Você está na página 1de 20

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah Cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma

kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.1 Statistik negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih 33% kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Di luar medan peperangan lebih dari 50% dari trauma kapitis terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh. Orang-orang yang mati karena kecelakaan 40% sampai 50% meninggal sebelum mereka tiba di rumah sakit. Dari mereka yang dimasukkan rumah sakit dalam keadaan masih hidup 40% meninggal dalam satu hari dan 35% meninggal dalam 1 minggu perawatan.2 Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang tertinggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%.3 Berdasarkan penelitian, sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kapitis, maka 50% ternyata disebabkan oleh trauma secara langsung dan 50% yang tersisa disebabkan oleh gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang terkait secara tidak langsung pada trauma. Komplikasi itu berupa perubahan tonus pembuluh darah serebral, perubahan-perubahan yang menyangkut sistem kardiopulmonal yang bisa menimbulkan gangguan pada tekanan darah, PO2 arterial atau keseimbangan asam-basa.2 Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat besar, meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien dengan trauma kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan; sisanya merupakan trauma dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama.3 Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah data dari beberapa RS (sporadis). Prediksi insiden per tahunnya di dunia akan menurun secara

signifikan, dengan adanya adanya UU pemakaian helm dan sabuk pengaman bagi pengaman motor/mobil. Telah banyak manajemen terapi standar yang berdasarkan evidence based medicine yang diajukan dan diterapkan di pusat kesehatan di seluruh dunia. Tetapi mengingat kemampuan dan fasilitas yang tersedia di pusat kesehatan tersebut, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, maka beberapa penyesuaian perlu dilakukan.3 Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran sehingga tindakan resusitasi, anamnesis, pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.4
1.2.

Tujuan Penulisan Makalah

1.2.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami tentang cedera kepala/trauma kapitis dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Syaraf, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. 1.2.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah:
1.

Mengetahui dan memahami definisi cedera kepala Mengetahui dan memahami epidemiologi cedera kepala Mengetahui dan memahami karakteristik penderita cedera kepala Mengetahui dan memahami etiologi cedera kepala Mengetahui dan memahami patofisiologi cedera kepala Mengetahui dan memahami klasifikasi cedera kepala Mengetahui dan memahami penegakan diagnosis cedera kepala Mengetahui dan memahami komplikasi cedera kepala Mengetahui dan memahami penatalaksanaan cedera kepala

2. 3.
4. 5. 6. 7.

8.
9.

10. Mengetahui dan memahami pencegahan cedera kepala 11. Mengetahui dan memahami prognosis cedera kepala

1.3.Manfaat Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai cedera kepala.

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1.

Defenisi Cedera Kepala Menurut Perdosi, cedera kepala atau trauma kapitis merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.1 Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu rudal paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak.5 Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.6 Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.7

2.2.

Epidemiologi Cedera Kepala Menurut Data CDC (1997), di Amerika Serikat penderita trauma kapitis untuk laki-laki kira-kira dua kali lebih tinggi daripada perempuan dengan IR penderita laki-laki 91,9 per 100.000 penduduk dan IR perempuan 47,7 per 100.000 penduduk.3 Menurut Miller (2004) anakanak < 15 tahun berisiko untuk mengalami trauma kapitis (33%) dan berumur > 65 tahun 70 88%.4 Angka kematian pada pasien yang berusia 15-24 tahun yaitu 32,8 kasus per 100.000 orang

