasar Teori

Asam asetil salisilat atau asetosal atau aspirin merupakan hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering ; di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Sukar larut ( 100-1000 bagian ) dalam air ; mudah larut ( 1-10 bagian ) dalam etanol ; larut dalam kloroform, dan dalam eter, indikasi sebagai antipiretik dan analgesik ( Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995 ). Suatu larutan yang normalitasnya diketahui dengan pasti dapat digunakan sebagai larutan pembanding, digunakan untuk menentukan kadar dari larutan lain menurut reaksi asam basa, kadar basa ditentukan dengan larutan standar asam. Standarisasi harus menggunakan standar primer yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : Zat harus murni 100%, kotoran maksimum sebesar 0,01 % - 0,02 %, stabil terhadap pemanasan pada waktu dikeringkan sebelum ditimbang, memiliki berat molekul besar agar penimbangan cukup banyak untuk ditimbang dengan neraca analitik, dan memberi perubahan yang jelas pada akhir titrasi (Goenawan,1988). Titrasi adalah penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui, kepada larutan keduanya secara kuantitatif. Fenolftalein merupakan suatu indikator yang mengubah warna menjadi merah muda bila larutan berubah dari asam ke basa ( Oxtoby, 2001). Studi kuantitatif mengenai penetralan asam-basa paling nyaman apabila dilakukan dengan menggunakan prosedur yang disebut titrasi, dalam percobaan titrasi, semua larutan yang konsentrasinya diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna. NaOH adalah salah satu basa yang umum digunakan di laboratorium. Namun demikian, karena padatan NaOH sulit diperoleh dalam keadaan murni, maka perlu distandarisasikan terlebih dahulu. Titik ekuivalen adalah titik dimana asam telah bereaksi sempurna atau telah tenetralkan oleh basa. Indikator adalah zat yang memiliki perbedaan warna yang mencolok dalm medium asam atau basa (Chang, 2005). Reaksi penetralan , atau alkalimetri atau asidimetri merupakan perlibatan titrasi basa bebas, atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu aasam standar (asidimetri), dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hydrogen dengan ion hidroksida untuk membentuk air (Basset, 1994).

C. Alat

a. Gelas ukur Gambar Digunakan untuk mengukur volume zat dalam bentuk cair.

b. Pipet tetes Gambar Digunakan untuk meneteskan atau mengambil larutan dengan jumlah kecil.

c. Buret Gambar ddd Digunakan untuk titrasi, tapi pada keadaan tertentu dapat pula digunakan untuk mengukut volume suatu larutan.

d. Erlenmeyer Gambar Digunakan untuk membuat larutan.

e. Pipet Gondok Gambar

Digunakan untuk mengambil larutan dengan volume tertentu sesuai dengan label yang tertera pada bagian pada bagian yang menggembung.

f.

Ball filler Gambar Digunakan untuk menyedot larutan.

g. Beaker Glass Gambar Digunakan untuk menyimpan dan membuat larutan, tetapi tidak diperbolehkan untuk mengukur larutan.

h. Pembakar spiritus Gambar Digunakan untuk memanaskan larutan.

i.

Kaki tiga penyangga Gambar Digunakan sebagai penyangga tempat larutan yang dipanaskan.

j.

Corong Gambar

Digunakan untuk memasukan atau memindah larutan dari satu tempat ke tempat lain.

k. Kawat kasa Gambar

Sebagai alas atau untuk menahan labu atau beaker pada waktu pemanasan menggunakan pemanas spiritus atau pemanas bunsen.

D. Skema kerja
Menimbang 0,5 gram suatu sampel aspirin kemudian dimasukan ke dalam Erlenmeyer 250mL Menambahkan 25 mL alcohol netral ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer digoyangkan selama 10 menit, lalu dipanaskan hingga mendidih di atas pemanas spiritus. Menambahkan 5mL air suling dan 1-2 tetes indicator phenolptalin. Kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1M. Titrasi diulang sampai 3kali. Dimana 1mL NaOH 0,1M=0,01802 gram aspirin.

E. Data dan Pengamatan


Percobaan 1 Berat kertas Berat kertas + Sampel aspirin Berat kertas + sisa Berat sampel aspirin yang digunakan Percobaan 2 Berat kertas Berat kertas + Sampel aspirin Berat kertas + sisa Berat sampel aspirin yang digunakan Percobaan 3 = = = = 0,409 gram 0,909 gram 0,415 gram 0,494 gram = = = = 0,433 gram 0,940 gram 0,435 gram 0,505 gram

Berat kertas Berat kertas + Sampel aspirin Berat kertas + sisa Berat sampel aspirin yang digunakan Berat sampel ( gram ) 0,505 gram 0,494 gram 0,502 gram

= = = =

0,410 gram 0,913 gram 0,411 gram 0,502 gram Pengamatan Aspirin + etanol + air+ dipanaskan = bening + PP = bening dititrasi menjadi merah muda Aspirin + etanol + air+ dipanaskan = bening + PP = bening dititrasi menjadi merah muda Aspirin + etanol + air+ dipanaskan = bening + PP = bening dititrasi menjadi merah muda

Vol. NaOH 0,1 M (ml) 11,350 mL 8,400 mL 8,750 mL

Percobaan pertama Kadar aspirin : 11,350 x 0,01802 x 100 % 0,505 % kesalahan : 40,500 % - 25 % x 100 % 25 % Percobaan kedua Kadar aspirin : 8,400 x 0,01802 0,494 % kesalahan : 30,641 % 25 % 25 % Percobaan ketiga Kadar aspirin : 8,750 x 0,01802 x 100 % 0,502 % Kesalahan : 31,409 % 25 % x 100 % 25 % = = 31,409 % b/b 25,636 % b/b x 100 % x 100 % = = 30,641 % b/b 25,564 % b/b = = 40,500 % b/b 62,00 % b/b

