Você está na página 1de 19

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada allah SWT yang telah melimpahkan kenikmatan yang tak terbatas, berupa nikmat sehat, umur panjang dan iman, sehingga penulis dapat mengerjakan pembuatan tugas akhir yang berjudul PENGELOLAAN PERILAKU BERMASALAH dapat diselesaikan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu atau terlibat dalam pembuatan tugas akhir ini,yaitu 1. Dosen pengampu mata kuliah Manajemen Pendidikan Ibu Dra. Komsini, M.Pd yang telah memberikan kesempatan waktu dan bimbingannya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Sri Handayani selaku ibu kandung penulis yang telah membiayai penulis kuliah, doa-doa yang selalu tercurahkan olehnya, dan sebagai motivator terbesar penulis untuk selalu bersemangat meraih cita-cita. 3. Tidak lupa teman-teman kelas 5G PGSD yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. Penulis juga menyadari bahwa pembuatan tugas akhir ini masih banyak kekurangan-kekurangan, baik dalam memberikan informasi maupun dalam penulisan. Maka dari itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun agar dalam pembuatan tugas selanjutnya dapat lebih baik lagi dan bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, 1 November 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1 B. Rumusan Masalah........................................................................................1 C. Tujuan..........................................................................................................2 D. Manfaat........................................................................................................2 E. Relevansi......................................................................................................3 . BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian perilaku bermasalah...................................................................4 B. Tujuan pengelolaan perimalah bermasalah..................................................4 C. Strategi pengelolaan.....................................................................................4 1. Intervensi kecil.................................................................................5 2. Intervensi Sedang.............................................................................6 3. Intervensi Besar................................................................................6 D. Bentuk-bentuk perilaku bermasalah.............................................................8 E. Upaya orang tua dan guru untuk menanggulangi perilaku bermasalah.....12

BAB III PENUTUP A. Simpulan....................................................................................................15 B. Saran...........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran dikelas seorang guru harus dapat menciptakan situasi dan kondisi didalam kelas yang tenang, nyaman, tertib, dan tidak ada gangguan yang dapat menghambat proses pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran tercapai maksimal dan materi dapat tersampaikan kepada siswa, Guru harus menerapkan metode yang bervariatif dan dapat mengelola kelas dengan baik. Salah satunya adalah mengelola perilaku bermasalah pada siswa. Perilaku bermasalah pada siswa perlu ditangani dengan serius dan tidak boleh menganggap remeh mengenai perilaku bermasalah, dikarenakan dengan adanya perilaku bermasalah, otomatis dapat mengganggu proses pembelajaran menjadi terhambat, situasi kelas menjadi tidak tenang dan aman dan bahkan, dapat menimbulkan efek-efek negatif kedepannya yang lebih parah, jika guru tidak cepat tanggap terhadap perilaku-perilaku bermasalah pada siswa. Guru dapat mengamati tingkah laku siswa untuk mengetahui perilakuperilaku bermasalah pada siswa, sehingga perilaku bermasalah dapat ditangani dengan cepat. Perilaku bermasalah pada siswa itu beragam macam dan jenisnya dan perlu mendapat perhatian khusus dari guru, oleh karena itu didalam makalah ini akan membahas secara lebih dalam mengenai perilakuperilaku bermasalah pada siswa dan bagaimana upaya oran tua dan guru untuk menanggulangi timbulnya perilaku bermasalah.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah artikel ilmiah pengelolaan perilaku bermasalah adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan perilaku bermasalah? 2. Apa tujuan pengelolaan perilaku bermasalah? 3. Apa saja strategi pengelolaan perilaku bermasalah? 4. Sebutkan bentuk-bentuk perilaku bermasalah?

5. Bagaimana upaya orang tua dan guru untuk menanggulangi perilaku bermasalah?

C. Tujuan Tujuan disusunnya artikel ilmiah pengelolaan perilaku bermasalah adalah : 1. Pembaca dapat mengetahui dan menjelaskan pengertian perilaku bermasalah. 2. Pembaca dapat mengetahui tujuan adanya pengelolaan perilaku

bermasalah. 3. Pembaca dapat mengetahui dan menjelaskan bentuk-bentuk perilaku bermasalah pada siswa. 4. Pembaca dapat mengetahui dan menerapkan strategi yang digunakan dalam menghadapi perilaku bermasalah. 5. Pembaca dapat mengetahui bagaimana cara untuk menanggulangi perilaku bermasalah.