dan tingkat kematian pada pasien yang sudah berusia lanjut ( 65 tahun) adalah sekitar 31,4 orang per 100.000 orang.8 Di Indonesia, menurut Depkes RI tahun 2007 cedera menempati urutan ke-7 pada 10 penyakit utama penyebab kematian terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit dengan CFR 2,94% dan pada tahun 2008 menempati urutan ke-6 dengan CFR 2,99%.9 Menurut penelitian Junandar Siahaan (2000) di RS. Santa Elisabeth Medan, proporsi penderita trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun (23,8%).10 Menurut penelitian Arifin di RS. dr. Hasan Sadikin Bandung (Februari - April 2008) terdapat 120 kasus trauma kapitis. Dari seluruh kasus terdapat 95 orang (79,2%) dengan trauma kapitis sedang dan 25 orang (20,8%) dengan trauma kapitis berat.11 Menurut penelitian Lusiyawati di Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali (2009), dari sepuluh kasus penyakit yang terbanyak terdapat 32,28% trauma kapitis, yang terbagi menjadi 20,05% trauma kapitis ringan, 9,12% trauma kapitis sedang, 2,11% trauma kapitis berat.12 Menurut CDC (2002-2006), jatuh merupakan faktor yang mempengaruhi paling besar untuk terjadinya trauma kapitis dengan proporsi 35,2% kemudian kecelakaan lalu lintas sebesar 17,3%, dipukul sebesar 16,5%, serangan sebesar 10% dan lain-lain sebesar 21%.13 Menurut penelitian Lee (1998) penyebab tertinggi terjadinya trauma kapitis yaitu kecelakaan lalu lintas (62,2%), jatuh (9%) dan lain-lain (28,8%).14 Pada anak kurang dari 4 tahun cedera kepala sering disebabkan oleh jatuh dari meja, kursi, tangga, tempat tidur dan lain-lain. Sedangkan pada anak yang lebih besar sering disebabkan oleh mengendarai sepeda atau karena kecelakaan lalu lintas.15

2.3.

Karakteristik pada Penderita Trauma Kapitis 1. Jenis Kelamin Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak mengalami trauma kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1.16 Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (CDC, 2006).

2.

Umur Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab.17 Menurut Brain Injury Association of America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun (CDC, 2006)

3.

Environment Penyebab terbanyak terjadinya trauma kapitis adalah kecelakaan lalu lintas. Determinan yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas yaitu: a. Tidak tersedianya rambu-rambu lalu lintas, b. Panjang jalan yang tersedia tidak dapat menampung banyaknya kendaraan sehingga kemacetan terjadi dimana-mana dan memacu terjadinya kecelakaan, c. Pengerjaan jalanan atau jalan yang fisiknya kurang memadai seperti berlobang- lobang dapat memacu terjadi kecelakaan d. Adanya kabut, hujan, jalan licin juga membawa resiko kejadian kecelakaan lalu lintas yang lebih besar.10

Beberapa faktor resiko lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya cedera kepala adalah:8 a. Berpenghasilan rendah b. Belum menikah
c.

Anggota kelompok etnis minoritas

d. Penduduk kota
e. Riwayat penyalahgunaan zat-zat psikotropika, alkohol f. Individu yang telah menderita cedera kepala sebelumnya

2.4.

Etiologi Cedera Kepala

Trauma kapitis ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (yang terbanyak) baik pejalan kaki maupun pengendara motor atau mobil. Selain itu, trauma kapitis juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka tembus peluru),dan lain-lain.18 Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala.7 Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per 100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat.19 Apapun penyebab cedera kepala ada dua hal pokok yang selalu mempengaruhi, yaitu massa benda dan kecepatannya. Faktor-faktor lain yang turut berpengaruh adalah luas permukaan benda penyebab, tempat terjadinya pukulan, pergerakan kepala, umur, dan jenis kelamin. Penyebab trauma kapitis dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan sebagai berikut:20 a. Trauma kapitis oleh karena kekerasan tumpul Kekerasan tumpul pada kepala mempunyai frekuensi yang sering terjadi, biasanya oleh karena kecelakaan lalu lintas, pembunuhan dan juga pada kasus bunuh diri walaupun hal ini jarang terjadi. Akibat yang ditimbulkan bervariasi, pada keadaan ringan hanya menimbulkan memar pada kulit kepala atau robekan kulit kepala. Bila kekerasan yang terjadi lebih berat maka dapat terjadi fraktur-fraktur tulang tengkorak, yang biasanya diikuti oleh kelainan pada jaringan otak dan meningen. b. Trauma kapitis oleh karena kekerasan tajam Hal ini cukup banyak terjadi, cedera yang ditimbulkan dapat berupa luka terbuka yang terbatas pada kulit kepala atau pada kasus pembacokan luka tersebut dapat merusak tulang dan mencederai otak. c. Trauma kapitis akibat tembakan Tembakan yang diarahkan ke kepala menyebabkan kerusakan yang hebat pada kepada dan berakibat fatal. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tembakan di kepala tergantung dari caliber dan jenis peluru, jarak tembakan, deformitas yang terjadi pada tulang dan peluru, dan jalannya peluru pada otak.

