Você está na página 1de 10

Sumberdaya

Manusia Andalan Masyarakat Madani

Bacharuddin Jusuf Habibie


Rektor Universitas Negeri Yogyakarta dan Pimpinan KONASPI ke-7 yang saya hormati, Para Peserta KONASPI yang saya banggakan, Hadirin dan para undangan yang saya hormati.
Assalamualaikum w w

Pertama-tama saya menyampaikan selamat kepada seluruh peserta Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) ke-7, yang dalam waktu tiga hari ini akan mengkaji berbagai permasalahan pendidikan di tanah air, dalam rangka menyiapkan manusia Indonesia masa depan yang maju, mandiri, demokratis, berkarakter dan bermartabat. Di tengah gejolak dinamika kehidupan bangsa dewasa ini, yang di satu sisi sedang berusaha menuntaskan proses reformasi, sementara di sisi lain masih berkutat dengan berbagai persoalan yang menghambat laju bangsa ke depan seperti masih merebaknya tindak korupsi, kecenderungan adanya erosi moralitas, dan berbagai masalah lain -- maka penyelenggaraan KONASPI ke-7 ini sungguh tepat karena forum pertemuan nasional ini akan membidik langsung akar persoalan bangsa, yaitu masalah pengembangan sumberdaya manusia. Saya mengharapkan dan berkeyakinan dalam forum KONASPI ke-7 ini, para pendidik, pakar pendidikan, penggiat dan pengelola lembaga pendidikan, akan dapat merumuskan berbagai strategi dan langkah pengembangan sumberdaya manusia ke depan, agar generasi Indonesia Emas tahun 2045 -- sebagaimana dijadikan tema KONASPI ini -- bukan sekedar mimpi, melainkan dapat benar-benar kita wujudkan. Dalam era globalisasi dan informasi, peran sumberdaya manusia (SDM) dengan jaringan yang dimiliki akan sangat menentukan kualitas kehidupan masyarakat di mana yang bersangkutan berakar dan bergerak. Karena pada akhirnya daya saing dan produktivitas SDM tersebut yang menentukan keunggulannya dalam masyarakat lokal, nasional, regional dan global. Produktivitas SDM mencerminkan kemampuannya menghasilkan produk apa saja yang dinilai oleh masyarakat berkualitas tinggi dengan harga rendah dan dapat diselesaikan tepat waktu. Untuk mencapai produktivitas ini, SDM harus terampil, berdisplin dan pandai memanfaatkan prasarana dan sarana teknologi tepat guna yang tersedia. Dengan produktivitas yang tinggi, SDM dapat meningkatkan nilai suatu produk melalui suatu proses nilai tambah (PNT) yang dilanjutkan melalui suatu proses biaya tambah (PBT) untuk

Pidato Kunci pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia ke-7, Yogyakarta, 1 November 2012
1

