Você está na página 1de 7

A.SISTEM POLITIK PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN 1.

Masa Khalifah Abu Bakar Shidiq Khalifah yang pertama adalah abu bakar. Yang di angkat melalui pertemuan sagifah yang berlangsung dengan begitu alot, karena sifat orang arab yang individual, atau nasionalis kesukuan. Dimana sistem politik pemerintahan yang diterapkan adalah berundang-undangkan Al-quran dan Sunnah. Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut,dari segi tata negara, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara islam.hal ini seperti juga berliku di zaman modern ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai pangima tertinggi angkatanbersenjata. Adapun urusan pemerintahan diluar kota madinah,khalifah Abu Bakarmembagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa propinsi, dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur). Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata social ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan social rakyat.untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak,sadaqoh yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga Negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk kesejahteraan tentara, bagi para pegawai Negara,dan kepada rakyat yang berhak menerima sesuai ketentuan al-quran

Problem besar yang dihadapi abu bakar adalah munculnya nabi-nabi palsu, munculnya kelompok ingkar zakat, serta munculnya kaum-kaum murtad. Namun karena keiklasan dan kejujuranya abu bakar mamapu memimpin masa transisi ini selama 2 tahun. Kekuasan yang dijalankan pada masa abu bakar sebagaimana pemerintahan pada masa rasulullah yakni bersifat sentral. Kekuasan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan khafilah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khafilah juga melaksnakan hukum. 2. Masa Khalifah Umar bin Khatab Pada masa umar gelomang ekspansi ( perluasan daerah kekuasaan ) pertama terjadi di ibukota syria damaskus. Pada masa pemerintahan umar, wilayah kekuasaan islam sudah meliputi jazurah arabia , palestina, syria sebagian wilayah persia dan mesir karena begitu cepatnya perluasan islam .untuk memudahkan dalam mengatur administrasi ,maka umar membagi daerah kekuasan islam menjadi 8 propinsi yaitu : makkah, madinah, syria,basrah, kafah, palestina dan mesir Pada massa umar mulai di atur sistem pembayaran gaji dan pajak tanah pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dan eksekutif untuk menjaga keamanan dan ketertiban jawatan kepolisian dibentuk demikian pula jawatan pekerjaan umum.Sistem pemerintahan sudah di bagi menurut bidangnya masing masing. Pada massa umar juga dikenal dengan adanya pajak orang yaitu : orang pendatang yang bukan dari daerah islam dan bukan orang islam dikenakan pajak orang yakni orang itu harus membayar pajak atas dirinya sendiri kepada negara Untuk memperkuat pasukan pedang islam, umar mendatangkan ahli pedang yang di kenal dengan abu-luluah .yaitu seorang budak dari persia .oleh karena itu abu luluah tidak menganut agama islam maka abu luluah ini di kenai pajak orang yakni di harus menbayar pajak kepada negara. Umar juga mendirikan bait al-maal sebagian tempat menyimpan harta negara selain itu umar juga menempa mata uang dan menciptakan tahun hijriyah .umar memerintah selama sepuluh tahun. Sebagai seorang negarawan yang patut diteladani, ia telah menggariskan persyaratan bagi calon warga Negara, menetapkan dasar-dasar pengelolaan Negara, melindungi hak-hak rakyat,pejabat dipegang oleh seorang yang amanah dandipertanggung jawwabkan kepada Tuhan, mendidik rakyat