d.

Trauma kapitis oleh karena gerakan mendadak Walaupun tidak ada kekerasan langsung pada kepala, cedera dapat terjadi oleh karena gerakan kepala yang mendadak, gerak ini dapat merupakan suatu percepatan, perlambatan atau perputaran. Akibat adanya gerakan kepala yang mendadak, otak yang relatif lebih berat dari tengkorak akan tertinggal dari gerakan tengkorak, akibatnya terjadi peregangan antara otak dan durameter. Kerusakan yang terjadi terutama pada pembuluh darah otak dan jaringan otak. Contoh trauma kapitis karena gerakan mendadak, trauma yang terjadi pada saat berolahraga.

2.5.

Patofisiologi Cedera Kepala Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis tergantung pada besar dan kekuatan benturan, arah dan tempat benturan, serta sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan. Sehubungan dengan berbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak berupa : lesi bentur (Coup), lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lainlain = lesi media), dan lesi kontra (counter coup).21 Berdasarkan hal tersebut cedera otak dapat dibedakan atas kerusakan primer dan sekunder. Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.5 a. Kerusakan Primer22 Kerusakan primer adalah kerusakan otak yang timbul pada saat cedera, sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang menyebabkan deformasi jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal ataupun difus. Kerusakan fokal merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung kepada mekanisme trauma yang terjadi sedangkan kerusakan difus adalah suatu keadaan patologis penderita koma (penderita yang tidak sadar sejak

benturan kepala dan tidak mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran Space Occupying Lesion (SOL) pada CT-Scan atau MRI. b. Kerusakan Sekunder 22 Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, pembengkakan otak, Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK), hidrosefalus dan infeksi.

Gambar 2.1. Coup dan Contrecoup pada Cedera Kepala2

2.6.

Klasifikasi Cedera Kepala

Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan beberapa pertimbangan dari berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian sebagai berikut:1 1. Patologi 1.1 Komosio serebri

1.2 1.3

Kontusio serebri Laserasio serebri

2. Lokasi lesi 2.1


2.2

Lesi diffus Lesi kerusakan vaskuler otak Lesi fokal Kontusio dan laserasi serebri Hematoma intrakranial Hematoma ekstradural Hematoma subdural Hematoma intraparenkim

2.3 2.3.1 2.3.2 2.3.2.1 2.3.2.2 2.3.2.3

2.3.2.3.1 Hematoma subarakhnoid 2.3.2.3.2 Hematoma intraserebral 2.3.2.3.3 Hematoma intraserebellar

3. Derajat kesadaran berdasarkan GCS 3.1 3.1.1 3.1.2 3.1.3 CKR (Cedera Kepala Ringan) GCS > 13 Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak Tidak memerlukan tindakan operasi

3.1.4

Lama dirawat di RS < 48 jam 3.1.5 Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit 3.1.6 Pasien mengeluh pusing, sakit kepala, ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis.

3.2 3.2.1 3.2.2 3.2.3 3.2.4

CKS (Cedera Kepala Sedang) GCS 9-13 Ditemukan kelainan pada CT scan otak Ada pingsan lebih dari 10 menit Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad 3.2.5 Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

3.2.6 3.2.7

Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial Dirawat di RS setidaknya 48 jam

3.3 3.3.1 3.3.3

CKB (Cedera Kepala Berat) Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, GCS < 9 3.3.2 Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif 3.3.4 Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

Secara klinis, trauma kapitis dibagi atas :


A.

