Você está na página 1de 25

Analisis Pengaruh PDB Semi Hijau Terhadap Kuantitas Deplesi Sumberdaya Alam di Indonesia Melalui Estimasi Data Panel

(Studi Kasus PDB Semi Hijau dan Kuantitas Deplesi Sumberdaya Alam Indonesia Tahun 2000-2010)

Disusun Oleh: Andistya Oktaning Listra 0910210022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Matakuliah Seminar ESDA dan Lingkungan

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati merupakan tantangan yang dihadapi pada abad ke-21 karena memilki dampak yang berbahaya terhadap lingkungan dan ekonomi berdasarkan hasil KTT Bumi (Rio+20) di Rio de Janeiro, Brazil yang dilaksanakan pada 20-22 Juni 2012. Sebagai salah satu negara yang tergabung dalam KTT Bumi (Rio+20), Indonesia turut terpengaruh pada wacana tersebut mengingat beberapa bencana alam pernah terjadi di Indonesia akibat perubahan iklim dan hilangnya

keanekaragaman hayati. Tabel 1.1 : Kerugian Akibat Bencana Alam Di Indonesia Dari Tahun 2001 2010
Kejadian Meninggal Total Terkena Dampak 15.000 15.000 4.930 986 879.068 51.710 2.036.938 58.198 275.579 Kerusakan (000 US$) 1.000 1.000 90.200 5.306 1.411.433 40.327 60.404

Kekeringan

Banjir

Curah Hujan Terlalu Tinggi

Kekeringan Rata rata per kejadian Tidak terdata Rata rata per kejadian Banjir cepat Rata-rata per kejadian Banjir umum Rata-rata per kejadian Longsor

55 11 1.239 73 1.243 36 900

17

35

23

Rata rata per 39 kejadian Kebakaran Kebakaran 3 Hutan Rata rata per kejadian Sumber : EM-DAT: The OFDA/CRED International Disaster Equator, 2011

11.982 400 133

2.626 14.000 4.667

Database, 2010 dalam LPM

Salah satu strategi meminimalisir masalah tersebut adalah transformasi sistem ekonomi yang berwawasan lingkungan (Callan, 2002 dalam Utama, 2009). Dalam hal ini, ekonomi hijau merupakan sistem ekonomi yang berkontribusi meningkatkan kesejahteraan manusia dan ekuitas sosial dilihat dari kemampuannya mengurangi resiko lingkungan dan kelangkaan ekologis (UNEP, 2011 dalam LPM Equator, 2011). Adapun ekonomi hijau selaras dengan konsep pembangunan berkelanjutan terkait perannya yang mampu menjembatani gap antara agenda pembangunan lainnya seperti Millenium Development Goals (MDGs) dan Lingkungan atau modal alam (LPM Equator, 2011). Dalam pelaksanaan ekonomi hijau maka PDB Semi Hijau merupakan salah satu komponen yang mampu merealisasikan tujuan ekonomi hijau jika ditinjau dari sistematika perhitungannya. Gambar 1.1 : Pilar Pembangunan Berkelanjutan EKONOMI
Keadilan Dalam Generasi Pemberdayaan Efisiensi Stabilitas Pertumbuhan

Valuasi Internalisasi

Sosial Kemiskinan Pemberdayaan Budaya Keadilan Antar Generasi Partisipasi masyarakat

