Você está na página 1de 26

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang diberikan stres lebih besar dari kemampuannya untuk menahan (Sapto Harnowo, 2002). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun, yaitu 47.401 orang pada tahun 1989 menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan Timur yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Lukman, 2009). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diistegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI, 2007). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2007 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda, dari hasil survey tim depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45 mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas dan bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik. Respon cemas (ansietas) adalah reaksi normal terhadap ancaman stress dan bahaya. Ansietas merpakan reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya, baik yang nyata maupun yang dibayangkan. respon cemas merupakan reaksi umum yang terjadi terhadap perubahan status kesehatan yang dirasakan sebagai ancaman: ancaman umum terhadap kehidupan, kesehatan dan keutuhan tubuh, pemajanan dan rasa malu, ketidaknyaman akibat nyeri dan keterbatasan gerak. Di Sumatera Selatan berdasarkan data dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007 didapatkan sekitar 2700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur (Dinkes Pemrov Sumsel, 2008). Sementara itu pada tahun yang sama di Rumah Sakit Umum Kota Prabumulih tercatat terdapat 676 kasus fraktur dengan distribusi 86,2% fraktur jenis terbuka dan 13,8% fraktur jenis tertutup. Berdasarkan catatan rekam medik RSUD Kota Prabumulih diketahui 68,14% jenis fraktur yang

terjadi adalah fraktur ektremitas bawah (Medikal Record RSUD Kota Prabumulih, 2008). Data yang diperoleh dari Medikal Record Rumah Sakit RK Charitas jumlah penderita fraktur pada tahun 2008 sebanyak 51 orang, tahun 2009 sebanyak 51 orang dan dari bulan Januari sampai dengan Juni 2010 sebanyak 11 orang Dari latar belakang diatas dapat diketahui bahwa fraktur memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Apabila dilihat data prevalensi yang diperoleh dari Rumah Sakit RK Charitas, Sebagai perawat tentunya akan berusaha semaksimal mungkin memberikan perawatan terhadap penderita fraktur/ patah tulang secara menyeluruh proses pemulihan dan penyembuhan dapat lebih cepat tanpa adanya komplikasi dari penyakit tersebut. Untuk itulah penulis memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan fraktur cruris dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berjudul, "Asuhan Keperawatan pada Tn."M" dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris di Pavilyun Lukas Kamar 8-2 Rumah Sakit RK Charitas Palembang. 2. Ruang Lingkup Penulisan Mengingat peran dan fungsi sebagai calon perawat serta karena keterbatasan waktu yang penulis miliki maka dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis membatasi ruang lingkup masalah hanya pada Asuhan Keperawatan Tn."M" dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris. Pengkajian ini hanya terbatas hanya pada satu orang klien saja yang dikaji selama tiga hari dari tanggal 14 Juli 2010 sampai dengan tanggal 15 Juli 2010 di Paviliun Lukas kamar 8-2 Rumah Sakit RK. Charitas Palembang.

3. Tujuan Penulisan Tujuan Umum Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis menerapkan suatu konsep tentang Asuhan Keperawatan secara langsung kepada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris dengan metode pendekatan proses keperawatan. Tujuan Khusus Penulis diharapkan mampu : Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris Melakukan pelaksanaan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris.

Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris.

Metode Penulisan Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya menggambarkan secara objektif dimulai dari pengumpulan sampai evaluasi dan selanjutnya menyajikan dalam bentuk narasi. Dalam penyusunan Karya tulis ilmiah ini penulis mendapatkan data melalui : Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung kepada klien dengan demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui masalah keperawatan klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palpasi , perkusi, dan auskultasi, dilakukan untuk melengkapi data yang sudah ada. Observasi

Penulis melakukan pengamatan untuk mendapatkan data yang objektif dilakukan langsung terhadap klien secara nyata, selanjutnya penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan pengamatan sehingga data yang didapatkan menjadi lengkap. Studi Dokumentasi

Penulis menggunakan berbagai sumber buku sebagai referensi yang membahas tentang gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris

Metode Kepustakaan Untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini maka penulis mengumpulkan data-data dengan menggunakan berbagai buku sumber.

BAB II PEMBAHASAN

ANATOMI DAN FISIOLOGI Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, sendi, otot dan jaringan konektif yang berhubungan (kartilago, tendon dan ligamen).

SISTEM RANGKA Dipelihara oleh Sistem Haversian yaitu sistem yang berupa rongga yang di tengahnya terdapat pembuluh darah. Terjadi proses pembentukan jaringan tulang baru dan reabsorpsi jaringan tulang yang telah rusak.

FUNGSI TULANG 1. 2. 3. 4. 5. Menyokong memberikan bentuk Melindungi organ vital. Membantu pergerakan. Memproduksi sel darah merah pada sumsum. Penyimpanan garam mineral.