D. Manfaat Manfaat disusunnya artikel mengenai pengelolaan perilaku bermasalah adalah : 1. Guru dapat mengelola dengan baik perilaku bermasalah pada siswa, sehingga proses KBM dapat berjalan dengan baik dan lancar 2. Guru dapat menggunakan strategi yang tepat untuk mengatasi perilaku bermasalah pada siswa, sehingga perilaku bermasalah dapat ditangani dengan tepat dan diatasi dengan baik. 3. Guru tidak perlu khawatir lagi dan cemas dalam menghadapi perilaku bermasalah pada siswa, karena telah memiliki pedoman dalam mengatasi perilaku bermasalah. 4. Guru memiliki cara atau upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya perilaku bermasalah pada siswa. 5. Suasana kelas/sekolah menjadi aman, nyaman, dan tenang terkendali dengan adanya pengelolaan perilaku bermasalah pada siswa.

E. Relevansi Judul yang diambil penulis mengenai Pengelolaan Perilaku Bermasalah, pengelolaan disini yang melakukan adalah guru, dan yang menjadi obyek dalam pengelolan perilaku bermasalah adalah siswa. Jadi guru sebagai pengelola bertugas memimpin dan mengatur tingkah laku bermasalah pada siswa. Sesuai judul yang diambil, guru terlebih dahulu harus mengetahui pengertian pengelolaan perilaku bermasalah. Dengan mengetahui maksud dan pengertian perilaku bermasalah guru dapat membedakan mana yang termasuk perilaku bermasalah dan mana yang bukan perilaku bermasalah. Kemudian setelah mengetahui pengertian perilaku bermasalah pada siswa, guru dapat mengetahui tujuan pentingnya pengelolaan perilaku bermasalah, yaitu mengatasi dan mencegah perilaku bermasalah terulang kembali, sehingga guru dapat menggunakan strategi-strategi yang digunakan untuk mengatasi perilaku bermasalah pada siswa. Perilaku bermasalah pada siswa banyak ragam, jenis dan bentuknya, oleh karena itu guru harus cepat tanggap menggunakan strategi-strategi yang tepat dan pantas untuk diterapkan dalam mengatasi perilaku bermasalah pada siswa. Tugas guru adalah mengamati tingkah laku siswa, apakah siswa ini sedang bermasalah atau tidak. Tiap siswa memiliki perilaku bermasalah yang berbeda-beda, penggunaan strategi yang tepat dalam membantu guru untuk mengatasi perilaku bermasalah, selain itu peran orang tua dan guru sangat penting dalam upaya mencegah timbulnya perilaku bermasalah pada siswa. Orang tua dan guru harus bersinergi dan bekerjasama untuk mengupayakan mencegah timbulnya perilaku bermasalah. Oleh karena itu, penulis mengambil judul Pengelolaan Perilaku Bermasalah memeliki keterkaiatan atau hubungan terhadap isi yang dibahas, yaitu mengenai pengertian dan tujuan perilaku bermasalah, strategi yang digunakan untuk mengatasinnya, bentuk-bentuk perilaku bermasalah, dan upaya orang tua dan guru untuk mencegah timbulnya perilaku bermasalah.

BAB II PEMBAHASAN MASALAH

A. Pengertian Perilaku Bermasalah Perilaku bermasalah adalah tingkah laku siswa yang menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan temannya. Lebih lanjut dikatakan apabila anak tiba-tiba tidak dapat melakukan apa-apa juga merupakan indikasi bahwa anak mengalami masalah yang segera harus ditangani gurunya. Salah satu kesulitan memahami perilaku bermasalah ialah karena perilaku tersebut tampil dalam perilaku menghindar atau mempertahankan diri. Dalam psikologi perilaku ini disebut mekanisme pertahanan diri karena dengan perilaku tersebut individu dapat mempertahankan diri atau menghindar dari situasi yang menimbulkan ketegangan. Penggunaan mekanisme pertahanan diri dalam diri anak sebenarnya dikatakan normal apabila dalam taraf yang tidak berlebihan (apabila mekanisme pertahan diri dalam taraf berlebihan disebut neurotik). Sebab tujuan dari mekanisme pertahanan diri adalah untuk melindungi ego dan mengurangi kecemasan yang setiap saat diperlukan setiap orang terutama pada anak-anak.