Komosio serebri (Gegar Otak) 23

Komosio serebri adalah keadaan dimana si penderita setelah mendapat trauma kapitis mengalami kesadaran yang menurun sejenak (tidak lebih dari 10 menit). Kemudian si penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami suatu kelainan neurologis. Gejala-gejala yang dapat dilihat adalah : 1. Penderita tidak sadar sejenak ( 10 menit) 2. Wajahnya pucat 3. Kadang-kadang disertai muntah 4. Nadi agak lambat : 60-70/ menit 5. Tensi normal atau sedikit menurunf. Suhu normal atau sedikit menurun 6. Setelah sadar kembali mungkin tampak ada amnesia retrogad 7. Tidak ada Post-Traumatic Amnesia (PTA)

B. Kontusio serebri (memar otak)21 Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan interstisial (perdarahan yang terjadi diantara bagian-bagian atau sela-sela jaringan) nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap. Jika lesi otak menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan maka disebut laserasio serebri.

C.

Hematoma epidural Hematoma epidural ialah perdarahan yang terjadi diantara tabula interna dan duramater. Perdarahan epidural terjadi pada 1-3% kasus trauma kapitis. Perdarahan ini terjadi akibar robeknya salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter, dan robeknya arteria diploika.18 Gejala-gejala yang dapat dijumpai yaitu :19

1 . Adanya suatu lucid interval yang berarti bahwa diantara waktu terjadinya trauma kapitis dan waktu terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik. 2. Kesadaran makin menurun 3. Babinski (+) kontralateral lesi
4

Sindrome Weber, yaitu midriasis (pupil mengecil) di sisi ipsilateral dan hemiplegi di sisi

kontralateral dari garis fraktur. 5 6. Fundoskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian) Foto Roentgen : garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea

media atau salah satu cabangnya. 7. CT scan otak : gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan duramater, umumnya daerah temporal, dan tampak bikonveks D. Hematoma subdural24 Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara durameter dan arakhnoidea. Hematoma ini timbul karena adanya sobekan pada bridging veins. CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan arakhnoid, umumnya karena robekan dari bridging veins, dan tampak seperti bulan sabit.
E. Hematoma intraserebral24

Hematoma intraserebral terjadi bersama dengan kontusio sehingga secara umum lebih buruk baik dioperasi maupun tidak. Dorongan yang mengancam terjadianya herniasi oleh bekuan darah di tengah otak disertai edema lokal yang hebat biasanya berprognosis buruk daripada hematoma epidural yang dioperasi. Pada suatu hematoma intraserebral, seorang penderita yang setelah mengalami trauma kapitis akan memperlihatkan gejala : hemiplegi, papiledem (pembengkakan pada mata) serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang

meningkat, dan artreiografi karotis dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal. F. Fraktura kranii Pada setiap penderita dengan trauma kapitis sebaiknya diperiksa secara rutin dengan foto Roentgen kepala terutama untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak. Penderita dengan trauma kapitis sebaiknya dipalpitasi dengan teliti untuk mengetahui ada tidaknya suatu hematoma karena dibawah hematoma mungkin tersembunyi suatu garis fraktur. Pada fraktur impresi (juga disebut fraktur depresi), bagian yang patah menonjol ke dalam rongga tengkorak.18 Biasanya fraktur kepala berbeda dengan fraktur tulang di tulang panjang. Disini tidak diperlukan fiksasi maupun reposisi-fiksasi karena kedudukan selalu baik, kecuali bila terjadi fraktur impresi pada kalvarium yang harus ditangani agak cepat (sebelum 8

