Você está na página 1de 28

BAB VII DEMOKRASI EKONOMI

BAB VII DEMOKRASI EKONOMI

A.

Pendahuluan

Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini, di samping telah memberikan hasil-hasil yang cukup baik di berbagai bidang pembangunan, masih terdapat kekurangan dan kelemahan di berbagai bidang lainnya. Salah satu pelaksanaan pembangunan yang dirasakan belum memberikan hasil yang memadai adalah dalam upaya mewujudkan demokrasi ekonomi. Hal tersebut tercermin antara lain dari relatif belum berkembangnya ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil dan menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional, dibandingkan ekonomi secara keseluruhan. Dasar utama dari demokrasi ekonomi di Indonesia adalah Pasal 33 UUD 1945. Dalam penjelasan pasal 33 disebutkan bahwa demokrasi ekonomi diartikan sebagai: produksi dikerjakan oleh semua, (dan) untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Dalam perekonomian yang dasarnya adalah demokrasi ekonomi, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran perorangan, sebab kalau tidak, VII/1

tampuk produksi (akan) jatuh ke tangan orang-orang yang (kebetulan) berkuasa, dan rakyat yang banyak (tidak urung akan) ditindasnya. Dalam kenyataan yang berkembang, struktur dan kondisi perekonomian nasional masih jauh dari cita-cita yang diamanatkan UUD 1945 tersebut. Selama ini akses dan distribusi terhadap sumber daya tidak merata secara berkeadilan, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan nasional yang kompleks dan multi dimensi, yang mengganggu dan mengancam keberlanjutan pembangunan nasional. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menetapkan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi yang menghendaki terlaksananya sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan yang menjamin tidak adanya perlakuan diskriminatif diantara usaha kecil, menengah, koperasi dan usaha berskala besar. Dengan demikian diantara berbagai skala usaha tersebut tidak ada yang dirugikan b a h k a n d a p a t b e r mi t r a u s a h a l e b i h e f e k t i f d a n s a l i n g menguntungkan. Secara lebih rinci ketetapan tersebut mengamanatkan:

1. Penumpukan aset dan pemusatan kekuatan ekonomi pada


seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan harus ditiadakan. 2. Politik ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya. Terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar swasta, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

3.

VII/2

4.

5.

8.
9.

Pengusaha ekonomi lemah harus diberi prioritas, dan dibantu dalam mengembangkan usaha serta segala kepentingan ekonominya, agar dapat mandiri terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan akses kepada sumber dana. Keberpihakan kepada usaha kecil, menengah dan koperasi, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan BUMN. 6. Perbankan dan Lembaga Keuangan wajib dalam batas-batas prinsip dan pengelolaan usaha yang sehat membuka peluang sebesar-besarnya, seadil-adilnya dan transparan bagi pengusaha kecil, menengah dan koperasi. 7. Pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya harus dilaksanakan secara adil. Tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian rakyat yang mampu melibatkan serta memberi sebesar-besar kemakmuran bagi usaha tani kecil, menengah dan koperasi. Kemandirian Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus diupayakan. Pinjaman luar negeri harus dimasukkan dalam anggaran tahunan dan disetujui oleh DPR. Pinjaman luar negeri oleh swasta sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan selaku debitur dengan monitoring secara fungsional dan transparan oleh pemerintah. 10. Penanaman modal asing diperlukan untuk pemulihan dan pertumbuhan ekonomi serta menjalin keterkaitan usaha dengan pelaku ekonomi rakyat. 11. Kebebasan pekerja untuk berserikat dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang mendorong produktivitas, kesejahteraan pekerja harus diwujudkan.

Laporan pada Bab ini menguraikan tentang langkah-langkah ya n g d i l a k u k a n , h a s i l ya n g d i c a p a i , da n t i n d a k l a n j u t ya n g

VII/3

diperlukan berkaitan dengan pencapaian demokrasi ekonomi di Indonesia. B. Langkah-Langkah yang Dilakukan

Kabinet Reformasi Pembangunan menjalankan tugasnya pada saat negara sedang dilanda krisis ekonomi, sosial, dan politik. Sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi dampak krisis tersebut, telah dilakukan serangkaian upaya dan langkah yang pada saat bersamaan juga merupakan upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi. Hal yang mendasar dalam kaitan ini adalah upaya untuk memberdayakan ekonomi rakyat. Selanjutnya, dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi harus dihindarkan terjadinya penumpukan aset dan pemusatan ekonomi pada seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan. Pemusatan kekuatan ekonomi atau penguasaan aset nasional pada sekelompok anggota masyarakat tertentu dalam bentuk monopoli dan oligopoli telah menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan sosial ekonomi. Ketimpangan struktur penguasaan aset ekonomi produktif akhirnya mengakibatkan terjadinya ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, budaya, politik maupun aspek kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu bersamasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah disusun UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang yang akan berlaku efektif mulai 5 Maret 2000 tersebut pada pokoknya bertujuan untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil. Untuk