Lingkungan

Keanekaragaman Hayati SDA Polusi

Sumber : Askary, 2005 dalam Suryanto, 2009

Jika dilihat dari perspektif teori ekonomi makro PDB konvensional selama ini dijadikan parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan di suatu negara. Namun, berdasarkan perspektif pembangunan berkelanjutan, PDB konvensional hanya mengukur perkembangan ekonomi jangka pendek dan menengah (Ningsih, 2005). Jika parameter tersebut dipergunakan untuk estimasi ekonomi jangka panjang maka variabel tingkat penipisan (deplisi) sumber daya alam harus tercakup dalam perhitungan PDB Semi Hijau. Dengan demikian, deskripsi riil terhadap biaya pada produksi yang mengaitkan penggunaan sumberdaya alam seperti hutan, minyak, gas, batubara, emas, perak, timah, bauksit, nikel, dan tembaga dapat terwakili. Kenyataannya, PDB Semi Hijau selama ini belum diketahui secara pasti pengaruhnya terhadap kuantitas deplisi sumberdaya alam meskipun sebenarnya telah dilakukan perhitungan atas nilai deplesi sumberdaya alam. Hal ini menyebabkan tujuan penerapan PDB Semi Hijau dalam meminimalisir eksploitasi sumberdaya alam di Indonesia masih bersifat ambigu terutama dalam memberikan kejelasan secara kuantitatif. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengetahui pengaruh PDB Semi Hijau terhadap kuantitas deplesi sumberdaya alam di Indonesia maka diperlukan metode untuk estimasi yaitu melalui data panel. Menurut Harahap (2010) secara umum dengan menggunakan data panel kita akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap perusahaan dan setiap periode waktu. Oleh karena itu, di dalam mengestimasi persamaan akan sangat tergantung dari asumsi yang kita buat tentang intersep, koefisien slope dan variabel gangguannya. Ada beberapa kemungkinan yang akan muncul yaitu, diasumsikan intersep dan slope adalah tetap sepanjang waktu dan individu (perusahaan) dan perbedaan intersep dan slope dijelaskan

oleh variabel gangguan, diasumsikan slope adalah tetap tetapi intersep berbeda antar individu, diasumsikan slope tetap tetapi intersep berbeda baik antar waktu maupun antar individu, diasumsikan intersep dan slope berbeda antar individu, diasumsikan intersep dan slope berbeda antar waktu dan antar individu. Pemilihan estimasi data panel merupakan metode yang terbaik dikarenakan data panel merupakan gabungan dua data yaitu time series dan cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Selain itu, data panel mampu mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variabel dan asumsi klasik. Data panel juga memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu sehingga menghasilkan pengujian dan pemodelan yang lebih kompleks. Terakhir, data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agresi data individu (Harahap, 2010). Dengan mengkaitkan perhitungan PDB Semi Hijau dan pengaruhnya terhadap kuantitas deplisi sumberdaya alam di Indonesia maka diperlukan suatu estimasi untuk mengetahui pengaruh antar variabel tersebut. Dengan adanya estimasi data panel pada PDB Semi Hijau terhadap kuantitas deplisi sumberdaya alam diharapkan dapat memberikan kejelasan manfaat penerapan PDB Semi Hijau di Indonesia. Oleh karena itu dalam penelitian proposal ini berjudul : Analisis Pengaruh PDB Semi Hijau Terhadap Kuantitas Deplesi Sumberdaya Alam di Indonesia Melalui Estimasi Data Panel (Studi Kasus PDB Semi Hijau dan Kuantitas Deplisi Sumberdaya Alam Indonesia Tahun 2000-2010).

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pengaruh PDB Semi Hijau terhadap kuantitas deplisi sumberdaya alam di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Bertolak dari latar belakang dan permasalahan maka penelitian ditujukan untuk mengetahui pengaruh PDB Semi Hijau terhadap kuantitas deplisi sumberdaya alam di Indonesia

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pentingnya Realisasi Ekonomi Hijau di Indonesia Secara konseptual ekonomi hijau adalah paradigma ekonomi yang menginternalisasi persoalan lingkungan dalam sistem perekonomian. Cukup diketahui bahwa selama ini dimensi lingkungan dari pembangunan berkelanjutan relatif diabaikan, alasannya yaitu lingkungan memiliki elemen pandangan yang lebih jauh (LPM Equator, 2011). Dalam konteks pembangunan ekonomi, kemajuan fisik dan sosial tidak selalu menjadi indikator dalam memenuhi aspek keberlanjutan ekologis hal ini dikarenakan peran adaptasi dan strategi fungsional yang kondisi lingkungan alam.

