Você está na página 1de 17

MAKALAH TOKSIKOLOGI BAHAN MAKANAN

OLEH KELOMPOK 1

NURMA ALMIRA RIA WAHYUNI ADE SRIWAHYUNI ADE ADMA SURYANI ADWINDA RAHMAPUTRI ALFIN MARDHOTILLAH AFRYAN ARTHA

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU YAYASAN UNIVERSITAS RIAU 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Toksisitas bahan makanan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

BAB I PENDAHULUAN

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk didalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang sengaja ataupun tidak disengaja bercampur dengan makanan atau minuman tersebut. Apapun jenis pangan, produksi pangan merupakan kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan. Setiap usaha produksi pangan harus bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan proses produksi meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan. Dalam setiap produksi yang menghasilkan pangan tidak lepas dari proses diatas dan proses proses tersebut selalu berkaitan dengan variabel-variabel lain yaitu bahan-bahan kimia untuk membantu proses, misalnya pada proses pengolahan sering digunakan bahan tambahan pangan (BTM) seperti pengawet makanan, pewarna makanan, dan lain lain. Selain itu dalm proses peredaran semisal makanan basah (kue,gorengan, dll) yang dijual di pinggir jalan yang ramai dengan kendaraan bermotor sangat mungkin terkontaminasi dengan zat zat kimia polutan hasil pembakaran kendaraan. Akan tetapi hal-hal tersebut bukanlah suatu halangan bagi manusia untuk selalu mengkonsumsi makanan ( pangan ) karena makanan adalah kebutuhan pokok manusia. Setiap hari manusia harus makan untuk memberi tenaga pada tubuh. Kebutuhan pokok manusia akan pangan menuntut manusia untuk memperhatikan hal-hal berikut dalam proses produksi makanan, yaitu mencegah tercemarnya makanan oleh cemaran biologi, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan konsumen. Mengendalikan proses antara lain bahan baku, penggunaan bahan tambahan makanan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan serta cara penyajian.Memang sudah ada UU Nomor 7 Tahun 1996 yang mengatur tentang pangan, pasal-pasal dan ayat-ayatnya mengatur kesehatan pangan dan keselamatan manusia.

Memang sudah ada Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selalu melakukan inspeksi mendadak serta pengawasan ke pasar-pasar dan pusat perbelanjaan. Namun banyak kalangan yang menilai hanya terkesan reaktif, melakukan sidak manakala ada reaksi heboh dari

masyarakat berkenaan isu beredarnya suatu bahan makanan dan makanan yang tidak aman dan sehat.

BAB II ISI A.DEFINISI

Terdapat berbagai definisi mengenai toksikologi. Menurut Loomis (1978) Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia pada sistem biologi. Timbrel (1989) menyebutkan bahwa toksikologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara zat kimia dengan sistem biologi. Sedangkan toksisitas didefinisikan sebagai kapasitas suatu zat kimia beracun dalam menimbulkan efek toksik tertentu pada makhluk hidup. Paraselcus, yang dikenal sebagai Bapak Toksikologi, menyatakan sola dosis facit venenum. Semua substansi adalah racun, yang membedakan antara obat dan racun adalah dosisnya. Penentu toksisitas suatu zat adalah dosis atau jumlah zat yang sampai pada sel sasaran atau tempat kerjanya. B.DASAR-DASAR KERACUNAN Eksposisi : merupakan ketersediaan biologis suatu toksikan dan hal ini erat kaitannya dengan perubahan sifat-sifat fisikokimianya. Selama fase eksposisi, zat beracun dapat diubah melalui berbagai reaksi kimia/fisika menjadi senyawa yang lebih toksis atau lebih kurang toksis. Jalur intoksikasinya lewat Oral, Saluran Pernafasan dan Kulit. Toksikokinetik : ilmu yg mempelajari kinetika zat toksik atau yg mempelajari pengaruh tubuh terhadap zat toksik.

Toksikodinamik : terjadi interaksi zat toksik aktif dengan target / reseptor yang menyebabkan efek toksik. Targetnya adalah terjadi perubahan struktur dan fungsi dari molekul
o

Mekanisme :

Ikatan dengan sistem enzim Inhibisi transpor oksigen Gangguan fungsi umum dari sel Gangguan sintesa DNA RNA (mutagenik, karsinogenik) Teratogenik

Reaksi hipersensitivitas Mekanis Penimbunan di organ tertentu, dll.