B. Tujuan pengelolaan perilaku bermasalah Dalam menangani perilaku bermasalah, ada beberapa jenis tujuan yang harus dipertimbangkan. Anda harus menilai efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Dalam jangka pendek, hasil yang diinginkan adalah bahwa perilaku yang tidak pantas itu terhenti dan para siswa meneruskan atau memulai perilaku yang pantas. Dalam jangka panjang adalah penting untuk mencegah masalah ini berulang kembali.

C. Strategi pengelolaan Salah satu prinsip umum yang bermanfaat dalam memilih sebuah strategi adalah menggunakan sebuah pendekatan yang efektif dalam menghentikan

perilaku yang tidak pantas dengan segera dan yang memiliki dampak negatif paling sedikit. 1. Intevensi Kecil a) Penggunaan Isyarat Non-Verbal Terkadang menyentuh dengan lembut dilengan atau bahu dari siswa tersebut membantu mengisyaratkan keberadaan Anda dan memiliki efek menenangkan. b) Teruskan Kegiatan yang Sedang Berlangsung Sering kali perilaku siswa sangat mengganggu selama masa transisi di antara kegiatan atau selama waktu kosong ketika tidak ada fokus yang dikhususkan bagi pengawasan waktu kosong tersebut. Lakukan saja kegiatan selanjutnya dan arahkan para siswa tersebut pada perilaku yang dibutuhkan. c) Gunakan Kedekatan Menggabungkan kedekatan dengan isyarat non-verbal untuk menghentikan perilaku yang tidak pantas tanpa mengganggu pelajaran. Pastikan untuk terus mengawasi para siswa sedikitnya hingga mereka telah memulai kegiatan yang sesuai. d) Gunakan Kelompok Fokus Gunakan peringatan, pertanggungjawaban grup, atau format partisipasi yang lebih tinggi lagi untuk mengembalikan perhatian siswa pada mata pelajaran ketika perhatian telah mulai tidak fokus atau ketika para siswa sudah tidak aktif lagi dalam jangka waktu yang lama. e) Berlakukan Penghentian Sejenak Beritahukan kepada para siswa untuk menghentikan perilaku yang tidak diharapkan. Lakukan kontak mata secara langsung dan bersikap asersif. Pertahankan komentar Anda sesingkat mungkin, dan awasi situasi tersebut hingga siswa tersebut mematuhi. Gabungkan strategi ini dengan pengarahan kembali untuk mendorong perilaku yang diharapkan.

Masih banyak strategi dalam mengatasi perilaku bermasalah siswa diantaranya arahkan kembali perilaku, memberikan intruksi yang dibutuhkan, berikan sebuah pilihan kepada siswa.

2. Intervensi Sedang a) Menahan Sebuah Hak Istimewa Para siswa yang menyalahgunakan sebuah hak istimewa (misalnya, yang diperbolehkan bekerja bersama dalam kelompok dalam sebuah proyek, duduk didepat teman-teman, atau memiliki kebebasan berkeliling ruang kelas tanpa izin) dapat kehilangan hak istimewa tersebut dan diwajibkan mendapatkannya kembali dengan menerapkan perilaku yang pantas. b) Mengisolasi atau Memindahkan Siswa Para siswa yang mengganggu sebuah kegiatan dapat dipindahkan ke tempat lainnya dari ruangan tersebut, jauh dari para siswa lainnya. Adalah sangat membantu untuk memiliki ruangan dengan sisi-sisi, atau setidaknya sebuah meja dibagian belakang ruangan yang membelakangi para siswa. c) Gunakan Sebuah Hukuman Sebagai contoh, dalam pendidikan jasmani, para siswa mungkin diharuskan untuk berlari sebanyak satu putaran tambahan atau melakukan pushup. Atau pelajaran matematika, siswa diberikan soal tambahan. Strategi lain yang bisa diterapkan adalah memberikan penahanan, dan melaporkan ke kantor sekolah.

