Você está na página 1de 12

BAB I PENDAHULUAN Edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak yang dapat

disebabkan oleh adanya peningkatan intravaskular (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat.1 Edema paru lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan berkisar usia 40-75 tahun. Insiden edema paru meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan lebih beresiko pada usia diatas 75 tahun.2 Gejala dan tanda terjadinya edema paru adalah sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat yang disertai perasaan gelisah dan keringat dingin. Selain itu pada pemeriksan fisik ditemukaan adanya rhonki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing pada kedua lapangan paru.1 Gagal jantung merupakan salah satu faktor utama penyebab edema paru, dimana gagal jantung dapat disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung, dimana jantung tidak sanggup memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan.4 Berdasarkan New York Heart Association (NYHA), gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam empat kelas, yaitu :3 Kelas I : Tidak ada batasan; aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan, sesak napas, atau palpitasi. Kelas II: Sedikit batasan pada aktivitas fisik; tidak ada gangguan pada saat istirahat tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, sesak napas atau palpitasi. Kelas III: Terdapat batasan yang jelas pada aktivitas fisik; tidak ada gangguan pada saat istirahat tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, sesak napas atau palpitasi. Kelas IV : Tidak dapat melakukan aktivitas tanpa menimbulkan keluhan; gejala gagal jantung timbul meskipun dalam keadaan istirahat dengan keluhan yang semakin bertambah pada aktivitas fisik.
1

Berdasarkan kriteria Framingham, diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan bila terdapat minimal satu kriteria mayor dan dua kritetia minor, yaitu : paroxysmal nocturnal dyspnea, distensi vena-vena leher, distensi vena jugularis, ronki, kardiomegali, edema paru akut, gallop bunyi jantung III, refluks hepatojugular positif. Sedangkan kriteria minor berupa edema ekstremitas, batuk malam hari, sesak pada aktivitas, hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal, takikardi (>120 denyut/menit).3 Penatalaksanaan edema paru harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan. Pasien diletakkan pada posisi setengah duduk atau duduk. Pasien juga harus segera diberikan terapi oksigen, nitrogliserin, diuretic i.v, morfin sulfat, obat untuk menstabilkan hemodinamik serta koreksi penyakit yang mendasarinya.1 Hingga saat ini mortalitas akibat edema paru akut termasuk yang disebabkan kelainan kardiak masih tinggi. Setelah mendapat penanganan yang tepat dan cepat pasien dapat membaik dengan cepat dan kembali pada keadaan seperti sebelum serangan. Prognosis jangka panjang dari edema paru akut ini tergantung dari penyakit yang mendasarinya.4

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki, 64 tahun, pekerjaan tukang, pendidikan terakhir SLTA, alamat Buha lingkungan VIII, suku Bolaang Mongondow, bangsa Indonesia masuk rumah sakit di IGD.M RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou Manado pada tanggal 11 Oktober 2012 dengan keluhan utama sesak napas. Sesak napas telah dirasakan penderita sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan bertambah berat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit sesak napas dirasakan penderita saat sedang menonton televisi kemudian secara perlahan-lahan sesak napas semakin menghebat dan tidak hilang walaupun penderita beristirahat. Ketika sesak napas terjadi penderita sering berkeringat dingin dan merasa seperti akan tenggelam, penderita akan merasa membaik jika dalam posisi duduk. Selain itu pasien juga mengeluh kadangkadang batuk dan tidak berdahak serta merasa mual dan muntah. Dimana frekuensi muntah 10x dan volume 350 cc berisi cairan dan makanan, riwayat buang air kecil dan buang air besar dirasakan penderita seperti biasa. Penderita kemudian dibawa ke RSU Siti Maryam dan dirawat selama 3 hari, namun karena belum membaik, pasien meminta untuk dialihrawatkan ke RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Malalayang. Sejak 3 tahun yang lalu penderita telah mengidap penyakit DM dan terkontrol, sedangkan penyakit ginjal nanti diketahui penderita setelah dirawat di rumah sakit Siti Maryam. Penderita tidak mengetahui adanya riwayat penyakit hipertensi, asam urat, jantung dan kolesterol, selain itu tidak ada anggota keluarga yang mengeluh sakit yang sama seperti yang dialami penderita. Sejak 3 tahun yang lalu penderita sudah berhenti mengkonsumsi alkohol dan rokok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 160/100, nadi 120 x/menit iregular, respirasi 28 x/menit, suhu 36,40C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis kiri dan kanan, sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening namun ditemukan adanya peningkatan tekanan vena jugularis. Pada pemeriksaan paru didapatkan
3

