Você está na página 1de 62

KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial blok 9 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks book, media internet. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Palembang, 06 Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI A. B. C. D. E. F. G. H. I. SKENARIO Klarifikasi Istilah Identifikasi Masalah Analisis Masalah Keterkaitan Antar Masalah Identifikasi Topik Pembelajaran (Learning Issues) Sintesis Kerangka Konsep Kesimpulan

1 2 3 3 4 5 28 29 29 59 60 61

DAFTAR PUSTAKA

A. SKENARIO Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. Setelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas, ia diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal. Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang. Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++). B. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Transmigran: Orang yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain. 2. Demam: Suhu badan lebih tinggi dari normal (37oC) karena sakit. 3. Klorokuin: Obat anti amuba dan anti-inflamasi yang dipakai dalam pengobatan malaria, giardiasis, amebiasis ekstraintestinal, lupus eritematosus, dan arthritis rematoid; juga dipakai dalam bentuk garam hidroklorida dan garam fosfat. 4. Mual: Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen, dengan kecendrungan untuk muntah. 5. Pemeriksaan Apusan Darah: Pemeriksaan darah yang menilai berbagai unsure sel darah seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit serta mencari adanya parasit. 6. Pemeriksaan Apusan Darah Tipis: Preparat membutuhkan sedikit darah dengan melihat perubahan pada eritrosit. 7. Pemeriksaan Apusan Darah Tebal: Preparat darah dengan melihat darah secara keseluruhan. 8. Plasmodium falciparum: Suatu parasit protozoa yang menyebabkan malaria pada manusia, bersifat parasit pada sel darah manusia. 9. Menggigil: Tubuh bergetar secara involunter. 10. Obat Simptomatis: Obat yang mengatasi gejala-gejala yang muncul.

C. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. 2. Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter. 3. Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium falciparum (+++). No. 1. Kenyataan Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. 2. Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter. 3. Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium falciparum (+++). TSH TSH VVV Kesesuaian TSH Konsen

D. ANALISIS MASALAH Masalah 1 Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. 1. Jelaskan mekanisme dari demam dan menggigil! (sesuai skenario) Jawab: Demam merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh.

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksis (racun) yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya racun kedalam tubuh kita. Contoh racun yang paling mudah
5

adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya,

hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). suhu di luar tubuh sekarang berada dibawa dari suhu dalam tubuh dalam artian disini terjadi peningkatan suhu dalam tubuh, keadaan ini memberikan ketidak seimbangan diluar dan di dalam tubuh dan akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak atau dapat diberikan selimut.. Literature lainyya menjelaskan bahwa kontraksi otot (menggigil) memberikan dampak berupa penurunan suplai darah ke jaringan. Dengan demikian tubuh akan mengeluarkan panas berupa keringat . Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam) Dengan memahami mekanisme sederhana dari proses terjadinya demam diatas, maka salah satu tindakan pengobatan yang sering kita lakukan adalah mengompres kepala dan meminum obat penurun panas misal yang sangat familiar adalah parasetamol. Proses terjadinya berkeringat juga dijelaskan dalam literatur lain bahwa pemeriksaan mikroskropis malaria membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
6

Seperti Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Disini dapat disimpulkan bahwa terjadi proses peralihan suhu dalam tubuh dan diluar, yang dimana proses ini merupakan suhu tinggi dalam tubuh menjadi rendah akhirnya secara tidak langsung tubuh akan mengeluarkan panasnya berupa berkeringat. 2. Jelaskan mekanisme dari berkeringat! (sesuai skenario) Jawab: Berkeringat terjadi akibat munculnya demam atau peningkatan suhu tubuh dari nilai normal. Peningkatan suhu tubuh dari nilai normal ini akan menyebabkan produksi keringat sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan panas dari tubuh sehingga menjaga suhu inti tubuh tetap dalam batasan normal. Pada keadaan demam, hipotalamus akan meningkatkan batas normal suhu tubuh dari nilai normal, pada saat ini suhu inti tubuh yang normal akan menjadi lebih rendah dari batas suhu tubuh hipotalamus, dan pada saat ini tubuh akan melakukan usaha memparoleh panas, salah satunya melalui menggigil. Akan tetapi, ketika hipotalamus mulai berusaha menurunkan batas suhu tubuh kembali, suhu tubuh pada saat ini akan berada di atas batas suhu yang ditetapkan oleh hipotalamus dan oleh sebab itu akan, tubuh akan berusaha mengeluarkan panas dari dalam tubuh salah satunya melalui pengeluaran keringat.

3. Jelaskan mekanisme dari sakit kepala! (sesuai skenario) Jawab: Mekanisme : infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) maktivasi makrofag menskresikan IL 12 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL 3 maktivasi sel mast menskresikan PAF maktivasi faktor Hagemann sintesis bradikinin merangsang serabut saraf (di otak) nyeri SAKIT KEPALA
7

Atau : infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) maktivasi makrofag TNF >> menstimulasi sel otak msintesis NO (Nitrit oksida) SAKIT KEPALA Terdapat tiga mekanisme lain terjadinya sakit kepala : 1. NO yang meningkat karena IL-1&TNF yang tinggi akibat toksin dari plasmodium. 2. merozoit yang keluar dari RBC yang pecah, memacu produksi prostaglandin dan bradikinin yang bisa merangsang reseptor nyeri di kepala ( prostaglandin mediator kimiawi sensitivasi nyeri kepala) 3. akibat iritasi serebral yang bersifat sementara.

Ada juga kemungkinan lain yang bisa menyebabkan sakit kepala sesuai dengan skenario ini: Plasmodium falciparum dapat merusak membrane eritrosit sehingga terjadi rupture eritrosit secara besar-besaran. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya anemia hemolitik, normositik dan normokrom. Anemia tersebut menyebabkan terjadinya hipoksia di otak yang dapat mengakibatkan adanya perubahan cairan intracranial, sehingga terjadi nyeri kepala.

4. Jelaskan mekanisme dari mual-mual! (sesuai skenario) Jawab: MUAL ( NAUSEA ) Mekanisme : infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) maktivasi makrofag menskresikan IL 12 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL 3 maktivasi sel mast menskresikan H2 peningkatan sekresi As. Lambung NAUSEA

ABDOMINAL DISCOMFORT rasa tidak nyaman pada saluran cerna (nausea) dan splenomegali abdominal discomfort. SPLENOMEGALI Mekanisme : manusia digigit nyamuk Anopheles sporozoit menuju sel parenkim hati, terjadi fase aseksual ( Skizogoni Eksoeritrosit ) skizont merozoit ke sel RES limpa difagositosis serta difiltrasi limpa menghitam & mengeras karena timbunan pigmen EP dan jaringan ikat >> splenomegali 5. Apa hubungan letak geografis suatu daerah dan kondisi lingkungannya dengan gejala penyakit yang dialami Tuan Budi? Jawab: Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tiga desa yaitu Desa Keboireng wilayah Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung dan Desa Prigi serta Desa Tasikmadu yang termasuk wilayah Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek yang merupakan daerah endemik malaria didapatkan beberapa faktor lingkungan sebagai berikut: Dari aspek topografi wilayah tersebut merupakan daerah pantai hingga pegunungan. Sebagian besar wilayah berupa hutan yang merupakan batas antar desa dan digunakan sebagai mata pencaharian penduduk. Keadaan lingkungan sekitar di wilayah penelitian berupa pantai, lagun, sungai, kolam atau rawa, parit, sawah dan hutan. Tempat tersebut berpotensi sebagai tempat hidup nyamuk Anopheles. Suhu udara rata-rata di wilayah penelitian selama tahun 2006 adalah sebesar 25,7C. Menurut Gunawan (2000), suhu yang mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk sekitar 20C dan 30C. Tingkat kelembapan 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan nyamuk hidup (Gunawan, 2000). Kelembapan udara di wilayah penelitian berada

di atas kelembapan minimal untuk kehidupan nyamuk, sehingga kemungkinan nyamuk untuk bertahan hidup adalah besar. Kecepatan angin di wilayah penelitian tidak menghambat penerbangan nyamuk. Menurut Depkes RI (2004), kecepatan angin yang dapat menghambat penerbangan nyamuk adalah 11-14 meter/detik atau 25-31 mil/jam. Hal ini dapat mengakibatkan nyamuk bebas terbang ke daerah yang lainnya. Curah hujan mempengaruhi penyebaran malaria dengan menyediakan tempat bagi nyamuk Anopheles untuk berkembang biak dan disertai peningkatan kelembaban udara rata-rata juga dapat mendukung untuk bertahan hidup. Faktor lingkungan fisik yang melibatkan oleh kegiatan manusia yang berpengaruh terhadap penularan penyakit malaria adalah konstruksi rumah, terutama jenis dinding, langit-langit dan penggunaan kasa. Konstruksi dengan dinding rumah yang tidak tertutup rapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit malaria. Aspek lingkungan biologis yang dapat berpengaruh terhadap penularan malaria adalah keberadaan hewan ternak, vegetasi dan predator alami nyamuk yang ada di daerah penelitian. Harijanto (2000) berpendapat bahwa apabila jumlah ternak berkurang maka nyamuk akan beralih menggigit manusia, sehingga nyamuk zoofilik menjadi antrofilik.

Masalah 2 Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter. 1. Bagaimana mekanisme kerja obat klorokuin? Jawab: Plasmodium memiliki vakuola makanan yang berfungsi sebagai lisosom sekunder pada pH asam(5.0-6.0).nah hemoglobin yang terdapat dalam sitoplasma sel darah merah dimakan oleh parasit melalui mekanisme endositosis dan masuk ke dalam vakuola makanan.Di dalam vakuola makanan,hemoglobin mengalami degradasi yang tujuannya untuk membentuk asam asam amino yang diiperlukan uuntuk sintesis protein oleh plasmodium.

