Você está na página 1de 8

BAB II PEMBAHASAN BAYI TABUNG/INSEMINASI BUATAN DALAM PERSPEKTIF USUL FIQIH A.

Pengertian Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris Insimenation yang artinya pembuahan/penghamilan secara teknologi. Kata inseminasi itu sendiri dimaksudkan oleh dokter Arab dengan istilah dari fiil menjadi yang berarti mengawinkan atau mempertemukan (memadukan). Kata talqih yang sama pengertiannya dengan inseminasi, diambil oleh dokter ahli bedah kandungan bangsa Arab, dalam upaya pembuahan terhadap wanita yang menginginkan kehamilan. Padahal istilah itu berasal dari petani kurma yang pekerjaannya menaburkan serbuk bunga jantan terhadap bunga betina, agar pohon kurmanya dapat berbuah. Maka bangsa Arab sering mengatakan yang artinya petani itu telah mengawinkan pohon kurmanya. Sedangkan bayi tabung pengertiannya disebut dengan yang artinya jabang bayi, yaitu sel telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat pembiakan (cawan) yang sudah siap untuk diletakkan kedalam rahim seorang ibu. B. Proses Terjadinya Bayi Tabung/ Inseminasi Buatan Untuk melakukan inseminasi buatan ( al-talqih al-Sinaiyah) yaitu sepasang suami istri yang menginginkan kehamilan diharapkan selalu berkonsultasi dengan dokter ahli, apakah keduanya bisa membuahi/dibuahi untuk mendapatkan keturunan atau tidak. Banyak orang yang sebenarnya memiliki sperma atau ovum yang cukup subur, tetapi justru tidak dapat membuahi atau dibuahi karena ada kelainan pada alat reproduksinya, misalnya Tuba Fallopi menyempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) selalu lemah, maka hal ini akan menghambat kelahiran. Kalau terjadi kasus seperti ini maka dokter akan mengupayakan dengan mengambil telur (ovum) wanita dengan cara fungsi aspirasi cairan folikel melalui vagina, dengan alat yang disebut Transpajinal Transkuler Ultra Sound dan sprema dari laki-laki tersebut, juga diambil kemudian dipadukan. Perpaduan kedua sel tersebut, lalu disimpan dalam cawan pembiakan selama beberapa hari. Inilah yang disebut dengan Bayi Tabung yaitu jabang bayi yang akan diletakan kedalam rahim seorang ibu dengan cara menggunakan alat semacam suntikan. Sejak bayi tabung itu dimasukan kedalam rahim seorang ibu, sejak itu pula berlaku larangan dokter yang harus dipatuhi oleh seorang ibu, antara lain: 1. Tidak bekerja keras atau terlalu capek 2. Tidak makan atau minum sesuatu yang mengandung alkohol. 3. Tidak boleh melakukan senggama selama 15 hari atau tiga minggu sejak bayi tabung itu diletakan kedalam rahim seorang ibu. Sejak dinyatakan hamil, perkembangan janin dalam rahimnya dapat dipantau oleh dokternya, melalui alat yang disebut Ultra Sound sehingga letak dan gerak janin dapat dilihat melalui alat canggih itu sehingga ia lahir. C. Hukum Bayi Tabung/ Inseminasi Buatan Dalam penetapan hukum bayi tabung/ inseminasi buatan, apakah dibolehkan atau dilarang,maka disini