gerakan pernapasan paru kanan tertinggal dari paru kiri, stem fremitus kiri sama dengan kanan, sonor kiri sama dengan kanan, bunyi pernapasan bronkovesikuler, terdapat ronki dan wheezing di kedua paru. Pada pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba, batas jantung kanan terletak di ICS IV linea sternalis dextra, sedangkan batas jantung kiri di ICS V linea axillaris anterior sinistra. Bunyi jantung I dan II terdengar iregular, serta tidak terdapat bising. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri tekan epigastrium dan suprapubik, tidak terdapat asites. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat dan terdapat edema pada kedua tungkai. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Oktober 2012 didapatkan leukosit 8900/mm3, eritrosit 4,69x106/mm3, trombosit 526x106/mm3, Hb 8,3 g/dl, granulosit 77,7%, limfosit 17,9%, monosit 14,4%, creatinin 11,1 mg/dl, ureum 122 mg/dl, Natrium 123 mg/dL, Kalium 4 mmol/L, Klorida 85 mmol/L. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka penderita didiagnosis dengan Edema Paru Akut, CHF fungsional III-IV ec. HHD, Hipertensi stage II, Anemia on CKD dd occult bleeding, dan DM TIPE II. Penanganan pada pasien ini ialah pemberian Oksigen 2-4 L/m2, IVFD NaCl 0,9% 8 gtt/mnt, Furosemide injeksi 2-2-0, Captopril 3x25 mg, Nebulizer Combivent 3x/hari, Bicnat 3x1 tablet, Diet protein 72 gr/hr, diet kalori 1800 gr/hr, takar urine dan keseimbangan cairan negatif. Perawatan pada hari kedua tanggal 12 oktober 2012 penderita masih mengeluh sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 80 x/menit reguler, respirasi 28 x/mnt, suhu 36 C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening, tekanan vena jugularis normal (5+0). Pada pemeriksaan paru didapatkan gerakan pernapasan kanan, stem fremitus kiri sama dengan kanan, redup kiri sama dengan kanan, bunyi pernapasan bronkovesikuler, terdapat ronki di kedua lapangan paru, wheezing minimal di kedua paru. Pada pemeriksaan jantung iktus kordis tidak tampak namun teraba, batas jantung kanan terletak di ICS IV linea sternalis dextra,
4

sedangkan batas jantung kiri di ICS V linea axillaris anterior sinistra. Bunyi jantung I dan II terdengar regular serta tidak terdapat bising pada jantung. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri tekan epigastrium dan suprapubik, tidak terdapat asites. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, tidak terdapat edema pada kedua ekstremitas.Berdasarkan anamnesis dan pemriksaan fisik, penderitadidiagnosis dengan dengan Edema Paru Akut, CHF fungsional IIIIV ec. HHD, Hipertensi stage II, Anemia on CKD dd occult bleeding, DM TIPE II. Penanganan yang diberikan pada penderita ialah pemberian Oksigen 2-4 L/m2, IVFD NaCl 0,9% 8 gtt/mnt, Furosemide injeksi 2-2-0, Captopril 3x25 mg, Nebulizer Combivent 3x/hari, Bicnat 3x1 tablet, Diet protein 72 gr/hr, diet kalori 1800 gr/hr, takar urine dan keseimbangan cairan negatif. Perawatan pada hari ketiga sampai hari kelima (tanggal 13-15 oktober 2012) penderita masih mengeluh sesak napas. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah pada hari ke-5 180/100, nadi dan suhu dalam batas normal, sedangkan respirasi 28x/mnt pada hari ke-5. Rencana kedepan pada penderita ialah melakukan hemodialisis, pemeriksaan feces lengkap dan benzidine test, hapusan darah, urinalisis lengkap, DL, Na, K, CL, Ureum, creatinin, HbSAg, Anti HIV, CA, Mg, P, alb, Globulin, Profil lipid. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 15 oktober 2012 didapatkan leukosit 16.300/mm3, Hb 7,7 g/dl, creatinin 11,1 mg/dl, ureum 122 , GDS 121, Ureum 176, Natrium 123 mg/dL, Kalium 4 mmol/L, Klorida 85 mmol/L. Asam urat 7,5, total lipid 230, albumin 3,8, SGOT 23, SGPT 20, HbSAg negatif. Perawatan pada hari keenam dan ketujuh (tanggal 16 - 17 oktober 2012) penderita mengeluh sesak namun mulai menurun. Pada pemeriksaan tanda vital, tekanan darah pada hari ketujuh mulai menurun yakni 120/80 mmHg, sedangkan pada hari keenam nadi mengalami peningkatan menjadi 100 x/menit, respirasi mulai turun yakni 24 x/m, dan suhu badan dalam batas normal. Ronkhi dan wheezing (-). Rencana pada penderita ialah melakukan pemeriksaan hapusan darah. Pada hari ketujuh penderita telah melakukan transfuse 1 bag PRC, dan telah dikonsulkan ke bagian mata, neurologi, gigi dan mulut serta gizi.