C.KLASIFIKASI 1. Menurut waktu terjadinya keracunan

Keracunan akut Biasanya terjadi mendadak setelah makan atau terpapar sesuatu. Gejala keracunan akut adalah muntah, diare, kejang, koma. Contoh : Pada keracunan akut merkuri yang terjadi dengan gejala berupa nyeri dada dan napas pendek, rasa logam pada lidah, mual dan muntah. Kerusakan ginjal akut dapat terjadi kemudian, gingivitis berat dan gastroenteritis terjadi pada hari keempat.

Keracunan kronik Diagnosis keracunan kronik sulit ditegakkan, karena gejalanya timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Ciri khas dari keracunan kronik adalah zat penyebab diekskresikan lebih lama dari 24 jam, waktu paruh panjang, sehingga terjadi akumulasi. Contoh : Pada keracunan kronik merkuri terdapat tanda-tanda seperti gingivitis, perubahan warna gusi, sebagian gigi tanggal, pembesaran kelenjar ludah.

2. Menurut cara terjadinya keracunan

Self Poisoning adalah pasien makan obat dengan dosis berlebihan tapi menurut pengetahuan dia dosis tersebut tidak membahayakan.

Attempted Suicide adalah keadaan pasien yang memang bermaksud bunuh diri, tetapi dapat berakhir kematian atau pasien sembuh kembali bila dosis yang dimakan tidak berlebihan (salah tafsir).

Accidental Poisoning merupakan kecelakaan murni, tanpa adanya faktor kesengajaan. Homicidal Poisoning adalah keracunan akibat tindakan kriminal, yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.

3. Klasifikasi menurut organ yang terkena

Racun pada Sistem Saraf Pusat (neurotoksik) Beberapa substansi dapat mengganggu respirasi sel, dapat menyebabkan gangguan ventilasi paru-paru atau sirkulasi otak yang dapat menjadikan kerusakan irreversible dari saraf pusat. Substansi itu antara lain : Etanol, antihistamin, bromide, kodein,

Racun Jantung (kardiotoksik) Beberapa obat dapat menyebabkan kelainan ritme jantung sehingga dapat terjadi payah jantung atau henti jantung.

Racun Hati Hepatotoksik menyebabkan manifestasi nekrosis lokal ataupun sistemik. Dengan hilangnya sebagian sel hati, menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap aksi biologi senyawa lain. Kelainan hati lain yang sering ditemui adalah hepatitis kholestatik. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai obat, gangguan aliran empedu dan perkembangan jaundice. Asam borat (boraks),Asetaminofen adalah beberapa obat yang menyebabkan gangguan pada hati.

Racun ginjal

Ginjal memiliki sifat yang sangat rentan terhadap aksi racun, perubahan fungsi ginjal dapat dimanefestasikan sebagai perubahan dalam komposisi kimia urin dan laju pembentukannya. Merkuri klorida menyebabkan kerusakan ginjal akut. Substansi itu antara lain: Asam borat (boraks), Asetaminofen, Jengkol.

Darah dan sistem hematopoietic Obat-obatan, larutan dari industri dan venom dapat menghasilkan anemia hemolitik. Hemolisis dikaitkan dengan demam dan nyeri pada ekstremitas, eritrosit berkurang, sel-sel darah immature ikut dalam sirkulasi. Terjadinya perkembangan

methemoglobin karena zat teroksidasi memasuki eritrosit dan merubah zat besi dalam hemoglobin menjadi bentuk ferric yang menyebabkan kelelahan, gangguan sensori, dan sianosis. Pemaparan beberapa unsur dapat mengganggu kemampuan dari sumsum tulang untuk memproduksi jumlah sel darah merah yang memadai. Hasilnya dapat menyebabkan oksigenasi yang tidak memadai, perdarahan yang tidak memadai, atau gangguan fungsi imun. 4. Klasifikasi berdasarkan jenis bahan kimia

Alkohol Etanol yang merupakan golongan alkohol adalah penyebab depresi SSP. Keracunan etanol menyebabkan pasien cenderung pada trauma dan kondisi kekacauan metabolik yang sering terlihat pada pasien alkoholik. Tanda dan gejalanya adalah muntah, depresi SSP.

Fenol Menyebabkan denaturasi protein dan berpenetrasi dengan baik ke jaringan. Fenol bersifat korosif terhadap mata, kulit dan saluran napas. Tanda dan gejalanya adalah korosif pada sel lendir mulut dan usus, sakit hebat, muntah, koma, syok, dan kerusakan ginjal.

