Você está na página 1de 20

BAB I PEMBAHASAN IDENTITAS Nama Usia Jenis Kelamin Alamat : An. B : 11 Bulan : Laki-Laki : Muara karang Timur Rt.

07 Rw. 16

Tanggal datang ke Puskesmas : 2 April 2012 ALLOANAMNESIS Keluhan Utama : Batuk sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas. Batuk, pilek, sesak napas, muntah Ibu pasien mengeluh pasien batuk sejak 2 hari sebelum datang ke Puskesmas Keluhan Tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang: Kecamatan Penjaringan. Batuk disertai dahak berwarna putih yang sulit untuk dikeluarkan. Dahak dikeluarkan bersamaan dengan muntah. Batuk disertai pilek dan sesak napas. Pilek dirasakan sejak 2 hari yang lalu, dengan cairan berwarna putih kental. Sesak napas juga dirasakan bersamaan dengan batuk. Menurut ibu pasien, sesak napas dirasakan terutama pada malam hari. Saat sesak napas, pasien menjadi rewel, gelisah dan tidak dapat tidur. Demam disangkal. BAB dan BAK normal. Sejak sakit, pasien masih mau minum saat diberi ASI Riwayat Penyakit Dahulu : Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini. Riwayat TB paru disangkal Riwayat Asma disangkal Riwayat DBD disangkal Sakit seperti ini di keluarga disangkal Riwayat TB Paru disangkal Riwayat Kejang demam disangkal Riwayat Asma disangkal 1

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat Pengobatan : Orang tua pasien belum memberikan obat apapun untuk mengurangi batuk dan sesak pada pasien Riwayat Kehamilan Ibu : ANC teratur Riwayat penyakit saat hamil disangkal Konsumsi obat-obatan selama kehamilan disangkal

Kesan : Riwayat kehamilan normal Riwayat Kelahiran : Lahir cukup bulan Lahir spontan di bantu oleh bidan Bayi langsung menangis BBL PBL : 2900 gr : 49 cm

Kesan : Riwayat Kelahiran normal Riwayat Makanan Kesan Riwayat Imunisasi BCG Hepatitis B DPT Polio Campak : 1x : 4x : 3x : 4x : 1x Ibu pasien memberikan ASI Eksklusif pada pasien sampai usia 6 bulan Pasien diberikan makanan pendamping ASI tambahan sejak usia 7 bulan Saat ini pasien diberikan makanan nasi tim, yang dicampur dengan sayur dan lauk : Kualitas : baik Kuantitas :baik

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia Riwayat tumbuh kembang : Tengkurap 3 bulan Duduk 5 bulan Merangkak 7 bulan Saat ini pasien sudah dapat merambat, namun belum bisa berjalan.

Kesan : Riwayat perkembangan dalam batas normal 2

Riwayat Psikososial Pasien tinggal bersama dengan keluarga inti, ibu , ayah dan 1 orang kakak pasien. Rumah tempat tinggal pasien dilengkapi oleh ventilasi rumah yang memadai. Ibu pasien mengatakan bahwa saat siang dan malam, di rumah tinggal pasien selalu menggunakan kipas angin dan orang tua pasien jarang membersihkan kipas tersebut. Di lingkungan tinggal pasien terdapat tetangga yang sedang batuk dan pilek. Ayah pasien merokok, namun menurut ibu pasien, ayah pasien tidak pernah merokok di depan pasien. Di dalam keluarga inti, tidak ada yang sedang berobat untuk sakit tuberculosis Riwayat Alergi : Alergi suhu disangkal Alergi Susu disangkal Alergi makanan disangkal Alergi obat disangkal Alergi debu disangkal Alergen lain disangkal

ANTROPOMETRI BB TB Status Gizi : 8.8 kg : 72 cm : BB / U TB / U BB/TB Kesan : 8.8 / 9.5 x 100 % = 93 % (gizi baik normal) : 72 / 74 x 100% = 97 % (gizi baik normal) : 8.8 / 9 x 100 % = 98 % (gizi baik normal)

: Gizi baik normal

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tanda-tanda Vital Suhu TD Nadi Pernapasan : Tampak Sakit Sedang : Compos mentis : :36.8 oC : - mmHg ( tidak dilakukan) : 124 x/menit , Reguler, Isi cukup : 36 x/ menit 3

STATUS GENERALIS Kepala : Bentuk : Normochepal, simetris Ubun-ubun : Belum tertutup sempurna Rambut hitam, distribusi bertambah Mata Hidung Mulut Telinga Leher Thorax Jantung : Inspeksi :Ictus Cordis terlihat Palpasi : tidak dilakukan Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Inspeksi : Bentuk dada normal (simetris), pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-) Palpasi : pergerakan kedua dinding dada simetris Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : Bronchovesikuler di kedua lapang paru, ronchi basah halus (+/+) pada basal paru, wheezing (-/-) Abdomen : Inspeksi : Abdomen cembung Palpasi : nyeri epigastrium (-), turgor baik, hepar dan lien tidak teraba pembesaran Perkusi : timpani pada ke-empat kuadran abdomen Auskultasi : Bising usus normal Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-) Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-) 4 : Sklera ikterik (-/-), Conjungtiva Anemis (-/-), Cekung (-/-), Reflek cahaya (+/+) : Septum deviasi (-), sekret (+/+), mukosa merah (hiperemis) (+) : Lidah kotor (-), stomatitis (-), Mukosa tonsil hiperemis (-) Tonsil T1/T1 : Normotia, otore (-/-) : Tidak teraba adanya pembesaran KGB, Tidak teraba adanya pembesaran tiroid :