Perawatan pada hari kedelapan tanggal 18 oktober 2012 penderita mengeluh batuk namun sesak napas sudah tidak dirasakan oleh penderita. Hasil pemeriksaan hapusan darah pada tanggal 17 oktober 2012 didapatkan kesan curiga infeksi bakteri akut disertai anemia dengan diagnosis banding anemia renal. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita didiagnosis dengan dengan Setelah Edema Paru Akut, CHF fungsional III-IV ec. HHD, Hipertensi stage II, Anemia on CKD dd occult bleeding, DM TIPE II. Penanganan yang diberikan pada pasien ialah Furosemide injeksi vial 2-2-0, Captopril 3x25 mg tablet, Bicnat 3x1 tablet, ISDN 3x5 mg, nifedipin 3 x 10 mg tab, GG 3x1 tab, Diet protein 72 gr/hr, diet kalori 1800 gr/hr, takar urine dan keseimbangan cairan negatif. Rencana pada pasien ini ialah pemeriksaan sputum BTA 3x, feces analisa, darah lengkap, natrium, kalium,chlorida, creatinin, dan ureum. Jawaban konsul dari bagian mata ditemukan adanya Retinopati Diabetik dan Retinopati Hipertensi, sedangkan jawaban konsul dari bagian neurologi ialah status motorik, sensorik dan otonom masih baik dan belum ada penanganan di bidang neurologi. Perawatan pada hari kesembilan tanggal 19 oktober 2012, Pemeriksaan laboratorium tanggal 18 oktober 2012 pada pemeriksaan darah leukosit 11.800/mm3, Hb 8,9 g/dl, eritrosit 3,15 106/mm3, hematokrit 27%, dan laju endap darah 112 mm, GDS 164 mg/dl, ureum 130 mg/dl, chlorida darah 97,8 mmol/dl. Hasil pemeriksaan feces analisa ditemukan warna feces coklat, terdapat eritrosit (++), leukosit (++),bakteri (++++). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang, penderita didiagnosis dengan dengan Setelah Edema Paru Akut, CHF fungsional III-IV ec. HHD, Hipertensi stage II, Anemia on CKD dd occult bleeding, DM TIPE II. Penanganan yang diberikan pada pasien ialah Furosemide injeksi vial 2-2-0, Captopril 3x25 mg tablet, Bicnat 3x1 tablet, ISDN 3x5 mg, nifedipin 3 x 10 mg tab, novomix injeksi subkutan 6-0-6, ceftriaxone injeksi 2x1gram, Diet protein 72 gr/hr, diet kalori 1800 gr/hr, takar urine dan keseimbangan cairan negatif. Rencana hemodialisis jam 4 sore, dan pemeriksaan urinalisis.