3. Intervensi yang Lebih Besar a) Gunakan Prosedur Intervensi Lima Langkah Jones dan Jones (2001), menyarankan lima langkah berikut ini ketika berurusan dengan perilaku siswa yang mengganggu :

Langkah 1 : Gunakan sebuah tanda non-verbal untuk mengisyaratkan pada siswa tersebut agar berhenti. Langkah 2 : Jika perilaku tersebut tidak berhenti, mintalah siswa tersebut untuk menaati peraturan yang diinginkan. Langkah 3 : Jika gangguan tersebut masih berlanjut, berikan pilihan kepada siswa berupa menghentikan perilaku tersebut atau memilih mengembangkan sebuah rencana. Langkah 4 : Jika siswa tersebut masih juga belum berhentu, wajibkan kepada siswa tersebut agar berpindah ke wilayah yang sudah ditunjuk dalam ruangan untuk menuliskan sebuah rencana. Langkah 5 : Jika siswa tersebut menolak mematuhi langkah 4, kirimkan siswa tersebut ke lokasi lainnya (misalnya kantor sekolah) untuk menyelesaikan rencana. Keuntungan dari pendekatan ini meliputi penekanannya pada pertanggungjawaban dan pilihan siswa. b) Gunakan Strategi Saatnya Berfikir Strategi saatnya berpikir menyingkirkan siswa yang tidak mau patuh ke ruang kelas dari guru lainnya untuk memberikan waktu bagi siswa tersebut untuk mendapatkan fokusnya dan masuk kembali ke ruang kelas setelah melakukan komitmen untuk mengubah perilaku (Nelson & Carr, 2000). c) Gunakan Model Terapi Realitas Gagasan William Glasser (1975) dapat diterapkan menggunakan tahapan berikut ini : 1) Membentuk keterlibatan dengan para siswa 2) Fokus pada masalah 3) Siswa harus menerima tanggung jawab bagi perilaku tersebut 4) Siswa sebaiknya mengevaluasi perilaku tersebut 5) Kembangkan sebuah rencana 6) Siswa harus membuat sebuah komitmen untuk menaati rencana 7) Tindak lanjuti dan laksanakan.

10

Selain itu strategi yang dapat digunakan adalah berunding dengan orang tua, dan membuat sebuah kontrak individual dengan siswa.

D. Bentuk-bentuk perilaku bermasalah 1) Bullying Perilaku bullying dapat berwujud dalam berbagai bentuk : agresi fisik yang langsung (mendorong, menyerang), agresi verbal dan nonverbal (memanggil nama dengan panggilan buruk, mengancam, menakutnakuti), dan agresi dalam hubungan (mengucilkan, mengasingkan, menyebarkan rumor mengenai korban tersebut). Bullying telah

diidentifikasikan sebagai salah satu masalah yang serius dibanyak sekolah dan masyarakat. Komponen penanganan program sekolah meliputi pengembangan sebuah kebijakan sekolah anti bullying, konsekuensi bagi perilaku bullying, pendidikan bagi seluruh siswa mengenai masalah tersebut, pelatihan kemampuan sosial, dan lebih banyak pemantauanpemantauan orang dewasa dilokasi-lokasi dan kegiatan yang terjadi didalamnya terjadi bullying. (Hyman dkk, 2006). 2) Rasionalisasi Perilaku rasionalisasi ditunjukkan dalam bentuk memberikan penjelasan atau alasan yang dapat diterima oleh akal, tapi pada dasarnya bukan penyebab nyata karena dengan penjelasan tersebut individu bermaksud menyembunyikan latar belakang perilakunya. 3) Sikap Bermusuhan Sikap ini nampak pada perilaku agresif, menyerang, mengganggu, bersaing, dan mengancam lingkungan. 4) Menghukum diri sendiri Perilaku ini tampak dalam wujud mencela diri sendiri dari penyebab utama dari kesalahan atau kegagalan. Perilaku ini terjadi karena individu cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai kiranya dia mengkritik orang lain. Orang seperti ini memiliki kebutuhan untuk diakui dan disukai amat kuat.

11

5) Represi Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, tekanan, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. 6) Konformitas Perilaku ini diutnjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri dengan atau terhadap harapan-harapan orang lain. Dengan memenuhi harapan orang lain, maka dirinya akan terhindar dari kecemasan. Orang seperti ini memiliki harapan sosial ketergantungan orang lain. 7) Sinis Perilaku sinis muncul dari ketidakberdayaan individu untuk berbuat atau berbicara terhadap kelompok. Ketidakberdayaan ini membuat dirinya khawatir akan penilaian orang lain terhadap dirinya, dan preilaku sinis merupakan perilaku menghindar dari penilaian orang lain. 8) Proyeksi Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. 9) Intelektualisasi Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan .persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit

12

mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif. 10) Fantasi Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat

menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya.Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu. 11) Denial (Menyangkal Kenyataan) Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri. 12) Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.