10

Ada 2 anggapan mengenai kinerja klorokuin dalam vakuola makanan plasmodium tersebut:

- Teori Feriprotoporpin Energi yang dihasilkan oleh plasmodium falciparum berasal dari hemoglobin sel darah merah yang dihancurkan dalam vakuola makanan. Seharusnya hemoglobin akan berdegradasi menjadi heme yang mengandung cincin porfirin disebut Fe (II)protoporfirin IX (FP) yang bersifat toksik dan jika terkena memban sel plasmodium dapat melisisikan membran sel plasmodium tsb. Tetapi,melalui mekanisme pertahanan tubuh dari plasmodium itu sendiri,heme akan mengalami detokfisasi menjadi hemozoin(pigmen malaria) yang bersifat non toksik. Nah Klorokuin yang masuk dalam tubuh mengikat heme yang mengandung feriprotoporpin sebelum menjadi hemozoin dan membentuk FP-Klorokuin kompleks dan bersifat toksik yang mengganggu metabolisme plasmodium sehingga parasit menjadi mati. - Teori basa lemah Menurut penjelasan di atas kan vakuola tersebut bekerja efektif di suasana asam, klorokuin yang bekerja dalam vakuola makanan bersifat basa yang akan meningkatkan pH organela tersebut.Perubahan pH ini akan menghambat aktifitas yang terjadi dalam vakuola makanan sehingga metabolism plasmodium terganggu. Keadaan ini mengakibatkan parasit ini mati

2. Bagaimana dosis pemberian atau cara pemakaian obat klorokuin? Jawab: Klorokuin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan 150 mg. berikut ini akan dijabarkan mengenai dosis Klorokuin yang digunakan sebagai profilaksis dan serangan akut. 1. Profilaksis (Terapi Pencegahan) a. Anak Klorokuin basa 5 mg/kg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya (tidak lebih dari 300 mg Klorokuin basa/dosis). Pemberian ini dimulai 1-2

11

minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik. b. Dewasa Klorokuin basa 300 mg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya. Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik. 2. Serangan Akut a. Anak Dosis awal Klorokuin basa 10 mg/kg, dilanjutkan dengan dosis tunggal sebesar 5 mg/Kg yang diberikan setelah 6 jam, kemudian dosis tunggal sebesar 5 mg/Kg/hari selama 2 hari. b. Dewasa Dosis awal Klorokuin basa 600 mg, dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 300 mg, selanjutkan 300 mg/hari selama 2 hari (dosis kumulatif rata-rata 25 mg/kg Klorokuin basa). Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian 100 mg klorokuin fosfat setara dengan 60 mg klorokuin; 100 mg klorokuin hidroklorida setara dengan 80 mg klorokuin; Pencegahan Malaria: Untuk tindakan profilaksis, terapi dimulai dari 1-2 minggu dari awal sampai terkena malaria, dilanjutkan 4 minggu setelah terkena malaria. Klorokuin sebaiknya diberikan satu kali seminggu pada hari yang sama tiap minggunya. Dosis dewasa: 300 mg 1x seminggu (500 mg klorokuin fosfat). Dosis pediatrik, oral : 5mg/kg BB,(8,3 mg/kg kloroquin phospat) 1x seminggu. Pada pasien yang intoleransi terhadap ESO di GI, pemberian obat bersama makanan, dalam 2 dosis terbagi pada hari yang berbeda. Dosis pediatrik tidak boleh lebih dari 300mg/hari.
12

Jika dosis profilaksis tidak dimulai 2 minggu pada awal terkena malaria, maka pada orang dewasa diberi loading dose 600 mg, anak 10mg/kg dalam dua dosis terbagi selama 6 jam, dosis selajutnya seperti biasa. Pengobatan Malaria tanpa komplikasi : Dosis Dewasa: awal 600 mg (1 g klorokuin fosfat), dosis selanjutnya peroral 300 mg (500mg klorokuin fosfat)/6-8 jam. Dosis berikutnya 300mg tiap 24 jam selama 2 hari. Dosis totalnya 1,5 g dalam 3 hari. Alternatif lain : 600 mg dosis awal, hari kedua dan ketiga 300 mg. Dosis Pediatrik: awal 10 mg/kg diikuti dengan dosis 5 mg/kg 6 jam kemudian,5mg/kg 18 jam setelah dosis kedua dan 5mg/kg diberikan setelah dosis ketiga. Pengobatan Malaria berat: Dewasa : awal 160-200 mg IM, dosis bisa diulang setelah 6 jam jika diperlukan. Dosis parenteral tidak boleh melebihi 800 mg (1000 mg klorokuin hidroklorida) selama 24 jam pertama. Dosis parenteral sebaiknya digantikan parenteral secepatnya, total dosis 1,5 g selama 3 hari. Pemberian via parenteral mempunyai risiko tinggi bagi anak-anak sehingga direkomendasikan pemberiannya IM (5mg/kg). Rekomendasi WHO: pemberian untuk pediatri yaitu dosis kecil IM/injeksi s.c. Pemberian bersama makanan dapat mengurangi ESO pada GI. Pemberian klorokuin fosfat pada anak-anak dengan dibuat pulveres yang bisa dicampur dengan sirup rasa coklat/cherry.

3. Mengapa setelah minum obat, gejala tidak berkurang? Jawab: Karena telah terjadi resistensi parasit terhadap obat antimalaria, seperti klorokuin. Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi adaptif oleh parasit itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan gejala tidak berkurang walaupun obat antimalaria telah diminum sesuai petunjuk dokter.
Parasit malaria Plasmodium falciparum melakukan perlawanan dengan mengubah genom agar resisten terhadap obat. Menurunnya sensitivitas dapat timbul akibat pengobatan 13

yang terus menerus dan tidak adekuat, sehingga terjadi adaptasi/mutasi dari parasit, di samping itu juga diduga dibawa/ditularkan dari daerah yang resisten. Resistensi terjadi

karena mutasi gen dan mutasi ini terjadi karena tekanan obat atau penggunaan obat dalam dosis subkuratif. Resisten parasit terhadap klorokuin terjadi karena (1) Tempat ikatan klorokuin pada eritrosit berkurang sehingga parasit dalam eritrosit tidak dapat dibunuh . (2) Mutasi terjadi multigen sehingga resisten cepat terjadi.

4. Bagaimana proses yang terjadi sehingga parasit tersebut menjadi resisten terhadap obat secara genetic? (Gen dan Kromosom) Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi adaptif oleh parasit itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan terapi antibiotik yang tidak tuntas atau antibiotik yang disalahgunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak tepat. Terapi antibiotik normal membutuhkan waktu 7-10 hari (kasus tertentu 14-21 hari) agar seluruh populasi mikroorganisme yang sangat sensitif dan sensitif sedang serta sebagian mikroorganisme resisten dapat dibasmi. Apabila terapi antibiotik dihentikan lebih awal, maka populasi mikroorganisme yang resisten akan meningkat dan jadi berbalik mendominasi infeksi. Gambar berikut ini adalah mekanisme timbulnya resistensi pada terapi antibiotik yang tidak tuntas.

14

Pada kasus malaria falciparum, yang paling berperan penting adalah resistensi parasit terhadap klorokuin. Resistensi terjadi karena parasit secara spesifik beradaptasi terhadap pengobatan klorokuin dengan mengubah susunan (mutasi) protein transporter PfCRT. Dengan perubahan pada protein ini, klorokuin tidak dapat bekerja, karena dengan sendirinya enzim proteolisis hemoglobin dan polimerase heme tidak dapat dihambat lagi. Mekanisme resistensi obat oleh pgh1 : Terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan strain sensitive terhadap klorokuin. Jumlah uptake klorokuin ke dalam vakuola makanan Plasmodium sama antara strain sensitif dan strain resisten. Namun, dalam strain resisten terjadi over-expressed pada pgh1 yaitu meningkatnya konsentrasi klorokuin dari vakuola makanan ke dalam sitoplasma sebesar 40-50 kali lebih cepat dibandingkan dengan strain sensitif. Akibatnya, terjadilah resistensi obat pada Plasmodium falciparum.

Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi klorokuin pada kodon 76: Resistensi terhadap klorokuin dalam Plasmodium falciparum dapat terjadi secara multigenik dan terjadi pada gen pengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen pfcrt ( Plasmodium Falciparum Chloroquine Resistance Transpoter) terletak pada kromosom 7. Adanya mutasi pada gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi pada tranporter kedua yaitu pfmdr1. Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level resistensi terhadap obat tersebut.

Mutasi gen pfmdr1: Mutasi pada gen pengkode tranpotrter kedua ini terjadi karena terjadi mutasi gen pfcrt sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip (allele), yaitu genotip K1 dan genotip 7G8. Mutasi pada genotip K1 berupa perubahan basa tunggal pada nukleotida ke 754, yaitu basa adenine (A) menjadi Timin (T) sehingga terjadi perubahan asam amino dari aspargin menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8 mengalami mutasi pada nukleotida 1094,3598,3622 dan 4234. Namun, pfmdr1 bukanlah semata-mata faktor penyebab resistensi klorokuin. Terdapat beberapa faktor lain yang berperan dalam resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2 dan faktor geografi.

Mutasi gen dhps: Gen dhps merupakan gen bifungsional karena menghasilkan protein/ enzim PPPK dan DHPS. Gen ini terletak pada kromosom 8 dan berfungsi untuk menyandi atau
15

mengode PPPK-DHPS (207-246 AA). Mutasi pada gen ini, dapat menyebabkan plasmodium falciparum mengalami resistensi terhadap obat antimalaria sulfadoksin.

Mutasi gen dhfr: Gen dhfr terletak pada kromosom 4 dan berangkaian dengan gen TS. Gen ini tidak memiliki intron dan start kodon pada gen ini dimulai pada nukleotida 49 sedangkan stop kodonnya pada nukleotida 1873. Mutasi pada gen PPPK-DHPS ini dapat menyebabkan resistensi silang antara Pirimetamin dan Sikloguanil dan menyebabkan perubahan asam amino pada kodon: Ala16Val dan Ser108Asn.

5. Jelaskan efek samping konsumsi obat klorokuin! Jawab: Efek okular : Gangguan penglihatan : Pandangan kabur, sulit berakomodasi pernah dilaporkan terjadi; Gangguan penglihatan parah bisa terjadi jika klorokuin digunakan jangka panjang dengan dosis lebih dari 150 mg perhari; Pengobatan jangka panjang dengan dosis tinggi menyebabkan: keratopathy, transient edema, adanya pengkerakan pada epitel kornea, jika sudah parah bisa terjadi kebutaan. Reaksi kulit dan sensitivitas : Pruritus, perubahan pigmen kulit, erupsi kulit membentuk panus liken, erupsi pleomorphic kulit, sindrom Stevens-Johnson dilaporkan pernah tejadi. Perubahan warna rambut pernah terjadi dalam terapi jangka panjang (2-5 bulan). Efek pada sistem syaraf : Sakit kepala ringan dan berat, fatigue, kecemasan, ansietas, apatis, iritabilitas, agitasi, agresivitas, kebingungan, perubahan personalitas, depresi dan stimulasi fisik bisa terjadi ketika menggunakan klorokuin; Neuritis perifer dan neuropathy jarang terjadi. Neuropathy bisa terjadi pada dosis 250 mg atau lebih perhari selama beberapa minggu, dan reversibel setelah obat dihentikan. Efek kardiovaskuler : Hipotensi dan perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria. Penggunaan jangka panjang pada pasien LE/RA menyebabkan terjadinya AV blok derajat III; Kardiomyophati (jarang) pada penggunaan jangka panjang. Otic efek : Otto-toksisitas (jarang), nervedeafness (biasanya irreversible) pernah dilaporkan terjadi pada terapi klorokuin dosis tinggi jangka panjang; Tinitus dan berkurangnya pendengaran pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 500 mg klorokuin 1x seminggu dalam beberapa bulan. Efek hematologi : Neutropenia, agranulositosis, neuplastik anemia, dan trombositopenia walaupun semuanya jarang terjadi. Efek lokal: Nyeri dan abses pada tempat suntikan