BAB III PEMBAHASAN Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan utama sesak napas. Sesak napas pada awalnya perlahan, sering hilang timbul, menghebat dan tidak hilang walaupun penderita beristirahat. Sesak disertai keringat dingin, batuk dan perasaan seperti akan tenggelam. Sesuai dengan literatur, Edema Paru Akut dapat disebabkan oleh faktor kardiogenik dan non kardiogenik. Pada edema jantung kardiogenik, diawali dengan gagal jantung kiri akibat adanya gangguan pada jalur keluar di atrium kiri, peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolik atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada jalur keluar dari ventrikel kiri.1 Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik vaskular maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli.4 Pada edema paru kardiogenik sesak timbul mendadak dan bertambah hebat dalam waktu singkat, bersamaan dengan itu terjadi juga rasa takut pada pasien karena kesulitan bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi kemampuan pengisian dari ventrikel kiri sehingga akan menambah beban kerja jantung.1 Gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.5 Berdasarkan kriteria Framingham, diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan bila terdapat minimal satu kriteria mayor dan dua kritetia minor, yaitu : paroxysmal nocturnal dyspnea, distensi vena-vena leher, distensi vena jugularis, ronki, kardiomegali, edema paru akut, gallop bunyi jantung III, refluks hepatojugular positif. Sedangkan kriteria minor berupa edema ekstremitas, batuk
7

malam hari, sesak pada aktivitas, hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal, takikardi (>120 denyut/menit)6 Pada kasus ini terdapat 4 kriteria mayor, yaitu adanya distensi vena jugularis, ronki di basal paru, edema paru akut dan kardiomegali. Pada kriteria minor didapatkan adanya sesak pada aktivitas dan edema pada kedua tungkai. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa diagnosis kasus ini adalah Edema Paru Akut dengan Congestive Heart Failure (CHF) fungsional III-IV. Salah satu penyebab terjadinya Congestive Heart Failure (CHF) adalah hipertensi. Hipertensi menyebabkan dua masalah penting pada jantung, yaitu : 1. Hipertensi sistemik/pulmonal (peningkatan afterload) akan meningkatkan beban kerja jantung sehingga mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi menyebabkan pembesaran ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri akan menurun dengan cepat, kerja jantung (cardiac work) bertambah dan cardiac output akan terus menurun sampai timbul kegagalan. 2. Hipertensi mempercepat timbulnya proses aterosklerosis dan menyebabkan penyakit jantung koroner.6,7 Pada kasus ini, pasien mempunyai riwayat hipertensi namun tidak diketahui sehingga hipertensi pasien tidak terkontrol dan tidak minum obat antihipertensi. Penelitian menunjukkan bahwa 75% kegagalan ventrikel kiri diakibatkan oleh hipertensi. Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner.4 Sebagai respon kompensatorik menurunnya curah jantung, maka tubuh akan memulai serangkaian peristiwa seperti penurunan aliran darah dan laju filtrasi glomerulus, pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus, interaksi renin dan angiotensin dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal dan retensi natrium dan air pada tubulus distal. Sekresi angiotensin II akan menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. Awalnya respon kompensatorik menghasilkan efek yang menguntungkan namun akhirnya
8

mekanisme kompensatorik meningkatkan kerja jantung, memperburuk derajat gagal jantung dan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema paru.4 Seperti pada kasus ini, mekanisme kompensatorik memberikan efek yang negatif dengan penurunan laju filtrasi glomerulus yang memicu terjadinya Gagal ginjal kronik dan edema paru. Selain Edema Paru Akut dengan Congestive Heart Failure (CHF) fungsional III-IV, hipertensi dan CKD stage V, pada pasien ini juga terdapat riwayat Diabetes Mellitus tipe II selama 3 tahun. Adanya DM tipe II dapat mengakibatkan komplikasi kronik makroangiopati berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab terjadinya peyakit vaskular. Gangguan yang terjadi dapat berupa penimbunan sorbitol pada daerah subintimal pembuluh darah dan hiperlipoproteinemia yang mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri koronaria dan aorta maka dapat menyebabkan terjadinya infark miokardium dan gagal jantung.8 Penatalaksanaan edema paru dan gagal jantung tergantung etiologi, hemodinamik, gejala klinis, serta beratnya gagal jantung. Pengobatan dapat berupa penanganan secara umum, mengobati penyakit dasar, mencegah kerusakan lebih lanjut pada jantung, dan mengendalikan derajat CHF.1 Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pemberian Oksigen 2-4 L/menit. Pemberian oksigen bertujuan untuk mempertahankan saturasi oksigen >90%. (papdi III,1622). Selain pemberian oksigen, pada pasien ini juga diberikan infus NaCl 0,9% 8 gtt/mnt untuk mempertahankan keseimbangan cairan.1,4 Terapi Nebulizer Combivent 3x/hari pada pasien ini bertujuan untuk memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru.Terapi ini lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lainpun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk di saluran napas dan paru-paru, sedangkan 2-5% mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Pemberian obat dalam bentuk inhalasi ini ditujukan untuk memberikan efek efek lokal yang maksimal di paru dan memberikan efek samping yang seminimal
9