terjadi banyak kontrofersi dikalangan para ulama, diantara mereka ada yang membolehkan dan ada pula yang mengaharamkan. Majelis ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Bayi tabung/inseminasi buatan bila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri, baik dengan cara pengambilan sperma suami, kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri maupun dengan cara pembuahan diluar rahim. Kemudian ditanam didalam rahim istri, maka hal ini dibolehkan asalkan keadaan suami istri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh islam, yaitu: Artinya: Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergenci), padahal darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang. Maka dari itu, untuk memenuhi kebutuhan dalam memperoleh keturunan yang ditempuh dengan jalan inseminasi buatan dibolehkan karena terdapat faktor darurat yang ahirnya diberi dispensasi oleh agama, sebagaimana hadits yang mengatakan: ) ( Artinya: Tidak boleh mempersulit diri dan menyulitkan orang lain" (HR. Ibn Majjah yang bersumber dari Abi Said Al-Hudri) Dalam kaidah fiqih juga mengatakan: yang artinya Kesulitan yang dialami) dapat dihindarkan (dalam agama). Proses bayi tabung/inseminasi buatan merupakan upaya medis untuk mengatasi masalah yang ada dan hukumnya boleh menurut syari, sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh islam yaitu kelahiran dan banyak anak yang merupakan salah satu tujuan dasar pernikahan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang diriwayatkan dari Abdullah Bin Umar ra: Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang subur (beranak) karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya) kalian pada hari kiamat nanti. (HR. Ahmad). Dengan demikian jika upaya pengobatan untuk mengusahakan pembuatan dan kelahiran alami tidak berhasil dilakukan, maka dimungkinkan untuk mengusahakan terjadi pembuahan diluar tempatnya yang alami dan dikembalikan ketempatnya yang alami. Maka proses ini dibolehkan dalam islam, sebab berobat hukumnya sunnah (mubah). Selain dikarenakan darurat, maka dasar hukum pembolehan inseminasi buatan sebagai berikut: 1. Qiyas (analogy) Dengan kasus penyerbukan kurma setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma, lalu nabi melarangnya, ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah itu dilaporkan kepada Nabi, beliau berpesan: Lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian. 2. Kaidah Hukum Fiqih Islam Kaidah hukum fiqih islam Al ashlu Fil Asya Al Ibahah hatta yadulla dalil ala tahrimihi pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai ada dalil yang jelas melarangnya. Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan, maka berarti hukumnya mubah.

Majlis Tarjih Muhammadiyah, Lembaga Fiqih Islam OKI dan NU mengharamkan bayi tabung/inseminasi buatan, apabila hal itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum. Maka diharamkan karena hukumnya disamakan dengan Zina. Hal itu didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda Tidak ada dosa yang lebih besar selain syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan yang lelaki yang meletakan sperma (berzina) didalam rahim perempuan didalam rahim perempuan yang tidak halal baginya. Selain itu dalil syari yang dapat menjadi landasan hukum mengharamkan Inseminasi buatan dengan donor ialah sebagai berikut: Al-Quran surat Al Isro ayat 70 ) 07 : ( Artinya: Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka didarat dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan yang telah kami ciptakan. Surat At Tin ayat 4 )4: ( Artinya:Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kedua ayat tersebut menunjukan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk yang istimewa melebihi mahluk-mahluk yang lain. Dan tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia dan seharusnya kita bisa menghormati martabat sendiri dan orang lain. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi. Selain itu juga dijelaskan dalam hadits Nabi yang berbunyi: ) ( Tidak halal bagi seorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (spermanya) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). Hadits riwayat Abu Daud At Tirmidzi dan hadits ini dipandang sohiholeh Ibnu Hibban. Sedangkan menurut kaidah hukum fiqih islam berbunyi: Menghindari Madlarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik maslahah/kebaikan. Sebagaimana kita ketahui bahwa insemasi buatan pada manusia dengan cara donor sperma dan ovum lebih banyak mendatangkan madlarat dari pada maslahahnya. Maslahahnya ialah membantu suami istri yang mandul, baik keduanya atau dari salah satu pasangan hidup untuk mendapatkan keturunan. Sedangkan madlaratnya antara lain: 1. Diharamkan dikarenakan akan menimbulkan pencampuran dan penghilangan nasab. Diriwayatkan dari Ibnu Abas, mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia (H.R Ibnu Majah). 2. Bertentangan dengan sunnatullah/hukum alam. 3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.

