Você está na página 1de 18

Makalah Paripurna Etika Profesi Kedokteran

KELOMPOK D1 Rendy Santoso Inez Petrivania Kelvin Jan Sutrisna Tiara Sarambu Feliani Pasca Riandy Erzamtya Zahir Nur Faaza binti Senin Siti Nurjawahir Rosli 102008020 102009034 102009093 102009105 102009184 102009220 102009253 102009295 102009323

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 (021) 5694-2061

LATAR BELAKANG
Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Meskipun sudah ada aturan yang mengatur tentang kode etik profesi, namun seperti kita lihat saat ini masih sangat banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi. 1 Kode etik adalah suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik.1 Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. 1,2 Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan pengembangan profesi. Dengan telah adanya kode etik profesi, masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi. Apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin banyak terjadi penyalah gunaan profesi. Agar setiap profesi tidak menyimpang dari kode etiknya, maka usaha yang dapat di lakukan adalah: 3 1. Setiap pelaksana profesi sebaiknya memperbanyak pemahaman terhadap kode etik profesi serta tujuannya. 2. Setiap pelaksana profesi sebaiknya mengaplikasikan keahlian sebagai tambahan ilmu dalam praktek pendidikan yang dijalani.

TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mempelajari mengenai ilmu kedokteran forensik dari aspek hukum dan prosedur medikolegal melibatkan profesi kedokteran dalam kasus pelanggaran kode etik dan memberikan uraian tentang penerapan dan pelanggaran kode etik profesi secara lebih terperinci.

BAB I ISI Kasus PBL 4


Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter Obgyn B sewaktu melahirkan, dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. 10 hari pasca lahir orang tua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi. Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjangnya, pasien dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus. Kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira kiar terjadinya. Bila benar patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, maka aan menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang dan dokter C karena lalai tidak dapat mediagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompeten sehingga sebaiknya ia merawat anaknya kedokter A saja. Dokter A berpikir apa yang sebaiknya ia katakan.

I. PROSEDUR MEDIKOLEGAL
Seorang dokter harus dapat menghormati pasien, agar pasient merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh dokter tersebut. Adapun yang perlu diperhatikan dalam menghormati pasien adalah mengenai hak-hak pasien. A. Hak pasien atas informasi penyakit dan tindakan medis dari aspek etika kedokteran. 1-3 Terkait dengan pemberian informasi kepada pasien ada beberapa yang harus diperhatikan : Informasi harus diberikan, baik diminta ataupun tidak. Informasi tidak boleh memakai istilah kedokteran karena tidak dimengerti oleh orang awam. Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi, dan situasi pasien. Informasi harus diberikan secara lengkap dan jujur, kecuali dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan atau kesehatan pasien atau pasien menolak untuk diberikan infomasi (KODEKI, pasal 5)

Untuk tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive yang lain, informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi. Apabila dokter yang bersangkutan tidak ada, maka informasi harus diberikan oleh dokter yang lain dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.

Kewajiban dokter terkait dengan informasi adalah memberikan informasi yang adekuat dan besikap jujur kepada pasien tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya (KODEKI, pasal 7b)

Salah satu kewajiban rumah sakit terhadap pasien adalah harus memberikan penjelasan mengenai apa yang diderita pasien, dan tindakan apa yang harus dilakukan (KODERSI, Bab III Pasal 10)

B. Hak pasien atas informasi penyakit dan tindakan medis dari aspek hukum kedokteran. 1-3 Pasien dalam menerima pelayanan praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan diterimanya (Undan-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 52). Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya mencakup : 1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis 2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan 3. Alternatif tindakan lain dan resikonya 4. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi 5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (Pasal 45 ayat 3) Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahlu harus memberika penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan dan mendapat persetujuan pasien (PERMENKES No.1419/MENKES/PER/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi pasal 17) Pasien berhak menolak tindakan yang dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

Pemberian obat-obatan juga harus dengan persetujuan pasien dan bila pasien meminta untuk dihentikan pengobatan, maka terapi harus dihentikan kecuali dengan penghentian terapi akan mengakibatkan keadaan gawat darurat atau kehilangan nyawa pasien