VII/4

mendukung pelaksanaan UU tersebut, pemerintah membentuk komisi pengawas persaingan usaha, menyusun petunjuk dan peraturan pelaksanaan serta akan menyelenggarakan sosialisasi UU. Dalam rangka pengembangan perekonomian yang kompetitif dan efisien dilakukan berbagai penghapusan bentuk restriksi perdagangan antara lain penghapusan berbagai bentuk tata niaga dan hambatan impor bagi barang-barang yang dipergunakan untuk kegiatan produksi terutama yang bertujuan ekspor. Untuk itu, beberapa peraturan perundangan yang menghambat efisiensi perekonomian telah dicabut ataupun disempurnakan, antara lain: Keppres No. 42 tahun 1996 tentang Pembuatan Mobil Nasional; Keppres No. 20 tahun 1992 tentang Tata Niaga Cengkeh hasil Produksi Dalam Negeri; dan Keppres No. 50 tahun 1995 tentang Badan Urusan Logistik. Dalam kaitan dengan kekuatan dan peran pelaku ekonomi, demokrasi ekonomi akan tercermin pada struktur ekonomi nasional yang lebih seimbang antara usaha dengan berbagai skala. Dalam hal ini diupayakan agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar swasta dan Badan Usaha Milik Negara. Usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK) diberi prioritas dan dibantu dalam mengembangkan usaha serta segala kepentingan ekonominya agar dapat mandiri, terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan akses kepada sumber dana. Dalam rangka memberdayakan dan menyelamatkan UKMK yang mengalami kesulitan akibat krisis ekonomi, telah dilaksanakan identifikasi dan penyusunan basis data UKMK. Hal ini dilakukan untuk mendapat gambaran UKMK yang mengalami kesulitan namun berpotensi agar dapat dibantu dan menjalankan usahanya kembali. Langkah-langkah yang diambil terhadap UKMK adalah :

VII/5

dipulihkan agar berjalan/berproduksi secara normal; direstrukturisasi/revitalisasi agar lebih efisien, produktif, dan baik mutunya; atau ditumbuh kembangkan agar dapat menjadi usaha yang berdaya saing, terutama produk ekspor. Dengan adanya basis data tersebut diharapkan dapat diterapkan kebijaksanaan yang paling tepat sesuai kondisi setempat, antara lain melalui program bantuan modal, SDM, manajemen, pengembangan teknologi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi, serta penciptaan iklim yang kondusif. Upaya lain yang berkaitan dengan usaha mikro atau kecil dilakukan melalui program pengembangan usaha secara berkelompok dalam lembaga ekonomi produktif yang mandiri dan mengakar di masyarakat. Pembangunan pertanian dalam rangka penyelamatan dan pemulihan dari krisis ekonomi diarahkan untuk menyediakan bahan makanan yang cukup dan terjangkau oleh masyarakat; memulihkan kembali kegiatan usaha produksi pertanian yang sebagian besar berbasis pada kegiatan ekonomi rakyat dan berorientasi ekspor secara berkelanjutan melalui pemberdayaan petani; dan memanfaatkan secara arif potensi sumber daya alam terutama sumber daya kelautan untuk meningkatkan kesejahteraan petani nelayan dan perolehan devisa negara. Sedangkan pembangunan kehutanan dan perkebunan dalam era reformasi ini lebih ditekankan pada pemanfaatan sumber daya hutan dan kebun secara berkeadilan sehingga prinsip hutan dan kebun untuk rakyat benar-benar dapat terealisasi, serta mendukung perolehan negara melalui ekspor hasil kehutanan dan perkebunan yang berkelanjutan. Langkah-langkah untuk menanggulangi krisis antara lain adalah melaksanakan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) baik untuk bidang pertanian maupun kehutanan yang dikembangkan melalui: (1) program padat karya kehutanan; (2) Upaya khusus peningkatan ketahanan pangan. Pelaksanaan program JPS bidang pertanian tersebut dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan Gerakan Mandiri produksi padi, kedelai dan jagung menuju swasembada pada tahun

VII/6

2001 (Gema palagung), Gerakan Mandiri Produksi Hortikultura Tropika Nusantara untuk memenuhi kebutuhan nasional tahun 2003 (Gema Hortina), Gerakan mandiri Produksi Protein Hewani asal ternak (Gema Proteina 2001), dan gerakan mandiri dalam upaya peningkatan ekspor perikanan (Gema protekan 2003). Upaya-upaya ini didukung dengan membebaskan penentuan harga dan tata niaga pupuk serta harga beberapa komoditi pertanian kecuali beras sesuai dengan mekanisme pasar; meningkatkan harga dasar gabah dan penetapannya berdasarkan wilayah; serta meningkatkan aksesibilitas KUT. Bersamaan dengan itu dikembangkan pula rintisan usaha agrobisnis skala kecil atau menengah yang dikelola dan dimiliki masyarakat. Prinsipnya adalah: layak secara teknis, ekonomis, keuangan, dan kelembagaan; terpadu dari hulu sampai hilir, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Dalam rangka memperkuat dan memberdayakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai lembaga intermediasi bagi masyarakat golongan ekonomi kecil/menengah telah dilakukan upaya pengembangan BPR-BPR yang tangguh yang dikelola secara profesional. Untuk itu, BPR bermasalah yang timbul sebelum dan pada saat terjadinya krisis moneter berlangsung segera diupayakan penyelesaiannya. Lebih jauh lagi, guna mendukung pengembangan Bank Perkreditan Rakyat, Pemerintah melalui Keppres No. 193 tahun 1998 tanggal 13 November 1998 telah menjamin kewajiban BPR berupa dana pihak ketiga bukan bank. Program penjaminan ini diberlakukan surut sejak tanggal 26 Januari 1998. Sementara itu untuk meningkatkan peranan BPR dalam pembiayaan usaha kecil, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan yang mengatur wilayah kerja BPR. Pendirian BPR yang pada ketentuan lama dilarang untuk dilakukan di dalam wilayah kota-kota besar, dalam ketentuan baru hal tersebut diperbolehkan.