Logam berat

a. Timah Hitam Terdapat dalam beberapa cat, beterai, dan lain-lain. Bahaya timah hitam terhadap fungsi ginjal, sistem reproduksi, hematopoietic dan neurologi dapat terjadi melalui pemaparan dalam kadar rendah secara kronik. Timah hitam diabsorbsi melalui inhalasi dan absorbsi saluran pencernaan, distribusi menyebar luas ke sumsum tulang, otal, ginjal, testis, melintasi plasenta yang dapat menjadi bahaya potensial terhadap janin. Kemudian timah hitam diikat oleh eritrosit. Waktu paruh timah hitam dalam jaringan adalah 30 hari. Ekskresi timah hitam melalui tinja, urin, ginjal, keringat dan ASI (dalam jumlah kecil). Timah hitam akan mengganggu aktivitas enzim dan mempengaruhi beberapa sistem organ. b. Arsen Bentuk kimia arsen yang sering menyebabkan keracunan adalah elemen arsen, arsen anorganik, arsen organik, gas arsin (AsH3). c. Merkuri Pada tahun 1953, suatu epidemi misterius ditemukan di perkampungan nelayan Minamata di Jepang. Perkampungan ini berlokasi dekat sungai tempat aliran limbah pabrik besar yang memproduksi plastik vinil. Zat penyebab keracunan tersebut adalah metilmerkuri. Elemen merkuri mudah menguap dan dapat diabsorbsi dari paru-paru, setelah diabsorbsi merkuri didistribusikan ke jaringan dalam beberapa jam, dengan konsentrasi tertinggi ditemukan dalam tubulus proksimal ginjal. Merkuri diekskresikan melalui urin, dan melalui saluran cerna dan kelenjar keringat dalam jumlah kecil. Merkuri klorida sangat toksik dan menyebabkan kerusakan ginjal akut.

D. BAHAN BERACUN DALAM BAHAN MAKANAN Penyebab Terkontaminasinya Pangan Oleh Bahan Kimia Beracun

Penyediaan Bahan Baku Suatu produk makanan bisa terkontaminasi bahan kimia beracun berawal dari penyediaan bahan baku. Bahan baku makanan yang kebanyakan merupakan hasil dari proses penanaman ( tumbuhan ). Semakin berkembangnya zaman, dalam proses penanaman suatu bahan pangan tidak lepas dari berbagai zat kimia seperti pupuk, ataupun obat anti hama. Penggunaan Pupuk Penggunaan pupuk dalam proses penanaman adalah salah satu faktor yang menyebabkan terakumulasinya bahan kimia beracun dalam bahan pangan.pupuk pupuk sintesis yang banyak digunakan saat ini merupakan faktor yang dominan. Misalnya pupuk sintesis yang mengandung bahan kimia beracun antara lain DDT. Penggunaan DDT dalam proses pemupukan menimbulkan efek yang dahsyat pada tanaman. Selain DDT penggunaan pupuk sintesis seperti ureu NPK, ZA juga menambah jumlah akumulasi zat kimia beracun di dalam tanaman Penggunaan obat anti hama juga merupakan faktor yang menyebabkan terakumulasinya zat zat kimia beracun dalam bahan makanan.Akan tetapi mekanisme secara umum berbeda dengan pupuk. Obat anti hama yang biasanya diberikan dengan cara penyemprotan memudahkan bahan-bahan kimia tersebut terakumulasi dalam tubuh tumbuhan melalui pori-pori daun ( stomata, lenti sel ) Proses Pengolahan Tahap proses pengolahan pangan merupakan tahap yang paling potensial untuk bercampurnya pangan dengan bahan-bahan kimia berbahaya karena pada proses ini sering ditambahkan bahan tambahan pangan ( BTP ). Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pengolahan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi, dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Jenis bahan tambahan pangan ada dua jenis yaitu GRAS ( General Rocognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula ( glukosa ). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake ) jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya ( daily Intake ) demi menjaga melindungi kesehatan konsumen. Pengawet Anorganik Pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagi bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit, karena

itulah diadakan konsep ADI ( acceptable Daily Intake ). Contoh bahan pengawet anorganik antara lain :
1. Sulfur Oksida