16

6. Apa pengaruh pengkonsumsian obat klorokuin dan obat simptomatis secara bersamaan? Jawab: Pengobatan pada penyakit malaria ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi gejala pada penderita yaitu dengan menggunakan obat simptomatis dan juga obat yang ditujukan pada parasitnya itu sendiri yaitu obat antimalaria. Sedangkan penggunaan kedua obat tersebut secara bersamaan tidak memiliki pengaruh satu sama lain dikarenakan fungsinya yang berbeda. Masalah 3 Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium falciparum (+++). 1. Jelaskan mekanisme pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal! Jawab: Pemeriksaan darah tepi (tetes tebal dan/atau hapusan tipis). Untuk menentukan jenis parasit dan nilai ambang atau kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) dinyatakan dalam: Cara pemeriksaan sediaan darah tebal Untuk melihat adanya parasit aseksual dari plasmodium malaria dapat dilakukan dengan mengambil darah dari jari tangan penderita kemudian diletakkan pada dek gelas dan biarkan kering, kemudian selama 5 10 menit diwarnai dengan pewarnaan giemsa yaitu cairan giemsa 10 % dalam larutan buffer PH 7,1. Setelah selesai diwarnai maka sediaan darah dicuci dengan hati- hati selama 1-2 detik lalu biarkan kering dan siap untuk diperiksa. Pemeriksaan dengan hapusan darah tebal diperlukan untuk menghitung kepadatan parasit. 1. (-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP; 2. (+) SD ditemukan 1-10 parasit/100 LP; 3. (++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP; 4. (+++) SD ditemukan 1-10 parasit/1 LP;
17

5. (++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP Cara pemeriksaan sediaan darah tipis Sediaan darah tipis berguna untuk mengindentifikasi jenis parasit malaria(P. vivax atau P. falcifarum atau P. malariae atau P. ovale). Cara pengecatan sama dengan pemeriksaan darah tebal namun sebelum di cat sedian darah difiksasi dulu dengan metanol murni. 1. 2. Alat: Preparat tipis/ thin filmboleh difiksasi dengan methanol Preparat Tebal ( Thick Film)Tidak boleh difiksasi tetapi harus dengan hemoluse ( Rbc dihancurkan dengan H2O/ ledeng 1 cc/ 20 Tetes jadi terlihat pucat sehingga parasit dan leukosit saja yang hanya kelihatan inti jadi mudah dilihat Jarum special/ khusus Giemsa: Buffer = 1 tetes , Ph= 7,2 (giemsa tahan 20- 24 jam)

3. 4.

Cara Kerja 1. Ambil salah satu jari pasien ( tangan kiri, jari telunjuk/tengah/manis) hindari jempol 2. Antiseptic/ alcohol 70% 3. Pijat jari agar konstriksi 4. Tekan jari dan tusuk dengan jarum special/khusus 5. Saat darah keluar, buang darah pertama yang keluar karena mengandung jaringan yang ikut sehingga dikhawatirkan akan merusak preparat , jadi tetesan darah yang kedua yang diambil kemudian diteteskan dipreparat 6. Tetesan ke 2 jadikan 1/3 usap denagan preparat lainnya secara proksimal kedistal sehingga membentuk preparat tipis/ thin 7. Tetesan ke3 ambil jadikan melingkar searah jarum jam, melebar. Sebarkan namun tidak ada ruangan kosong dan terbentuk preparat tebal 8. Tunggu 5 menit, biarkan kering sambil mengerjakan giemsa 9. Masukkan Buffer ph=7,2. 3 cc/ 60 tetes dan giemsa 3 tetes pada tabung reaksi karena masing-masing preparat akan diberi 1 cc/ 20 tetes 10. Tutup tabung reaksi dan aduk 7 kali supaya homogen dan jangan dikocok karena akan muncul gelembung 11. Setelah 5 menit tadi preparat thin/ tipis kita fiksasi dengan methanol sebanyak 15-20 tetes sampai tertutup semua 12. Sedangkan preparat thick/tebal kita hemoluse deng H2O/ ledeng/ aquades 15-20 tetes sampai tertutup semua 13. Masing-massing tunggu 20 menit lagi. 14. Kemudian tumpahkan isi dengan campuran (giemsa+buffer) tadi yang dalam tabung reaksi 15. Cuci kedua preparat 16. Preparat bisa diamati dibawah mikroskop Note: jaukan dari sinar matahari, pastikan preparat bersih dengan cara dibakar terlebih dahulu

18

Dari pemeriksaan mikroskopik tersebut dapat di bedakan morfologi dari spesies Plasmodium Plasmodium Vivax Eritrosit membesar pucat dan mengandung Schaffnerdot, trofozoid muda berbentuk ameboid ( bentuk vivax) hemozoin terdapat berkelompok di tengah tfozoit. Skizon yang matang membagi dirinya menjdai 14-24 merozit. Bisa juga ditemukan bentuk-bentuk gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak oval. Hampir menutup -3/4 eritrosit yang dihuninya. Plasmodium Malariae Eritrosit tidak membesar trfozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang terdapat Ziemanns dot dalam eritrosit skizon dengan 6-12 merozoit dan

merozoit tersebut tersusun roset. Juga bisa dijumpai gametoit jantan dan betina dengan sitoplasma yang hampir bulat. Plasmodium falciparum Eritrosit tidak membesar, trofozoid muda( bentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk-bentuk accole (seperti cincin atau seperti burung terbang di tepi eritrosit) dan infeksi multiple, pigmen hemozoin (pigmen parasit) tampak padat bewarna coklat tua. Skizon muda dan tua/matang jarang didapat didaerah darah tepi terdapat 20-32 merozoit.

2. Jelaskan interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium! Jawab: Untuk menentukan jenis parasit dan nilai ambang atau kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) dinyatakan dalam: 1. Tetes tebal. (-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP; (+) SD ditemukan 110 parasit/100 LP; (++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP; (+++) SD ditemukan 1-10 parasit/1 LP; (++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP 2. Hapusan tipis. Preparat hapusan tipis di utamakan untuk melihat jenis spesiesnya (P. vivax atau P. falcifarum atau P. malariae atau P. ovale)

19

Bila dilihat dari skenario maka, Plasmodium falciparum (+++) menunjukkan bahwa pada satu lapang pandang sel darah ditemukan adanya 1-10 parasit atau dalam 100 lapang pandang sel darah ditemukan adanya 100-1000 parasit. 3. Jelaskan siklus hidup Plasmodium falciparum! Jawab: Siklus Hidup Plasmodium Patogensis (siklus hidup parasit plasmodium) 1. Sporozoit dikeluarkan dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina dan disuntikkan ke dalam kulit pada waktu nyamuk menggigit manusia. Sporozoit berkelana mengikuti aliran darah dan akhirnya masuk ke dalam hepar. Di dalam hepar, parasit tadi matang dan menjadi skizon jaringan. Parasit kemudian dikeluarkan ke dalam aliran darah dalam bentuk merozoit dan menyebabkan infeksi simptomatis karena parasit menyerang dan menghancurkan eritrosit. P. vivax dan P. ovale mampu bersembunyi (dormant) di dalam hepar dan disebut sebagai hipnozoit. P. vivax dan P. ovale dapat menyebabkan relapsing malaria. Selama di dalam aliran darah, merozoit menyerang eritrosit dan mematangkan diri menjadi bentuk cincin, trofozoit, dan skizon. Skizon melisis eritrosit sambil melengkapi proses maturasinya dan mengeluarkan generasi merozoit berikutnya yang akan menyerbu eritrosit yang belum terinfeksi.

2. Di dalam eritrosit, beberapa parasit berdiferensiasi menjadi bentuk seksual (gametosit jantan dan Betina. Apabila parasit tadi dihisap oleh nyamuk Anopheles betina, gametosit jantan akan kehilangan flagelum dan berubah menjadi gamet jantan. Gamet jantan akan memfertilisasi gamet betina dan akan menghasilkan zigot. Zigot menginvasi usus nyamuk dan berkembang menjadi ookista (oocyst). Ookista matur memproduksi sporozoit. Sporozoit bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan akan mengulangi siklus.

20

Masa Inkubasi Parasit a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga). b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam). c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria

quartana/malariae (demam tiap hari empat). d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale. Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

4. Bagaimana proses perkembangbiakan plasmodium falciparum dalam tubuh manusia? Jawab: Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina
21

Siklus hidup Plasmodium malaria : 1. Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk. 2. Fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh hospes perantara/manusia a. daur dalam darah (skizogoni eritrosit) b. daur dalam sel parenkim hati/stadium jaringan (skizogoni ekso-eritrosit). a. Siklus hidup pada manusia Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang ada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina. b. Siklus pada anopheles betina Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di ruas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan kepada manusia.

22

Masa tunas paling pendek dijumpai pada malaria falciparum, yang terpanjang pada malaria kuartana (Plasmodium malariae).Pada malaria yang alami, yang penularannya melalui gigitan nyamuk, masa tunas adalah 12hari untuk malaria falciparum, 14 hari untuk malaria vivax, 28 hari untuk malaria kuartana,dan 17 hari untuk malaria ovale

5. Jelaskan mekanisme penginfeksian Plasmodium falciparum ke dalam tubuh manusia! Jawab:


Plasmodium falciparum dibawa oleh nyamuk Anopheles. Dari 400 spesies Anopheles lebih, hanya 30-40 dapat mengirimkan malaria. Infeksi dimulai, ketika nyamuk betina yang menyuntikkan (dalam air liur nya) "sporozoit" (satu bentuk dari P. falciparum) ke dalam kulit manusia saat mengambil makan darah. Sporozoite Sebuah perjalanan (dalam aliran darah) ke dalam hati di mana ia menyerang sel hati. Menjadi matang menjadi "skizon" (sel induk) yang memproduksi 30.000-40.000 "merozoit" (sel anak) dalam waktu enam hari. Para

merozoit meledak dan menyerang sel-sel darah merah. Dalam dua hari satu merozoit berubah menjadi trofozoit, kemudian menjadi skizon dan akhirnya 8-24 merozoit baru meledak dari skizon dan sel merah karena pecah. Kemudian merozoit menyerang sel darah merah baru. P. falciparum dapat mencegah sel darah merah yang terinfeksi dari pergi ke limpa (organ mana sel-sel merah tua dan rusak dihancurkan) dengan mengirimkan perekat protein pada membran sel dari sel merah. Protein yang membuat sel darah merah menempel pada dinding pembuluh darah kecil. Ini menjadi ancaman untuk host manusia sejak sel-sel merah mengelompok dapat membuat penyumbatan dalam sistem sirkulasi.

