Você está na página 1de 11

Apa tujuan sosiologi pendidikan islam?

Jawab: Tujuan sosiologi pendidikan islam adalah: Sosiologi pendidikan islam adalah sebagai proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Sosiologi pendidikan bertujuan untuk menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial. Banyak pakar berpendapat bahwa pendidikan memberikan kemampuan yang besar bagi kemajuan masyarakat karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. Konsistensi lembaga dalam masyarakat sering disesuaikan dengan tingkat daerah dimana lembaga tersebut berada. Sosiologi pendidikan bertujuan untuk menganalisis partisipasi orang untuk

berpendidikan dalam kegiatan sosial masyarakat. Peran aktif orang yang berpendidikan sering menjadi barometer maju dan berkembangnya kehidupan masyarakat. Sosiologi pendidikan islam sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat. Sosiologi pendidikan islam sebagai analisis sosial di sekolah dan antara sekolah dan masyarakat. Sosiologi pendidikan islam sebagai alat kemajuan perkembangan sosial. Sosiologi pendidikan islam sebagai dasar menentukan tujuan pendidikan. Sosiologo pendidikan islam sebagai sosiologi terapan.

Berikan contoh kajian sosiologi pendidikan islam! Jawab: Contoh kajian sosiologi pendidikan islam dalam masyarakat yaitu tentang putus sekolah (Drop Out) Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan belajarnya pada jenjang berikutnya. Masalah putus sekolah khususnya pada jenjang pendidikan rendah, kemudian tidak bekerja atau berpenghasilan tetap, merupakan beban masyarakat bahkan sering menjadi pengganggu ketentraman masyarakat. Hal ini diakibatkan kurangnya pendidikan atau pengalaman intelektual, serta tidah memiliki ketrampilan yang tepat menopang kehidupannya sehari-hari. Lebih-libih bila mengalami frustasi dan merasa rendah diri tetap bersikap overkompensasi, bisa menimbulkan gangguan-gangguan dalam masyarakat berupa perbuatan kenakalan yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang positif. Masalah ini bisa menimbulkan ekses dalam masyarakat, karena itu penanganannya menjadi tugas kita semua. Khususnya melalui strategi dan pikiran-pikiran sosiologi pendidikan, sehingga para putus sekolah tidak mengganggu kesejahteraan sosial. Ada 3 langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini: Langkah presentif Langkah pembinaan

Langkah tindak lanjut

Jelaskan asal dan sebab munculnya lembaga pendidikan tradisional di Nusantara! Jawab: Asal muasal munculnya lembaga pendidikan tradisional di Nusantara tentunya juga tidak terlepas dari peran serta saudagar-saudagar muslim yang datang ke Nusantara. Selain mereka membawa misi perdagangan melainkan juga membawa misi dakwahuntuk menyebarkan agama islam. Dari sinilah para saudagar-saudagar muslim banyak memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat Nusantara tidak hanya pada bidang keagamaan melainkan juga pada bidang pendidikan dan juda soaial-budaya. Sejak awal perkembangan islam, pendidikan mendapat prioritas utama masyarakat muslim Indonesia. Disanping karena besarnya arti pendidikan, kepentingan islamisasi mendorong umat islam melaksanakan pengajaran islam kendati dalam sistem yang sederhana, dimana pengajaran diberikan dengan sistem halaqah yang dilakukan ditempat-tempat semacam masjid, musholla bahkan di rumah-rumah ulama. Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat islam di Indonesia mengadopsi dan mentrasfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada (Indigeneous religius and social institution) kedalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia.

12. Jelaskan sejarah lembaga pendidikan islam tradisional dalam konteks sosiologis! Jawab: Tradisi mencari ilmu dikalangan masyarakat muslim Indonesia cukup memenuhi bobot kuantitas yang lebih, hal ini dapat dilihat dari banyaknya lembagalembaga pendidikan islam yang cukup menjamur, terutama di wilayah Jawa, Madura, Kalimantan dan Sumatera, dan ada juga beberapa lembaga pendidikan islam di Indonesia seperti: Surau di Minangkabau dan Pondok Pesantren di Jawa. Surau di Minangkabau Surau merupakan banyak istilah yang digunakan di Asia Tenggara, seperti Sumatera Selatan, Semenanjung Malaya, patani (Thailand). Namun yang paling banyak digunakan di Minangkabau. Secara bahasa kata Surau berarti tempat atau tempat penyembahan. Menurut pengertian awalnya surau adalah bangunan kecil yang dibangun untuk penyembahan arwah nenek moyang. Dengan datangnya Islam Surau juga mengalami proses Islamisasi, tanpa harus mengalami perubahan nama. Di beberapa wilayah, surau-surau Hindu-Budha, khususnya yang terletak di daerah terpencil, seperti di puncak bukit, dengan cepat menghilang di bawah pengaruh Islam. Surau Islam kemudian umumnya ditemukan di dekat kawasan pemukiman kaum muslimin. Tetapi sisa-sisa keskralan surau dalam beberapa hal tetap kelihatan. Di daerah minangkabau, misalnya, banyak surau memiliki beberapa puncak atau gonjong, yang selain merefleksikan kepercayaan mistis tertentu, juga belakangan dipandang sebagai simbol adat.