Sulfur Oksida merupakan bahan pengawet yang sangat luas pemakaiannya, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan tetapi belum ada pengganti belerang dioksida yang sama efektifnya. Keracunan sulfur dioksida dapat menyebabkan luka usus dan suatu hasil penelitian menyatakan bahwa anak-anak pengidap asma hipersensitivitas atau intolerasnsinya terhadap bahan pengawet lebih kecil dibanding dengan orang dewasa.
2. Nitrit

Dalam bahan pangan dalam kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin secara alami sehingga membentuk senyawa nitosoamin yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik. Baik dalam pangan maupun pencernaan, senyawa mudah diubah menjadi nitrit, yaitu senyawa yang tergolong racun, khususnya NO yang terserap dalam darah, mengubah hemoglobin darah manusia menjadi nitrose hemoglobin atau methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mengangkut oksigen. Kebanyakan methaemoglobin, penderita menjadi pucat, cianosis, sesak nafas, muntah, dan shock dan bisa mati bila dosis leboih dari 70%.Bahan tambahan pangan yang bisa menyebabkan kanker pada manusia atau hewan tidak boleh dianggap aman dan evaluasi penelitian terakhir menunjukkan bahwa bahan tambahan makanan yang berbahaya meliputi sifat karsinogenik, mutagenic toksisitas, bahan tambahan pangan yang terlarang tersebut antara lain: Asam Borat Asam borat merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama borax. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama bleng, di jawa tengah dan jawa timur dikenal denag nama pijer. Tujuan penambahan boraks pada proses pengolahan makanan adalah untuk meningkatkan kekenyalan, kerenyahan , serta memberikanras gurih dan kepadatan terutama pada jenis makanan yang mengandung pati. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksik ( keracunan ). Gejala dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah,sakit kepala, rash erythematous, anoreksia, berat badan menurun, ruam kulit, anemia, dan konvulsi dan bahkan bisa menimbulkan shock. Dan bila dikonsumsi terus menerus bisa menyebabkan gangguan pada gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi, dan kekacaun mental. Dalam jumlah serta dosis tertentu borak bisa menyebabkan degradasi mental,serta rusaknyta saluran pencernaan, ginjal, hati, dan

kulit karena boraks cepat terabsorpsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit luka, atau membrane mukosa. Formalin Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam bentuk larutan 40% (40% gas formaldehid dalam air ). Formalin bisa berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, uapnya merangsang selaput lender hidung dan tenggorokan,dan rasa membakar, atau berbentuk tablet dengan berat masing masing 5 gram. Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat.. Formalin memberi dampak yang sangat membhayakan bagi kesehatan manusia berdasarkan konsentrasi dari subtansi formaldehid yang terdapat di udara dan juga dalam produk produk pangan. Formalin jika dalam konsentrasi yang tinggi dalam tubuh, akan bereaksi secara kimia denagn hampir semua zat kimia di dalm sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.selain itu. Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan bersifat mutagenic, serta orang yang mengonsumsi akan muntah, diare bercampur darah, dan kematian yang disebabkan kegagalan dalam peredaran darah. DepKes RI berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/MenKes/Per/IX/88 mendefinisikan bahan tambahan pangan seperti formalin merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang. Dulsin Dulsin atau dulcin juga dikenal dengan nama perdagangan sucrol, valsin merupakan senyawa p-etoxiphenil-urea,p-phenetilurea atau p-phenetolkarbamida dengan rumus C9H12N2O2. Dulsin dalam bahn pangan digunakan sebagi pengganti sukrosa bagi orang yang perlu diet karena dulsin tidak memiliki nilai gizi. Kristal dulsin membentuk jarum yang mengkilap dan intensitas rasa manisnya sekitar 250 kali ( antara 70 350 kali ) dari rasa manis sukrosa. Konsumsi dulsin yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang membahayakn bagi kesehatan, karena ternyata dosis kematian pada anjing sebesar 1,0 gl/2 kg.
Nitrofurazon

Nitrofurazon memiliki rumus kimia C6H6N4O4. Nitrofurazon memiliki sifat, berwarna kuning muda, berasa pahit, terukur pada panjang gelombang maksimum 375 nm.larut sangat baik dalm air dengan perbandingan 1:4200 dan larutv dalam alcohol dengan perabndiangan 1: 590, dalam propylene glycol dengan perbandingan 1:350. Dapat larut dalam larutan alkalin dengan menunjukkan warna jingga terang. Efek farmakologi nitrofuran dari hasil penelitian terhadap tikus, maka LD50 datri zat ini adalah 0,59 g/kg pemberian secara oral dapat menyebabkan skin lessison pada kulit serta infeksi pada kandung kemih. Rhodamin B & Metanil Yellow