VII/ 7

Selanjutnya, dalam rangka mempercepat proses pemberdayaan UKMK antara lain dilaksanakan upaya memperluas pengembangan lembaga mandiri Klinik Konsultasi Bisnis (KKB) yang menyediakan bantuan teknis untuk peningkatkan akses informasi, teknologi, pasar dan modal. Adanya fasilitas seperti ini diharapkan dapat menjawab secara cepat terhadap kebutuhan penyelamatan atau pemulihan UKMK. Untuk membuka kesempatan yang luas dalam pembentukan koperasi sesuai dengan kelayakan usaha dan kepentingan ekonomi anggota masyarakat diterbitkan Instruksi Presiden No. 18 Tahun 1998 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Perkoperasian. Inpres tersebut mencabut Inpres No. 4 Tahun 1984 tentang Pembinaan KUD. Sejalan dengan peningkatan otonomi daerah, dilakukan pelimpahan kewenangan pembentukan koperasi kepada kantor pemerintah di tingkat kabupaten/kotamadya. Penyediaan dana untuk mendukung kegiatan UKMK dalam masa krisis meliputi 17 skim kredit yang mendapat subsidi bunga kredit. Yang paling menonjol adalah dalam rangka mendukung peningkatan ketahanan pangan, yaitu penyaluran Kredit Usaha Tani (KUT). Dalam penyaluran KUT tersebut juga dilakukan perbaikanperbaikan untuk mengatasi masalah di masa lalu, antara lain mekanisme penyaluran yang lebih mudah, karena fungsi bank sebagai executing diubah menjadi penyalur, dan tingkat bunga KUT diturunkan menjadi 10,5 persen. Penurunan tingkat suku bunga KUT ditetapkan bersamaan dengan pencabutan subsidi pupuk dimaksudkan pula untuk meningkatkan efektifitas dan mempertajam sasaran penerima subsidi, yaitu petani. Pada tahun mendatang penyaluran kredit kepada UKMK diperkirakan akan terselenggara semakin baik dengan dikembangkannya lembaga permodalan baru untuk mendukung

VII/8

pengembangan UKMK, yaitu PT Permodalan Nasional Madani. Disamping itu, telah dilakukan perubahan status Bank Bukopin dari Bank Umum yang melayani kepentingan umum, menjadi bank koperasi yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh koperasi. Selanjutnya untuk memacu pertumbuhan dan kemampuan koperasi, pengusaha kecil dan menengah, telah dibentuk Pos Ekonomi Rakyat (PER) yang memberikan pelayanan secara terpadu kepada Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah, serta masyarakat umum. Pelayanan PER meliputi: penyediaan informasi peluang usaha, pasar, pembiayaan, dan informasi perkembangan teknologi. Besarnya perhatian Pemerintah kepada pengusaha kecil dan masyarakat miskin ditunjukkan pula melalui program pengentasan kemiskinan (Taskin). Salah satu upayanya adalah mengembangkan Skim Kredit Taskin yaitu Takesra/Kukesra, KPKU, KPTTG, Taskin Koppas, Kredit Taskin Agribisnis, Kredit Taskin UKMK, Kredit Taskin INKRA dan Kredit Taskin Warung Jembatan Kesejahteraan. Program Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra) bertujuan untuk mendorong dan menumbuh-kembangkan semangat dan kemampuan keluarga untuk berwirausaha melalui kelompok-kelompok kegiatan ekonomi produktif keluarga, yang kemudian dikenal sebagai kelompok Prokesra. Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha (KPKU) adalah suatu upaya pemberian fasilitas kredit untuk membantu kelompokkelompok Taskin yang telah siap ditingkatkan menjadi koperasi ataupun usaha kecil yang formal. Program kredit penerapan teknologi tepat guna (KPTTG) ditujukan untuk meningkatkan kegiatan usaha ekonomi produktif dari keluarga-keluarga yang tergabung dalam kelompok Taskin, melalui pemanfaatan teknologi tepat guna dan pendampingan. Sementara itu program Kredit Taskin Koppas ditujukan untuk membantu kelompok Taskin yang telah siap menjadi koperasi atau usaha kecil formal melalui kerjasama usaha

VII/9

dengan koperasi pasar atau pedagang pasar. Program kredit Taskin Agribisnis diarahkan untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif keluarga kelompok taskin melalui pengembangan usaha agribisnis. Sedangkan kredit taskin INKRA adalah pemberian fasilitas kredit modal kerja dan investasi melalui pengembangan usaha industri kecil dan kerajinan rakyat. Kredit Taskin UKMK adalah pemberian fasilitas kredit kepada kelompok Taskin melalui kerja sama dengan usaha kecil menengah dan koperasi. Selanjutnya, program Kredit Taskin Warung Jembatan Kesejahteraan adalah suatu upaya pemberian fasilitas kredit modal kerja dalam bentuk barang yang diberikan kepada keluarga pra-sejahtera I yang memiliki warung. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mempunyai hak untuk berusaha dan mengelola sumberdaya alam dengan cara sehat dan wajib bermitra dengan pengusaha kecil, menengah dan koperasi. BUMN berkembang dengan peran sebagai badan usaha yang mampu menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan, meskipun terdapat BUMN yang masih memerlukan perbaikan kinerja. Peningkatan kinerja BUMN dalam rangka daya saing dan efisiensi dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan melalui restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi serta penyempurnaan manajemen BUMN. Dalam rangka itu telah disusun rencana induk reformasi BUMN yang menggambarkan tujuan, kebijaksanaan dan langkah-langkah, metode dan prosedur yang akan menuntun pelaksanaan reformasi BUMN. Kebijakan pertanahan nasional didasarkan pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Namun demikian telah terjadi penyimpangan dari semangat, jiwa dan amanat UUPA selama tiga dasawarsa terakhir ini.