minggu) karena potensial menyebabkan epilepsi pascatrauma. Juga fraktur basis kranii memerlukan perawatan lama karena selalu bersama kontusio serebral yang berat dan kadangkadang ada likuore (otore : perdarahan pada telinga atau rinore : perdarahan di hidung) yang apabila ditunggu 4 minggu tidak menutup secara spontan, memerlukan operasi penutupan kebocoran dura.23 G. Post-concussion Syndrome23 Pada Post-concussion Syndrome secara umum terdapat gejala-gejala psikiatrikneurastenik-hipokhondrik seperti palpitasi, konsentrasi menurun, demensia ringan, mudah tersinggung, gangguan seksual, hiperhidrosis, gangguan psikologik (termasuk premorbid

personality) dan sosio-ekonomi (pekerjaan, tingkat pendidikan, lingkungan dan keuangan). Pada umumnya sindrom pascatrauma jarang disebabkan oleh satu faktor saja. Ketiga faktor tersebut dapat berkombinasi sehingga menimbulkan masalah yang kompleks.

3.13. Pencegahan 3.13.1. Pencegahan Primordial Pencegahan Primordial ialah pencegahan yang dilakukan kepada orangorang yang belum terkena faktor risiko yaitu berupa safety facilities : koridor (sidewalk), jembatan penyeberangan (over head bridge), rambu jalanan (traffic signal); dan peraturan (law enforcement). 3.13.2. Pencegahan Primer Pencegahan primer yaitu, upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadi yang dirancang untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang tejadinya trauma18, seperti : a. Tidak mengemudi di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. b. Penggunaan helm, sabuk pengaman (seat belt) c. Pengendalian/ pembatasan kecepatan kendaraan d. Membuat lingkungan yang lebih aman bagi manula dan anak-anak,

seperti: meningkatkan penerangan seluruh rumah, lantai tidak licin, membuat pegangan pada kedua sisi tangga.25 3.13.3. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya trauma yang terjadi.26 Pada pencegahan sekunder dilakukan diagnosis yang berupa anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan radiologis.27 3.13.4. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadi komplikasi trauma kapitis yang lebih berat atau kematian.28 Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi yang tepat, pemberian pendidikan kesehatan sekaligus konseling yang bertujuan untuk mengubah perilaku (terutama perilaku berlalu lintas) dan gaya hidup penderita. Rehabilitasi adalah bagian penting dari proses pemulihan penderita trauma kapitis. Tujuan dari rehabilitasi setelah trauma kapitis yaitu untuk meningkatkan kemampuan penderita untuk melaksanakan fungsinya di dalam keluarga dan di dalam masyarakat. Contoh dari rehabilitasi yaitu terapi peningkatan kemampuan penderita untuk berjalan dan membantu penderita yang cacat akibat trauma kapitis untuk beradaptasi terhadap lingkungannya dengan cara memodifikasi lingkungan tempat tinggal sehingga penderita dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah. Terapi kejiwaan juga diberikan kepada penderita yang mengalami gangguan psikologis, selain itu dukungan keluarga juga membantu proses penyembuhan psikis penderita.29

Tabel 2.2 Glasgow Coma Scale Eye Opening Spontaneous Speech Pain Pain Best Motor Response Commands Pain Pain away upon pressure Pain Pain

Opens eyes on own Opens eyes when asked to in a loud voice Opens eyes upon pressure Does not open eyes Follows simple commands Pulls examiners hand away upon pressure Pulls a part of body Flexes body inappropriately to pain (decorticate posturing) Body becomes rigid in an extended position upon pressure (decerebrate posturing) Has no motor response

E4 3 2 1 M6 5 4 3 2

Pain

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAF

DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Nasional. 2006. Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma

Spinal. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia


2. Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2009. Neurologi Klinis Dasar.

Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.

3. Widyasari,

Jessie.

2005.

Available

from:

http://www.scribd.com/jessiewidyasari/d/36495347-Cedera-Kepala
4. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3. Jakarta :

Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


5. Sastrodiningrat A.G., 2007. Pemahaman Indikator-Indikator Dini dalam

Menentukan Prognosa Cedera Kepala Berat, Universitas Sumatera Utara. Available trodiningrat.pdf
6. Harsono. 1993.

from:

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_abdul_gofar_sas

Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta:

Gadjah Mada

University Press 7. Langlois J.A., Rutland-Brown W., Thomas K.E., 2006. Traumatic Brain Injury In The United States: Emergency Department Visits, Hospitalizations, And Deaths. Atlanta (GA): Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Injury Prevention and Control.
8. Dawodu, ST., 2004.