4. Kehadiran anak inseminasi bisa menjdai sumber konflik dalam rumah tangga. 5. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang alami, terutama pada bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang mempunyai benih sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. D. Status Anak Hasil Inseminasi Mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan atau ovum menurut hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Sedangkan yang sah adalah apabila anak tersebut hasil inseminasi buatan dengan sperma dan ovum sendiri dari pernikahan atau perkawinan yang sah. Hal ini dapat kita ketahui dalam pasal 42 UU perkawinan No.1 tahun 1974 Anak yang sah adalah anak yang di lahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dalam pasalpasal dan ayat-ayat lain dalam uu perkawinan ini, terlihat bagaiman besarnya peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misal pasal 2 (1) tentang pengesahan perkawinan, pasal 8(F) tentang larangan kawin antara dua orang karena agama melarangnya dan lain-lain.Dan tentunya Negara kita hidup mengizinkan inseminasi buatan denagan donor sperma dan atau ovum, karena tidak sesuai dengan pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1, dan bangsa Indonesia yang religious. Karena itu, pasal 42 UU perkawinan No.1/1974 harus di pahami dan diberi interprestasi tanpa lepas kaitanya dengan pasal-pasal dan ayat-ayat lainya. Pancasila dan UUD 1945 dan perlu diberi tambahan penjelasan sehubungan dengan adanya teknologi bayi tabung/inseminasi buatan dengan donor atau dengan transfer embrio ke rahim ibu titipan/kontrak. Sehingga masyarakat Indonesia yang termasuk kalangan agama nantinya bisa menerima bayi tabung cepat halnya KB. Namun harus di ingat bahwa kalangan agama bisa menerima KB karena pemerintah tidak memaksakan alat atau cara KB/yang bertentangan dengan agama, seperti sterilisasi, Menstrual Regulation dan abortus.Karena itu ,diharapkan pemerintah juga hanya mau mengizinkan praktek inseminasi/bayi tabung yang tidak bertentangan dengan prinsip agama, dalam hal ini islam melarang sama sekali perempuan nasab dengan perantaraan sperma dan atau ovum donor. BAB III PENUTUP Kesimpulan: 1. Inseminasi adalah pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan secara ilmiah. Bayi tabung adalah sel telur yang di buahi oleh sperma yang telah dibiarkan dalam tempat, pembiakan (cawan) yang sudah siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu. 2. Untuk melakukan bayi tabung / inseminasi buatan, dapat dilakukan dengan cara pengambilan sel telur (ovum) wanita dengan cara fungsi aspirasi cairan foliked malalui vegina dengan alat Transvaginal transkuler ultra sounddan di padukan dengan seperma laki-laki, lalu disimpan dalam cawan pembiakan selama beberapa hari. Kemudian dimasukkan ke dalam rahim seorang ibu. Dan akan dipantau terus menggunakan ultra sound sampai bayi itu lahir. 3. Bayi tabung/inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak di

transfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan), hal ini diperbolehkan dalam islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk memperolah keturunan. Bayi tabung/inseminasi buatan dengan donor sperma dan ovum diharamkan (dilarang keras) dalam islam karena hukumnya disamakan dengan Zina 4. Status anak hasil dari inseminasi buatan dengan donor sperma dan atau ovum sendiri adalah sah menurut islam. Sedangkan anak dari inseminasi buatan dengan donor sperma dan atau ovum adalah tidak sah karena statusnya sama dengan anak yang lahir di luar prkawinan yang sah. DAFTAR PUSTAKA

Budi Utomo,Setawan,2003,Fiqih aktual.Jakarta :Gema insane. Mahjuddin .2003. Masailul Fiqhiyah . Jakarta: Kalam Mulia. Masjfuk Zuhdi.1998 .Masil Faqhiyah . Jakarta :CV Haji Masagung.

Hukum Bayi Tabung/Inseminasi Buatan Menurut Islam Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum Islam, maka harus dikaji oleh dengan memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hukum ijtihadinya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur'an dan Sunah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendikiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proporsional dan mendasar. Bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Fiqh Islam: .

Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang. Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Dalil-dalil syar'i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut: 1. Al-Qur'an Surat Al-Isra ayat 70: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. dan Surat At-Tin ayat 4: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesame manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi. 2. Hadis Nabi:

Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). Hadis riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadis ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban. Pada zaman imam-imam mazhab masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul, sehingga kita tidak memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Hadis tersebut bisa menjadi dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata ma' ( (di dalam bahasa Arab juga di dalam Al-Qur'an bisa dipakai untuk pengertian air hujan atau air pada umumnya, seperti tersebut dalam Surat Thaha ayat 53; dan bisa juga untuk pengertian benda cair atau sperma seperti pada Surat An-Nur ayat 45 dan Ath-Thariq ayat 6. 3. Kaidah hukum Fiqh Islam yang berbunyi: Menghindari madarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik

maslahah/kebaikan. Kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan/bayi tabung dengan donor sperma dan atau ovum lebih mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami dan/atau istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misalnya karena saluran telurnya (tuba palupi) terlalu sempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah. Namun, mafsadah inseminasi buatan/bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain sebagai berikut: a. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) dan kewarisan;

b. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam; c. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi pencampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah; d. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik di dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan bapak-ibunya; e. Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya; f. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih saying yang alami (natural), terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami (perhatikan Al-Qur'an Surat Al-Ahqaf ayat 15). Mengenai status/anak hasil inseminasi dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Dan kalau kita perhatikan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1/1974: "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah"; maka tampaknya memberi pengertian bahwa bayi tabung/anak hasil inseminasi dengan bantuan donor dapat dipandang pula sebagai anak yang sah, karena ia pun lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal-pasal dan ayat-ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana besarnya peranan agama yang cukup dominant dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan.

Você também pode gostar