VII/10

Memahami telah terjadi penyimpangan-penyimpangan tersebut, dilakukan reformasi dibidang kebijakan pertanahan melalui: (a) Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan Sosial, (b) Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, c) Kebijakan Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas Penggunaan Tanah, (d) Kebijakan Penataan Sistem Pelayanan Pertanahan, dan (e) Kebijakan Pelimpahan Wewenang dalam rangka Otonomi Daerah. Untuk menanggulangi kesenjangan dan ketidakadilan tersebut pemerintah telah menerapkan kebijakan membatasi penguasaan tanah Skala besar melalui pengendalian luas Izin Lokasi. Pengaturan ini dilaksanakan dengan instrumen Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, menggantikan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1993. Di dalam peraturan tersebut ditetapkan batas luas maksimum yang dapat diberikan kepada perusahaan untuk kegiatan perumahan/permukiman, kawasan industri, kawasan wisata, resort dan hotel, perkebunan dan tambak. Selain itu, dalam rangka memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak ulayat dan hak-hak serupa, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah telah dikeluarkan kebijakan pemanfaatan sementara tanah kosong untuk produksi tanaman pangan yang diatur

VII/11

melalui Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1998. Dalam peraturan tersebut pemilik/yang menguasai tanah diberikan kesempatan pertama untuk memanfaatkan tanah kosong untuk produksi tanaman pangan dengan memanfaatkan tenaga kerja yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai akibat krisis ekonomi moneter yang berkepanjangan. Tujuan kebijakan penataan kembali sistem pelayanan pertanahan ini adalah untuk mengembangkan pelayanan pertanahan yang efisien, efektif, bersahabat, transparan, tepat waktu, dengan mutu hasil pelayanan yang baik. Dalam rangka mengantisipasi berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah telah menerbitkan beberapa Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1999 menegaskan bahwa Izin Lokasi pada dasarnya merupakan pengelolaan pertanahan dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam peraturan tersebut ditentukan bahwa Izin Lokasi ditandatangani oleh Bupati/ Walikotamadya atau dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan persiapan administrasi dan bahan pertimbangan dari instansi pertanahan yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya hutan dan kebun bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat secara berkeadilan dan berkelanjutan, dilaksanakan penataan kembali areal-areal pengusahaan hutan dan perkebunan, pengembangan Hutan Kemasyarakatan, perhutanan sosial dan hutan rakyat, dan pengusahaan hutan tanaman campuran, penataan batas hutan secara partisipatif serta pengembangan kawasan industri masyarakat perkebunan (KIMBUN) dengan institusi pendukungnya. Untuk

VII/12

usaha kehutanan dan perkebunan ditetapkan kepemilikan saham minimal sebesar 20% untuk koperasi dengan opsi sebesar 1% tiap tahun disesuaikan dengan perkembangan koperasi yang bersangkutan hingga mencapai mayoritas kepemilikan sahamnya oleh koperasi. Sejalan dengan itu kualitas sumber daya manusia dan kemampuan IPTEK ditingkatkan melalui, antara lain, pemberian hak pemanfaatan hutan (land grant college) untuk digunakan sebagai sarana penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan dan perkebunan yang berkesinambungan. Kepada dunia usaha di bidang kehutanan diwajibkan menyediakan dana investasi (levy and grant) untuk mendukung pendanaan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan IPTEK kehutanan dan perkebunan Dalam upaya meningkatkan manfaat sumber daya lahan hutan dan kebun telah dikembangkan program yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, khususnya yang bermukim di dalam dan di sekitar hutan, yaitu tumpang sari, hutan rakyat, pemanfaatan lahan di bawah tegakan untuk tanaman semusim/setahun, pengembangan daerah penyangga kawasan konservasi, diversifikasi, rehabilitasi dan intensifikasi perkebunan rakyat. Untuk mendukung program tersebut dikembangkan tehnologi peningkatan produktivitas lahan dan efisiensi usaha tani serta pengembangan pemanfaatan dan pemasaran hasil. Selanjutnya, dalam mendukung Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 telah dilakukan inventarisasi kepemilikan tanah mantan Presiden Suharto, putra-putranya, dan kroni-kroninya. Uraian lebih lanjut tentang hal ini dijelaskan pada Bab khusus tentang KKN. Dalam rangka demokrasi ekonomi agar tercapai pengelolaan ekonomi keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah VII/13

dan pihak luar lainnya dalam pelaksanaan tugasnya dan kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan itu pada bulan Mei 1999 telah diundangkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1968. Dalam UU ini dimuat berbagai ketentuan/pasal yang memberikan dasar hukum bagi independensi Bank Indonesia, seperti kedudukan dan status Bank Indonesia, tujuan dan tugas, penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter, pengaturan dan pengawasan Bank, pengaturan dan pemeliharaan kelancaran sistem pembayaran, akuntabilitas dan transparansi, serta mengenai pimpinan Bank Indonesia. Terjadinya pemupukan modal dan pemusatan kekuatan ekonomi tidak terlepas dari pelanggaran yang dilakukan oleh sektor perbankan. Pinjam-meminjam yang melewati batas diantara kelompok sendiri menunjukkan lemahnya pengawasan Bank Indonesia selama ini. Dengan kemandiriannya, Bank Indonesia dapat lebih berkonsentrasi pada pengawasan perbankan sehingga pelanggaran di sektor perbankan dapat dihindari yang pada gilirannya akan mengurangi pemusatan modal. Semuanya ini akan meningkatkan iklim berusaha yang sehat yang selanjutnya akan mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha kecil menengah dan koperasi. Dalam undang-undang yang baru tersebut penentuan pimpinan Bank Indonesia harus melalui Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu DPR akan menerima Laporan Kinerja Bank Indonesia serta berhak meminta keterangan dari pimpinan Bank Indonesia bila dianggap perlu. Dengan demikian, di samping Bank Indonesia dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, Bank Indonesia dituntut untuk transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik dalam menetapkan kebijakannya serta terbuka