agar berani memberi kritik kepada pemerintah, meletakkan dasar-dasar pengadilan dalam islam. Massa jawatan umar berakhir dengan kematian dia dibunuh oleh abu-luluah, abu-luluah merasa tidak puas akan kebijakan umar yang mengharuskan dia membayar pajak atas dirinya. 3. Masa Khalifah Ustman bin Affan Pada massa pemerintahan ustman ( 644-655 ), armania tunisia cypous rhodes dan bagian yang tersisa dari persia dan tranoxania dan tabanistan berhasil di rebut . Ekspansi islam pertama berakhir disini . Pada massa ustman terjadi diskriminasi kesukuan dimana seluruh jabatan di bagikan pada kaumnya sendiri yakni bani uamyyah dan mengkhususkan mereka gaji yang besar , yang diambilkan dari bait al maal. Hal ini menyebabkan kecemburuan dari suku-suku dan kabilah lain hingga mereka melakukan perlawanan terhadap pemerintahan ustman . Hingga menyebabkan kematian seorang ustman.. Ustman dibunuh di rumahnya sendiri dan di biarkan selama tiga hari .debagai mana. Yang di kutip dari badri yatim akhirnya kaum pemberontak menyerbu rumah usrman . Membunuhnya secara dzalim dan merapok isi rumahnya dan jazadnya yang suci ditinggalkan selama tiga hari tanpa dikuburkan. Setelah Ustman meninggal. terjadilah kekosongan kepemimpinan dalam sejarah islam, untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi, akhirnya umat islam beramai-ramai mengangkat Ali sebagai khalifah menggantikan Ustman, pada saat itu tidak ada seorang pun selain dia, baik dikota madinah maupun diseluruh dunia islam . Seorang yang dapat dipercaya oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal yang pertama kali dilakukan Ali adalah memecat Muawiyah dari jabatannya di Syam dan mengangkat sumbol hunauf sebagai penggantinya. Kaum umayah menuntut agar Ali menghukum pembunuh Ustman. Akan tetapi Ali tidak melakukan itu, sehingga kaum umayah diketahui Muawiyah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Ali. Diujung pemeruntahan Ali, Umat islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu muawiyah, Syiah (pengikut Ali) dan khawarij (orang yang keluar dari kelompok Ali). Ali meninggal dan digantikan anaknya Hasan, sementara kaum Muawiyah semakin kuat dan Hasan tidak sekuat Ali. Hingga akhirnya Hasan mengadakan perundingan damai, dan umat islam dikuasai oleh muawiyah. Dengan begitu berakhirlah sustem pemeruntahan khulafaurrasyidin berganti dengan sustem kerajaan yang dipimpin oleh Muawiyah. 4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib Umat yang tidak punya pemimpin dengan wafatnya Utsman, membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah baru. Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya.ia di baiat di tengah-tengah kematian usman, pertentangan dan kekacauandan kebingungan umat islam Madinah.sebab kaum pemberontak yang membunuh Usman mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah. Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat islam: 1. Tetap berpegang teguh kepada al-quran dan sunnah rasul 2. Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada Negara dan sesame manusia 3. Saling memelihara kehormatan di antara sesame muslim dan umat lain 4. Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum,dan 5. Taat dan patuh kepada pemerintah. Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah

dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah. Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman.Namun Ali menyatakan:ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan.Ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahibushsurtah,serta mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka. Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali Radhiallahu anhu, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam. Harus diakui ada beberapa kasus dan peristiwa pada masa khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangka.

Secara umum mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafah al-Rasyidin dalam memimpin Negara Madinah. 1) Mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda: Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa ada seorang calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk calon penggantinya. Cara ini terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar dibalai pertemuan TsaqifahBani Syaidah. Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukan oleh khalifah sebelumnya dengan terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian memberitahukan kepada umat islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukan itu tidak karena ada hubungan keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar. Pemilihan team atau Majelis Syura yang di bentuk khalifah. Anggota tem bertugas memilih salah seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara ini terjadi pada Usman melalui Majelis Syura yang dibentuk oleh khalifah Umar yang beranggotakan enam orang. Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang kacau akibat pemberontakan sekelompok masyarakat muslim yang membunuh usman.Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih oleh kaum pemberontak dan umat Islam Madinah. 2) Pemerintahan Khulafah al-Rasyidin tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara khusus sebagai dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undang nya adalah Al-Quran dan Sunnah Rasul ditambah dengan hasil ijtihad khalifah dan keputusan Majelis Syura dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang tidak ada penjelasannya dalam nash syariat. 3) Pemerintahan khulafah al-Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa jabatan bagi setiap khalifah. Mereka tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada syariat islam.

4) Dalam penyelenggaraan politik pemerintahan Negara Madinah khulafa al-Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip persamaan bagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip keadilan social dan kesejahteraan rakyat. 5) Dasar dan pedoman penyelenggaraan politik pemerintahan Negara Madinah adalah Al-Quran dan Sunnah rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura. Karenanya corak Negara Madinah pada periode Khulafa al-Rasyidin tidak jauh berbeda daripada zamanRasulullah.