Seiring dengan datangnya Islam di Minangkabau proses pendidikan Islam dimulai oleh Syeikh Burhanuddin sebagai pembawa Islam dengan menyampaikan pengajarannya melalui lembaga pendidikan Surau. Di Surau ini anak laki-laki umumnya tinggal, sehingga memudahkan Syeikh menyampaikan pengajarannya Dalam lembaga pendidikan Surau tidak mengenal birokrasi formal, sebagaiman dijumpai pada lembaga pendidikan modern. Aturan yang ada di dalamnya sangat dipengaruhi oleh hubungan antara individu yang terlibat. Secara kasat mata dapat dilihat di lembaga pendidikan Surau tercipta kebebasab, jika murid melanggar suatu aturan yang telah disepakati bersama, murid tidak mendapatkan hukuman tapi sekedar nasehat. Lembag Surau lebih merupakan suatu proses belajar untuk sosialisasi dan interaksi kultural daripada hanya sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan saja, Surau pada umumnya dimiliki Tuanku Syekh, yang bila ia wafat digantikan anak lelaki atau menantu laki-lakinya. Tuanku Syekh biasanya bermukim pada bangunan khusus di kompleks surau. Sebuah surau besar bisa memiliki lebih dari 20 bangunan, termasuk surau-surau kecil yang didiami kelompok murid sesuai dengan daerah asalnya. Contoh tipikal surau semacam ini adalah Surau Batuhampar Payakumbuh. Surau yang didirikan Syekh Abdurrahman(1777-1888) ini memiliki hampir 30 bangunan, termasuk bangunan utama, bangunan untuk tamu, surau-surau kecil untuk murid, dan bangunan khusus untuk suluk. Pondok Pesantren di Jawa secara terminologi, menurut K.H Imam Zarkasih sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Suwito dalam bukunya yang berjudul Sejarah Sosial Pendidikan Islam, beliau mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama

atau tyang menjiwainya, dan pengajaran agam Islam di bawah bimbingan Kiai yang diikuti Santri sebagai kegiatan utamanya. Dengan demikian, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri, di mana kiai sebagai figur pemimpin, santri sebagai objek yang diberi ilmu agama, dan asrama sebagai tempat tinggal para santri. Lembaga pesantren bisa dikatakan sebagai lembaga Islam tertua yang dalam sejarah Indonesia lembaga ini mempunyai peran besar dalam membantu proses keberlanjutan pendidikan nasional. Pesantren dalam kenyataannya sangat dekat dengan masyarakat lingkungannya. Sejak mulanya pesantren pada umumnya ditentukan oleh pribadi pendirinya sehingga ada di antaranya yang tidak disentuh oleh perturan-peraturan pemerintah. Sektor pendidikan keagamaan menjadi wewenang penuh pendiri dan pengasuhnya. Memang kelihatannya para kiai mempunyai kharisma tersendiri terhadap sntrisantrinya dan masyarakat lingkungannya. Ketokohan seorang kiai muncul dari pengakuan para pengikutnya semenjak kiai menjalankan fungsi kepemimpinannya. Pola sosial dalam lingkup pesantren tidak lepas dari dua komponen yakni kiai dan santri. Keberadaan kiai dalam pesantren sangat sentral sekali, karena ia merupakan sosok penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren. Sementara santri yang belajar di pondok pesantren biasanya memiliki rasa solidaritas dan kekeluargaan yang kuat, baik antara sesama santri, maupun antar santri dengan kiai. Situasi sosial yang berkembang di antara para santri membutuhkan sistem sosial tersendiri. Di dalam pesantren santri belajar hidup bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin. Mereka juga dituntut untuk dapat menaati kiai dan meneladani kehidupannya dalam segala hal, disamping harus bersedia