VII/14

bagi pengawasan masyarakat. Di sisi lain DPR mempunyai peluang yang lebih besar untuk memperjuangkan pemberdayaan ekonomi rakyat. Selain itu DPR juga memiliki kewenangan untuk ikut menentukan besarnya pinjaman luar negeri (sebagai bagian dari APBN) serta pengawasan pelaksanaannya. Dalam upaya mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional, diperlukan penanaman modal asing yang sekaligus diharapkan dapat menjalin keterkaitan usaha dengan pelaku ekonomi rakyat. Dalam kaitan ini, untuk mengembalikan kepercayaan dunia usaha ditempuh kebijakan antara lain: penghapusan kewajiban memiliki surat persetujuan prinsip dalam pelaksanaan realisasi dan rekomendasi dalam permohonan persetujuan penanaman modal; pelimpahan kewenangan kepada daerah dalam hal penilaian dokumen AMDAL. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada investor, titik pelayanan perijinan diperbanyak dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada BKPMD dan perwakilan RI di luar negeri. Bagi penanam modal dalam rangka PMDN dapat mengajukan aplikasi dan memperoleh persetujuan investasi dari BKPMD atau BKPM tanpa adanya batasan nilai investasi. Demikian juga dalam rangka PMA, aplikasi dapat diajukan dan mendapatkan persetujuan investasi di Perwakilan RI di luar negeri atau BKPMD atau BKPM. Dengan demikian untuk menarik PMA ke Indonesia peran Perwakilan Indonesia di luar negeri ditingkatkan tidak hanya di bidang promosi namun juga mencakup pelayanan penerimaan aplikasi dan pemberian persetujuan PMA. Pihak investor diberikan kebebasan untuk memilih unit pelayanan sesuai dengan kebutuhannya. Pedoman dalam tatacara penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN juga disempurnakan. Penanaman modal juga diberi kelonggaran perpanjangan waktu penyelesaian proyek yang terhambat akibat adanya krisis ekonomi.

VII/15

Di bidang ketenagakerjaan, upaya perlindungan hak-hak pekerja khususnya mengenai kebebasan berserikat dan berorganisasi dilakukan melalui reformasi peraturan perundang-undangan, termasuk meratifikasi ketentuan atau konvensi ILO. Pemerintah telah meratifikasi empat kelompok konvensi ILO yaitu: konvensi tentang kebebasan berserikat, konvensi tentang larangan kerja paksa, konvensi tentang larangan diskriminasi, dan konvensi tentang pekerja anak. Selain itu, dalam upaya memberikan iklim kerja yang lebih baik bagi seluruh masyarakat, juga diperbaiki Undang-undang ketenagakerjaan, dengan diterbitkannya UU No. 25/1997. Namun UU ini juga baru akan berlaku efektif pada tanggal 1 Oktober 2000. Di samping itu, beberapa rancangan undang-undang saat ini sedang dalam proses penyelesaian antara lain Rancangan Undang-undang Serikat Pekerja, Rancangan Undang-undang Lembaga Penyelesaian Perselisihan Industrial dan rancangan Undang-undang Tenaga Kerja Migran. Untuk melindungi kepentingan konsumen telah diupayakan melalui penyusunan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Undang-undang tersebut diundangkan pada tanggal 20 April 1999 dan direncanakan efektif pada bulan April tahun 2000. Adapun tujuan undang-undang tersebut adalah untuk melindungi kepentingan konsumen tanpa mematikan usaha para pelaku usaha. Diharapkan tercipta iklim usaha yang sehat yang mampu mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan jasa yang berkualitas. Dalam persiapan pelaksanaannya saat ini sedang disusun peraturan pelaksanaan tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan keputusan Menteri tentang Pembentukan badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di daerah tingkat II. Selain itu telah dilakukan pula sosialisasi undang-undang tersebut di beberapa kota.

VII/16

C.

Hasil-Hasil yang Dicapai

Laporan ini mencakup kurun waktu masa tugas Kabinet Reformasi Pembangunan, yaitu dari Mei 1998 sampai Oktober 1999, kurang lebih satu setengah tahun. Berbagai upaya dan langkahlangkah yang dilakukan dalam kaitan dengan upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi seperti diuraikan di atas umumnya adalah langkah-langkah yang baru akan dapat dilihat hasilnya dalam jangka menengah atau panjang. Beberapa diantara upaya yang dilakukan, terutama upaya untuk memberikan landasan hukum dan aturan, bahkan baru akan berlaku efektif setelah akhir masa jabatan Kabinet Reformasi Pembangunan. Undang-undang Monopoli akan berlaku efektif 5 Maret 2000, dan UU No. 25/1997 tentang ketenagakerjaan akan berlaku efektif 1 Oktober 2000 Namun demikian, memang ada hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif yang diharapkan akan mendukung upaya pencapaian demokrasi ekonomi, atau merupakan cerminan membaiknya demokrasi ekonomi. Hal ini dapat dilihat antara lain, dengan penerbitan Instruksi Presiden No. 18 Tahun 1998 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Perkoperasian. Demikian juga dengan pelimpahan kewenangan pembentukan koperasi kepada kantor pemerintah di tingkat kabupaten/kotamadya, sehingga jumlah koperasi meningkat pesat dari 52.447 unit pada akhir Desember 1997 menjadi 73.370 unit pada akhir Juni 1999. Perkembangan tersebut didukung oleh upaya mempertahankan basis usaha dan jaringan usaha koperasi, serta memantapkan kelembagaan koperasi terutama kualitas pengelolaan, pengelola dan anggota koperasi. Peningkatan ini dapat dikatakan pencerminan dari peningkatan demokrasi ekonomi. VII/17