mungkin. Adapun saluran nafas yang dimaksud adalah mulai dari saluran nafas atas, trakea, bronkus, bronkiolus hingga alveoli.. Tujuan pemberian terapi nebulizer adalah dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya (seperti paru) oleh karena itu dosis yang diberikan rendah, dosis yg rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik, pengiriman obat melalui nebulizer ke paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat dari pada rute lainnya seperti subkutan atau oral.4 Pada pasien ini pemberian Nebulizer hanya untuk mengurangi sesak saja dan tidak menjadi pilihan utama pengobatan karena penyebab utama terjadinya sesak pada pasien ini karena adanya akumulasi cairan pada paru dan bukan karena bronkokonstriksi seperti pada asma bronkial. Pemberian diuretik sangat diperlukan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung.9 Dalam kasus ini digunakan loop diuretic yaitu Furosemid injeksi 22-0 karena efeknya yang kuat dan cepat.9 Selain pemberian diuretik, pada pasien ini juga diberikan Captopril tablet 3x25 mg sebagai ACE inhibitor untuk mengontrol tekanan darah dan obat ini secara langsung menurunkan tekanan intraglomerulus dengan memperlebar arteriol aferen sehingga memperlambat perkembangan gagal ginjal.8 Pada pasien ini juga dilakukan pengaturan diet protein 72 gr/hr. Asupan protein yag rendah dapat menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan intraglomerulus dan cedera sekunder pada nefron intak. Pengaturan diet mengandung protein dalam kebutuhan harian minimum (0,6-0,8 g/kgBB/hr). Asupan kalori pada pasien ini 1800 kalori/hari dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB/hari.8 Prognosis jangka panjang pada edema paru bergantung pada penyakit yang mendasarinya dan keadaan komorbiditas yang menyertai seperti diabetes melitus atau penyakit ginjal. Secara klinis, pasien ini terdapat perbaikan sehingga prognosis quo ad vitam adalah dubia ad bonam. Tetapi secara fungsional, pada pasien ini telah terjadi dilatasi atrium dan ventrikel kiri yang permanen sehingga prognosis quo ad fungsionam adalah dubia ad malam6.

10

BAB IV KESIMPULAN
1. Pasien didiagnosis dengan Edema Paru Akut, CHF fungsional II-IV ec. HHD,

Hipertensi stage II, Anemia on CKD dd occult bleeding, DM TIPE II


2. Terapi yang diberikan yaitu pemberian oksigen, balance cairan negatif,

pemberian diuretik, ACE Inhibitor, Ca Antagonis, nitrat dan insulin .


3. Prognosis quo ad vitam adalah dubia ad bonam sedangkan prognosis quo ad

fungsionam adalah dubia ad malam.

11

DAFTAR PUSTAKA 1. Harun S, Nasution SA. Edema Paru Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Volume II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. h. 1772-6. Zieve David, Hadjiliadis D. Pulmonary Edema. 2011. Medline plus. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000140.htm Panggabean MM. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Volume II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. h. 1583-5. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Volume II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. h. 1596-601. Mattu A, Martinez JP, Kelly BS. Modern Management of Cardiogenic Pulmonary Edema. EmergMedClinNAm 2005;23:1105-25. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Rani AA, Soegondo S, Nazir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editors. Panduan Pelayanan Medik. Edisi 3. Volume 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. h. 54-7. Francis GS, Tang WH. Pathophysiology of Congestive Heart Failure. Rev Cardiovasc Med 2003;4:14-20. Panggabean MM. Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Volume II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. h. 1777-8. Anonymous. Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini. Diunduh dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf. Diakses 30 Juni 2012.

2.

3.

4.

5. 6.

7. 8.

9.

10. Anonymous. Kardiovaskular: Terapi Intensif Statin Turunkan Risiko Gagal Jantung. Diunduh dari : http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=856. Diakses 30 Juni 2012.

12

Você também pode gostar