23

Merozoit juga dapat berkembang menjadi "gametocyte" yang merupakan tahap yang dapat menginfeksi nyamuk. Ada dua macam gametosit: laki-laki (mikrogamet) dan

perempuan (makrogamet). Mereka bisa dicerna oleh nyamuk, ketika minum darah yang terinfeksi. Di dalam midgut nyamuk, gametosit jantan dan betina bergabung menjadi "zigot" yang kemudian berkembang menjadi "ookinetes." Para ookinetes motil menembus dinding midgut dan berkembang menjadi "ookista." Kista akhirnya melepaskan sporozoit, yang

bermigrasi ke kelenjar ludah di mana mereka mendapatkan disuntikkan ke manusia. Perkembangan di dalam nyamuk membutuhkan waktu sekitar dua minggu dan hanya setelah waktu yang dapat nyamuk menularkan penyakit. P. falciparum tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada suhu di bawah 20 C.

http://www.parasitesinhumans.org/plasmodium-falciparum-malaria.html Siklus Sel Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang kompleks. Pengorganisasian siklus sel selama fase shcizogony erythrocytic sangat berbeda dengan siklus sel pada sel mamalia atau yeast. Siklus selular fase G1, S, G2 dan M seperti yang ditemukan pada sel lainnya tidak ditemukan pada sel parasit malaria (plasmodium). Proliferasi sel parasit (plasmodium) termasuk pembelahan nukleus berada pada fase schizont, sedangkan mekanisme segregasi organele dan morfogenesis sel anak terjadi pada fase
24

merozoit (Doerig et.al. 2008). Seperti halnya pada organisme lainnya, sikus sel pada sel parasit malaria juga dipengaruhi oleh protein-protein yang memicu terjadi fasefase maturasi pada sel parasit. Cyclin-dependent Kinases (CDK) berperan penting dalam perkembangan siklus sel pada semua sel eukariotik. CDK telah diteliti sebagai target pengembangan obat yang potensial dalam pengobatan kanker, penyakit infeksi, kardiovaskular dan gangguan saraf. (Padmanaban, et.al, 2007). Pada Plasmodium falciparum, telah diidentifikasi lebih dari tujuh protein kinase yang berhubungan dengan CDK dan empat cyclin protein (Doerig et.al. 2008; Padmanaban, et..al, 2007). Diantara CDK yang ditemukan pada P. Faciparum, Pfmrk memiliki kesamaan yang tinggi dengan CDK7 dan mekanisme kerja Pfmrk adalah dengan cara berasosiasi dengan Pfcyc-1 untuk memfosforilasi gugus karboksil pada RNA Polimerase II. Sampai saat ini beberapa obat malaria yang diketahui dapat menghambat siklus sel parasit (plasmodium) antara lain adalah quinolinone dan oxindole.

6. Jelaskan epidemiologi Plasmodium falciparum! Jawab: Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran malaria, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Kata epidemiologi berasal dari bahasa yunani, Epi artinya pada, Demos artinya penduduk, Logos artinya ilmu. Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.

25

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Gambar 1. Peta Stratifikasi Malaria 2008

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Gambar 2. Peta Stratifikasi Malaria 2009

26

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Gambar 3. API per 100.000 Penduduk per provinsi Tahun 2009

Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa jenis yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran. Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%.

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Gambar 4. Plasmodium Penyebab Malaria Tahun 2009

27

E. KETERKAITAN ANTAR MASALAH


Tuan Budi, 30 tahun bertransmigrasi dari Jawa Tengah ke Amaroppa Papua

Terinfeksi Plasmodium falciparum

Terkena Malaria

Muncul gejala seperti demam dan menggigil, berkeringat, sakit kepala dan mual-mual

Pemeriksaan Apusan Darah

Minum obat antimalaria klorokuin dan Obat simptomatis lainnya

Plasmodium falciparum (+++)

Gejala tidak berkurang

28

F. IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN (LEARNING ISSUE) 1. Malaria 2. Plasmodium falciparum 3. Mutasi Gen dan Resistensi 4. Pemeriksaan Apusan Darah 5. Klorokuin

G. SINTESIS Malaria DEFINISI

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

ETIOLOGI

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa intraseluler dari genus plasmodium. Empat spesies dari plasmodium menyebabkan malaria pada manusia antara lain: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.

Plasmodium falciparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi. Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang non-imun adalah malaria serebral.

29

MASA INKUBASI

Masa inkubasi untuk P. falciparum adalah 7-12 hari, P. ovale dan P. vivax 10-14 hari, dan P. malariae 4-6 minggu. Lama periode prodromal 3-5 hari dengan tanda-tanda penyakit apatis, seperti nyeri kepala dan mual, anoreksia, rasa letih dan sakit. Kemudian timbul serangan malaria primer yang khas seperti menggigil dan rasa sangan dingin disusul dengan panas dan demam sangat tinggi yang disertai keringan belimpah.

Serangan panas dingin terdiri dari tiga fase, yaitu: Fase dingin berlangsung dari 30 menit sampai 1 jam karena timbulnya penyempitan pembuluh (vasokontriksi). Penderita menggigil karena merasa sangat dingin dan suhu badan meningkat sampai 410 C. Fase panas segera menyusul pada saat tubuh merasa sangat panas selam kirakira 2-6 jam. Pada fase ini penderita sering mengigau (delirium). Fase keringat kemudian menyusul. Pada fase ini penderita merasa sangat letih dan ingin tidur.

SIKLUS HIDUP PARASIT. Pada umumnya semua jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang sama, yaitu sebagian didalam tubuh manusia (siklus aseksual) dan dalam tubuh Anopheles (siklus seksual)

30

1) Siklus aseksual dapat dipecah dalam dua bagian, yaitu : a. Siklus hati. Penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikan sporozoit kedalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim dalam sel-sel parenchym dalam hati. Nyamuk jantan tidak menyengat karena hanya hidup dari tumbuh-tumbuhan.

b. Siklus darah (siklus eritrosit). Dari hati sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang disini menjadi trofozoit. Dalam eritrosit terjadi pembelahan aseksual pula (schizogoni).

2) Siklus seksual. Setelah beberapa siklus, sebagian morozoit dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk-bentuk seksual betina dan jantan. Gametosit ini tidak berkembang lagi dan akan mati bila dihisap oleh anopheles betina. Di dalam lambung nyamuk, terjadi penggabungan (pembuahan) dari gametosis jantan dan betina menjadi zigot, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi ookista. Dalam waktu tiga minggu terjelma banyak sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk. Bila nyamuk (betina) ini menyengat manusia, lengkaplah siklus hidup parasit. Dengan ini jelaslah bahwa gametosit merupakan sumber penularan baru.

31

GAMBARAN KLINIS

Penderita malaria falciparum yang non imun bila diagnosa terlambat, penundaan terapi, absorbsi gagal karena muntah-muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah panas, dapat menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk cepat dengan nyeri kepala yang bertambah dan penurunan derajat kesadaran dari letargi, sopor sampai koma. Kesadaran menurun dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8 senilai dengan sopor dan anak-anak dinilai skor dari Balantere : somnolen atau delir disertai disfungsi serebral.

Pada dewasa kesadaran menurun setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-anak lebih pendek dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari sedangkan anak-anak pulih kesadaran lebih cepat setelah mendapat pengobatan. Pada kesadaran memburuk atau koma lebih dalam disertai dekortikasi, deserebrasi, opistotonus, tekanan intrakranial meningkat, perdarahan retina, angka kematian tinggi.

Pada

penurunan

kesadaran

penderita

malaria

serebral

harus

disingkirkan

kemungkinan hipoglikemik syok, asidosis metabolik berat, gagal ginjal, sepsis gram negatif atau radang otak yang dapat terjadi bersamaan. Pada anak sering dijumpai tekanan intrakranial meningkat tetapi pada orang dewasa jarang.

Gejala motorik seperti tremor, myoclonus, chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi hemiparesis, cortical blindness dan ataxia cerebelar jarang. Gejala rangsangan meningeal jarang. Kejang biasanya kejang umum juga kejang fokal terutama pada anak. Hipoglikemi sering terjadi pada anak, wanita hamil, hiperparasitemia, malaria sangat berat dan sementara dalam pengobatan kina. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita mulai pulih walaupun sementara infus dxtrose 5 %. Hipoglikemia disebabkan konsumsi glukosa oleh parasit dalam jumlah besar untuk kebutuhan metabolismenya dan sementara pengobatan kina. Kina menstimulasi sekresi insulin.

Malaria serebral sering sisertai dengan bentuk lain malaria berat. Pada anak sering terjadi hipoglikemia, kejang, dan anemia berat. Pada orang dewasa sering terjadi gagal ginjal akut, ikterus, dan udema paru. Biasanya suatu pertanda buruk, perdarahan
32

kulit dan intestinal jarang. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi karena kateter, infeksi nosokomial atau kemungkinan bakteremia. Bila terjadi hipotensi berat, kemungkinan disebabkan : sepsis gram negatif, udema paru, metabolik asidosis, perdarahn gastrointestinal, hipovolemia dan ruptur limpa.

LABORATORIUM

a. Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan sediaan darah tebal dan hapusan darah tipis dapat ditemukan parasit plasmodium. Pemeriksaan ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis parasit. Bila hasil , diulangi tiap 6-12 jam. b. QBC ( semi quantitative buffy coat) Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC adalah cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit. c. Rapid Manual Test RMT adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit. Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya 82,5 %. d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Adalah pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita walaupun parasitemia rendah.3

DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis malaria serebral 1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis 2. Demam atau riwayat demam yang tinggi 3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau tanpa gejala neurologis lain, sedangkan kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan. 4. Ditemukan parasit malaria dalam sediaan darah tepi 5. Tidak ditemukan kelainan cairan serebrospinal yang berarti

33

DIAGNOSIS BANDING

1. Demam Tifoid. Mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya. Masih bisa dibedakan dengan adanya gejala stomatitis dengan lidah tifoid yang khas, batukbatuk, meterorismus, dan bradikardi relatif yang kadang-kadang ditemukan pada demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada minggu pertama kadang-kadang bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif mulai minggu kedua, dianjurkan pemeriksaan berulang pada titer yang masih rendah untuk membantu diagnosis. Kemungkinan adanya infeksi ganda antara malaria dan demam tifoid kadang-kadang kita temukan juga. 2. Septikemia. Perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran kencing, dan genitalia, saluran makanan dan otak. 3. Ensefalitis & Meningitis. Dapat disebabkan oleh bakteri spesifik maupun oleh virus. Kelainan dalam pemeriksaan cairan lumbal akan membantu diagnosis 4. Dengue Hemoragik Fever/ DSS. Pola panas yang berbentuk pelana disertai syok dan tanda tanda perdarahan yang khas akan membantu diagnosis walaupun trombositopenia dapat juga terjadi pada malaria palsifarum namun jarang sekali memberikan gejala perdarahan. Hematokrit akan membantu diagnosis. 5. Abses hati amubik. Hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai ikterus dan kenaikan enzim SGOT dan SGPT akan membantu diagnosis. Fosfatase alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan meningkat. USG akan membantu deteksi abses hati dengan tepat.