Dalam rangka upaya penyelamatan kelompok-kelompok usaha k e c i l d a r i d a mp a k k r i s i s e k o n o mi s e k a l i g u s s e b a g a i u p a ya pengembangan demokrasi ekonomi di tingkat akar rumput (ekonomi rakyat), maka pada tahun 1998/99 dilaksanakan program pemberdayaan Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM). Upaya pemberdayaan tersebut bagi seribu unit LEPMM di seratus kabupaten di seluruh Indonesia antara lain berupa bantuan langsung dana bergulir sebagai modal kerja dan investasi serta pelatihan keterampilan yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan anggota kelompok yang tergabung dalam LEPMM. Program tersebut juga bertujuan untuk perluasan percepatan proses monetarisasi ekonomi masyarakat perdesaan agar lebih siap untuk menyongsong era globalisasi yang diperkirakan akan semakin kompetitif. Beberapa hasil pembangunan pertanian dan kehutanan selama periode penyelamatan dan pemulihan (1997-1999) diantaranya Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian masih meningkat. Pada tahun 1998, PDB pertanian dan kehutanan meningkat sekitar 0,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian dan kehutanan meningkat sebesar 9,9%. Peningkatan tersebut relatif cukup besar dan proporsi penyerapannya masih cukup besar bila dibandingkan sektor lain yaitu di atas 49% dari total tenaga kerja. Walaupun dalam semester pertama 1999 PDB nasional mengalami penurunan sebesar 4,1% namun PDB pertanian dan kehutanan meningkat sebesar 5,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 1998. Nilai tukar petani untuk semester pertama tahun 1999 secara umum menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 1998. Peningkatan tersebut dapat dianggap sebagai indikasi bahwa tingkat kesejahteraan petani masih relatif baik pada periode krisis ekonomi. Dalam TA 1998/99 telah dikembangkan pula rintisan usaha agrobisnis skala kecil atau menengah yang secara teknis ekonomis dapat dikelola dan dimiliki oleh pengusaha kecil, antara lain

VII/18

pengolahan pakan ternak, minyak sawit, dan garut sebagai upaya pengembangan bahan alternatif substitusi tepung terigu. Dalam rangka mempercepat pemberdayaan UKM, pada tahun 1998/99 telah dilaksanakan program perkuatan 113 unit KKB dan lembaga yang setara milik swasta/masyarakat di kabupatenkabupaten yang paling membutuhkan. Perkembangan yang pada awalnya masih merupakan rintisan diikuti oleh tumbuhnya lembagalembaga sejenis atau upaya swadaya masyarakat sendiri di berbagai daerah termasuk tingkat kecamatan. Perluasan lembaga atau jaringan yang meningkatkan akses UKMK kepada modal antara lain dilaksanakan melalui pemberdayaan dan pengembangan lembagalembaga keuangan mandiri dan mengakar di masyarakat (LKM) dan fasilitasi informasi dan layanan teknis untuk memanfaatkan skim kredit program yang tersedia. Demikian juga peningkatan pendanaan untuk usaha kecil, kredit usaha tani (KUT) yang pada tahun penyediaan 1998/99 sampai dengan akhir bulan September 1999 telah mencapai Rp. 7,64 triliun, meningkat lebih dari dua puluh dua kali lipat dibandingkan penyaluran pada TP 1997/98 yang mencapai 344,3 miliar. Di samping itu, realisasi penyaluran kredit primer kepada anggota (KKPA) juga mengalami peningkatan besar, yaitu sekitar 153,7 persen, dari Rp. 1,5 triliun pada tahun 1997 menjadi sekitar Rp. 3,8 triliun pada tahun 1998. Pada tahun 1999 sampai akhir bulan Agustus realisasi penyaluran KKPA mencapai Rp. 1,075 triliun. Sebagai salah satu langkah dalam mengatasi permasalahan pembiayaan industri kecil, dan dalam rangka mendukung pengembangan industri kecil yang berorientasi ekspor serta bersumber daya lokal, maka dilaksanakan program pemberdayaan industri kecil melalui pemberian bantuan langsung dan bantuan tidak langsung. Bantuan langsung merupakan bantuan keuangan yang bersifat pinjaman bergulir untuk mengatasi kelangkaan modal kerja dan investasi dengan sasaran dapat memulihkan kegiatan produksi dan penjualan produk industri kecil; sedangkan bantuan tidak VII/19