pada akhirnya ditawarkan di pasar, baik pasar lokal, nasional, regional maupun global, dengan harga hasil PNT (yang maksimal) dan PBT (yang minimal). Baik untuk dapat memperoleh PNT maupun PBT dibutuhkan teknologi tepat guna, prasarana, sarana dan SDM yang terampil, berdisiplin dan produktif. Hadirin yang berbahagia Mengapa kita harus membuat pesawat terbang, kapal penumpang, kereta api, produk transportasi dan lain, yang semuanya membutuhkan investasi yang besar dan return of investment (ROI) yang lama pula? Mungkin sebagian orang berpendapat, investasi di bidang sumberdaya alam (SDA) terbarukan dan tidak terbarukan, seperti: bidang agro industri (AI), industri sumber daya laut (SDL) dan industri pertambangan (IP), akan lebih menguntungkan, karena tidak membutuhkan investasi yang besar dan tidak memiliki ROI yang lama. Oleh karenanya, kita impor saja semua prasarana dan sarana ekonomi, seperti alat transportasi, alat komunikasi, alat telekomunikasi, alat permesinan dan alat energi dan sebagainya, dan membiayainya dengan hasil ekspor SDA. Prasarana ekonomi yang baik akan membantu proses nilai tambah (PNT) industri apa pun di Indonesia, yang akan menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar domestik, nasional, regional dan global. Namun sayangnya, tanpa disadari ternyata kita melanjutkan tradisi penjajah yang datang tidak untuk mengembangkan SDM namun untuk mengambil SDA. Penjajah mengkondisikan agar kita mengutamakan ekspor SDA dari hasil agro industri dan industri pertambangan. Kemudian setelah mereka olah dengan PNT yang tinggi akan menghasilkan produk yang berkualitas yang akan mereka ekspor antara lain ke negeri yang dijajah. Mereka dapat mengembangkan produk yang berkuaitas dan berdaya saing karena memiliki SDM yang unggul, yang dibina dan dikembangkan antara lain dibiayai oleh kita yang dijajah, karena kita membeli produk PNT dan PBT melalui impor! Untuk mengimpor produk penjajah -- baik yang terjadi pada masa kolonial dahulu, maupun dalam rangka proses globalisasi sekarang ini -- kita kembangkan berbagai kriteria pargmatis, seperti: harga paling rendah, diserahkan tepat waktu, purna jual baik, rendah biayanya, sesuai teknik yang telah ditentukan dan sistem pembayaran paling menguntungkan Indonesia. Namun demikian, kita perlu menyadari, bahwa akibat impor produk apa pun dari masyarakat lain tersebut, di dalamnya terselubung jam kerja yang kita biayai untuk mengembangkan teknologi, proses pendidikan dan proses pembudayaan masyarakat lain tersebut. Mereka menyediakan prasarana dan sarana pendidikan dan pembudayaan yang memadai sehingga masyarakat menjadi semakin terampil, produktif dan unggul, yang dibiayai oleh kita melalui ekspor SDA dan impor produk hasil produksi SDM mereka. Dengan demikian, mereka terus
2

berkembang keterampilannya, produktivitasnya, daya saingnya, serta ketenteraman dan kualitas hidupnya. Sementara itu, masyarakat kita tidak mendapatkan kesempatan untuk berkembang karena tidak memperoleh pembinaan yang dibutuhkan. Akibatnya daya saing dan kualitas hidup mereka akan tetap rendah dan tidak berkembang. Pengalaman kita menunjukkan bahwa agro industri, industri sumber daya laut dan industri pertambangan ternyata tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang dibutuhkan. Sehingga, untuk mencegah terjadinya proses kemiskinan masyarakat di desa dan kampung, maka mereka terpaksa eksodus meninggalkan kampung halaman untuk mencari pekerjaan di kota dan bahkan di luar negeri. Lapangan kerja yang tersedia juga terbatas pada yang berkualifikasi rendah, tidak membutuhkan pendidikan atau keterampilan khusus, dan tidak diminati oleh masyarakat setempat. Salah satu alternatif untuk mengatasi pengangguran adalah mereka bekerja sebagai tenaga kasar di bidang bangunan, pengemudi mobil dan pembantu rumah tangga di kota-kota atau di rantau sebagai TKI yang kita kirim (ekspor). Akibatnya, proses pembudayaan (PB) dalam keluarga tidak dapat berlangsung dengan sempurna dan akan berdampak negatip pada perilaku SDM yang bersangkutan. Pada saat yang sama, pengaruh budaya dan perilaku asing masuk dalam kehidupan keluarga yang tak dapat diimbangi oleh pengaruh orang tua sendiri akan merugikan proses nilai tambah pribadi (PNTP), sebagai dasar peningkatan ketrampilan, produktivitas dan daya saing SDM. Andaikata dalam rangka globalisasi semua masalah tersebut -- termasuk ketimpangan proses pembudayaan (PB) -- dapat diatasi, maka masih ada permasalahan lain yang harus diselesaikan, yaitu: Apakah Neraca Pembayaran dan Neraca Perdagangan akan dapat seimbang? Ataukah menjadi negatip? Bagaimana neraca tersebut akan berkembang, jikalau SDA yang tidak terbaharukan -- termasuk energi habis? Sementara pada saat yang sama kita tergantung dari impor produk hasil PNT dan PBT masyarakat lain? Untuk menjawab pertanyaan ini maka sebaiknya kita mempelajari perbandingan antara harga hasil PNT transportasi, komunikasi dan telekomunikasi dengan hasil PNT SDA agro industri, industri sumber daya laut dan industri pertambangan. Ternyata harga 1 kg produk PNT transportasi, komunikasi dan telekomunikasi dibandingkan dengan, misalnya, harga 1 kg beras berkisar antara 500 kali sampai satu juta kali lebih tinggi. (Ilustrasi: 1 kg notebook 800 kali, 1 kg pesawat terbang sepert N250 sudah mencapai sekitar 2.000 kali, 1 kg pesawat tempur euro fighter hampir sama harganya dengan 1 kg blackberry

