Você está na página 1de 4

ada umumnya kita dapat membedakan tiga macam pandangan dikalangan para ahli antropologi, termasuk Levi-Strauss, mengenai

hubungan antara bahasa dan kebudayaan. Pertama bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakatdianggap sebagai refleksi dari keseluruhan kebudayaanmasyarakat yang bersangkutan. Pandangan yang kedua mengatakan bahwa bahasa adalah bagian dari suatu kebudayaan dan merupakan unsure kebudayaan. Hal ini seperti definisi kebudayaan dari E. B. Taylor dan juga koentjaraningrat. Disitu bahasa jelas dikatakan sebagai bagian dari kebudayaan. Pandangan yang ketiga mengatakan bahwa bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan, dan ini dapat berarti dua hal. Pertama, Bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan dalam arti diakronis, artinya bahasa mendahului kebudayaan karena melalui bahasalah manusia mengetahui kebudayaan masyarakat. Pengertian yang kedua, bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan karena material yang digunakan untuk membangun bahasa pada dasarnya adalah material yang sama tipe / jenisnya dengan material yang membentuk kebudayaan itu sendiri. Perspektif yang lebih tepat menurut Levi-Strauss adalah memandang bahasa dan klebudayaan sebagai hasil dari aneka aktifitas yang pada dasarnya mirip atau sama. Meskipun demikian Levi-Strauss mengingatkan bahwa dalam memahami korelasi antara bahasa dan kebudayaan kita harus berhati hati dan

sangat perlu memperhatikan tingkat atau level dimana kita mencari korelasi tersebut dan apa yang ingin kita korelasi. Kata Levi-Strauss, ..no conclusions can be drawn from the repetition of the sings in the field of behavior and repetition, let us say, of the phonemes of the language, or the grammatical structure of the language ; nothing of the kind it is perfectly hopeless ( 1963 : 73 ) Analisis Para ahli bahasa dan berbagai macam bahasa didunia membuat Levi-Strauss terkesan. Dalam pandangannya mereka ini telah mampu merumuskan berbagai fenomena untuk memahami fenomena kebahsaan yang begitu kompleks, dan mereka telah memanfaatkan konsep konsep permutasi dengan baik dalam analisis mereka.Tidak mengherankan jika kemudian LeviStrauss kemudian menggunakan analisis linguistik dalam kajian kajian mereka. Selain itu Ia juga memandang fenomena sosial budaya, seperti misalnya pakaian, menu makanan, mitos, ritual, seperti halnya gejala kebahasaan yaitu sebagai kalimat atau teks .

Levi-Strauss Dan linguistik Struktural. Paling tidak ada lima pandangan dari Saussure yang kemudian menjadi dasar dari strukturalisme Levi-Strauss, yakni pandangan tentang : 1. Signified ( Tinanda ) Dan Signifier ( Penanda ) Saussure berpendapat bahwa elemen dasar bahasa adalah tanda-tanda linguistik atau tanda-tanda kebahasaan yang biasa disebut kata-kata. Selanjutnya tanda kebahasaan (linguistik sign), adalah sebuah entitas yang arbitrair, semena-mena. Artinya, hubungan atau kombinasi antara elemen penanda dan tinanda bersifat semena - mena. 2. Form ( Bentuk ) Dan Content ( Isi ) Mengenai pembedaan antara wadah dan isi contohnya adalah Keretra Api 3. Langue ( Bahasa ) Dan Parole ( Ujaran, Tuturan ) Bahasa pada dasarnya memiliki dua aspek yakni aspek langue dan aspek parole. 4. Synchronic ( Sinkronis ) Dan Diachronic ( Diakronis )