PEMERIKSAAN DARAH TEPI

1. Pilih spreader yang tepinya rata

2. Pilih kaca obyek bersih & kering

3. Satu 1 tetes darah 1-1,5 cm. Tengah satu sisi kaca obyek (kanan), lihat gambar di bawah ini:

34

4. Tarik spreader mundur menyentuh tetesan darah, membentuk sudut 25-30, lihat contoh gambar di bawah ini:

1. Setelah tetesan darah melebar ( 3 cm), dorong kaca penggeser, ke arah depan cepat

6. Digeser sampai darah habis tergeser (apusan kurang lebih 3 cm panjangnya. Waktu menggeser tekanan stabil, sudut 25-30 derajat, lihat contoh gambar di bawah ini:

7. Keringkan di udara, beri identitas di daerah yang tebal.


35

Penilaian Kualitas Preparat: * Lebar x panjang kira-kira 2,5 x 3 cm * Ada bagian yang tebal dan tipis. - Terlalu tebal: sel-sel eritrosit menutupi satu sama lain sehingga mempersulit penilaian - Terlalu tipis: sel-sel akan kehilangan bentuk bikonkafitasnya terutama daerah tepi * Ekor tidak seperti bendera robek * Preparat tidak berlubang * Preparat tidak terputus-putus

* Lihat contoh preparat yang bagus atau layak dibaca di bawah ini:

* Contoh preparat yang tidak layak atau tidak bisa dibaca:

* Tidak layak karena: - preparat berlubang - preparat terputus-putus

OAM (OBAT ANTI MALARIA) Kerja anti malaria : Klorokuin merupakan skizontisid darah yang sangat efektif dan merupakan 4-aminokuinolon yg digunakan secara meluas untuk mencegah atau mengakhiri serangan malaria vivax,

36

malaria ovale, atau falciparum yang sensitive. Obat ini cukup efektif untuk gametosit P. vivax, P. ovale, dan P. malariae tetapi tidak untuk P. falciparum. Klorokuin tidak aktif pada plasmodium stadium preeritrositik dan tidak mempunyai efek radikal terhadap P. vivax atau P. ovale karena obat ini tidak mengeliminasi stadium hati yang menetap dari parasit tersebut. Mekanisme kerja antimalaria : Mekanisme kerja antimalaria yang pasti belum diketahui. Klorokuin dapat bekerja dengan menghambat sintesis enzimatik DNA dan RNA pada mamalia dan sel protozoa atau dengan membentuk suatu kompleks dengan DNA yang mencegah replikasi atau transkripsi ke RNA. Dalam parasit, obat ini berkumpul dalam vakuola dan meningkatkan pH organela ini, yang mempengaruhi kemampuan parasit untuk memetabolisme dan menggunakan Hb sel darah merah. Gangguan dengan metabolism fosfolipid dalam parasit pernah dicoba. Toksisitas selektif terhadap parasit malaria bergantung pada mekanisme yang mengumpulkan klorokuin dalam sel yang terinfeksi. Konsentrasi klorokuin dalam eritrosit normal adalah 10-20 kali dalam plasma, dalam eritrosit yang terinfeksi, konsentrasinya kira-kira 25 kali eritrosit normal. Resistensi : Parasit yang resisten terhadap klorokuin tampaknya mengeluarkan klorokuin melalui suatu membrane pompa P-glikoprotein yang mirip dengan resistensi sel kanker terhadap banyak obat. Pompa dapat dihambat dan resistensi dapat diubah (in vitro) oleh beberapa obat, termasuk verapamil dan desipramin. Efek samping : Gangguan saluran cerna, sakit kepala ringan, gatal, anoreksia, lesu, pandangan kabur, dan uritikaria. Reaksi yang terjadi : hemolisis pada pasien defisiensi G6PD, gangguan pendengaran, bingung, psikosis, kejang, gangguan darah, reaksi kulit, dan hipotensi.

37

Plasmodium falciparum Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu (parasiros = jasad yang mengambil makanan; logos = ilmu). Plasmodium sp pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan gejala demam, anemia dan spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu : 1. Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna). 2. Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana 3. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna). 4. Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale. Malaria menular kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. dalam siklus hidupnya. Plasmodium sp berproduksi secara sexual (sporogoni)dan asexual (schizogon) di dalam host yang berbeda, host dimana terjadi reproduksi sexsual, disebut host definitive sedangakn reproduksi asexual terjadi pada host intermediate. Reproduksi sexual hasinya disebut sporozoite sedangkan hasil reproduksi asexual disebut merozoite. Plasmodium falciparum mempunyai sifat sifat tertentu yag berbeda dengan species lainnya, sehingga diklasifikasikan dalam subgenus laveran. Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Haemosporodia Divisio : Nematoda Subdivisio : Laveran Kelas : Spotozoa Ordo : Haemosporidia Genus : Plasmodium Species : Falcifarum

A.Nama penyakit P.falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum. B.Hospes Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina menjadi hopses definitifnya atau merupakan vektornya.
38

C.Distribusi geografik Parasit ini ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan. D.Morfologi dan daur hidup Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran 30 pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran 1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species. Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus brat (perniseosa). Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin da tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat tempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium
39

falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler. Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang. Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar inti. Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000 150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria. Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15 17 hari pada suhu 23o C dan 10 11 hari pada suhu 25o C 28o C. pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari ke- 8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.
40

E.Patologi dan gejala-gejala. Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis tentang kepergian penderita ke daerah endemic malaria sebelumnya. Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan perodiditas yang jelas. Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis. Pada stadium dini penyakit penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna, gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah ini diberikan untuk penyulit berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih dari 5 % eritrosit di-infeksi. Pada malaria Falciparum ada tiga macam penyulit : 1. Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan. 2. Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan. 3. gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera. Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum stadium aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk gejala klinis tersebut dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) 1. malaria otak dengan koma (unarousable coma) 2. anemia normositik berat 3. gagal ginjal 4. Edema paru 5. Hipoglikemia 6. Syok 7. Perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation) 8. kejang umum yang berulang. 9. Asidosis 10. Malaria hemoglobinuria (backwater fewer) Manifestasi klinis lainnya (pada kelompok atau daerah didaerah tertentu) : 1. Gangguan kesadaran (rousable) 2. penderita sangat lemah (prosrated)
41

3. Hiperparasitemia 4. Ikterus (jaundice) 5. Hiperpireksia Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan gambaran klinis khas yang dikenal sebagai blackwater fever atau febris iktero-hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam, muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus, badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada blackwater parasit sedikit sekali, kadang-kadang tidak ditemukan dalam darah tepi.

F.Diagnosis Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit muda ( bentuk cincin ) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam. G.Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria. Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum terhadap obat malaria golongan 4 aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturutturut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai, Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam, Filifina. Di Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976), Sumatera Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981). Focus resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive dibeberapa tempat di daerah tersebut. Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain dapat diberikan , antara lain : 1. Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. 2. Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari. 3. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari. 4. Kombinasi kombinasi lain : kina dan tetrasiklin. Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, amsih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan yaitu : 1. Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga obat ini tidak dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,
42

2. Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk mengadakan sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh klorokuin, 3. Mutasi spontan dibawah tekanan otot. Criteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-aminokuinolin dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat resistensi terhadapobat secara in vivo dapat dibagi menjadi : S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4 minggu. RI : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4 atau minggu ke 2) R II R III : Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I. : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I. Akhir akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India, Myanmar, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari Indonesia (Pulau nias Sumatera Utara, Florest NTT, Lembe Sulawesi Utara, Irian Jaya) mengenai P.vivax yang resistensi ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi klorokuin dalam darah atau serum penderita.

H.Pengobatan Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria Klasifikasi biologi obat malaria Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat malaria maka obat malaria di bagi dalam 5 golongan : 1. Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit pra eritrosit sehingga mencegah masuknya parasit ke dalam eritrosit digunakan sebagai profilaksis kausal. 2. Skizontosida jaringan sekunder primakuin, membasmi parasit daur eksoeritrosit atau bentuk-bentuk jaringan P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti relaps. 3. Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis. 4. Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium gametosit P.falcifarum , juga mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria dalam nyamuk Anopheles betina

43

5. Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles Obat-obat malaria yang ada dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya : 1. Alkaloid cinchona (kina) 2. 8-aminokuinolin (primakuin) 3. 9-aminoakridin (mepakrin) 4. 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin) 5. Biguanida(proguanil) 6. Diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim) 7. Sulfon dan sulfonamide 8. Antibiotic ( tetrasiklin, minosiklin, klindamisin ) 9. Kuinilinmetanol dan fenantrenmetanol ( meflokuin ) Penggunaan Obat malaria Suatu obat mempunyai beberapa kegunaan yang dapat dipengaruhi beberapa factor, seperti spesies parasit malaria, respon terhadap obat tersebut, adanya kekebalan parsial manusia, risiko efek toksik, ada tidaknya obat tersebut di pasaran, pilihan dan harga obat. Penggunaan obat malaria yang utama ialah sebagai pengobatan pencegahan (profilaksisi ), pengobatan kuratif ( terapeutik ), dan pencegahan transmisi. 1. Pengobatan pencegahan (profilaksis). Obat diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Semua skizontisida darah adalah obat profilaksis klinis atau supresif dan ternyata bila pengobatan diteruskan cukup lama , infeksi malaria dapat lenyap. 2. Pengobatan terapeutik (kuratif). Obat digunakan untuk pengobatan infeksi yang telah ada, penanggulangan serangan akut dan pengobatan radikal. Pengobatan serangan akut dapat dilakukan dengan skizontosida. 3. Pengobatan pencegahan transmisi. Obat yang efektif terhadap gametosit, sehingga dapat mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi perkembangan sporogonik pada nyamuk adalah gametositosida atau sporontosida Pada pemberantasan penyakit malaria, penggunaan obat secara operasional tergantung pada tujuannya. Bila obat malaria digunakan oleh beberapa individu untuk pencegahan infeksi, maka disebut proteksi individu atau profilaksis individu.Dalam program pemberantasan malaria cara pengobatan yang terpenting adalah pengobatan presumtif, pengobatan radikal, dan pengobatan missal. Pengobatan presumtif adalah pengobatan kasus malaria pada waktu darahnya diambil untuk kemudian dikonfirmasi infeksi malarianya.
44

Pengobatan radikal dilakukan dentgan tujuan membasmi semua parasit yang ada dan mencegah timbulnya relaps. Pengobatan misal dilakukan di daerah dengan endemisitas tinggi. Tiap orang harus mendapat pengobatan secara teratur dengan dosis yang telah ditentukan. Dosis obat malaria Dosis obat malaria tanpa keterangan khusus berarti bahwa dosis tersebut diberikan kepada orang dewasa dengan BB kurang lebih 60 kg. Dosis tersebut dapat disesuaikan BB ( 25 mg/kg BB dosis total. Pencegahan penyakit malaria Menghindari Mengobati semua gigitan nyamuk, misalnya tidur menggunakan sumber kelambu penularan

penderita

untuk

menghilangkan

Pemberantasan nyamuk dan larvanya


Plasmodium falciparum merupakan spesies Plasmodium yang bertanggung jawab untuk 85% kasus malaria. Plasmodium falciparum ditemukan secara global tetapi yang paling umum di Afrika. Hal ini
menimbulkan infeksi akut yang dengan cepat dapat menjadi mengancam jiwa. Infeksi kronis juga menyebabkan anemia melemahkan. Tiga spesies Plasmodium yang kurang umum dan kurang berbahaya adalah: P.

ovale, P. malariae dan P. vivax. Malaria menginfeksi lebih dari 200 juta orang setiap tahun, terutama di negara-negara tropis dan subtropis miskin Afrika. Ini adalah penyakit parasit paling mematikan menewaskan lebih satu juta orang setiap tahun. 90% dari kematian terjadi di selatan gurun Sahara dan sebagian besar berada di bawah lima tahun anak-anak. Selain Afrika, malaria terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan, Karibia dan Timur Tengah. Bahkan di dalam daerah tropis dan subtropis, malaria biasanya tidak terjadi di tempat yang tinggi (lebih dari 1500 meter), selama musim dingin, di negara-negara dari program malaria berhasil atau di gurun.