Traumatic Brain Injury (TBI) Patofisiologi.

Definisi, Available:

Epidemiologi,

http://emedicine.medscape.com/article/326510-overview
9. Depkes

RI.

Profil

Kesehatan

Indonesia

tahun

2008.

Available:

http://www.depkes.go.id 10. Siahaan, JS., 2000. Karakteristik Distribusi Penderita Trauma Kapitis yang di Rawat Inap di RS Santa Elisabeth Medan. Skripsi Mahasiswa FKM USU, Medan.
11. Arifin, Zafrullah., 2008. Perbandingan Kadar Potasium Darah Penderita

Cedera Kepala Sedang dan Cedera Kepala Berat di Ruang Emergensi Bedah di RS. dr. Hasan Sadikin Bandung. Available: http:// pustaka.unpad.ac.id/archives/26259

12. Lusiyawati., 2009. Asuhan Keperawatan pada Nn. S dengan Gangguan

Cedera Kepala Ringan di Bangsal Flamboyan di RSUD. Pandan Arang Boyolali. Available: http:// etd.eprints.ums.ac.id/6324/1/J200060034.pdf
13. Faul,M dkk., 2010. Traumatic Brain Injury in the United States: Emergency

Department Visits, Hospitalizations, and Deaths, GA: Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Injury Prevention and Control; 2010. Atlanta. Available: http://www.cdc.gov/traumaticbraininjury
14. Lee, KS., 2001. Estimation of The Incident of Head Injury in Korea : an

Approximation Based on National Traffic Accident Statistic. Jurnal Korean Medical 2001, Volume 16. Available: http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11410697
15. Japardi,

I.

2002.

Cedera

Kepala

Pada

Anak.

Available:

http://library.usu.ac.id/ download/fk/bedah-iskandar%20japardi6.pdf
16. Jagger J, Levine JI, Jane JA, Rimel RW. Epidemiologic Features of Head

Injury in a Predominantly Rural Population. Journal of Trauma. 1984;24:40-44.


17. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003, 2002.

Updates Neuroemergencies.

Balai Penerbit FK UI, Jakarta. 18. Coronado V.G., Thomas K.E., Div of Injury Response, Kegler S.R., Div of Violence Prevention, National Center for Injury Prevention and Control, CDC 56(08); 167-170.
19. Markam,S dkk., 1999. Cedera Tertutup Kepala. Balai Penerbit FK UI,

Jakarta.
20. Ritonga, B., 1992. Cedera Pada Kepala, Bagian Ilmu Kedokteran

Kehakiman FK USU, Medan.


21. Sjahrir, H., 1994. Ilmu Penyakit Saraf. Neurologi Khusus. USU Press,

Medan.

22. Japardi, I., 2002. Cedera Kepala. Bhuana Ilmu Populer Kelompok

Gramedia, Jakarta.
23. Markam, S., 1992. Penuntun Neurologi. Binarupa Aksara, Jakarta. 24. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., 1999. Buku Ajar Neurologi

Klinis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


25. Bustan, MN., 2002. Epidemiologi Kesehatan Darurat.

Departemen

Pendidikan Nasional, Jakarta.


26. Krug, E., 2004. Road Traffic Injuries. Available: www.WHO.int/world-

healthday/2004
27. Bustan, MN., 2002. Epidemiologi Kesehatan Darurat.

Departemen

Pendidikan Nasional, Jakarta.


28. Bustan, MN. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta.

Jakarta.
29. Centers for Disease Control and Prevention., 2006. Trauma Brain Injury.

http://www.cdc.gov/ncipc/pub-res/tbi_toolkit/patients/preventing.htm 30.

Você também pode gostar