Gambar 2.1 : Hubungan Antara Sistem Ekonomi dan Lingkungan


Lingkungan

Bahan Mentah

Sektor Produksi

Limbah produk Produk Final Sistem Ekonomi


Sumber : Mburu et.al, 2012

Rumah tangga

Limbah produk Sektor

Menurut Budimanta (2010) strategi ekonomi hijau harus selaras dengan tujuan pembangunan lainnya. Ekonomi hijau harus dilihat sebagai bagian integral dari konsep yang lebih luas pembangunan berkelanjutan dan menekankan bahwa ekonomi hijau harus selalu berhubungan dengan agenda pembangunan lainnya. Tempatnya dalam konteks perencanaan pembangunan adalah dengan menjembatani kesenjangan antara agenda pembangunan lainnya seperti Millenium Development Goals (MDGs) dan Lingkungan atau modal alam. Perbedaan yang jelas juga harus dibuat antara strategi jangka panjang dan jangka pendek. Landasan filosofis ekonomi hijau di Indonesia memiliki pondasi yang sangat kuat apabila merujuk pada Pancasila dan Konstitusi UUD 1945. Dalam konsep ekonomi hijau, falsafah kenegaraan (Pancasila) terefleksi dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menciptakan peradaban dan kesejahteraan tanpa adanya harmoni dari aspek alam dan lingkungan adalah perspektif yang semu dalam mengaktualisasikan ekonomi hijau berbasis Pancasila. Berdasarkan Konstitusi UUD 1945 Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial pada pasal 33 secara tegas menyatakan bahwa perekonomian Indonesia terstruktur sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dengan kemakmuran rakyat diselenggarakan atas dasar prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (Budimanta, 2010). Sebagai upaya mendukung penerapan ekonomi hijau di Indonesia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan bahwa pemerintah memiliki berkomitmen untuk segera merealisasikan ekonomi hijau (green economy) sesuai dengan target pengurangan emisi karbon pada 2020 sebesar 26 persen tanpa bantuan dana luar dan 40 persen jika ada bantuan (Saturi, 2012).

Menurut UNEP (2011) ekonomi hijau berkontribusi pada peningkatan pendapatan per kapita dunia hingga 16% karena prinsipnya yang

mengedepankan pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan. Penelitian terdahulu juga menunjukkan peran ekonomi hijau dalam transformasi lingkungan yang rendah-karbon karena terjadinya efisiensi energi. Ditinjau dari fakta keberhasilan ekonomi hijau juga terefleksi dari penurunan 177 juta ton emisi CO2 dan peningkatan PDB sebesar 2,7 persen (Rp 133 trilyun) per tahun. Secara tidak langsung, manfaat ekonomi tersebut bisa menjadi sarana penciptaan lapangan kerja baru bagi kurang lebih 3 juta orang, dan mengurangi tingkat kemiskinan sebesar lebih dari 4 juta per tahun. Oleh karena itu, fakta ini mampu menjadi rekomendasi kebijakan yang dirancang untuk memenuhi target pengurangan emisi karbon dengan cara mempromosikan kebijakan hemat

energi sebesar 25 persen dari rumah tangga kaya di daerah perkotaan, industri yang intensif energi dan sektor transportasi (Jakarta Post, 2009 dalam LPM Equator, 2011).

Gambar 2.2 : Skenario Ekonomi Hijau Untuk Indonesia

Efisiensi Energi

25% lintas sektor

Energi

Fuel Mix

50% batubara dan gas $10 karbon + tax switch -10% def. REDD15 + efficiency

Sektor

Pajak Karbon

Kehutanan

Pengurangan Deforestasi

Sumber : LPM Equator, 2011

2.2

Peran PDB Semi Hijau Sebagai Parameter Keberhasilan Ekonomi Hijau PDB konvensional selama ini merupakan parameter keberhasilan

pembangunan suatu negara sehingga menjadi benchmark dalam komparasi tingkat kesejahteraan/kemajuan antar berbagai negara dan antar waktu. Namun secara teoritis terbukti bahwa PDB konvensional gagal sebagai parameter sejati kesejahteraan ekonomi (Stockhammer et al., 1997 dalam Talberth dan Bohara, 2005) adapun hal ini terbukti dengan terjadinya Krisis Global yang dimulai tahun 2008 hingga kini. Diantara kekurangan lainnya, PDB konvensional telah dikritik atas kegagalannya dalam mengatasi deplesi sumberdaya alam, ketidaksetaraan pendapatan kotor, dan aktivitas ekonomi yang profit oriented tanpa