Selain boraks dan formalin, masih banyak bahan kimia berbahaya yang digunakan produsen makanan yang perlu diwaspadai konsumen, antara lain, zat pewarna merah Rhodamin B dan Metanil Yellow (pewarna kuning). Berdasarkan hasil penelitian banyak ditemukan zat pewarna Rhodamin dan Metanil Yellow pada produk industri rumah tangga. Rhodamin adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada industri tekstil plastik. Rhodamin B dan Menatil Yellow biasanya sering digunakan untuk mewarnai makanan seperti, kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang dan ikan asap. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis Rhodamin B dan Metanil Yellow bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Boraks Dan Asam Salisilat Beberapa kasus yang pernah ditemukan adalah penggunaan asam salisilat pada produksi buah dan sayur. Asam salisilat bukan pestisida, melainkan sejenis antiseptik yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayur yang disemprot asam salisilat berpenampilan sangat mulus tak ada lubang bekas hama. Pada sebagian petani ada juga yang coba-coba menggunakan bahan kimia untuk mengusir hama. Salah satu bahan yang digunakan untuk itu adalah asam salisilat. Asam salisilat yang disemprotkan pada buah untuk mencegah jamur, sedangkan pada sayuran, asam salisilat digunakan untuk mencegah hama. Sebuah survei menyebutkan asam salisilat pada sayuran non-organik jumlahnya enam kali lebih banyak dibandingkan sayuran organik. asam salisilat akan terserap tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tanaman. Karena residunya ada dalam jaringan, maka asam salisilat tak akan hilang meskipun sayur atau buah dicuci bersih. Boraks Ini merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus pada makanan seperti bakso dan kerupuk. Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan yang kas yang berbeda dari bakso yang menggunakan banyak daging, sehingga terasa renyah dan disukai serta tahan lama. Sedang kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah. Dalam industri borks dipakai untuk mengawetkan kayu, anti septic kayu dan pengontrol kecoa. Bahaya boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak dan selaput lender. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berulang-ulang akan memiliki efek toksik. Pengaruh kesehatan secara akut adalah muntah dan diare. Dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, nafsu makan menurun, anemia, rambut rontok, dan kanker.

Melamin

Ditemukan melamin dalam produk pangan semakin memperpanjang daftar pangan di Indonesia yang terkontaminasi bahan kimia berbahaya. Selama kita mengenal melamin mungkin hanya dari peralatan makanan dan minuman yang kita pakai, seperti mangkok, gelas, atau piring melamin. Pemanis Buatan BPOM menjelaskan pemanis buatan hanya digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula, namun kenyatannya banyak ditemukan pada produk permen, jelly dan minuman yang mengandung pemanis buatan. Dan ini juga bukan hanya ditemukan pada merk-merk terkenal, tapi juga pada produk yang beriklan ditelevisi. Bukan Cuma mengandung konsentrasi tinggi, tapi produk ini juga berupaya menyembunyikan sesuau. Beberapa produk bahkan juga tidak mencantumkan batas maksimum penggunaan pemanis buatan Aspartam. Pemakaian Aspartam berlebihan memicu kanker dan leukimia pada tikus, bahkan pada dosis pemberian Aspartam hanya 20mg/Kg BB. Pewarna Tekstil Zat pewarna alami sudah dikenal sejak dulu dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan sehingga konsumen tergugah untuk membelinya. Namun celakanya ada juga penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat adiktif. Contoh yang sering ditemui adalah penggunaan bahan pewarna Rhodamin B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan dalam zat pewarna makanan. Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa penggunaan zat makanan ini dapat menyebabkan kerusakan pada organ Keracunan yang disebut juga intoksikasi disebabkan mengkonsumsi makanan yang telah mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh mikroba, baik bakteri maupun kapang. Beberapa senyawa racun yang dapat menyebabkan intoksikasi adalah bakteri Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenas. Sedang dari kapang biasanya disebut mikotoksinya itu Aspergillus flavus, Penicillium sp, dan lain sebagainya. Akumulasi senyawa toksik tersebut merupakan bom waktu bagi meletusnya berbagai penyakit. Cepat lambatnya hal itu terjadi sangat berkaitan erat dengan sistem imuniti tubuh dan status gizi seseorang. E. Bahan Pangan yang Perlu Diwaspadai 1. Singkong. Kita semua pasti mengenal tanaman ini, umbinya kaya akan kandungan karbohidrat dan daunnya tinggi vitamin A, kondisi ini menjadikan singkong sangat potensial sebagai alternatif lain sumber kalori bagi tubuh. Tetapi siapa sangka, varietas