Siklus hidup
Plasmodium falciparum dibawa oleh nyamuk Anopheles. Dari 400 spesies Anopheles lebih, hanya 30-40 dapat mengirimkan malaria. Infeksi dimulai, ketika nyamuk betina yang menyuntikkan (dalam air liur nya) "sporozoit" (satu bentuk dari P. falciparum) ke dalam kulit manusia saat mengambil makan darah. Sporozoite Sebuah perjalanan (dalam aliran darah) ke dalam hati di mana ia menyerang sel hati. Menjadi matang menjadi "skizon" (sel induk) yang memproduksi 30.000-40.000 "merozoit" (sel anak) dalam waktu enam hari. Para merozoit meledak dan menyerang sel-sel darah merah. Dalam dua hari satu merozoit berubah menjadi trofozoit, kemudian menjadi skizon dan akhirnya 8-24 merozoit baru meledak dari skizon dan sel merah karena pecah. Kemudian merozoit 45

menyerang sel darah merah baru. P. falciparum dapat mencegah sel darah merah yang terinfeksi dari pergi ke limpa (organ mana sel-sel merah tua dan rusak dihancurkan) dengan mengirimkan perekat protein pada membran sel dari sel merah. Protein yang membuat sel darah merah menempel pada dinding pembuluh darah kecil. Ini menjadi ancaman untuk host manusia sejak sel-sel merah

mengelompok dapat membuat penyumbatan dalam sistem sirkulasi. Merozoit juga dapat berkembang menjadi "gametocyte" yang merupakan tahap yang dapat menginfeksi nyamuk. Ada dua macam gametosit: laki-laki (mikrogamet) dan perempuan

(makrogamet). Mereka bisa dicerna oleh nyamuk, ketika minum darah yang terinfeksi. Di dalam midgut nyamuk, gametosit jantan dan betina bergabung menjadi "zigot" yang kemudian berkembang menjadi "ookinetes." Para ookinetes motil menembus dinding midgut dan berkembang menjadi "ookista." Kista akhirnya melepaskan sporozoit, yang bermigrasi ke kelenjar ludah di mana mereka mendapatkan disuntikkan ke manusia. Perkembangan di dalam nyamuk membutuhkan waktu sekitar dua minggu dan hanya setelah waktu yang dapat nyamuk menularkan penyakit. P. falciparum tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada suhu di bawah 20 C.

46

Mutasi Gen dan Resistensi Penyebaran penyakit malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum yang resisten terhadap pengobatan klorokuin berlangsung dengan cepat. Manifestasi in vitro pada, strain resisten ditandai dengan meningkatnya aktifitas efflux klorokuin oleh P-glikoprotein homolog-I (Pgh-I) pada membran vakuola makanan sebesar 40-50 kali lebih cepat dibandingkan dengan strain sensitif. Pgh-I dianggap sebagai protein yang berhubungan secara langsung terhadap mekanisme resistensi. Saat ini telah diidentifikasi suatu gen pada kromosom V yang diduga menyandi protein tersebut. Gen itu dinamakan pfmdr-1 yang homolog dengan gen multidrug resistance (MDR) pada sel tumor mamalia yang resisten terhadap obat antitumor. Diduga terjadinya mutasi pada gen pfmdr-1 berhubungan dengan mekanisme resistensi pada P. falciparum walaupun beberapa penelitian di lapangan mendapatkan hasil yang berbeda, baik secara in vitro maupun in vivo. Sampai saat ini para peneliti berpendapat bahwa gen pfmdr-1 saja tidak cukup untuk menimbulkan resistensi terhadap klorokuin namun disebabkan oleh mutasi pada beberapa gen (multigenik)

Resistensi dari meflokuin dapat dideteksi dengan adanya ekspresi berlebih gen Pfmdr 1 dari Plasmodium falciparum (Pf). Copy number dari gen Pfmdr 1 dapat dideteksi dengan menggunakan Real Time PCR. Hasil dari uji copy number kemudian dibandingkan dengan hasil genotyping dari gen Pfmsp 2 menggunakan RFLP. Seratus dua puluh sampel darah yang terinfeksi Pf dari Sumba, Nusa Tenggara Timur digunakan sebagai sampel untuk studi ini. DNA dari sampel diisolasi kemudian dianalisis dengan menggunakan Real Time PCR untuk mendeteksi kemungkinan adanya ekspresi berlebih dari PfMDR 1 yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai copy number gen Pfmdr1. Amplifikasi dari gen Pfmdr 1 berhasil dilakukan sebanyak 61% dari total sampel dan amplifikasi dari gen Pfmsp 2 berhasil dilakukan sebanyak 49% dari total sampel.Tujuh persen sampel memiliki nilai copy number =2, sementara 93% sampel memiliki nilai copy number <2. Hasil genotyping gen Pfmsp 2 menunjukan mayoritas sampel Sumba ialah monoklonal. Dari hasil juga diketahui FC 27 lebih dominan pada sampel Sumba dibandingkan dengan 3D7. Sebaran dan nilai copy number gen Pfmdr 1 pada sampel Sumba masih rendah, hal ini menunjukan belum adanya potensi resisten terhadap meflokuin.

47

Mutasi Gen pada Plasmodium palcifarum yang menyebabkan resistensi klorokuin Mekanisme resistensi obat oleh pgh1 : Terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan strain sensitive terhadap klorokuin. Jumlah uptake klorokuin ke dalam vakuola makanan Plasmodium sama antara strain sensitif dan

strain resisten. Namun, dalam strain resisten terjadi over-expressed pada pgh1 yaitu meningkatnya konsentrasi klorokuin dari vakuola makanan ke dalam sitoplasma sebesar 4050 kali lebih cepat dibandingkan dengan strain sensitif. Akibatnya, terjadilah resistensi obat pada Plasmodium falciparum.

Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi klorokuin: Resistensi terhadap klorokuin dalam Plasmodium falciparum dapat terjadi secara multigenik dan terjadi pada gen pengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen pfcrt ( Plasmodium Falciparum Chloroquine Resistance Transpoter) terletak pada kromosom 7. Adanya mutasi pada gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi pada tranporter kedua yaitu pfmdr1. Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level resistensi terhadap obat tersebut.

Mutasi gen pfmdr1: Mutasi pada gen pengkode tranpotrter kedua ini terjadi karena terjadi mutasi gen pfcrt sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip (allele), yaitu genotip K1 dan genotip 7G8. Mutasi pada genotip K1 berupa perubahan basa tunggal pada nukleotida ke 754, yaitu basa adenine (A) menjadi Timin (T) sehingga terjadi perubahan asam amino dari aspargin menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8 mengalami mutasi pada nukleotida 1094,3598,3622 dan 4234. Namun, pfmdr1 bukanlah semata-mata faktor penyebab resistensi klorokuin. Terdapat beberapa faktor lain yang berperan dalam resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2 dan faktor geografi.

Mutasi gen dhps: Gen dhps merupakan gen bifungsional karena menghasilkan protein/ enzim PPPK dan DHPS. Gen ini terletak pada kromosom 8 dan berfungsi untuk menyandi atau mengode PPPK-DHPS (207-246 AA). Mutasi pada gen ini, dapat menyebabkan plasmodium falciparum mengalami resistensi terhadap obat antimalaria sulfadoksin.

48

Mutasi gen dhfr: Gen dhfr terletak pada kromosom 4 dan berangkaian dengan gen TS. Gen ini tidak memiliki intron dan start kodon pada gen ini dimulai pada nukleotida 49 sedangkan stop kodonnya pada nukleotida 1873. Mutasi pada gen PPPK-DHPS ini dapat menyebabkan resistensi silang antara Pirimetamin dan Sikloguanil dan menyebabkan perubahan asam amino pada kodon: Ala16Val dan Ser108Asn.

Pemeriksaan Apusan Darah Pemeriksaan apusan darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apusan ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah mikroskop.

Guna pemeriksaan apusan darah : 1. 2. 3. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit,trombosit,dan leukosit) Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit Identifikasi parasit(misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma)

Persyaratan pembuatan sediaan apus : 1. 2. Objek glass harus bersih,kering dan bebas lemak Segera dibuat setelah darah diteteskan, karena jika tidak : Persebaran sel tidak rata Leukosit akan terkumpul pada bagian tertentu Clumping trombosit

Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat sediaan apus : 1. 2. 3. 4. 5. Sampel darah segar dari kapiler atau vena Sampel darah dengan anticoagulant Na2EDTA Objek glass Spreader/ deck glass Larutan cat (Wright, Giemza, campuran Wright-Giemza)

49

Cara Kerja Pembuatan SADT : a. Letakkan tetes kecil darah vena/kapiler pada kaca objek glass(sebaiknya menggunakan pipet kapiler) b. Dengan kaca objek yang lain/ spreader bentuklah sudut 30-45,lalu geser hingga menyentuh tetesan darah c. d. e. f. Tunggu tetesan darah menyebar pada spreader Dorong spreader ke depan yang akan menghasilkan lapisan tipis darah di belakangnya Sediaan darah hampir selesai. Kering anginkan preparat tersebut. Hasil akhir lapisan tipis pada kaca objek. Setelah dikeringkan selama 10 menit, kemudian dapat di warnai dengan pengecatan yang sesuai (Giemsa, atau Leishmans, atau Fields, dan juga Romanowsky).

Cara melakukan perhitungan pada sediaan apusan : 1. 2. 3. Pilih bagian yang akan dipakai (zona dimana eritrosit tersebar rata) Mulailah menghitung sel pada pinggir atas kebawah Mulailah menghitung dari bagian ekor

Pemeriksaan o o o Dengan perbesaran 10 X10 : Perhatikan distribusi sel darah pada sediaan microfilaria. Dengan perbesaran 40X10 : Hitung jenis leukosit dan morfologi sel darah Dengan perbesaran 100X10 : Perhatikan terhadap parasit malaria

Pemeriksaan apusan darah perifer untuk menunjukkan ada atau tidaknya parasit malaria, spesies dan stadium malaria, dan kepadatan parasit. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah perifer tiga kali dan hasil negatif, maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : a. Apusan darah tebal. Ini merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksan 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.

50

b.

Apusan darah tipis. Ini digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, karena bila dengan preparat darah tebal sulit ditemukan. Bila jumlah parasit >100.000/l darah, menandakan infeksi yang berat.

Pemeriksaan semi kuantitatif : (-) (+) (++) : tidak ada parasit dalam 100 LPB : ada 1-10 parasit dalam 100 LPB : ada 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ada 1-10 parasit dalam 1 LPB (++++) : ada >10 parasit dalam 1 LPB Pemeriksaan kuantitatif : jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan tebal/tipis.

Klorokuin Nama generik : Klorokuin Nama dagang di Indonesia: Riboquin (Dexa Medica) dan Nivaquine (Rhone Poulenc Rorer Indonesia). Klorokuin telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan dan kemoprofilaksis malaria yang disebabkan P. vivak, P. malaria, P. ovale, dan P. falcifarum yang sensitif (P. falcifarum yang tidak resisten terhadap Klorokuin). Kloroluin dengan depat mengakhiri demam (dlam 24 48 jam) dan membersihkan parasitemia (48 72 jam) yang disebabkan oleh parasit yang sensitif. Selain untuk pengobatan Klorokuin juga merupakan agen kemoprofilaksis yang lebih disukai pada wilayah malaria tanpa malaria falcifarum yang resisten.Klorokuin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan psoriasis atau porfuria, karena berpotensi mencetuskan serangan akut dari penderita tersebut. Secara umum, sebaiknya Klorokuin tidak digunakan pada pasien dengan kelainan retina atau miopati. Agen antidiare kaolin dan antasida yang mengandung kalsium dan magnesium menganggu penyerapan Klorokuin dan sebaiknya tidak diberikan bersama-sama Klorokuin. Klorokuin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan 150 mg. berikut ini akan dijabarkan mengenai dosis Klorokuin yang digunakan sebagai profilaksis dan serangan akut.