sekitar 10.000 kali harga 1 kg beras dan bahkan 1 kg satelit 300.000 kali dibandingkan dengan harga 1 kg beras). Memang dalam 25 tahun, perbandingan atau perbedaan harga tersebut cenderung mengecil. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk dunia meningkat terus, sedangkan lahan yang subur dengan curah hujan yang cukup sangat terbatas, sehingga produksi beras tak dapat mencukupi kebutuhan dan permintaan pasar, menyebabkan harga beras terus meningkat. Sementara itu, teknologi untuk PNT produk transportasi, komunikasi dan telekomunikasi sangat cepat berkembang sehingga menjadikan biaya produksi mengecil. Namun demikian, perbandingan tersebut tetap timpang dan cukup jauh nilainya. Sehingga kalau kita tidak meningkatkan jam kerja kita yang berarti kita mengabaikan PNTP yang dibutuhkan untuk peningkatan keterampilan dan daya saing -- dapatkah kita mempertahankan neraca perdagangan tetap seimbang, apalagi menjadi positip? Mempelajari keberhasilan pembangunan negara-negara berpenduduk dan berwilayah besar, tidaklah mungkin dengan mengandalkan pada SDA saja. Ternyata SDA hanya dapat diandalkan sebagai pelengkap proses industrialisasi, seperti halnya yang terjadi di Jepang, Korea, RRC, USA, Jerman, India dan Brazil. Indonesia tidak terkecuali! Dengan demikian, mengandalkan hanya pada hasil produk tradisional bidang agroindustri, pertambangan dan sumber daya laut (SDL) saja, jelas tidak mencukupi untuk mempertahankan neraca perdagangan tetap seimbang dan apalagi positip! Hadirin yang berbahagia Setelah tanggal 10 Augustus 1995 pesawat N250 Turboprop dengan kecepatan tinggi dalam alam lingkungan subsonic hasil rekayasa dan produksi Indonesia tinggal landas, maka tidak ada seorang pun dapat mempersoalkan dan mempertanyakkan kemampuan SDM Indonesia dalam mengembangkan, menerapkan produk PNT secanggih apa pun. Jaringan dan pusat keunggulan proses nilai tambah pribadi (PNTP) tingkat rendah, menengah dan tinggi telah kita dirikan dan kembangkan. Kita juga telah mengembangkan pusat keunggulan riset milik LIPI, BPPT, LAPAN, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, PUSPITEK, di berbagai BUMN, dsb. Yang perlu disempurnakan adalah kaitan dan sinkronisasi antara pusat keunggulan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan permintaan pasar. Pusat Keunggulan (PK) itu adalah: Pusat Keunggulan pendidikan, Rendah, Menengah, Kejuruan, Tinggi dan Universitas Pusat Keunggulan Penelitian, Pengembangan Penerapan Teknologi Tepat Guna dan Pengendalian Kualitas dan Produktivitas Pusat keunggulan produksi PNT dan PBT
4