Dalam Pedoman Penegakkan Disiplin Kedokteran tahun 2008 seorang dokter dapat dikategorikan melakukan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran apabila tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran. C. Hak pasien atas informasi dalam rekam medic 1-3 Berdasarkan PERMENKES RI No. 629/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam medik Pasal 12 dikatakan bahwa berkas rekam medic adalah milik sarana pelanayan kesehatan dan isi rekam medik adalah milik rekam medik . Bentuk ringkasan rekam medic dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu. Namun boleh tidaknya pasien mengetahui isi rekam medic tergantung kesanggupan pasien untuk mendengar informasi mengenai penyakit yang dijelaskan oleh dokter yang merawatnya. Jadi pasien isi rekam medic bukan milik pasien sebagaimana pada PERMENKES sebelumnya (1989)tentang rekam medic. Pasien hanya boleh memilikinya dalam bentuk ringkasan rekam medic. D. Komunikasi dokter - pasien yang baik 1-3 Menurut Petunjuk Praktek Kedokteran yang Baik (DEPKES,2008) komunikasi yang baik antara dokter pasien terkait dengan hak untuk mendapatkan informasi meliputi : 1. Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya. 2. Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi, diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara pemberian serta pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat yang mungkin terjadi; dan 3. Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.

4. Jika seorang pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan selama dalam perawatan dokter, dokter yang bersangkutan atau penanggunjawab pelayanan kedokteran (jika terjadi di sarana pelayanan kesehatan) harus menjelaskan keadaan yang terjadi akibat jangka pendek atau panjang dan rencana tindakan kedokteran yang akan dilakukan secara jujur dan lengkap serta memberikan empati. 5. Dalam setiap tindakan kedokteran yang dilakukan, dokter harus mendapat persetujuan pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberika persetujuan dan penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana pemeriksaan lebih lanjut termasuk resiko yang mungkin terjadi secara jujur, transparan dan komunikatif. Dokter harus yankin bahwa pasien mengerti apa yang disampaikan sehingga pasien dalam memberikan persetujuan tanpa adanya paksaan atau tekanan.

II. KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA 2,4,5


1. KEWAJIBAN UMUM Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter. Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien. Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien. Pasal 7d

Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

2. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN Pasal 10

Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

3. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

4. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Setiap Pasal 17 dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran/kesehatan.

III. PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN


A. Bioetika 1,5 Bioetika (F. Abel) adalah studi interdisipliner tentang problem yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran, pada skala mikro maupun makro,

termasuk dampaknya terhadap masyarakat luas serta sistem nilainya, kini dan masa mendatang. Bioetika merupakan pandangan lebih luas dari etika kedokteran karena begitu saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungan hidup. Bioetika merupakan "genus", sedangkan etika kedokteran merupakan "spesies". B. Etika kedokteran 5,6 Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Etika kedokteran sangat terkait namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medic ditinjau dari segi nilai-nilai moral. Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah agar dokter dalam menjalani profesinya dapat bersikap professional maka perlu kiranya membentuk kode etik profesi kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan profesinya tersebut agar sesuai dengan tuntutan ideal. Tuntutan tersebut kita kenal dengan kode etik profesi dokter. C. Kaidah dasar moral 5,6 Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa aturan dibawahnya. Keempat kaidah tersebut adalah :

Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the right to self determination).Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.

Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya.

Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm.

Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya. Sedangkan aturan dibawahnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).

Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral diatas. Jonsen, Siegler dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik yang essential dalam pelayanan klinik, yaitu: 6 1. Medical indication Semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan non-malificence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent. 2. Patient preferences Kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan etika meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien dalam keadaan tidak sadar dan kompeten serta nilai dan keyakinan yang dianut oleh pasien. 3. Quality of life Merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insane. Apa, siapa dan bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis yang berkaitan dengan beneficence, nonmalificence dan autonomy. 4. Contextual features Pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mendahului keputusan seperti factor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan factor hukum.