51

3. Profilaksis (Terapi Pencegahan) a. Anak Klorokuin basa 5 mg/kg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya (tidak lebih dari 300 mg Klorokuin basa/dosis). Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik. b. Dewasa Klorokuin basa 300 mg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya. Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik. 4. Serangan Akut a. Anak Dosis awal Klorokuin basa 10 mg/kg, dilanjutkan dengan dosis tunggal sebesar 5 mg/Kg yang diberikan setelah 6 jam, kemudian dosis tunggal sebesar 5 mg/Kg/hari selama 2 hari. b. Dewasa Dosis awal Klorokuin basa 600 mg, dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 300 mg, selanjutkan 300 mg/hari selama 2 hari (dosis kumulatif rata-rata 25 mg/kg Klorokuin basa). Efek samping yang timbul karena penggunaan Klorokuin adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala, kejang, depigmentasi atau rambut rontok, reaksi kulit (ruam, pruritis). Pemberian obat setelah makan dapat mengurangi beberapa efek yang tidak diinginkan seperti gangguan saluran pencernaan. Reaksi yang jarang terjadi meliputi hemolisis pada pasien yang mengalami defisiensi Glucase 6-Phosphate

Dehidrogenase (G6PD), dan hipotensi. Pemberian dosis tinggi dalam jangka panjang pada penderita rematik akan menimbulkan ototoksisitas irreversible, retinopati, miopati, dan neuropati perifer. Abnormalitas ini jarang dijumpai bila diberikan dengan dosis standar mingguan untuk profilaksis.

52

Penggunaan Klorokuin pada penderita gangguan fungsi ginjal sebaiknya dihindari atau dosisnya dikurangi karena Klorokuin diekskresi lewat urin. Dosis bagi pasien gagal ginjal sebesar 50% dari dosis dewasa. Penggunaan Klorokuin pada wanita hamil masuk dalam kategori C. Penggunaan Klorokuin tersebut, dilihat dari rasio risk and benefit. Dosis lazim untuk dewasa dapat diberikan pada wanita hamil yang menderita malaria ringan. Tetapi terapi radikal untuk infeksi P. ovale dan P. vivak dengan menggunakan Primaquin harus ditunda sampai kehamilan berakhir. Sedangkan Klorokuin harus diteruskan dengan dosis 600 mg tiap minggu selama kehamilan. Klorokuin dapat diekskresi ke air susu, sehingga penggunaan Klorokuin pada ibu menyusui tidak direkomendasikan. Deskripsi - Nama & : Struktur Kimia C18H26ClN3 - Sifat Fisikokimia Serbuk kristal berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau, titik leleh antara 87-92C.Sangat sedikit larut dalam air, larut dalam : kloroform, dalam eter dan larutan asam. Simpan dalam suhu kamar 25C. - Keterangan :Golongan/Kelas Terapi Anti Infeksi Nama Dagang - Avloclor - Resochin - Nevaquine Indikasi Digunakan untuk profilaksis malaria yang disebabkan oleh P.Malariae, P.Ovale, P.Vivax, dan strain tertentu dari P.Falciparum. Terapi kuratif malaria yang disebabkan oleh P.Malariae, P.Ovale, P.Vivax, dan strain tertentu dari P.Falciparum pengobatan amoebiasis ekstraintestinal, Reumathoid Arthritis dan Lupus Erythematosus. Infeksi parasit lain (babesiosis). Penggunaan lain: pofiria cutanea tarda, polimorfis ringan, solar urticaria, sarcoidosis Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian 100 mg klorokuin fosfat setara dengan 60 mg klorokuin; 100 mg klorokuin hidroklorida setara dengan 80 mg klorokuin; Penyesuaian dosis pada gangguan ginjal: Clcr kurang dari 10 ml/menit: 50 % dosis haemodialisis. Pencegahan Malaria: Untuk tindakan profilaksis,terapi dimulai dari 1-2 minggu dari awal sampai terkena malaria,dilanjutkan 4 minggu setelah terkena malaria. Klorokuin sebaiknya diberikan satu kali seminggu pada hari yang sama tiap minggunya.
53

Dosis dewasa: 300 mg 1x seminggu (500 mg klorokuin fosfat). Dosis pediatrik, oral : 5mg/kg BB,(8,3 mg/kg kloroquin phospat) 1x seminggu. Pada pasien yang intoleransi terhadap ESO di GI, pemberian obat bersama makanan, dalam 2 dosis terbagi pada hari yang berbeda. Dosis pediatrik tidak boleh lebih dari 300mg/hari. Jika dosis profilaksis tidak dimulai 2 minggu pada awal terkena malaria, maka pada orang dewasa diberi loading dose 600 mg, anak 10mg/kg dalam dua dosis terbagi selama 6 jam, dosis selajutnya seperti biasa. Pengobatan Malaria tanpa komplikasi : Dosis Dewasa: awal 600 mg (1 g klorokuin fosfat), dosis selanjutnya peroral 300 mg (500mg klorokuin fosfat)/6-8 jam. Dosis berikutnya 300mg tiap 24 jam selama 2 hari. Dosis totalnya 1,5 g dalam 3 hari. Alternatif lain : 600 mg dosis awal, hari kedua dan ketiga 300 mg. Dosis Pediatrik: awal 10 mg/kg diikuti dengan dosis 5 mg/kg 6 jam kemudian,5mg/kg 18 jam setelah dosis kedua dan 5mg/kg diberikan setelah dosis ketiga. Pengobatan Malaria berat: Dewasa : awal 160-200 mg IM, dosis bisa diulang setelah 6 jam jika diperlukan. Dosis parenteral tidak boleh melebihi 800 mg (1000 mg klorokuin hidroklorida) selama 24 jam pertama. Dosis parenteral sebaiknya digantikan parenteral secepatnya, total dosis 1,5 g selama 3 hari. Pemberian via parenteral mempunyai risiko direkomendasikan pemberiannya IM (5mg/kg). Ekstraintestinal amoebiasis: Dosis Dewasa : 600 mg kloroquin (1g kloroquin phospat) satu kali sehari selama 2 hari, dilanjutkan 300 mg 1x sehari 2-3 minggu. Dosis Anak-anak:10 mg/kg (16,7 mg/kg klorokuin fosfat) 1x sehari selama 2-3 minggu. Dosis oral maksimal 300 mg/hari. Rheumatoid Artritis: Dosis Dewasa:150 mg (250 mg klorokuin fosfat)/hari. Jika respon klinik tidak muncul setelah 4-6 minggu, maka pengobatan dengan klorokuin dilanjutkan selama 4 bulan. Setelah fase remisi menunjukkan perbaikan maksimum, maka dosis dikurangi. Lupus Erythematosus: Dosis Dewasa : 150 mg (250 mg klorokuin fosfat)/hari. Jika manifestasi sistemik dan kutaneus LE sudah berkurang, maka dosis klorokuin diturunkan secara gradual selama beberapa bulan dan obat dihentikan perlahan. Cara pemberian: Klorokuin fosfat diberikan secara peroral, ketika pemberian peroral tidak memungkinkan maka klorokuin hidroklorida secara IM, akan tetapi pemberian IM harus diganti pemberian secara oral sesegera mungkin.
54

tinggi

bagi

anak-anak

sehingga

Pada pasien asma berat dapat diberikan melalui infus i.v/s.c. Rekomendasi WHO: pemberian untuk pediatri yaitu dosis kecil IM/injeksi s.c. Pemberian bersama makanan dapat mengurangi ESO pada GI. Pemberian klorokuin fosfat pada anak-anak dengan dibuat pulveres dicampurdengan sirup rasa coklat/cherry. Farmakologi Absorbsi: Oral cepat (mendekati 89%). Distribusi: terdistribusi luas pada semua jaringan tubuh (mata, jantung, ginjal, hati dan paru-paru) dimana retensinya mengalami perpanjangan, menembus plasenta, disekresikan ke ASI. Metabolisme: hepatik parsial T eliminasi 3-5 hari. Durasi : sejumlah kecil obat tetap ditemukan di urine selama sebulan walaupun terapi sudah dihentikan. Ekskresi melalui urine (sekitar 70% sebagai obat utuh), pengasaman urine menaikkan eliminasi. T max serum 1-2 jam Stabilitas Penyimpanan Suspensi klorokuin 10 mg/ml dibuat dengan mencampur 500 mg klorokuin fosfat (=300 mg klorokuin/tablet) dengan air steril secara geometris, tambahkan sirup cherry, campur sampai homogen sehingga volume akhir 60 ml, stabil sampai 4 minggu ketika disimpan dalam refrigator atau suhu 29C. Klorokuin fosfat akan mengalami perubahan warna secara lambat jika terpapar matahari. Tablet klorokuin fosfat sebaiknya disimpan pada wadah tertutup pada suhu 25C, masih bisa stabil pada suhu 15-30C. Injeksi kloroquin hidroklorida sebaiknya disimpan pada suhu kurang dari 30C. Kontraindikasi Pasien yang hipersensitivitas dengan derivat 4-amino quinolin; Kontra indikasi pada pasien dengan gangguan retinal, segera hentikan klorokuin jika terjadi gangguan penglihatan. Klorokuin jangan digunakan pada pasien psoriasis karena klorokiun dilaporkan dapat menyebabkan eksaserbasi porfiria Efek Samping Efek okular : Gangguan penglihatan : Pandangan kabur, sulit berakomodasi pernah dilaporkan terjadi; Gangguan penglihatan parah bisa terjadi jika klorokuin digunakan jangka panjang dengan dosis lebih dari 150 mg perhari; Pengobatan jangka panjang dengan dosis tinggi menyebabkan: keratopathy, transient edema, adanya pengkerakan pada epitel kornea, jika sudah parah bisa terjadi kebutaan. Reaksi kulit dan sensitivitas : Pruritus, perubahan pigmen kulit, erupsi kulit membentuk panus liken, erupsi pleomorphic kulit, sindrom Stevens-Johnson dilaporkan pernah tejadi. Perubahan warna rambut pernah terjadi dalam
55