Empat puluh tahun yang lalu saya telah memberikan, dasar filsafah strategi proses industrialisasi yang berkelanjutan, yang intinya sebagai berikut: 1. Mulai pada akhir dan berakhir pada awal; yang berarti kita memproduksi produk yang segera dibutuhkan pasar dan setelah itu secara bertahap mengembangkannya sampai kita dapat menguasai teknologi, sehingga memungkinkan hampir semua komponen produk yang kita butuhkan dapat dikembangkan dan dibuat di dalam negeri! 2. Menyadari bahwa dua puluh lima tahun yang akan datang bagi proses industrialisasi adalah hari ini, berarti pendidikan, pembudayaan dan peningkatan ketrampilan dan keunggulan SDM membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 25 tahun. 3. Transformasi dan perkembangan proses industrialisasi harus dibiayai dari hasil ekspor SDA dan energi dan tidak menggantungkan diri pada dana luar negeri yang diperoleh dari pinjaman dengan persyaratan yang menguntungkan neraca pembayaran dan merugikan neraca jam kerja 4. Tiap kebijakan, baik yang diputuskan di lembaga eksekutif maupun di lembaga legislatif, wajib memprioritaskan jam kerja nasional. Sebagai ilustrasi: pernah terjadi dalam rangka tender pengadaan pesawat angkut militer di negara maju, tender yang sudah dimenangkan oleh perusahan luar negeri, dengan alasan apa saja, dilakukan tender ulang dan dimenangkan oleh perusahaan nasional (Airbus versus Boeing). Kita harus menyadari bahwa ketentuan WTO dan lembaga multi nasional lain, tidak akan pernah memperhatikan masalah jam kerja setempat, sehingga yang harus mengamankan jam kerja adalah warga masyarakatnya sendiri! Ini adalah wajar. Bukankah pimpinan nasional dipilih oleh masyarakatnya, dan diberi amanah untuk meningkatkan kualitis hidup masyarakatnya sendiri? 5. Usaha dan investasi pada bidang ilmu terapan dan teknologi tepat guna untuk produksi produk yang dibutuhkan di pasar nasional saja yang dibiayai dari hasil ekspor SDA dan energi. Lima filsafah strategi di atas telah diterapkan selama 25 tahun dari tahun 1975 sampai 1999 dengan hasil nyata antara lain, produk industri dirgantara, kelautan dan angkutan darat di Indonesia berkembang. Namun sangat disayangkan karya-karya anak bangsa tersebut kita biarkan dihancurkan. Sementara kita mengembangkan strategi membuka pintu selebar-lebarnya untuk impor barang jadi untuk prasarana dan sarana ekonomi -- seperti: pengangkutan, komunikasi, telekomunikasi, elektronik, energi dan yang lain -- dan mengekspor bahan baku dan energi. Strategi tersebut memang sementara dapat menguntungkan neraca perdagangan dan neraca pembayaran namun sangat merugikan neraca jam kerja yang berakibat proses pemerataan dalam segala bidang tidak berfungsi sesuai cita-cita Bangsa yang tersirat dalam Pembuka UUD-45.

Kita bangga karena tunduk atas aturan main WTO serta lembaga internasional sejenis, dan ramai-ramai menari di atas irama pukulan gendang orang lain sampai kita lupa makna perjuangan rakyat kita sendiri. Mau kemana kita? Hadirin yang berbahagia Memperhatikan rangkuman analisis di atas, memang akan membuat kecewa dan sedih bagi siapa pun yang sadar akan kejayaan masa depan bangsa ini. Namun saya mengajak untuk tidak melihat kebelakang dan berpolemik mengenai siapa yang bersalah atau siapa yang benar, tetapi marilah kita memusatkan kembali perhatian pada makna pembangunan dan pemerataan yang berkesinambungan menuju ke masyarakat madani yang berbudaya, sejahtera dan tentram, sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Ternyata dari data tentang dunia usaha terlihat adanya kesenjangan yang cukup memprihatinkan, sebagaimana dapat dilihat pada data berikut: Kesempatan Kerja yang disediakan oleh: 1. Usaha Kecil (UK) 88,92%. 2. Usaha Menengah (UM) 10,54%. 3. Usaha Besar (UB) 0,54% Sumbangan Nilai Tambah dalam perekonomian nasional: 1. Usaha Kecil (UK) 43,42% 2. Usaha Menengah (UM) 15,42% 3. Usaha Besar (UB) 44,90% Nilai Tambah pro Kesempatan Kerja: 1. Usaha Kecil (UK) 0,4883(1xUK) 2. UsahaMenengah (UM) 1,4630 (3xUK) 3. Usaha Besar (UB) 83,1481 (170xUK)