IV. HUBUNGAN DOKTER-PASIEN


Pasien (klien pelayanan medik) adalah orang yang memerlukan pertolongan dokter karena penyakitnya dan dokter adalah orang yang dimintaipertolongan karena kemampuan profesinya yang dianggap mampu mengobati penyakit. Hubungan terjadi ketika dokter bersedia menerima klien itu

sebagai pasiennya. Hubungan antara orang yang memerlukan pertolongan dan orang yang diharapkan memberikan pertolongan pada umumnya bersifat tidak seimbang. Dokter pada posisi yang lebih kuat dan pasien berada pada posisi yang lebih lemah. Dalam hubungan yang demikian, dokter diharapkan akan bersikap bijaksana dan tidak memanfaatkan kelemahan pasien sebagai keuntungan bagi dirinya sendiri. Selain itu dokter juga mempunyai kewajiban moral untuk menghormati hak pasiennya sebagai manusia. Ketika dalam hubungan itu disertai dengan permintaan dokter untuk mendapatkan imbalan jasa dari klien (pasien) dan klien (pasien) bersedia memenuhinya, maka terjadilah hubungan yang disbeut sebagai hubungan kontraktual. Dalam hubungan kontraktual terdapat kewajiban dan hak dari kedua belah pihak yang harus saling dihormati, serta tanggung jawab jika ada yang tidak memenuhi kesepakatan tersebut. Pihak klien (pasien) akan bersedia bersikap jujur dalam mengungkapkan berbagai hal yang ingin diketahui oleh dokter, termasuk hal yang bersifat pribadi, dan dokter akan bersikap jujur dalam upaya yang akan dilakukannya untuk menolong klien (pasien). Selain itu dokter juga harus dapat dipercaya bahwa ia tidak akan menyimpan semua rahasia klien (pasien) serta tidak akan mengungkapkan rahasia itu kepada siapapun juga tanpa persetujuan klien (pasien) kecuali atas perintah undangundang. Dalam hubungan dokter-pasien yang tidak seimbang tersebut, maka pola komunikasi antara keduanya dapat bersifat : 3,4,10 Aktif-Pasif Dalam pola komunikasi akti-pasif ini dokter bersifat aktif dan pasien bersifat pasif dan hanya menjawab ketika ditanya atau berbuat setelah diperintahkan oleh dokter. Termasuk dalam makan atau menggunakan obat yang diberikan dokter. Di sini ada kecenderungan bahwa dokter akanbersikap otoriter dan tidak memberi kesempatan pasien untuk mengemukakan pendapatnya. Di masa sekarang, dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesadaran masyarakat akan hak-haknya, hubungan semacam ini sudah tidak sesuai lagi. Ilmu kedokteran sekarang menyadari bahwa kesembuhan suatu penyakit memerlukan pengetahuan dan kesertaan pasien dan keluarganya. Guidance Cooperation Hubungan yang lebih maju dari pola komunikasi model pertama adalah bimbingan yang ditujukan untuk mengajak kerjasama dari pasien. Pasien tetap dianggap tidak (perlu) banyak tahu tetapi perlu dibimbing dan diajak bekerja sama dalam upaya menyembuhkan penyakitnya. Dokter membimbing-kerjasama seperti halnya orang tua dengan remaja .Ia berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerja sama. Walaupun dokter mengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata menjalankan kekuasaan, namun

mengharapkan kerja sama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasihat atau anjuran dokter. Mutual Participation Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang sama. Pasien secara sadar aktif dan berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu. Berbicara mengenai hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan, secara umum hak pasien tersebut dapat dirinci sebagai berikut : 2,4,6 Hak pasien atas perawatan Hak untuk menolak cara perawatan tertentu Hak untuk memilih tenaga kesehatan dan rumah sakit yang akan merawat pasien Hak Informasi Hak untuk menolak perawatan tanpa izin Hak atas rasa aman Hak atas pembatasan terhadap pengaturan kebebasan perawatan Hak untuk mengakhiri perjanjian perawatan Hak atas twenty-for-a-day-visitor-rights. Hak pasien menggugat atau menuntut Hak pasien mengenai bantuan hukum Hak pasien untuk menasihatkan mengenai percobaan oleh tenaga kesehatan atau ahlinya.