memperhatikan eksternalitasnya (Castaneda, 1999; Torras, 2003 dalam Talberth dan Bohara, 2005). Selain itu, PDB konvensional mengabaikan harga input dan output yang tidak dibeli dan dijual di pasar sehingga tidak ada kisaran nilai jasa ekosistem yang harus dikeluarkan sehingga dibutuhkan sistematika perhitungan yang mampu mengukur kesejahteraan dan memenuhi konteks pembangunan berkelanjutan (Hanley, 2000 dalam Talberth dan Bohara, 2005). Ditinjau dari pedoman umum System National Account (SNA), PDB konvensional yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Untuk kepentingan pengintegrasian PDB konvensional dengan faktor lingkungan maka dikembangkan System on Integrated Environmental and Economic Accounting (SEEA) yang merupakan dasar atau basis bagi perhitungan PDB Semi Hijau. SEEA yang dikembangkan terakhir oleh PBB adalah SEEA versi tahun 2003. Dalam Handbook of National Accounting: Integrated Environmental and Economic Accounting 2003 (SEEA, 2003). SEEA dikonsepsikan sebagai sistem satelit dari SNA. SEEA secara bersama sama memberikan informasi

ekonomi dan lingkungan untuk mengukur kontribusi lingkungan terhadap perekonomian (Nur Kholis et.al, 2007). PDB Semi Hijau merupakan konsep revolusioner yang mengintegrasikan aspek lingkungan dalam konteks pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Penghitungan PDB Semi Hijau memasukkan variabel deplesi sumberdaya alam. Deplesi sumberdaya alam adalah berkurangnya jumlah sumberdaya alam yang tersedia menyediakan barang dan jasa lingkungan. Jika hanya deplesi sumberdaya alam yang dimasukkan ke dalam perghitungan, maka dinamakan dengan PDB Semi Hijau. Sementara itu, PDB konvensional dikenal dengan nama PDB Coklat.

Rumus PDB Semi Hijau : Nilai produksi Biaya input antara PDB Konvensional Nilai Deplesi Sumberdaya Alam PDB Semi Hijau Rp. Rp (-) Rp.. Rp (-) Rp..

2.2.1

Perhitungan Deplesi Lahan Terkait dengan variabel dalam perhitungan PDB Semi Hijau maka

pengukuran nilai deplesi lahan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a. Menghitung konversi lahan industri makanan, minuman dan tembakau dengan cara mengurangi luas lahan tahun sekarang (n) dengan tahun sebelumnya (n-1) b. Melakukan valuasi ekonomi nilai deplesi lahan dengan metode perubahan produktivitas sebagai berikut : 10

(1) dimana Dn adalah nilai deplesi, PDn adalah produktivitas lahan, dan Hn adalah harga beras, dan n menunjukkan tahun ke-n. 2.2.2 Perhitungan Deplesi air Valuasi ekonomi deplesi air dilakukan dengan metode perubahan produktivitas. Melalui penyesuaian dengan ketersediaan data, penilaian deplesi air dilakukan dengan menggunakan rumus : (2)

dimana Dn adalah nilai deplesi, Pn adalah jumlah produksi, dan Bn adalah biaya pengairan, i adalah kabupaten/kota ke-i dan n menunjukkan tahun ke-n. Angka 400 merupakan nilai konversi kebutuhan air per 1 ton (Revelle, 1963 dalam

Nahriyanti, 2008). 2.2.3 Perhitungan Deplesi Sumberdaya Alam Total Penghitungan nilai deplesi sumberdaya alam dilakukan melalui langkahlangkah: (1) identifikasi sumberdaya alam yang terdeplesi; (2) melakukan kuantifikasi volume fisik sumberdaya alam yang terdeplesi; (3) melakukan valuasi ekonomi sumberdaya alam yang terdeplesi. Nilai deplesi sumberdaya alam diperoleh dengan mengalikan volume pengambilan masing-masing jenis sumberdaya alam dengan unit rent atau unit net price. Nilai deplesi dapat dinyatakan dalam persamaan : ( )( ) (3)

di mana: Dx = nilai deplesi; Ux = unit rent; Qx = volume sumberdaya alam x yang diambil. Cara menghitung unit rent adalah dengan mengurangkan biaya pengambilan per unit dari harga sumberdaya alam termasuk nilai laba per unit (balas jasa pengeluaran investasi) yang layak diterima oleh si pemrakarsa. Adapun nilai laba yang layak itu dianggap sama dengan tingkat bunga pinjaman

11

di bank sebagai biaya alternatif dari modal yang ditanam untuk mengeksploitasi sumberdaya alam di daerah yang bersangkutan. Penerimaan kotor Biaya produksi Laba kotor Laba layak (balas jasa investasi) Unit Rent Rp. Rp (-) Rp.. Rp (-) Rp..