melakukan tugas apapun yang diberikan kiai. Penyebaran pondok pesantren terutama di tanah jawa sangatlah pesat semenjak kedatangan ulama islam yang berasal dari Kasyan Persia yang berlabuh di pantai utara jawa yakni Maulana Malik Ibrahim. Selanjutnya beliau bermukim di sebuah desa bernama Leran yang terletak di luar kota Gresik. Selama 20 tahun beliau berhasil mencetak kader-kader muballigh dengan pendidikan sistem pondok pesantren yang kemudian dari murid-murid beliaulah yang menjadi anggota Walisongo. Pola sosial yang terjalin antara Maulana Malik dengan para wali yang lain selain terjalin oleh hubungan pendidikan juga diikat oleh hubungan kekeluargaan, yaitu dengancara menjadi besan, menantu atau ipar yang juga pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Perkembangan selanjutnya banyak dari ulama-ulama generasi penerus

Walisongo yang membuka pondok-pondok pesantren baru dilingkungan masyarakat Jawa yang masih banyak menganut agama Hindu, dari situlah banyak pola-pola sosial yang terjalin antara masyarakat dengan pondok pesantren. Dari sinilah kemudian banyan masyarakat yang mengenal pondok pesantren sebagai pusat pendidikan agama Islam sampai sekarang.

13. Jelaskan asal dan alasan munculnya lembaga pendidikan moderen di Indonesia! Jawab: Modernisasi paling awal dari sistem pendidikan di Indonesia, harus di akui, tidak bersumber dari kalangan kaum muslimin sendiri. Sistem pendidikan modern pertama kali, yang pada gilirannya mempengaruhi sistem pendidikan Islam, justru diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Ini bermula dengan perluasan kesempatan bagi pribumi dalam paroan abad 19 untuk mendapatkan pendidikan. Program ini dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan mendirikan volkschoolen, sekolah rakyat, atau sekolah desa (nagari) dengan masa belajar selama 3 tahun, di beberapa tempat di Indonesia sejak dasawarsa 1870-an. Pada tahun 1871, terdapat 263 sekolah dasar semacam itu dengan siswa sekitar 16.606 orang, dan menjelang 1892 meningkat menjadi 515 sekolah dengan sekitar 52.685 murid. Namun dalam perkembangan awalnya keberadaan sekolah ini cukup mengecewakan karena tingginya tingkat putus sekolah dan mutu pengajaran yang amat rendah. Pada pihak lain, dikalangan pribumi, khusunya di Jawa, terdapat resistansi yang kuat terhadap sekolah-sekolah ini, yang mereka pandang merupakan bagian integral dari rencana pemerintah kolonial Belanda untuk membelandakan anak-anak mereka. Respon yang relatif baik untuk tidak mengatakan antusias terhadap sekolah desa ini justru muncul di Minangkabau, sehingga banyak surau yang merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang ditransformasikan menjadi sekolah-sekolah nagari.
9

Alasan Belanda mendirikan sekolah-sekolah ini selain sebagai upaya westernisasi tetapi juga untuk memperkuat status mereka sebagai bangsa penjajah. Untuk membedakan status mereka sebagai bangsa penjajah dengan penduduk pribumi, mereka memasukkan unsur diskriminasi dalam sistem pendidikan. Sedangkan tujuan jangka panjang dalam menjaga kemantapan politik penjajahan, mereka mengusahakan agar di sekolah-sekolah ini tidak menerapkan pendidikan agama. Sekolah yang netral agama menurut pandangan pemerintahan paling tidak mempunyai tujuan ganda. Pertama, untuk menghindari anggapan bahwa penguasa (Kristen) pemerintah tidak memihak kepentingan Missie dan Zending, atau tidak berkeinginan mengembangkan agama Kristen melalui sekolah. Kedua, secara berangsur-angsur dan terarah menjauhkan rakyat pribumi dari keterikatan dengan ajaran mereka (Islam) melalui sekolah-sekolah pemerintah yang netral agama. Semenjak kedatangan bangsa Jepang, banyak dari lembaga-lembaga yangdulu telah dibentuk oleh Belanda diganti namanya oleh Jepang. Pada awalnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang seakan-akan membela kepentingan Islam, namun maksud dari pemerintahan Jepang adalah supaya kekuatan umat Islam dan nasionalis dapat dibina untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang.

DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; tradisi dan modernisasi menuju milenium baru, Jakarta: Kalimah, 2001. Padil,M. Dan Suprayitno,Triyo.Sosiologi Pendidikan,Yogyakarta:Sukses Offset,2007. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011. Yuliantihome.wordpres.com.2012/09/19/Sosiologi Pendidikan Islam (di akses pada pukul 11.54. senin 02 10 2012) Zuhairi dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

11

Você também pode gostar