Berbarengan dengan hak tersebut pasien juga mempunyai kewajiban, baik kewajiban secara moral maupun secara yuridis. Secara moral pasien berkewajiban memelihara kesehatannya dan menjalankan aturan-aturan perawatan sesuai dengan nasihat dokter yang merawatnya. Beberapa kewajiban pasien yang harus dipenuhinya dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: 2,4,6 Kewajiban memberikan informasi medis Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada kesehatan Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam hubungannya dengan dokter atau tenaga kesehatan Kewajiban memberikan imbalan jasa Menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya

Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak, dokter juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengemban profesi. Hak-hak dokter sebagai pengemban profesi dapat dirumuskan sebagai berikut: 2,4,6 Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya dari pasien yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis maupun terapeutik. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang diberikannya kepada pasien. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam melaksanakan transaksi terapeutik. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan kesehatan yang diberikannya. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medic dari pasien atau keluarganya. Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu sebagai berikut: 2,4,6 kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, yaitu dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu kasus yang konkret menurut ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman. Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia atas kesehatan pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia. Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau keluarganya tentang tindakan medis yang dilakukannya dan risiko yang mungkin terjadi akibat tindakan medis tersebut. Kewajiban merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat sebagai tugas perikemanusiaan

V. HUBUNGAN DOKTER-TEMAN SEJAWAT


Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) terdapat 4 kewajiban seorang dokter dalam menjalani profesinya dan salah satunya itu adalah mengenai kewajiban terhadap teman sejawat. Pasalpasal dalam KODEKI yang mengatur mengenai kewajiban terhadap teman sejawat adalah sebagai berikut: 5,6

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien.

Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

VI. ASPEK HUKUM


Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. 2,3,8 Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992), yaitu: medical malpractice involves the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the patients condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient. 8 Menurut teori dan doktrin, sesuatu tindakan praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktik dokter dilihat dari 3 aspek : 8 1. Intensional Professional Misconduct yaitu bahwa seorang dokter atau dokter gigi dinyatakan bersalah/buruk berpraktik, bilamana dokter tersebut dalam berpraktik melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap standar-standar dan dilakukan dengan sengaja. Dokter yang berpraktik dengan tidak mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada dan tidak ada unsur kealpaan/kelalaian. 2. Negligence atau tidak sengaja (kelalaian) yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang karena kelalaiannya (culpa) yang mana berakibat cacat atau meninggalnya pasien. Seorang dokter atau dokter gigi lalai melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan keilmuan kedokteran, maka hal ini masuk dalam kategori malpraktik, namun juga hal ini

sangat tergantung terhadap kelalaian yang mana saja yang dapat dituntut atau dapat dihukum, hal ini tergantung oleh hakim yang dapat melihat jenis kelalaian yang mana. 3. Lack of Skill yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis tetapi diluar kompetensinya atau kurang kompetensinya. Ketiga hal tersebut diatas itulah berdasarkan teori masuk kategori malpratik namun bagaimana secara yuridis atau aturan hukum positif kita. Dalam undang-undang kesehatan maupun dalam undang-undang praktik kedokteran tidak ada satu kata pun yang menyebut kata malpraktik. Pada undang-undang kesehatan menyebut kelalaian yang dilakukan dokter atau doker gigi dan dalam undang-undang praktik kedokteran menyebut kata kesalahan saja. Begitu pula dalam kitab undang-undang hukum pidana maupun kitab undang-undang hukum perdata hanya menyebut kata kesalahan dan kelalaian. Bilamana kita menelaah dan mengkaji tentang malpraktik dalam hukum positif kita, maka dapatlah dikatakan bahwa malpraktik yang dimaksud itu adalah perbuatan-perbuatan yang jelek atau buruk yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang dikarenakan karena adanya kesalahan atau kelalaian oleh dokter atau dokter gigi yang berakibat cacatnya pasien atau matinya pasien ataupun akibat lain terhadap pasien. Beberapa undang-undang yang mengatur mengenai kelalaian medis adalah sebagai berikut:7-10 KUH Perdata Pasal 1365