Dari data tentang kesenjangan yang dicerminkan oleh tiga indikator tersebut dapat kita simpulkan bahwa: 1. Usaha Kecil dan Menengah menyediakan 99,46% lapangan kerja, sementara lapangan kerja yang disediakan oleh Usaha Besar hanya mencapai 0,54%. 2. PDB dalam perekonomian nasional disumbang oleh hasil Usaha Besar (44,9%), sedangkan hasil Usaha Kecil dan Menengah (55,1 %). 3. Perbandingan Nilai Tambah yang dihasilkan tiap lapangan kerja oleh UK : UM : UB adalah 1 : 3 : 170. Hal ini mencerminkan adanya: kesenjangan kualitas sumberdaya manusia; kesenjangan pendidikan; kesenjangan produktivitas; dan kesenjangan penguasaan Iptek.
6

Memang angka-angka kuantitatif tersebut diambil dari data statistik sekitar 5 tahun yang lalu, sehingga secara kuantitatif mungkin tidak mencerminkan secara tepat keadaan masa kini. Namun secara kualitatif, angka tersebut kurang lebih sama atau lebih baik sedikit, ataukah bahkan lebih jelek? Namun kesan yang kita peroleh saat ini adalah: ketimpangan dunia usaha atau pelaku ekonomi tersebut sekarang masih tetap ada dan tetap amat mencolok perbedaannya. Oleh karenanya, yang perlu kita lakukan ialah konsentrasi pada peningkatan produktivitas dan daya saing Badan Usaha Micro, Kecil, Menengah (BUMKM) dan Kooperasi, yang menyediakan sebagian besar jam kerja atau lapang kerja (99,46%) di Indonesia. Hadirin yang berbahagia Pengalaman telah membuktikan bahwa sukses-tidaknya pelaksanaan upaya meningkatkan nilai suatu produk, ditentukan oleh hasil pemikiran dan pelaksanaan kualitas terkecil dan rinci dari produk tersebut (the devil is in the detail). Hal ini berlaku baik untuk, perangkat keras (hard ware) maupun perangkat lunak (soft ware) dan perangkat otak (brain ware). Ketiganya ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan SDM yang bersangkutan. Ini berarti ditentukan oleh produktivitas dan efisienci SDM tersebut dalam bekerja dan berkarya, yang sangat ditentukan oleh: 1 Proses Pembudayaan; oleh ibu, ayah, keluarga dan lingkungan pergaulannya; yang antara lain menentukan perilaku dan disiplin SDM. 2 Proses Pendidikan; yang menentukan kemampuan berpikir, berkarya, bekerja dengan pengertian dan menerapkan hasil IPTEK, yang menjadikan SDM terampil. 3 Wahana Jam Kerja sebagai tempat melanjutkan Proses Pembudayaan dan Proses Pendidikan, yang akan menghasilkan SDM ungul dengan daya saing tinggi. Bagaimana kita dapat menciptakan atau melaksanakan keadaan tersebut secara nasional dan merata dengan pengorbanan seminimal mungkin? Untuk dapat melaksanakan keinginan tersebut baiklah kita kaji ketiga penentu masa depan bangsa yang mengandalkan pada kualitas dan keunggulan SDM. 1. Prosess Pembudayaan

Kita dapat bersyukur bahwa dalam rangka reformasi, tiap daerah atau propinsi telah diberikan otonomi, yang antara lain memungkinan SDM berperilaku merdeka dan bebas sesuai budaya masing-masing. Dalam dunia Informasi dan dunia maya, jaringan informasi sosial atau social network dan internet berkembang pesat karena teknologi. Filsafah hidup masyarakat atau bangsa lain, walaupun bukan tetangga sebelah kita, dengan mudah dan intensif memasuki ruang hidup keluarga dan akan mempengaruhi proses pembudayaan SDM, yang tidak selalu menguntungkan atau cocok dengan budaya keluarga.
7