2.3

Peran Estimasi Data Panel Untuk Mengetahui Pengaruh PDB Semi Hijau terhadap Kuantitas Deplisi Sumberdaya Alam PDB Semi Hijau yang memperhitungkan nilai deplisi sumberdaya alam

selama ini belum diketahui pengaruhnya secara langsung terhadap kuantitas deplisi sumberdaya alam. Tingginya tingkat eksploitasi sumberdaya alam di Indonesia yang terbukti dari meningkatnya angka deforestasi, penggunaan bahan bakar baik minyak dan batubara, konversi lahan, dan lain lain, sebenarnya belum merefleksikan keberhasilan penerapan PDB Semi Hijau dalam meminimalisir kuantitas deplisi sumberdaya alami oleh karena itu diperlukan estimasi untuk mengetahui pengaruh antar keduanya salah satunya menggunakan data panel. Data panel merupakan estimasi yang terbaik dikarenakan estimasi data panel penggabungan dari data time series dan cross section. Sebagai contoh analisis pengaruh PDB Semi Hijau suatu negara terhadap deplesi sumberdya alam jika hanya menggunakan data cross section, yang diamati hanya pada satu titik waktu, maka pengaruhnya terhadap masing masing kuantitas deplesi sumberdaya antar waktu tidak dapat dilihat. Di sisi lain, penggunaan model time

12

series juga menimbulkan persoalan tersendiri melalui peubah-peubah yang di observasi secara agregat dari satu unit variabel sehingga mungkin memberikan hasil estimasi yang bias. Terdapat dua keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data time series dan cross section saja (Verbeek, 2004 dalam Firdaus dan Irawan, 2009). Pertama, dengan mengkombinasikan data time series dan cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan model data panel marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga paramater yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis menurut Hsiao (2004) dalam Firdaus dan Irawan (2009), data panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi. Kedua, keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. Data panel juga lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Hal ini berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang, sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.Terdapat dua pendekatan yang umum diaplikasikan data panel, yaitu Fixed Effect Model (FEM) dan Random effects Model (REM). Keduanya

13

dibedakan berdasarkan pada asumsi atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas (regresor). 2.3.1 Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) Menurut Harahap (2010) pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini:

Yit = + xjit j + it

untuk i = 1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, .., T

Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut:

Yi1 = + xjit j + i1

untuk i = 1, 2, . . . , N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter dan yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. 2.3.2 Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa tersebut adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-

14

beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Dalam estimasi ini, nilai intersep yang mungkin saja bisa berbeda-beda antar unit cross section. Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable atau disebut juga Covariance Model. Kita dapat menuliskan pendekatan tersebut dalam persaman sebagai berikut (Harahap, 2010) :

yit = i + x it j +
j

aiDi + eit
i 2

di mana :

yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

i = intercept yang berubah-ubah antar cross section unit


xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

ji = parameter untuk variabel ke j


eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Keputusan memasukkan variabel dummy ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan

penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi kefisienan dari parameter yang diestimasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini didekati dengan menggunakan statistik F yang berusaha memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka. Rumusan itu adalah sebagai berikut: FN+T-2,NT-N-T = (ESS1 -ESS2) / (NT-1) (ESS2) / (NT-N-K) dimana ESS1 dan ESS2 adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa dan model efek tetap, sedangkan statistik F

15

mengikuti distribusi F dengan derajat bebas NT-1 dan NT-N-K . Nilai statistik F uji ini lah yang kemudian kita perbandingkan dengan nilai statistik F tabel yang akan menentukan pilihan model yang akan kita gunakan 2.3.3 Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Keputusan untuk memasukkan variabel dummy dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Karena hal ini lah, model efek acak sering juga disebut model komponen error (error component model). Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini :

Yit = + xjit j + it

it = ui + vt + w it
dimana

ui N(0, u2) = komponen cross section error vt N(0, v2) = komponen time series error wit N(0, w2) = komponen error kombinasi

Kita juga mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model efek acak ini, maka kita dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang

16

dikembangkan oleh Hausmann. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan nilai Chi Square Statistics sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik. 2.3.4 Pemilihan Model Terbaik Dalam Estimasi Data Panel Chow Test adalah pengujian F - Statistics adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0: Model PLS (Restricted) H1: Model Fixed Effect (Unrestricted) Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan F Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:

( ) RRSS URSS /() N 1 CHOW URSS /( N NT K )


dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square (Merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least square/common intercept) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect) N= Jumlah data cross section T= Jumlah data time series K=Jumlah variabel penjelas

17

Dalam hal ini, memilih apakah model fixed atau random effects yang lebih baik, dilakukan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan Hausman Test. Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

atau REM adalah model yang tepat

atau FEM adalah model yang tepat Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

dimana: M adalah matriks kovarians untuk parameter k adalah degrees of freedom Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed effects, begitu juga sebaliknya.

18

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Menurut Kuncoro (2007) yang dimaksud dengan pendekatan penelitian kuantitatif adalah : Pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan manajerial dan ekonomi. Pendekatan ini berangkat dari data yang selanjutnya diproses dan dimanipulasi sehingga dapat menjadi informasi yang berharga bagi pengambil keputusan. Proses pengolahan dan manipulasi data mentah menjadi informasi yang bermanfaat inilah yang menjadi jantung dari analisis kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif dapat pula diartikan sebagai penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan dari penggunaan pendekatan kuantitatif ini adalah untuk menggunakan dan mengembangkan model-model matematis, teori-teori dan atau suatu hipotesis yang berkaitan dengan fenomena yang terjadi di sekitar. Pengukuran menjadi proses yang sangat krusial dalam penelitian ini karena proses ini dapat memberikan hubungan fundamental antara pengamatan yang bersifat empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Dengan fungsi pendekatan kuantitatif tersebut, diharapkan penelitian ini dapat menjelaskan bagaimana pengaruh PDB Semi Hijau Indonesia terhadap kuantitas deplesi sumberdaya alam.

19

3.2

Ruang Lingkup Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh PDB Semi Hijau

terhadap kuantitas deplesi sumberdaya alam di Indonesia. Penelitian ini mengambil data cross section dan time series per sumberdaya yaitu hutan, minyak, gas alam, batubara, emas, perak, timah, bauksit, nikel, dan tembaga. Alasan dipilihnya sumberdaya tersebut karena pengaruhnya yang sangat besar di sektor industri adapun range waktu yang digunakan adalah tahun 2000 2010.

3.3

Definisi Operasional Sesuai dengan judul penelitian maka penjelasan beberapa variabel yang

terkait yaitu, variabel PDB Semi Hijau dan kuantitas deplisi per sumberdaya seperti hutan, minyak, gas alam, batubara, emas, perak, timah, bauksit, nikel, dan tembaga. 3.4 Metode Pengumpulan Data Untuk menguraikan dan menganalisa serta mengolah semua data yang ada maka jenis datanya adalah data sekunder. Data tersebut diperoleh melalui situs BPS dan Sucofindo untuk mengetahui PDB Semi Hijau dan kuantitas deplesi per sumberdaya alam di Indonesia. Adapun metode pengumpulan data yang cocok digunakan untuk penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, surat kabar, majalah, jurnal, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Moleong, 2000: 236).