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. KUH Perdata Pasal 1366

Setiap orang bertanggung-jawa tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya KUH Perdata Pasal 1367

Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 55

(1) setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. KUH Perdata Pasal 1370

Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si

korban mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan. KUH Perdata Pasal 1371

Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan. KUH Perdata Pasal 1372

Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. Di bidang pidana juga ditemukan pasal-pasal yang menyangkut kelalaian, yaitu : 7-10 KUHP Pasal 359

Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lainmati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. KUHP Pasal 360

(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

KUHP Pasal 361

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

KESIMPULAN

Dari kasus disimpulkan bahwa Dokter A bersikap netral terhadap pasien dan teman sejawatnya. Dia memeriksakan dan mengobati pasien anak tersebut karena fraktur klavikula yang berbentuk kalus tersebut tidak akan menyebabkan kecacatan atau keterbatasan apa pun pada masa depan bayi itu. Dia juga tidak menyalahkan dokter B dan dokter C karena tidak mendapat informasi yang lengkap semasa kelahiran bayi tersebut karena bisa saja bayi tersebut mengalami cedera saat sudah dibawa pulang ke rumah dan tidak disadari oleh orang tuanya. Tiada dugaan malpraktek mau pun kelalaian sehingga menyebabkan cedera tersebut. Dalam menjalankan perannya di masyarakat, seorang dokter perlu mempunyai kompetensi komunikasi baik kepada pasien maupun pada masyarakat luas. Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien sangatlah penting dan memiliki berbagai dampak pada berbagai aspek outcome kesehatan. Dampak tersebut meliputi outcome kesehatan yang lebih baik, kenyamanan yang lebih tinggi terhadap rejimen terapi pada pasien, kepuasan yang lebih tinggi pada pasien dan dokter serta penurunan risiko malpraktek. Selain komunikasi dokter dan pasien di aspek kuratif dan rehabilitatif, komunikasi dokter dengan pasien serta masyarakat luas dalam hal preventif dan promotif semakin dibutuhkan dewasa ini dengan semakin tingginya masalah kesehatan yang terkait dengan perilaku kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna. Budi., Syamsu. Zulhasmar., Siswaja. Tjetjep Dwidja. Didalam: Bioetik dan Hukum Kedokteran. Juli 2007. 2. Hanafiah. M. Jusuf., Amir. Amri,. Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran:EGC. Jakarta. 2007 3. Samil. Ratna Suprapti. Etika Kedokteran Indonesia. Penerbit: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2001. 4. Moeloek FA, Purwadianto A,Suharto A.Kesehatan Dan Hak AsasiManusia.Jakarta;Perpustakaan Nasional RI;2003. 5. Prof. John R. Williams. Panduan etika medis, disertai studi kasus-kasus etika pelayanan medis sehari-hari. Pusat Studi Kedokteran Islam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah. Yogyakarta:2005;12-13. 6. Agus Purwadianto. Kaedah dasar moral dan teori etika dalam membingkai tanggung jawab profesi kedokteran. Diunduh dari http://www.hukor.depkes.go.id/?art=57, 15 Januari 2013.

7. Sampurna Budi. Kelalaian Medik. Diunduh dari : http://www.freewebs.com/kelalaianmedik/un pada 15 Januari 2013. 8. Undang-undang Kesehatan.Yogyakarta;Pustaka Widyatama;2006 Undang-undang HAM Nomor 9 Tahun 1999.Jakarta;Asa Mandiri; 2006 9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek

Kedokteran.Surabaya;Kesindo Utama; 2007 10. Guwandi,J.Dugaan Malpraktek Medik dan Draft RPP : Perjanjian Terapetik antara Dokter dan Pasien.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006

Você também pode gostar