13) Regresi Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil).

13

Misalnya anak yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian. 14) Fiksasi Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan

mekanisme ini. 15) Supresi Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terangterangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).

14

16) Pembentukan reaksi Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.

E. Upaya

Orang

Tua

dan

Guru

Untuk

Menanggulangi

Perilaku

Bermasalah Peranan Lembaga Pendidikan Untuk tidak segera mengadili dan menuduh remaja sebagai sumber segala masalah dalam kehidupan di masyarakat, barangkali baik kalau setiap lembaga pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) mencoba merefleksikan peranan masing-masing. Pertama, lembaga keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama dan pertama. Kehidupan kelurga yang kering, terpecah-pecah (broken home), dan tidak harmonis akan menyebebkan anak tidak kerasan tinggal di rumah. Anak tidak mersa aman dan tidak mengalami perkembangan emosional yang seimbang. Akibatnya, anak mencari bentuk ketentraman di luar keluarga, misalnya gabung dalam group gang, kelompok preman dan lain-lain. Banyak keluarga yang tak mau tahu dengan perkembangan anak-anaknya dan menyerahkan seluruh proses pendidikan anak kepada sekolah. Kiranya keliru jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tercukupnya kebutuhankebutuhan materiil menjadi jaminan berlangsungnya perkembangan

kepribadian yang optimal bagi para remaja. Kedua, bagaimana pembinaan moral dalam lembaga keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kontras tajam antara ajaran dan teladan nyata dari

15

orang tua, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh panutan di masyarakat akan memberikan pengaruh yang besar kepada sikap, perilaku, dan moralitas para remaja. Kurang adanya pembinaan moral yang nyata dan pudarnya keteladanan para orangtua ataupun pendidik di sekolah menjadi faktor kunci dalam proses perkembangan kepribadian remaja. Secara psikologis, kehidupan remaja adalah kehidupan mencari idola. Mereka mendambakan sosok orang yang dapat dijadikan panutan. Segi pembinaan moral menjadi terlupakan pada saat orang tua ataupun pendidik hanya memperhatikan segi intelektual. Pendidikan disekolah terkadang terjerumus pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajaran, sehingga melupakan segi pembinaan kepribadian penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap. Ketiga, bagaimana kehidupan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat apakah mendukung optimalisasi perkembangan remaja atau tidak. Saat ini, banyak anak-anak di kota-kota besar seperti Jakarta sudah merasakan kemewahan yang berlebihan. Segala keinginannya dapat dipenuhi oleh orangtuanya. Kondisi semacam ini sering melupakan unsur-unsur yang berkaitan dengan kedewasaan anak. Pemenuhan kebutuhan materiil selalu tidak disesuaikan dengan kondisi dan usia perkembangan anak. Akibatnya, anak cenderung menjadi sok malas, sombong, dan suka meremehkan orang lain. Keempat, bagaimana lembaga pendidikan di sekolah dalam memberikan bobot yang proposional antara perkembangan kognisi, afeksi, dan psikomotor anak. Akhir-akhir ini banyak dirasakan beban tuntutan sekolah yang terlampau berat kepada para peserta didik. Siswa tidak hanya belajar di sekolah, tetapi juga dipaksa oleh orangtua untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan mengikuti les tambahan di luar sekolah. Faktor kelelahan, kemampuan fisik dan kemampuan inteligensi yang terbatas pada seorang anak sering tidak diperhitungkan oleh orangtua. Akibatnya, anak-anak menjadi kecapaian dan over acting, dan mengalami pelampiasan kegembiraan yang berlebihan pada saat mereka selesai

16

menghadapi suasana yang menegangkan dan menekan dalam kehidupan di sekolah. Kelima, bagaimana pengaruh tayangan media massa baik media cetak maupun elektronik yang acapkali menonjolkan unsur kekerasan dan diwarnai oleh berbagai kebrutalan. Pengaruh-pengaruh tersebut maka munculah kelompok-kelompok remaja, gang-gang yang berpakaian serem dan bertingkah laku menakutkan yang hampir pasti membuat masyarakat prihatin dan ngeri terhadap tindakan-tindakan mereka. Para remaja tidak dipersatukan oleh suatu identitas yang ideal. Mereka hanya himpunan anak-anak remaja atau pemuda-pemudi, yang malahan memperjuangkan sesuatu yang tidak berharga (hura-hura), kelompok yang hanya mengisi kekosongan emosional tanpa tujuan jelas.