B. SISTEM POLITIK PADA MASA DINASTI UMAYYAH Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Pada periode pertama pemerintahan bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik meskipun filsafat dan ilmu ilmu pengetahuan terus berkembang. Perubahan yang paling menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada sistem politik, diantaranya adalah: a.Politik dalam Negeri 1) Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan ini berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan. Karena letaknya jauh dari Kufah, pusat kaum Syiah (pendukung Ali), dan juga jauh dari Hijaz, tempat tinggal Bani Hasyim dan Bani Umayyah, sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih tajam antar dua bani tersebut dalam memperebutkan kekuasaan. 2) Pembentukan lembaga yang sama sekali baru atau pengembangan dari Khalifah ar rasyidin, untuk memenuhi tuntutan perkembangan administrasi dan wilayah kenegaraan yang semakin komplek. Dalam menjalankan pemerintahannya Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab (sekretaris) yang meliputi : Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat. Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara. Katib al Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan. Katib asy Syurthahk yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum. Katib al-Qaadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui bedan-badan peradilan dan hakim setempat (Hasjmy, 1993:82).

Masa Bani Umayyah juga membentuk berbagai departemen baru antara lain bernama al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan Khalifah. Organisasi Syurthahk (kepolisian) pada masa Bani Umayyah disempurnakan,. Pada mulanya organisasi ini menjadi bagian organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana al-hudud. Untuk mengurus tata usaha pemerintahan, Daulah Bani Abbas membentuk empat buah dewan atau kantor pusat yaitu: Diwanul Kharrraj, Diwanul Rasaail, Diwanul Musytaghilaat al-Mutanauwiah dan Diwanul Khatim.

Dewan ini sangat penting karena tugasnya mengurus surat-surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain dan dibalut dengan lilir kemudian diatasnya dicap Sedangkan pada bidang pelaksanaan hukum, Daulah Bani Umayyah membentuk lembaga yang bernama Nidzam al Qadai (organisasi kehakiman). Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi kedalam tiga badan yaitu: Al-Qadha, bertugas memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada waktu itu belum ada mazhab empat ataupun mazhab-mazhab lainnya. Pada waktu itu para qadhi menggali hukum sendiri dari al-kitab dan as-Sunnah dengan berijtihad. Al-Hisbah, bertugas menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat. An-Nadhar fil Madhalim, yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding.Selain iitu, Khalifah Bani Umayyah juga mengangkat pembantu-pembantu sebagai pendamping yang sama sekali berbeda dengan Khalifah sebelumnya. Mereka merekrut orang-orang non Muslim menjadi pejabat-pejabat dalam pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter dan kesatuan dalam militer (Pulungan, 1997:166). Hal ini terjadi sejak Muawiyah menjabat sebagai Khalifah, yang kemudian diwarisi oleh keturunannya. Tetapi pada zaman Umar bin Abdul Azis kebijakan tersebut dihapus, karena orang-orang non Muslim (Yahudi, Nasrani dan Majusi) yang memperoleh privilage di dalam pemerintahan banyak merugikan kepentingan umat Islam, bahkan menganggap mereka rendah.

b.Politik Luar Negeri Politik luar negeri Bani Umayyah adalah politik ekspansi yaitu melakukan perluasan daerah kekuasaan ke negara negara yang belum tunduk pada kerajaan Bani Umayyah. Pada zaman Khalifah ar-Rasyidin wilayah Islam sudah demikian luas, tetapi perluasan tersebut belum mencapai tapal batas yang tetap, sebab di sana-sini masih selalu terjadi pertikaian dan kontak-kontak pertempuran di daerah perbatasan. Daerah-daerah yang telah dikuasai oleh Islam masih tetap menjadi sasaran penyerbuan pihak-pihakdi luar Islam, dari belakang garis perebutan tersebut. Bahkan musuh diluar wilayah Islam telah berhasil merampas beberapa wilayah kekuatan Islam ketika terjadi perpecahan-perpecahan dan permberontakan-pemberontakan dalam negeri kaum muslimin, Berdasarkan kedaan semacam ini, terjadilah pertempuran-pertempuran antara Bani Umayah dan negara-negara tetangga yang telah ditaklukkan pada masa khilafaur rasyid. Pada saat itu, pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Ciri-ciri Sistem Politik Dinasti Umayah adalah: Unsur pengikat bangsa lebih ditekankan pada kesatuan politik dan ekonomi Khalifah adalah jabatan sekuler dan berfungsi sebagai kepala pemerintahan eksekutif : kedudukan khalifah masih mengikuti tradisi kedudukan syaikh (kepala suku) Arab, dan karenanya siapa saja boleh bertemu langsung dengan khalifah untuk mengadukan haknya. Dinasti ini lebih banyak mengarahkan kebijaksanaan pada perluasan kekuasaan politik atau perluasan wilayah kekuasaan Negara. Dinasti ini bersifat eksklusif karena lebih mengutamakan orang-orang berdarah Arab duduk dalam pemerintahan, orang-orang non Arab tidak mendapat kesempatan yang sama luasnya dengan orang-orang Arab. Qadhi (hakim) mempunyai kebebasan dalam memutuskan perkara. Disamping itu dinasti tidak meninggalkan unsur agama dalam pemerintahan. Formalitas agama tetap dipatuhi dan terkadang menampilkan citra dirinya sebagai pejuang Islam. Dinasti ini kurang melaksanakn musyawarah. Karenanya kekuasaan khalifah mulai bersifat absolute walupun belum begitu menonjol. Dengan demikian tampilnya pemerintahan Dinasti Umayah yang mengambil bentuk monarki, merupakan babak kedua dari praktek pemerintahan umat Islam dalam sejarah.