Rata-rata kadar aspirin : 40,500 % + 30,641 % + 31,409 % = 34,183 % b/b

Rata-rata % kesalahan : 34,183 % - 25 % 25 %

x 100 % = 36,732 % b/b

F. Pembahasan
Tujuan pratikum kali ini adalah menentukan konsentrasi aspirin dalam sampel. Dalam menganalisis aspirin ini menggunakan metode titrasi alkalimetri karena larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya adalah NaOH. NaOH ini merupakan larutan standar sekunder karena sifatnya yang masih bisa bereaksi dengan Co2 menjadi natrium bikarbonat. Metode titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam analisis aspirin ini di ambil 0,500 gram dan dilarutkan dalam etanol. Penggunaan etanol ini dikarenakan aspirin mudah larut ( 1-10 bagian ) dalam etanol, juga larut dalam eter, klorofrom. Aspirin ini sukar larut ( 100-1000 bagian ) dalam air, oleh karena itu perlu di larutkan dalam etanol sehingga larutan aspirin yang didapatkan dapat di titrasi dengan NaOH. Dimasukkan etanol netral, etanol netral komponennya terdiri dari 96% alkohol dan 4 % air, sebenarnya etanol yang dimasukkan adalah sebuah asam lemah, hal ini dapat dibuktikan karena etanol itu mudah teroksidasi. Pada saat kita membuka dan menutup reagen etanol, etanol akan teroksidasi menjadi asam asetat seperti reaksi berikut ini :

Didapatkan hasil dari oksidasi etanol adalah sebuah asam etanoat atau asam asetat yang merupakan suatu asam lemah dan air, sebuah asam asetat ini dititrasi dengan NaOH dan didapatkan bahwa penambahan NaOH ini ke dalam etanoat membuat larutan tersebut mengalami proses penetralan sehingga dikatakan bahwa alkohol netral karena suatu asam telah dinetralkan oleh basa. Penggunaan alkohol yang sifatnya netral agar saat dititrasi tidak bereaksi dengan komponen yang lain, jika ternyata alkohol asam, maka nantinya saat dititrasi ternyata tidak sepenuhnya NaOH menetralkan aspirin, tetapi juga dapat menetralkan alkohol yang sifatnya asam ini. Jika ternyata Alkoholnya bersifat basa, maka nantinya saati di campurkan dengan aspirin akan terjadi penetralan antara alkohol dengan aspirin sebelum dilakukan titrasi sehingga hasil titrasi tidak valid karena ada komponen lain yang bereaksi antara aspirin dengan NaOH.

Setelah dilarutkan dalam etanol, maka di goyang-goyangkan tujuannya adalah supaya serbuk aspirin larut dalam etanol, akan tetapi jika hanya di goyang-goyangkan saja akan ada beberapa serbuk etanol yang belum larut secara sempurna pada etanol, oleh sebab itu perlu dilakukan pemanasan tujuannya adalah supaya larutan yang didapatkan itu terdispersi sempurna di dalam etanol. Setelah dipanaskan, diberi aquadest tujuannya supaya pada saat melakukan titrasi, NaOH yang perlu untuk mentitrasi aspirin lebih efisien. Pemakaian air ini cocok untuk mengencerkan aspirin, karena aquadest merupakan larutan yang sifatnya netral dan inert. Setelah itu diberi 1-2 tetes indikator PP. Pemberian 1-2 tetes sudah cukup, jika kita menteteskan lebih dari 2 tetes, nantinya akan mempengaruhi volume aspirin. Penggunaan indikator PP adalah indikator yang paling tepat untuk menguji suatu perubahan ke basa, Hal ini di karenakan suatu asam lemah ( aspirin ) bereaksi dengan NaOH menghasilkan garam basa (pH > 7) dan rentang trayek indikator PP yaitu 8,3 10 lebih mendekati dengan titik ekuivalen campuran aspirin dengan NaOH jika dibandingkan dengan bromtimol biru trayek pH basanya 4,2-6,3. Saat larutan aspirin ditambahkan PP warnanya adalah bening, kemudian dititrasi dengan NaOH kemudian digoyang-goyangkan, setelah mencapai titik ekuivalen artinya dimana mol aspirin tepat beraksi dengan NaOH menghasilkan produk, setelah itu jika ditambahkan 1 tetes NaOH lagi, maka akan didapatkan warna pink muda yang disebut titik akhir titrasi. Titrasi dilakukan 3 kali tujuannya adalah supaya mendapatkan hasil yang valid. Biasanya aspirin ini digunakan di bidang farmasi sebagai analgesik ( menghilangkan rasa sakit ) dan antipiretik ( penurun panas ).

G. Kesimpulan
Kadar aspirin dalam percobaan yang dititrasi dengan NaOH adalah 34,183 % b/b, persen kesalahannya adalah 36,732 % b/b Titrasi antara aspirin dan NaOH merupakan titrasi asam-basa yang merupakan jenis titrasi alkalimetri

H. Daftar Pustaka
Basset, 1994, Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.261. Chang, 2005, Kimia Dasar , Erlangga, Jakarta, pp.439. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp.31. Goenawan, 1988, Kimia Larutan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, pp.6. Oxtoby, 2001, Prinsip-prinsip Kimia Modern, Erlangga, Jakarta, pp.161-162.

Você também pode gostar