singkong jenis Sao Pedro Petro, baik pada umbi maupun daunnya mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan asam sianida (HCN atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik (beracun). Umbi dan daun singkong yang mengandung racun dan biasanya berasa pahit. Perebusan dan perendaman dalam air mengalir dapat mengurangi kandungan racun yang terkandung karena, sifat dari asam sianida larut di dalam air. Jengkol (PithecolobiumLobatum) dan petai Cina Sejenis biji-bijian yang enak di olahs ebagai semur, botok maupun di makan mentah sebagai lalap. 2. Kentang (Solanum Tuberosum L) Di dalam kentang terkandung alkoloid (solanin) yang dapat menimbulkan keracunan. Racun ini sebagian besar terdapat pada bagian dekat kulit. Solaninakan semakin banyak jumlahnya jika kulit kentang sudah berwarnahijau dan bertunas karena disimpan dalam jangka waktu lama. 3. Hasil olah kacang-kacangan yang perlu diwaspadai adalah tempe, terutama tempe bongkrek. Fermentasi yang gagal dan hygiene yang buruk dalam proses pembuatan tempe dapat mengakibatkan kontaminasi bakteri. Pseudomonas cocovenans adala hsalah satunya. Bakteri ini akan menghasilkan toxoflavin, senyawayang sangat beracun dan dapat mengakibatkan kematian. Hindarilah konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahan yang sudah rusak dan beraroma menyimpang (tengik). Untuk produk yang dikalengkan perhatikan tanggal kedaluarsa dan keutuhan kemasan. Susu Segar. Susu, terutama susu segar mudah sekali mengalami kerusakan. Bakteri staphylococcus Aureus salah satu jasad renik yang menyukai susu sebagai media hidupnya. Keracunan bakteri ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem pencernaan seperti, mual, muntah dan diare. Pencegahan bisa dilakukan dengan perebusan susu segar selama 10 menit pada suhu 66oC. Pada suhu ini biasanya bakter iakan mati. Biasakan memanaskan susu segar sebelum dikonsumsi dan jangan membiarkan susu segar pada suhu ruang. 4. Ikan dan Udang. Keracunan ikan, udang, kerang dan hasil laut biasanya karena telah terkontaminasi zat-zat kimia beracun. Pencemaran merkuri, timah dan logam-logam berat lainnya, seringkali terkandung dalam produk seafood. Meningkatnya pencemaran laut dan menurunya kualitas air sebagai medium hidup mereka adalah salah satu penyebabnya. Frozen seafood atau hasil laut yang sudah dibekukan lama juga media yang baik untuk berkembangnya Vibrioparahaemolyticus, sejenis bakteri yang sangat beracun. KESIMPULAN

Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit yang fatal. Sebagian kematian disebabkan dengan mengkonsumsi baham makanan yang ditambahkan pengawet bersifat toksik yang sering ditambahkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Keracunan tidak akan menjadi fatal jika bahan tambahan yang digunakan bersifat alami dan tidak termasuk bahan-bahan sintetik. Untuk mencegah konsumsi bahan makanan yang bersifat toksik alangkah lebih baik kita mengamati dengan cermat setiap bahan yang akan kita konsumsi, dan usahakan buat makanan sendiri, hindari jajanan pasar yang memberikan warna yang cerah dan menarik,karna biasanya makanan yang berwarna menarik memakai bahan pewarna sintetik sedang kan pewarna alami warna yang dikeluarkan tidak begitu cerah.

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, BG. 2008. Farmakologi Dasar & Klinik Ed.6 (terj.) Jakarta : EGC Mahar, Mardjono. 2011. FARMAKOLOGI DAN TERAPI Edisi 5 (Cetak ulang dengan perbaikan, 2011). Balai Penerbit FKUI: Jakarta. p 852- 4. Bindslev PH. 2004. Amalgam toxicityenvironmental and occupational hazards. Elsevier Journal of Dentistry (2004) 32, 359365 Sumawinata, F. J. Harty R. Ogston Narlan. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. EGC: Jakarta. Yagiela, J.A., et al. 1998. Pharmacology and Therapeutic for Dentistry. 4th ed, Missouri : Mosbi Inc.

Você também pode gostar