Bahasa adalah suatu entitas historis, maka focus kajian bahasa adalah pada relasi relasi yang ada pada suatu keadaan sinkronis. Ketika menekan perlunya studi bahasa secara sinkronis Saussure tidak lupa memperlihatkan tidak relevannya fakta diakronis atau historis untuk analisis bahasa ( la Langue ) 5. Syntagmatic ( Sintagmatik ) dan Associative ( Paradigmatik ) Hubungan sintagmatik sebuah kata adalah hubungan yang dimiliknya dengan kata kata yang dapat berada didepannya atau dibelakangnya dalam sebuah kalimat, seperti yang terdapat diantara kata makan dengan kata saya dan pisang . Pemikiran penting jakobson mengenai fonem adalah pendapat bahwa fonem berbeda entitas - entitas kebahasaan lainnya, karena terdapat seperangkat sifatsifat yang tidak pernah ada dalam entitas kebahasaan lainnya, yakni bahwa fonem-fonem tersebut bersifat: oppositive (berlawanan), relative (relatif) dan negative (negatif). Levi-Strauss juga dipengaruhi oleh pandangan Nikolai Troubetzkoy, Troubetzkoy berpendapat bahwa fonem adalah suatu konsep linguistik, bukan konsep psikologis. Artinya, fonem sebagai sebua konsep atau ide berasal dari para ahli bahasa, dan bukan ide yang diambil dari pengetahuan pemakai bahasa tertentu yang diteliti. Dalam analisis struktural struktur dibedakan menjadi dua macam; struktur lahir, struktur luar(surface structure) dan struktur batin, struktur dalam (deep structure). Dalam perspektif struktural, kebudayaan pada dasarnya adalah rangkaian transformasi dari struktur-struktur tertentu yang ada dibaliknya. Jika kita menerapkan pandangan semacam ini pada sistem kekerabatan maka setiap warga masyarakat yang memiliki hubungan kekerabatan dengan warga masyarakat yang lain dapat dianggap sebagai leksikon. Para penganut strukturalisme beranggapan bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan dasar yang diwariskan secara genetis, mengikuti pandangan dari Sussure yang berpendapat bahwa suatu istilah ditentukan maknanya oleh relasi-relasinya pada suatu titik waktu. Relais-relasi yang berada pada struktur dalam dapat diperas atau disederhanakan lagi menjadi oposisi berpasangan (binary opposition). Dari tetraloginya kita bisa menangkap logika yang tersembunyi di balik ceritera-ceritera. Logika itu pada dasarnya tidak berbeda dengan logika orang-orang.

Makna Struktur Dan Transformasi

Mengenai Struktur menurut levi-Strauss adalah model yang dibuat okleh ahli antropologi untuk memahami atau menjelaskan gejala kebudayaan yang dianalisisnya, yang tidak ada kaitannya dengan fenomena empiris kebudayaan itu sendiri. Sedangkan transformasi dalam konteks ini adalah alih-rupa atau malih dalam bahasa Jawa ngoko.

Beberapa Asumsi Dasar Dalam memahami strukturalisme Levi-Strauss berarti harus memahami asumsi asumsi dasar yang ada dalam aliran ini. Ada cukup banyak asumsi itu, diantaranya adalah : v Dalam strukturalisme ada anggapan bahwa berbagai aktifitas sosial dan hasilnya, seperti misalnya, dongeng, upacara upacara, pakaian dan sebagainya semuanya dapat dikatakan sebagai bahasa bahasa. v Para penganut strukturalisme beranggapan bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan dasar yang diwariskan secara genetis, sehingga kemampuan ini ada pada semua manusia yang Normal yaitu kemampuan untuk structuring, untuk menstruktur, menyusun suatu struktur, atau menempelkan suatu struktur tertentu pada gejala gejala yang dihadapinya. v Secara sinkronis, dengan istilah istilah yang lain, para penganut strukturalisme berpendapat bahwa relasi relasi suatu fenomena budaya dengan fenomena fenomena yang lain pada titik waktu tertentu inilah yang menentukan makna fenomena tersebut. v Relasi relasi yang berada pada struktur dalam dapat diperas atau disederhanakan lagi menjadi oposisi berpasangan ( binary opposition ) yang paling tidak punya dua pengertian. Pertama, oposisi binair yang bersifat eksklusif seperti misalnya pada p dan q ( bukan p ). Pengertian kedua adalah oposisi bianir yang tidak eksklusif misalnya oposisi oposisi, air-api, gagakelang, siang-malam, dan sebagainya.

Você também pode gostar