Arus Informasi tersebut perlu diimbangi dengan arus Informasi yang cocok dan menguntungkan proses pembudayaan, atau dengan ungkapan lain kualitas ketahanan budaya sendiri perlu ditingkatkan. Ada dua negara besar di dunia yang memiliki masyarakat pluralistik dan demokratis yaitu Amerika Serikat (USA) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jikalau masyarakat pluralistik USA terbentuk dalam 236 tahun sejak proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 4 Juli 1776, maka di benua maritim Indonesia masyarakat pluralistik sudah terbentuk beberapa ribu tahun, walaupun NKRI baru berusia 67 tahun sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Augustus 1945. Dalam masyarakat pluralistik keseimbangan antara kelompok etnik berkembang dan menghasilkan toleransi antara kelompok, serta terjadi sinergi positip hidup berdampingan antara suku. Di NKRI, perkembangan tersebut berlangsung secara evolusi dengan pengorbanan minimal di bandingkan dengan di USA secara evolusi yang dipercepat (accelerated evolution) dengan pengorbanan yang cukup besar. Walaupun pada dasarnya UUD Amerika Seikat sejak proklamasinya 236 tahun yang lalu tidak berubah, namun baru 4 tahun yang lalu seorang Presiden keturunan Afrika secara demokratis dan damai terpilih. Di NKRI, tanpa merubah UUD 1945, proses transformasi sistem otoriter menjadi sistem demokrasi dapat berlangsung secara damai, relatif cepat dan tetap mempertahankan keutuhan NKRI. Ini dapat terjadi karena toleransi yang ada pada kehidupan antar suku dalam suatu masyarakat yang plural. Dalam lingkungan SDM yang merdeka, bebas yang bertanggung jawab, berbudaya, memberi pengertian dan toleransi antara sesama, akan sangat menguntungkan bagi peningkatan produktivitas, efisiensi dan keunggulan SDM tersebut. 2. Proses Pendidikan Untuk memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dihadapi, yang bersangkutan harus mampu berpikir, bekerja dan berkarya secarah sistimatis, konsisten dan terarah, sesuai tugas yang diberikan, dengan pengorbanan atau biaya yang minimal menghasilkan produk berkualitas maksimal dan diserahkan tepat waktu. Ini hanya mungkin terjadi jikalau yang bersangkutan telah mengalami proses nilai tambah pribadi (PNTP) pada bidang yang ditekuni. Melalui proses pendidikan, penguasaan teknologi tepat guna untuk produksi perangkat otak (brain ware), perangkat lunak (soft ware) dan perangkat keras (hard ware) diberikan. Semuanya harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat, yang berarti orientasi ke pasar. Teknologi tidak mebedakan kecanggihan, namun yang patut diperhatikan adalah
8

kemampuan menghasilkan produk yang berkualitas, murah dan masuk ke pasar sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, semua Pusat Keunggulan Pendidikan harus berorientasi pada kebutuhan pasar jangka pendek, menengah dan panjang, baik di daerah maupun nasional dan untuk ekspor. Oleh karena itu, mata pelajaran atau kurikulum pendidikan harus disesuaikan untuk mengantisipasi kebutuhan BUMN dan BUMS-MKM (mikro, kecil dan menengah) yang menyediakan 99,46% lapang kerja secara nasional. Perlu segera dibentuk Kelompok Bidang Usaha hasil kerjasama KADIN, KADINDA, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, ketrampilan dan daya saing SDM, antara lain: 1 2 3 4 Kelompok Bidang Usaha Jasa Kelompok Bidang Usaha Perhotelan dan Rumah Makan Kelompok Bidang Usaha Transportasi dan Komunikasi Kelompok Bidang Usaha Produksi Perangkat Keras (hard ware) dan Lunak (soft ware)