langsung berupa bantuan teknis untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan keterampilan teknis, dan memperluas kesempatan kerja di subsektor industri kecil. Pada tahap awal, bantuan dana bergulir untuk industri kecil telah berhasil disalurkan kepada 512 industri kecil dari target semula sebesar 364 industri kecil dan tersebar di 10 propinsi. Sampai saat ini, program telah dikembangkan di 14 propinsi, dan menyalurkan kepada sekitar 900 industri kecil yang sektor industrinya terkena dampak krisis moneter. Selanjutnya, berbagai program JPS walaupun pada prinsipnya merupakan upaya penanggulangan krisis, sehingga merupakan upaya yang hasilnya diharapkan dapat dilihat dalam jangka pendek, tetapi juga ada yang berdampak jangka panjang. Dalam jangka pendek hasil JPS dapat dilihat dari peningkatan ketahanan pangan melalui upaya khusus penanggulangan krisis pangan akibat kekeringan, penyerapan tenaga kerja melalui program padat karya, tertanganinya anak putus sekolah melalui program pendidikan, berkurangnya bahaya kelaparan atau masalah rawan pangan, khususnya beras, melalui program OPK. Tetapi upaya di bidang kesehatan dan pendidikan baru akan dapat dilihat dalam jangka menengah dan panjang dalam perbaikan tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat secara umum. Meskipun dalam suasana krisis ekonomi dan kepercayaan, minat untuk berinvestasi tidak hapus sama sekali dalam satu setengah tahun terakhir. Persetujuan investasi tahun 1998/99 untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) bernilai Rp. 51,4 triliun walaupun menurun sekitar 48,6 persen dibandingkan nilai persetujuan tahun 1997/98. Demikian pula halnya persetujuan untuk penanaman modal asing (PMA) dengan nilai investasi sebesar US$ 9,2 miliar walaupun mengalami penurunan. Perkembangan PMA tahun 1998/99 juga menunjukkan adanya pergeseran skala investasi ke skala kecil dan menengah dan lebih bersifat padat tenaga kerja.

VII/20

Sementara itu, berbagai upaya yang dilakukan untuk menciptakan usaha baru di berbagai sektor ekonomi, telah meningkatkan jumlah pengusaha kecil dan pengusaha menengah. Menurut hasil proyeksi, selama tahun 1998/99 jumlah pengusaha kecil telah meningkat sekitar 1 juta orang yaitu dari 41,67 juta orang menjadi 42,67 juta orang. Sejalan dengan peningkatan tersebut sumbangan pengusaha kecil terhadap PDB dan jumlah tenaga kerja yang terserap oleh usaha kecil juga ikut meningkat. Dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat berpendapatan rendah dalam mengakses lembaga perbankan, sebanyak 11,3 juta keluarga telah dibina untuk gemar menabung dengan memiliki tabungan Takesra dan Kukesra. Sampai dengan akhir April 1998 nilai nominal tabungan mereka mencapai 147 miliar. Dari sebanyak 11,3 juta, sekitar 9 juta keluarga telah mampu memanfaatkan fasilitas kredit dengan bunga rendah di bawah 12 persen dengan nilai nominal hampir mencapai Rp 1 triliun. Jumlah kredit yang dapat diserap oleh kelompok berpendapatan rendah ini, menunjukan peningkatan yang cukup pesat. Upaya perbaikan kinerja BUMN yang dilakukan melalui program profitisasi yang menyangkut peningkatan pendapatan (revenue enhancement) dan pengembalian biaya (cost reduction) yang dibarengi dengan pembenahan manajemen telah berhasil meningkatkan kinerja BUMN. Pendapatan BUMN dari Rp 52,3 triliun di tahun 1997 naik menjadi Rp 84,9 triliun di tahun 1998 atau meningkat 59,6 person, sedangkan laba usaha, laba sebelum pajak, dan laba setelah pajak meningkat masing-masing 89,2 persen, 91,8 persen dan 96,8 persen. Untuk semester I /1999, kinerja keuangan memperlihatkan angka yang sangat berarti dimana laba usaha, laba sebelum pajak dan labs setelah pajak masing-masing di atas 50 persen dari anggaran tahunannya yaitu 54,52 persen, 74,67 persen dan 84,87 persen.

VII/21

Efisiensi BUMN pada tahun 1998 dan Semester I/1999 juga meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tingkat efisiensi untuk Semester I/1999 yang diukur dalam perbandingan laba usaha, laba sebelum pajak dan laba setelah pajak berbanding pendapatan berturut-turut yaitu 19,5 persen, 26,7 persen dan 23,5 persen, sedangkan untuk tahun 1998 adalah 17,4 persen, 20,7 persen dan 15,9 persen. Kinerja yang membaik ini diperlihatkan pula pada tingkat kesehatan yang didasarkan pada penilaian aspek keuangan (rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas, aspek operasional dan administrasi yaitu jumlah perusahaan yang sehat sekali/sehat untuk tahun 1998 meningkat menjadi 69,5 persen lebih tinggi dari tahun 1997 yang mencapai 59,8 persen, sedangkan yang kurang sehat dan tidak sehat menurun dari 40,2 persen di tahun 1997 menjadi 30,5 persen di tahun 1998. Dengan kinerja yang membaik ini maka jumlah dividen yang disetor oleh BUMN persero selama 6 bulan dalam tahun 1999/2000 berjumlah Rp 1,8 triliun atau 74 persen dari anggaran tahun 1999/2000 yang ditargetkan Rp 2,5 triliun. Selama kabinet reformasi telah berhasil diredistribusi tanah seluas 42.972 Ha untuk 35.130 kepala keluarga. Selama setahun ini pula telah dapat ditingkatkan hak pemilikan tanah untuk rumah tinggal dari hak guna bangunan dan hak pakai menjadi hak milik sejumlah 322.950 bidang, padahal pada tahun sebelumnya tidak ada kegiatan tersebut. Selanjutnya di bidang kehutanan, restrukturisasi pengusahaan hutan melalui penataan kembali areal kerja HPH telah dan sedang dilaksanakan untuk 114 unit HPH yang akan berakhir ijinnya sampai dengan tahun 2005, dengan areal kerja seluas 11,5 juta hektar menjadi beberapa unit HPH skala besar (50 100 ribu hektare per