Paru :

Ekstremitas :

Inguinal Genitalia

: tidak teraba adanya pembesaran KGB pada kedua inguinal : Normal

Anus dan rectum : Diaper rash (-) Pemeriksaan neurologis : Anak dapat bergerak dengan aktif, pergerakan simetris. Dan mampu berbahasa dan mengerti perkataan lawan bicara. RESUME Anak 11 bulan, batuk sejak 2 hari sebelum datang ke PKC Penjaringan, rinorea (+), dyspneu (+), vomitus (+), febris (-). Pemeriksaan Fisik Pernapasan Suhu Hidung Paru : 36 x/menit : 36.8 oC : Sekret (+/+), Mukosa hiperemis (+/+) : Ronchi basah halus (+/+) pada basal paru

DAFTAR MASALAH 1. Bronchopneumonia 2. Rhinitis ASSESMENT 1. Bronchopneumonia Subjektif : Anak 11 bulan, batuk sejak 2 hari sebelum datang ke PKC Penjaringan, dyspneu (+) Objektif : Pernapasan Suhu Paru DD / : 1. ISPA 2. TB Paru Planning : RDx : Mantoux Test 5 : 36 x/menit : 36,8 oC : Ronchi basah halus (+/+) pada basal paru

RTh/ : Non Medikamentosa : - Edukasi Memberikan edukasi kepada orang tua pasien mengenai cara mengurangi gejala batuk dengan mengubah pola hidupnya, yakni dengan menjauhkan pasien dari bahan yang dapat memperberat gejala batuk, diantaranya dengan tidak menggunakan kipas angin, selama pasien masih sakit, jikapun menggunakan kipas angin, kipas angin tidak di arahkan langsung ke pasien namun diarahkan ke tembok. Kipas angin dibersihkan minimal 2 minggu 1 kali. Pasien dijauhkan dari asap rokok. Dan ASI tetap diberikan selama pasien sakit. Medikamentosa : - Antibiotik o Kotrimoksazol syrup 240 mg / 5 ml - Ekspectoran o Glyceril Guaiacolatee 100 mg 2. Rhinitis Subjektif : Anak 11 bulan, batuk sejak 2 hari sebelum datang ke PKC Penjaringan, rinorea (+), Objektif : Pernapasan Suhu Hidung DD/ : 1. Influenza RTh/ Non-Medikamentosa Edukasi Berikan informasi dan anjuran kepada orang tua pasien untuk menghindarkan pasien dari debu dan asap yang dapat memicu timbulnya rhinitis. Medikamentosa Paracetamol syrup 250 mg/5ml 3 x sdt 6 : 36 x/menit : 36.8 oC : Sekret (+/+), Mukosa hiperemis (+/+) 3 dd tab 2 dd 1 sdt

Pseudoefedrine 30 mg

3 x tab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BRONCHOPNEUMONIA 2.1. Latar Belakang Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori terutama pneumonia. Faktor Resiko Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok) 2.2. Definisi Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. 7

Pada bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi umumnya sebagian besar pasien diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteribakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik beta-laktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia yang tidak responsif dengan antibiotik beta-laktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik. Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumoniae. Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu : 1) pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan 2) pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia), bila infeksinya didapat di RS. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spektrum etiologinya berbeda dengan infeksi yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis, derajat beratnya penyakit, dan komplikasi yang timbul lebih kompleks. Pneumonia yang didapat di RS memerlukan penanganan khusus sesuai dengan penyakit dasarnya. 2.3. Etiologi Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti E.colli,Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia 8

anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak (RSV), Rhinovirus, dan virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus peneumoniae, Haemophilus influenzae, dan berusia di bawah 2 tahun. Di negara maju, pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehaatan sangat baik. Vaksinasi dengan vaksin konyugat Hib dan vaksin konyugat Pneumokokus telah mempunyai cakupan yang luas. 2.4. Patologi dan Patogenesis berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi febrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena Staphylococcus aureusmenghasilkan berbagai toksindan enzim seperti hemolisisn , lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang 9

serius. Pneumokokel dapat menetap hingga berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut. 2.5. Klasifikasi Pneumonia a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) b. Pneumonia pneumonia) c. Pneumonia aspirasi d. Pneumonia pada penderita Immunocompromise 2. Berdasarkan bakteri penyebab a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. b. c. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia. Pneumonia virus pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) 3. Berdasarkan predileksi infeksi a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus c. Pneumonia interstisial 2.6. Manifestasi Klinis Beberapa faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, faktor 10 nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama

patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia. Gambaran klinis pada pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut : Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan. Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari RS (hospital acquired pneumonia, misalnya dari perawat, dokter, atau pasien lain; atau dari alat kedokteran, misalnya penggunaan ventilator. Di samping itu, infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari masyarakat (community- acquired pneumonia). Gambaran klinis pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan dengan sepsis atau meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus dan bayi kecil berusia di bawah 2 bulan harus segera dibawa ke RS. Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar

11

Spektrum etiologi pneumonia pada anak meliputi Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di samping berbagai virus respiratori. Pada anak yang lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumoniae merupakan etiologi pneumonia atipik yang cukup signifikan. Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadangkadang keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis, ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveoler. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. 2.7. Pemeriksaan Penunjang Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menujukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tingggi. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia. C-Reactive Protein (CRP) C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara tepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi superfisialis dan profunda daripada infeksi bakteri profunda. 12

Darah Perifer Lengkap

Uji Serologis Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk dikonfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen (paired sera). Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3 Influenza A dan B, dan Adeno, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan, kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur darah. Pada anak besar dan remaja, spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologik dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan Gram maupun untuk kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran kecil. Spesimen dari nasofaring untuk kultur maupun untuk deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring. Kultur darah jarang positif pada infeksi Mikoplasma dan Klamidia, oleh karena itu tidak rutin dianjurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan laboratorium yang canggih; di samping tidak selalu teresedia, hasil PCR positif pun tidak selalu menunjukkan diagnosis pasti. Pemeriksaan rontgen Toraks Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak 13

sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP, Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari : Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar , berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumorparu, dikenal sebagai round pneumonia. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Pada penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat. 2.8. 1. Diagnosis Gambaran klinis

a. Anamnesis Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadangkadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada. b. Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus 14

dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi. Penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yag memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas lemah. Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam upaya penanggulanganya, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai pendidikan kesehata utuk masyarakat di Negara berkembang. Tujuannya adalah meyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi; menetapka klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar pemakaian atibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi naps cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadara menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejag, kesadaran menurun, stridor, megi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut : Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun Pneumonia berat - bila ada sesak napas - harus dirawat dan diberikan antibiotik Pneumonia - bila tidak ada sesak napas - ada napas cepat dengan laju napas : >50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun >40x/menit untuk anak > 1-5 tahun 15

- tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral. Bukan Pneumonia - bila tidak ada napas cepat dan sesak napas - tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti peurun panas. 2.9. Tatalaksana Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringanya peyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbagkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbagan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang terjadi harus dipantau dan diatasi. Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotic dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumya pemilihan antibiotic empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan kliis pasien serta factor epidemiologis. a. Pneumonia Rawat Jalan Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotic lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotic tuggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari mempuyai efektivitas yang sama. Dosis amoksisilin yag

16

diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksaziol. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik. b. Pneumonia Rawat Inap Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan antibiotik dengan betalaktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal. Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari. Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam dengan atau atanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid bari intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan. Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik betalaktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol. Feyzullah dkk. melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotik pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50 mg/kg BB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata memiliki efektivitas yang sama. Akan tetapi, banyak peneliti melaporkan resitensi Streptococcus pneumoniae dan Hemopilus influenzae mikroorganisme paling penting penyebab pneumonia pada anakterhadap kloramfenikol. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 17

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa 2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. 3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu. maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

Golongan Penisilin TMP-SMZ Makrolid Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi Marolid baru dosis tinggi Fluorokuinolon respirasi Aminoglikosid Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Tikarsilin, Piperasilin Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, Levofloksasin Vankomisin Teikoplanin Linezolid TMP-SMZ Azitromisin Sefalosporin gen. 2 atau 3 Fluorokuinolon respirasi Makrolid Fluorokuinolon Rifampisin

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)


Pseudomonas aeruginosa

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


Hemophilus influenzae

Legionella

Mycoplasma pneumoniae 18

Doksisiklin Makrolid Fluorokuinolon Doksisikin Makrolid Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae

Komplikasi Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Ilten F dkk, melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.

19

BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Dari hasil diskusi pengamatan dan pembelajaran yang saya lakukan terhadap pasien ini, dapat disimpulkan bahwa, pada pasien didapatkan batuk yang kemungkinan diakibatkan oleh penyakit bronkopneumonia, yang disebabkan oleh kuman pada saluran pernapasan. Pada pasien perlu dilakukan adanya observasi untuk melihat derajat dari bronkopneumonia tersebut.

Saran
Dalam pembelajaran melalui diskuai ini, perlu adanya pendalaman materi, agar pada tindak lanjut pada kenyataannya kita dapat menangani kasus dengan sebaik-baiknya, agar menghindari dari komplikasi lebih lanjut.

20

Você também pode gostar