17

BAB III PENUTUP

A. Simpulan Perilaku bermasalah adalah tingkah laku siswa yang menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan temannya. Lebih lanjut dikatakan apabila anak tiba-tiba tidak dapat melakukan apa-apa juga merupakan indikasi bahwa anak mengalami masalah yang segera harus ditangani gurunya. Strategi-strategi yang digunakan dalam mengatasi perilaku bermasalah diantaranya: 1. Intervensi kecil : penggunaan isyarat non-verbal, teruskan kegiatan yang sedang berlangsung, pendekatan, kelompok fokus, arahkan kembali perilaku, memberikan instruksi, penghentian sejenak, berikan pilihan kepada siswa. 2. Intervensi Sedang : menahan hak istimewa, memindahkan siswa, hukuman, penahanan,laporkan kekantor sekolah 3. Intervensi besar : gunakan pemecahan masalah, prosedur intervensi lima langkah, strategi saatnya berpikir, model terapi realitas, berunding dengan orang tua, membuat kontrak individual dengan siswa. Bentuk-bentuk perilaku bermasalah diantaranya: Bullying, rasionalisasi, sikap bermusuhan, menghukum diri-sendiri, konformitas, represi, sinis, intelektualisasi, proyeksi, fantasi, denial, mengelak, regresi, fiksasi, supresi, dan pembentukan reaksi. Upaya yang dilakukan oran tua dan guru untuk menanggulangi perilaku bermasalah, diantaranya : lembaga keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama dan pertama, bagaimana pembinaan moral dalam lembaga keluarga, sekolah, dan masyarakat, bagaimana kehidupan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat apakah mendukung optimalisasi perkembangan remaja atau tidak, bagaimana lembaga pendidikan di sekolah dalam memberikan bobot yang proposional antara perkembangan kognisi, afeksi, dan psikomotor anak, bagaimana pengaruh tayangan media massa baik media cetak maupun

15

18

elektronik yang acapkali menonjolkan unsur kekerasan dan diwarnai oleh berbagai kebrutalan.

B. Saran 1. Guru harus mengerti dan memahami betul maksud dari pengelolaan perilaku bermasalah, agar dapat membedakan anak yang memiliki perilaku bermasalah, atau tidak. 2. Dalam menghadapi perilaku bermasalah pada siswa, sebaiknya guru menggunakan strategi yang tepat, agar perilaku bermasalah tersebut dapat diatasi dengan benar dan tidak mengganggu proses KBM. Misalnya saja seorang guru menggunakan strategi hukuman. Penting bagi para guru yang menggunakan salah satu dari penggunaan strategi tersebut juga untuk mengomunikasikan dengan jelas mengenai perilaku yang diharapkan. 3. Guru hendaknya selalu memantau, berkomunikasi dan menjalin kedekatan yang baik dengan siswa dengan sikap yang hangat dan penuh kasih sayang, untuk mencegah timbulnya perilaku yang bermasalah khususnya bullying dan pengaduan. 4. Selain guru, peran orang tua juga penting dalam upaya menanggulangi perilaku bermasalah, oleh sebab itu orang tua dan guru harus bersinergi dan bekerjasama untuk mencegah timbulnya perilaku bermasalah. 5. Guru sebaiknya membuat peraturan-peraturan disekolah, bagi siswa yang melanggar peraturan ditindak dengan tegas agar perilaku bermasalah pada siswa tidak terulang kembali.

19

DAFTAR PUSTAKA

Evertson, Carolyn M. ,Emmer, Edmund T. 2011. Manajemen Kelas untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Imron, Ali. 2011. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. Fandi. 2011. Bimbingan Bagi Anak Yang Berperilaku Masalah. http://belajaritu baik.wordpress.com/2011/05/18/bimbingan-bagi-anak-yang berperilakubermasalah-2/. (27 Oktober 2012). Rian. 2011. Perilaku Menyimpang. http://silvrz.blogspot.com

/2011/11/perilaku-menyimpang.html. (27 Oktober 2012).

17

Você também pode gostar