VII/22

unit), HPH skala sedang (10 50 ribu hektare per unit) HPH Skala kecil (dibawah 10 ribu hektare) dan HPH Kemasyarakatan. Sampai dengan akhir September 1999 telah dilaksanakan perpanjangan HPH sebanyak 8 unit seluas 643.340 hektare dengan mengikuti pola pembatasan luas areal. Dalam pengembangan perkebunan dilakukan dengan penerapan 5 (lima) pola usaha perkebunan yang berbasis pada pembentukan perusahaan patungan antara koperasi dan investor, dan telah ditetapkan beberapa pengembangan kawasan industri masyarakat perkebunan. Pemberian HPH dengan luas kurang dari 50 ribu hektare telah diberikan kepada 12 koperasi dan kepada 13 Pondok Pesantren, selanjutnya dalam bentuk penyertaan saham dalam pengelolaan hutan telah mencapai 30 koperasi dan 5 Pondok Pesantren. Khusus untuk Pulau Jawa, Perum Perhutani telah mengikutsertakan 549 Pondok Pesantren dalam kegiatan pembinaan hutan (agroforestry). Pengelolaan hutan dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan telah diberikan kepada 18 kelompok tani/koperasi, pembangunan hutan rakyat melalui pola kemitraan pada areal seluas 35.413 hektare, dan melalui pola swadaya pada areal seluas 1.070.785,92 hektare. Pengembangan daerah penyangga kawasan konservasi pada 499 desa, sedang kegiatan pembinaan perkebunan rakyat pada areal seluas 11,445 juta hektare. Untuk mendukung ketersediaan bahan pangan nasional, melalui kegiatan tumpangsari, intensifikasi hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan, serta penanaman di bawah tegakan hutan dan kebun dicadangkan areal seluas 356.810 hektare yang mampu memproduksi padi sebanyak 474.249 ton, jagung sebanyak 577.126 ton dan kacang-kacangan sebanyak 192.296 ton serta produksi umbi- umbian. Pengembangan pada tahun-tahun mendatang

VII/23

dialokasikan areal seluas 3,3 juta hektare per tahun, yaitu pada areal HTI, Perum Perhutani dan areal perkebunan. Pemberian hak pemanfaatan hutan untuk tujuan penelitian, pengembangan, pendidikan, latihan dan penyuluhan (land grant college) telah diterapkan pada 30 perguruan tinggi dengan luas tiap unit bervariasi antara 40 100 ribu hektare, di mana sebanyak 7 unit seluas 427.591 hektare telah beroperasi penuh sedang sebanyak 12 perguruan tinggi masih dalam tahap persiapan MoU. Disamping itu land grant college ini juga diterapkan pada 29 Pondok Pesantren, terdiri dari 12 pondok pesantren dengan "bedol pondok" dan 17 pondok pesantren dengan mengajukan permohonan biasa. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 23 tentang Bank Indonesia maka upaya untuk mendudukkan Bank Indonesia sebagai lembaga yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak-pihak lain, akan semakin mendekati kenyataan. Dengan undang-undang baru ini Bank Indonesia akan dapat lebih memfokuskan dalam melaksanakan tiga tugas pokoknya yaitu: menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; serta mengatur dan mengawasi bank. Dengan terfokusnya tugas Bank Indonesia pada ketiga hal tersebut maka tugas-tugas lain, seperti pemberian kredit program, yang mengganggu terhadap pencapaian tujuan Bank Indonesia, akan dialihkan kepada lembaga lain. Untuk pertama kalinya pengangkatan Pimpinan Bank Indonesia telah dilakukan dengan mengikut sertakan DPR. Dengan demikian kinerja Bank Indonesia tidak akan menyimpang dari tujuan demokrasi ekonomi. Implikasi dari ratifikasi Konvensi ILO No. 87 yang dituangkan dalam UU No. 25/1997, meskipun belum berlaku, tetapi salah satu

VII/24

hasil yang cukup baik di bidang ketenagakerjaan adalah adanya kebebasan pekerja untuk berserikat. Jika di masa yang lalu hanya ada satu Serikat Pekerja, saat ini telah terdaftar 18 Serikat Pekerja. Ini mencerminkan meningkatnya kebebasan pekerja untuk berserikat dalam upaya meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya. Proses pembentukan demokrasi ekonomi merupakan proses jangka panjang. Walaupun telah banyak hasil yang dicapai, tetapi belum seluruhnya dapat terlaksana. Walaupun demikian dalam waktu yang singkat ini telah diletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi terwujudnya demokrasi ekonomi.

D.

Tindak Lanjut yang Diperlukan

Jika kita lihat penjelasan UUD '45 tentang demokrasi ekonomi yang kemudian kita bandingkan kenyataan yang ada di masyarakat, tentunya masih banyak hal yang harus dilakukan di masa depan untuk mewujudkan demokrasi ekonomi tersebut. Beberapa hal berikut yang perlu termasuk: 1. Penghapusan praktek-praktek monopoli dan oligopoli yang merugikan masyarakat. Sampai saat ini masalah monopoli dan oligopoli ini belum ditangani dengan baik, sehingga iklim usaha secara umum belum mendukung pembangunan perekonomian yang tangguh. Upaya untuk membuat struktur ekonomi lebih seimbang dengan jumlah pengusaha menengah yang tangguh yang makin banyak jumlahnya. Pemberdayaan ekonomi lemah, khususnya usaha berskala kecil dan koperasi. Termasuk dalam hal ini adalah upaya untuk meningkatkan hubungan kemitraan yang saling menguntungkan antar berbagai skala usaha.

2.

3.

VII/25

4.

Upaya untuk memandirikan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral juga masih merupakan tahap awal dan masih harus dilanjutkan dan ditingkatkan di masa depan. 5. Menyusun berbagai rancangan peraturan pemerintah yang mendukung terwujudnya demokrasi ekonomi, misalnya penyusunan sebanyak 8 Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai tindaklanjut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

VII/26

Você também pode gostar