Sepeninggal Umar bin Abd al-Azis yang dikenal sebagai sufi-nya Dinasti Umayyah[43], kekuasaan Dinasti Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abd al-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abd al-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abd al-Malik (724-M-743-M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru yang di kemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Dinasti Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya. Masa Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Umayyah disebabkan oleh factor berikut: 1. Potensi perpecahan antara suku, etnis dan kelompok politik yang tumbuh semakin kuat 2. Tidak adanya aturan yang pasti dan tegas tentang peralihan kekuasaan secara turun temurun mengakibatkan gangguan serius di tingkat negara. 3. Sisa-sisa kelompok pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib yang umumnya adalah kaum Syiah dan kelompok Khawarij terus aktif menjadi gerakan oposisi 4. Sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian Timur lainnya, merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintahan Dinasti Umayyah 5. Sikap hidup mewah di lingkungan istana merupakan salah satu faktor lemahnya pemerintahan Dinasti Umayyah 6. Terakhir, penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas bin Abd al-Muthallib.

Akhirnya, masa keemasan Dinasti Umayyah berakhir pada masa pemerintahan Hisyam bin Abd al-Malik (724 743 M), anak keempat Abd al-Malik.Penyimpangan administrasi dan korupsi dalam pemerintahan menyebabkan keruntuhannya. C. SISTEM POLITIK PADA MASA DINASTI ABBASIYAH Kemajuan peradaban Abbasiyah sebagai disebabkan oleh stabilitas politik dan pemerintahan. Bidang Politik dan Pemerintahan. Kemajuan politik dan pemerintahan yang dilakukan oleh Dinasti abbasiyah antara lain : 1. Memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dijadikan kota pintu terbuka sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukin di dalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota international yang sangat sibuk dan ramai. Membentuk Wizarat untuk membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul Tanfiz sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah dan Wizaratul Rafwidl sebagai orang yang diberi kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai lambang. Membentuk Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara. Membentuk Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah al-Qura atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk mebatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad. Membentuk Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat. Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azrau untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.

2.

3. 4.

5. 6.

7.

8.

Menetapkan tanda kebesaran seperti al-Burdah yaitu pakaian kebesaran yang berasal dari Rasul, al-Khatim yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam pedang, dan kehormatan. Al-Khuthbah, pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jumat, as-Sikkah, pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambing khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan pegawai pemerintah untuk khalifah. Membentuk organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri).

Ada beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum mawalli. b. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, ang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain. c. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang harus dikembangkan. d. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia. Dunia terus berputar begitu juga dengan Dinasti Abbasiyah, karena adanya beberapa factor sebagai berikut: 1.Faktor Internal Khalifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan mayoritas pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara. Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan. Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat Permusuhan antar kelompok kerajaan.

2. Faktor Eksternal Perang Salib yang berlangsung Penyerbuan Tentara Mongol menghancurkan Baghdad, sehingga Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.

DAFTAR PUSTAKA Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta 1989 Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2, Pustaka Alhusna, Jakarta 1983 http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1752

Você também pode gostar