yang bisa

terapi jangka panjang (2-5 bulan). Efek pada sistem syaraf : Sakit kepala ringan dan berat, fatigue, kecemasan, ansietas, apatis, iritabilitas, agitasi, agresivitas, kebingungan, perubahan personalitas, depresi dan stimulasi fisik bisa terjadi ketika menggunakan klorokuin; Neuritis perifer dan neuropathy jarang terjadi. Neuropathy bisa terjadi pada dosis 250 mg atau lebih perhari selama beberapa minggu, dan reversibel setelah obat dihentikan. Efek kardiovaskuler : Hipotensi dan perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria. Penggunaan jangka panjang pada pasien LE/RA menyebabkan terjadinya AV blok derajat III; Kardiomyophati (jarang) pada penggunaan jangka panjang. Otic efek : Otto-toksisitas (jarang), nervedeafness (biasanya irreversible) pernah dilaporkan terjadi pada terapi klorokuin dosis tinggi jangka panjang; Tinitus dan berkurangnya pendengaran pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 500 mg klorokuin 1x seminggu dalam beberapa bulan. Efek hematologi : Neutropenia, agranulositosis, neuplastik anemia, dan trombositopenia walaupun semuanya jarang terjadi. Efek lokal: Nyeri dan abses pada tempat suntikan Interaksi - Dengan Obat Lain : Efek sitokrom P450: menghambat CYP2D6, Dengan simetidin konsentrasi klorokuin dalam serum meningkat. Kaolin dan magnesium trisilikat : menurunkan absorbsi klorokuin. Etanol : meningkatkan iritasi GI. Perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria - Dengan Makanan : Pengaruh - Terhadap Kehamilan : Keamanan penggunaan klorokuin selama kehamilan belum pasti sehingga penggunaan klorokuin pada wanita hamil hanya jika benar-benar diperlukan. Studi pada tikus hamil menunjukkan pada klorokuin dapat menembus plasenta dan terakumulasi pada struktur melanin pada mata fetus dan tetap bertahan pada jaringan mata selama 5 bulan setelah obat habis tereliminasi dari tubuh. Penggunaan klorokuin selama kehamilan pada dosis 250 mg 2xsehari untuk terapi LE dapat mengakibatkan berkurangnya 8 fungsi syaraf, posterior colom defect dan retardasi mental pada beberapa anak, degenerasi retina juga dilaporkan pada 2 anak yang ibunya menerima kloroquin selama kehamilan akan tetapi kloroquin telah digunakan sebagai profilaksis dan terapi malaria pada wanita hamil tanpa terbukti mempunyai efek samping dan WHO, CDC dan sebagian dokter menyatakan bahwa manfaat pada wanita hamil lebih besar dibanndingkan resiko pada fetus. Infeksi malaria pada wanita hamil dapat menjadi parah dan menaikkan resiko prematur,aborsi,lahir cacat sehingga wanita hamil sebaiknya menghindari pada endemik malaria. Sejumlah kecil klorokuin dan desentilkloroquin terdistribusi dalam ASI. Dosis tunggal 300/600 mg per hari secara oral selama menyusui menghasilkan kadar obat dalam ASI sebasar 0,4-0,7 % sehinggga diperlukan penyesuaian dosis.

56

- Terhadap Ibu Menyusui : -

- Terhadap Anak-anak : Anak-anak yang sensitif terhadap derivat 4- aminokuinolin dilaporkan mengalami akibat fatal pada pemberian klorokuin parental dosis kecil. Dosis oral untuk anak-anak harus dipantau secara ketat. Pemberian dosis untuk anak-anak harus ketat

- Terhadap Hasil Laboratorium : Parameter Monitoring Pemantauan CBC, oftalmologi secara periodik perlu dilakukan pada pasien yang menerima terapi jangka panjang. Perlu dilakukan test terhadap fungsi otot, lutut, siku Bentuk Sediaan Injeksi Klorokuin Hidroklorida 50 mg/ml Setara Dengan 40 mg Klorokuin. Tablet Salut Film 300 mg Klorokuin Peringatan Perlu perhatian pada pasien alkoholis dan obat hepatotoksik lain pada saat penggunaan klorokuin. Perlu perhatian pada pasien defisiensi G-6- phospat dehidrogenasi. Penggunaan obat ini dapat menyebabkan kekambuhan psoriasis, porfiria, dan retinopati. Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus Informasi Pasien Sebelum menggunakan obat; Kondisi yang mempengaruhi penggunaan, khususnya hipersensitifitas terhadap klorokuin maupun hidroklorokuin. Kehamilan dapat menyebabkan toksisitas pada janin saat diberikan pada ibu dalam dosis terapetik. Walaupun demikian klorokuin belum menunjukkan menyebabkan efek samping pada janin saat digunakan sebagai profilaksis malaria maupun amoebiasis hepatik. Penggunaan pada anak-anak, bayi dan anak sangat sensitif terhadap efek dari klorokuin. Masalah kesehatan lain, khususnya gagal fungsi hati, gangguan kelainan darah, gangguan kelainan neurologik atau adanya perubahan retina atau bidang visual. Kesesuaian penggunaan obat;gunakan bersama makanan atau susu utk mengurangi kemungkinan iritasi gastrointestinal.Jaga obat jauh dari jangkauan anakanak,kejadian fatal dilaporkan terjadi dimana 300 mg klorokuin basa(1 tablet)tertelan anak umur 12 tahun. Penting untuk tidak menggunakan obat melebihi jumlah yang dianjurkan. Penting untuk tidak lupa minum obat dan memakainya sesuai jadwal reguler. Saat lupa minum obat, maka jika jadwal minum obat adalah tiap 7 hari maka diminum sesegera mungkin. Jika tiap hari, diminum sesegera mungkin, jangan diminum jika terlupa sampai hari berikutnya atau jangan menggandakan dosis. Jika lebih dari sekali sehari, diminum segera jika teringat dalam jangka waktu antara 1 jam, jangan diminum jika telah terlewat/jangan menggandakan dosis. Kesesuaian penyimpanan obat. Untuk pencegahan malaria. Mulai pengobatan 1 sampai 2 minggu sebelum memasuki area malaria untuk memastikan respon
57

pasien dan memberi waktu untuk mengganti obat lainnya bila reaksi terjadi. Lanjutkan pengobatan selama tinggal di area & selama 4 mgg setelah meninggalkan area,periksa ke dokter secepatnya bila terjadi demam selama perjalanan atau dalam jangka waktu 2 jam setelah meninggalkan area endemik. Perhatian selama menggunakan obat ini; Kunjungan berkala ke dokter untuk memeriksa adanya masalah darah, kelemahan otot, dan pengujian penglihatan selama atau setelah terapi jangka panjang. Periksa ke dokter jika tidak ada perubahan dalam beberapa hari (atau beberapa minggu atau beberapa bulan untuk artritis). Hati-hati bila pandangan kabur, kesulitan saat membaca maupun perubahan lainnya pada penglihatan. Minum obat dengan makanan untuk merunkan GI upset. Segera laporkan bila terjadi gangguan penglihatan atau kesulitan mendengar. Obat dapat menyebabkan diare, penurunan nafsu makan, mual, nyeri perut segera periksa ke dokter jika hal tersebut terjadi dan memburuk. Mekanisme Aksi Klorokuin berikatan pada DNA dan RNA sehingga menghambat polimerase DNA dan RNA, mempengaruhi metabolisme dan kerusakan haemoglobin oleh parasit, menghambat efek prostaglandin, klorokuin mempengaruhi keasaman cairan sel parasit dan menaikkan pH internal sehingga menghambat pertumbuhan parasit, berpengaruh terhadap agregasi feriprotoporpirin IX pada reseptor kloroquin sehingga merusak membran parasit dan juga berpengaruh pada sintesis nulkeoprotein. Monitoring Penggunaan Obat Hitung Darah Lengkap (CBCs) (dianjurkan secara periodik selama terapi harian diperpanjang dg klorokuin, bila gangguan darah diskrasia terjadi yg bukan merupakan bagian dari penyakit yg diobati, penghentian penggunaan chloroquine harus dipertimbangkan). Pengujian oftalmologi, termasuk ketajaman visual, expert slit-lamp, funduscopic, tes bidang visual. (dianjurkan sebelum dan setidaknya setiap 3 sampai 6 bulan selama terapi harian diperpanjang, sejak dilaporkan terjadi kerusakan retina yang irreversible pada terapi jangka panjang atau dosis besar. Luka serius penglihatan diduga berkaitan dengan dosis total kumulatif lebih dari 150 mg atau 2,4 mg (basa) per kg per hari klorokuin mungkin merupakan faktor penentu yang paling penting. Setiap abnormalitas retina atau penglihatan tidak sepenuhnya dapat dijelaskan dikarenakan kesulitan pengumpulan atau opasitas kornea seharusnya dimonitor mengikuti penghentian dari terapi, sejak perubahan retina dan gangguan penglihatan dapat memburuk walaupun setelah penghentian terapi)

58

H. KERANGKA KONSEP
Infeksi yang sering dan pengobatan tidak tuntas di daerah endemik Mutasi gen pfcrt kodon 76 Tn Budi transmigrasi dari daerah prevalensi malaria rendah ke daerah prevalensi malaria tinggi

Terinfeksi Plasmodium falciparum Strain Resisten

Fase Aseksual Merozoit mencapai densitas 50 l

Fase Aseksual Skizogoni memecahkan SDM

Reaksi Antibodi

Anemia Hemolitik normositik normokrom

Merangsang perubahan thermostat hipotalamus Demam

Mual-mual

Sakit Kepala

Berkeringat

Menggigil

Hasil Pemeriksaan Apusan Darah Perifer Tipis dan Tebal: Plasmodium falciparum (+++)

Didiagnosis Malaria

Pemberian klorokuin tapi tidak efektif

59

I. KESIMPULAN Tuan Budi yang merupakan seorang transmigran asal Jawa Tengah (daerah prevalensi malaria rendah) bertransmigrasi ke Amaroppa Papua (daerah prevalensi malaria tinggi) menderita malaria tropikana akibat terinfeksi oleh Plasmodium falciparum dengan vektornya adalah nyamuk Anopheles betina.

60

DAFTAR PUSTAKA Adam, Sry Amsunir, 1992, mikrobiologi dan parasitologi untuk perawat, Jakarta; EGC. Indan Entjan, 2001, mikrobiologi dan parasit untuk perawat, Bandung; Citra Aditya Bakri. Margono, Sri, 1998, parasitologi kodekteran, Jakarta; FKUI J.M.Gibson,MD, 1996. Mikrobiologi dan patologi modern untuk perawat, Jakarta, EGC Harold W Brown, 1983, Dasar-dasar parasitologi klinik, Jakarta, PT. Gramedia. [Anonim]. 2012. Klorokuin. (online) (http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/78, tanggal 3 Juli 2012) diakses pada

Harijanto, P, Laihad, FJ, Poespoprodjo, JR. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Epidemiologi Malaria di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Tarigan, J. 2003. Kombinasi Kina Tetrasiklin pada Pengobatan Malaria Falciparum tanpa Komplikasi di Daerah Resisten Multidrug Malaria. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Muchid, A, Wurjati, R, et al. 2008. Pelayanan Kefarmasian untuk Penyakit Malaria. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC Sutanto Inge dkk., 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jilid III. Jakarta: Salemba Medika. Guyton, Arthur C, John E. Hall, 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11 . Jakarta: EGC Doerig C., Chakrabarti D., Meijer L. 2008. The cell cycle of the malaria parasite plasmodium falciparum: strange ways of dinstant relatie. Paper on Miami Winter Symposium.

61

Padmanaban, G., Nagaraj, V. A., Rangarajan, P. N. 2007. Drugs and Drug Targets Against Malaria. Current Science, Vol. 92, No. 22. 10 Juni 20707.

62

Você também pode gostar