Pembiayaan proses nilai tambah pribadi (PNTP) dan Pusat-pusat Keunggulan Pendidikan dibebankan pada BUMN dan BUMS-MKM, Pemerintah Daerah dan Pusat, yang dapat dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: Siswa harus memiliki pekerjaan pada BUMN dan BUMS-MKM yang diberi insentip gaji 1 hari kerja dan uang transport serta uang makan sehari jika harus ke sekolah Siswa dididik satu hari penuh tiap minggu. Misalnya hari Senin untuk Kelompok Bidang Usaha 1 dan hari Kamis untuk Kelompok Bidang Usaha 4 di Pusat Keunggulan Pendidikan. Dilakukan absensi kehadiran siswa dan diuji tiap tahun, dan setelah pendidikan 3 sampai 4 tahun akan mendapat ijasah ahli dalam bidang usaha yang ditekuni dan berlaku nasional.

Dengan cara demikian kualitas produk dan daya saing BUMN dan BUMS-MKM akan berkembang karena didukung oleh SDM yang lebih terampil. Sistem PNTP ini dapat diterapkan hanya untuk pendidikan rendah dan menengah saja. Untuk pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3), kurikulum pendidikan perlu disesuaikan dengan permintaan di pasar SDM yang terampil, dalam waktu pendek, menegah dan panjang. Pasar hasil pendidikan PNTP S1, S2 dan S3, bukan saja dibutuhkan untuk BUMN dan BUMS- MKM tetapi juga untuk BUMN dan BUMS - Besar, Perguruan Tinggi dan pusat-pusat penelitian milik Pemerintah Daerah dan Pusat maupun milik suasta. Jika BUMN dan BUMS MKM dan Besar bersama Perguruan Tinggi, Pusat Penelitian milik Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan suasta bersama perguruan tinggi menyusun
9

kurikulum pendidikan, maka pasar S1, S2 dan S3 akan rela ikut membiayai pelaksanaan PNTP dengan memberi beasiswa untuk kader karyawan bersangkutan. Akhirnya bagian besar dari Anggaran Pembangunan dapat dimanfaatkan untuk membangun prasarana dan sarana bagi PNTP di perguruan tinggi dan universitas. 3 Wahana Jam Kerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dalam masyarakat madani adalah satu-satunya kekuatan dominan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan ketentraman secara berkesinambungan. Makin kuat dan unggul Wahana Jam Kerja makin sejahtera dan tenteram kehidupan. Dengan cara apa saja kita berkewajiban memelihara dan membina Wahana Jam Kerja tersebut, yang berperilaku seperti manusia; dapat dilahirkan dan mati yang bersifat irreversible. Jika wahana jam kerja didirikan atau dibentuk, sama halnya seperti manusia dilahirkan. Jika wahana jam kerja bangkrut atau dibangkrutkan, sama seperti manusia mati atau dibunuh! Jika Wahana Jam Kerja mulai merugi dan mulai melaksanakan PHK atau pertumbuhannya terlalu cepat, maka wajar untuk diperhatikan dan dibantu untuk mencegah ia bangkrut atau mati. Jika Wahana Jam Kerja sengaja ditutup tanpa ada usaha membantunya, sama seperti manusia dibunuh tanpa usaha menyehatkannya. Ini adalah tindakan kriminal! Begitu penting dan strategisnya Wahana Jam Kerja ini, maka untuk memantau perkembangan Pembangunan Nasional -- sehat atau tidak -- saya menyarankan untuk memperhatikan tiga indikator makro, sebagaimana pernah saya sampaikan pada pidato dihadapan SU MPR tanggal 1 Juni 2011 dalam rangka memperingati lahirnya Pancasila. Ketiga indikator makro yang dimaksud adalah: (1) Neraca Perdagangan, (2) Neraca Pembayaran, dan (3) Neraca Jam Kerja. Demikian sumbang saran pemikiran yang dapat saya sampaikan dalam forum yang terhormat ini, semoga bermanfaat. Selamat berdiskusi! Wassalamualaikum w w Bacharuddin Jusuf Habibie

10

Você também pode gostar