20

3.5

Metode Analisis Data Data panel atau pooled data merupakan kombinasi dari data time series

dan cross section. Dengan mengakomodasi informasi baik yang terkait dengan variabel variabel cross section maupun times series, data panel secara substansial mampu menurunkan masalah omitted variables, model yang mengabaikan variabel yang relevan (Wibisono, 2005). Untuk mengatasi interkorelasi di antara variabel variabel bebas yang pada akhirnya dapat mengakibatkan tidak tepatnya penaksiran regresi, metode data panel lebih tepet untuk digunakan (Griffiths, 2001: 351). Oleh karena itu, untuk mempermudah menganalisis data panel dipergunakan Eviews 6.0 sebagai software untuk estimasi. Ada tiga metode yang bisa digunakan untuk bekerja dengan data panel, sebagai berikut : 1. Pooled least square (PLS). mengestimasi data panel dengan metode PLS. 2. Fixed effect (FE). Menambahkan model dummy pada data panel. 3. Random effect (RE). Memperhitungkan error dari data panel dengan metode least square. Untuk menentukan model yang terbaik dari ketiganya maka harus dilakukan pengujian yaitu Chow Test dan Hausman Test. Chow test dilakukan untuk mengetahui model Pool atau Fixed yang terbaik dalam hal ini model mengikuti Pool bila signifikansi Prob t-statistik dan Chi-square > 5% sedangkan jika signifikansi Prob t-statistik dan Chi-square < 5% maka model mengikuti Fixed. Jika model mengikuti Pool tidak perlu dilakukan Hausman Test,

21

sedangkan jika model mengikuti Fixed maka harus dilakukan Hausman Test. Hausman Test dilakukan untuk mengetahui model Fixed atau Random yang terbaik, jika signifikansi Prob t-statistik dan Chi-square > 5% maka model mengikuti Random sedangkan jika signifikansi Prob t-statistik dan Chi-square < 5% maka model mengikuti Fixed.

22

DAFTAR PUSTAKA Budimanta, Arif. Ekonomi Hijau : Apa Yang Perlu Kita Lakukan?, Disampaikan pada Seminar Ekonomi Hijau yang Di selenggarakan BAPPENAS di Jakarta 22 November 2011, (Online). Diakses 29 September 2012. www.bappenas.go.id Griffiths, W.E. 2001. Undergraduate Econometrics, Second Edition. John Willey & Sons, Inc

Harahap, Poltak. Panel Data, (Online). Diakses 29 September 2012. www.scribd.com

John Talberth dan Alok K. Bohara. Economic Openness and Green GDP, Ecological Economics 58 (2006) 743758, (Online). Diakses 29 September 2012. www.sciencedirect.com

Kuncoro, Mudrajat. 2007. Metode Kuantitatif : TeorI dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi. Ed. 3. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN.

LPM Equator. Makalah Tahap Awal Strategi dan Desain untuk Strategi Ekonomi Hijau yang Terpilih, November 2011, ESP-Environmental Support Program, (Online). Diakses 29 September 2012. www.esp2indonesia.org.

Mburu, John. Economic Valuation and Environmental Assesment, Training Manual oleh German Ministry Of Education and Research, (Online). Diakses 29 September 2012. http://www.zef.de Moleong, Lexy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung : Remaja Rosdakarya

Muhammad Firdaus dan Tony Irawan. Ekonometrika Untuk Data Panel (Aplikasi Eviews dan Stata), Universitas Brawijaya, 10 Agustus 2009, (Online). Diakses 29 September 2012. www.scribd.com

Nurkholis, dkk. Internalisasi Faktor Degradasi LH dan Deplesi SDA dalam Perhitungan PDB di Indonesia Tahun 2000-2005, Jurnal Ekonomi Lingkungan Edisi 23/2007, (Online). Diakses 29 September 2012. www.perspustakaan.menlh.go.id Sucofindo. Report on Final Indicators For Sustainable Development, 14 November 2011, (Online). Diakses 29 September 2012. www.esp2indonesia.org

Suryanto. Mampukah PDB Hijau Mengakomodasi Degradasi Lingkungan dan Kesejahteraan Masyarakat, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009. Diakses 29 September 2012. www.jurnal.umy.ac.id UNEP. Green Economy in a Blue World Synthesis Report, 2012, (Online). Diakses 29 September 2012. www.unep.org

Utama, Made Suyana. Integrasi Antara Aspek Lingkungan dan Ekonomi Dalam Penghitungan PDRB Hijau Pada Sektor Kehutanan di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali, Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 129 137, (Online). Diakses 29 September 2012. www.ojs.unud.ac.id

Wibisono, Y. 2005. Modul Pelatihan Ekonometrika Dasar. Depok: Lab. Ilmu Ekonomi FE-UI

29

Você também pode gostar