PEMBAGIAN TULANG Tulang axial ( tulang pada kepala dan badan) Seperti : tl. tengkorak, tl. vertebrae, tl. rusuk dan sternum. Tulang appendicular (tulang tangan dan kaki) Seperti : extremitas atas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, telapak tangan), extremitas bawah (pelvis, femur, patela, tibia, fibula, telapak kaki)

HISTOLOGI TULANG Ada 2 tipe tulang : a. Kompaktum kuat, tebal, padat. b. Kankellous lebih kopong, renggang

Di antara lapisan tersebut terdapat ruang kecil lacuna Cairan yang mengisi Osteocyte Osteocyte adalah sel pembentuk tulang. Osteoblast (sel pembentuk) dan osteoclast (reabsorbsi tulang). Suplai darah pada tulang didapat dari arteriole sepanjang kanal Haversin. Tulang juga dipersyarafi oleh syaraf-syaraf.

KLASIFIKASI TULANG BERDASARKAN BENTUKNYA Tulang panjang (tl. humerus, radius), mengandung epifisis, kartilago artikular, diafisis, periosteum dan rongga medular. Epifisis : Terletak di pangkal tulang panjang. Pada bagian ini otot

berhubungan dengan tulang dan membuat sendi menjadi stabil. Kartilage artikular : Membungkus pangkal tulang panjang dan membuat permukaan

tulang panjang menjadi halus. Diafisis tubuh. Metafisis Periosteum R. medular : : : Bagian tulang yang mengembang di antara epifisis dan diafisis. Jaringan konektif fibrosa yang membungkus tulang. Terletak di tengah-tengah diafisis. : Bagian tulang panjang yang utama memberikan struktural pada

Tulang pendek seperti karpal, tarsal

Tulang pipih, melindungi organ tubuh dan sebagai tempat melekatnya otot. Tulang sesamoid, bentuknya kecil, melingkar, berhubungan dengan sendi dan melindungi tendon, seperti patela.

SISTEM ARTIKULAR Artikulasi/persendian : hubungan antara dua tulang atau lebih. Namun tidak semua persendian dapat melakukan pergerakan : Synarthrosis : Sendi yang tidak dapat melakukan pergerakan sama sekali Amphiarthrosis : Sendi dengan pergerakan sedikit/terbatas, seperti tl. simphisis pubis Diarthrosis ( Sendi Sinovial ) : Sendi dapat bergerak bebas. Sendi ini mengandung : Rongga artikular (ruang dengan membran sinovial, memproduksi cairan sinovial untuk melicinkan sendi) Ligamen Kartilago Sendi ini dapat melakukan gerakan : Protraksi (gerakan bagian tubuh ke arah depan/maju seperti pergerakan mandibula) Fleksi/ekstensi dll.

SISTEM MUSKULAR 40-50 % BB manusia. Pergerakan terjadi karena adanya kontraksi. Tipe-tipe otot : Otot jantung Otot polos Otot lurik atau rangka.

KARTILAGE Kartilage adalah jaringan konektif yang tebal yang dapat menahan tekanan. Kartilage umum terdapat pada tulang embrio Umumnya kartilage ini berubah secara bertahap menjadi tulang dengan proses ossifikasi tetapi beberapa kartilage tidak berubah setelah dewasa..

LIGAMEN DAN TENDON Ligamen dan tendon tersusun dari jaringan konektif fibrosa yang tebal, mengandung serabut kolagen dalam jumlah yang sangat besar. Tendon menghubungkan otot ke tulang. Tendon merupakan perpanjangan dari pembungkus otot yang berhubungan langsung dengan periosteum. Ligamen menghubungkan tulang dan sendi dan memberikan kestabilan pada saat pergerakan.

Pengertian Fraktur
A. DEFINISI Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan. (Mansjoer A,2000). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, fraktur diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Bila fraktur mengubah posisi tulang struktur yang ada disekitarnya (otot,tendon,saraf dan pembuluh darah juga mengalami kerusakan). Edera traumatik paling banyak menyebabkan fraktur. Fraktur patologis terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena demineralisasi berlebihan.(Carpenito,1999). Fraktur adalah terputusnya continuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. (Brunner, Suddarth,2002).

B. ETIOLOGI FRAKTUR 1. 2. 3. Trauma, seperti kecelakaan lalu lintas atau terjatuh Keadaan patologis, seringkali disebabkan oleh metastasis dari suatu tumor Degenerasi, terjadi oleh karena kemunduran fisiologis dari jaringan tulang itu

sendiri 4. Spontan, terjadi oleh karena tarikan otot yang sangat kuat

C. MACAM-MACAM FRAKTUR

1. Menurut jumlah garis fraktur : Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)

2. Menurut luas garis fraktur : Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)

3. Menurut bentuk fragmen : Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar : Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : a. Derajat I Luka kurang dari 1 cm Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan Kontaminasi minimal

b.

Derajat II Laserasi lebih dari 1 cm Kerusakan jaringan lunak tidak luas Fraktur kominutif sedang Kontaminasi sedang

c.

Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi stuktur kulit, otot dan neurovaskulerserta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas: lunak yang menutupi fragmen tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat keruakan jaringan lunak

Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

D. TANDA KLASIK FRAKTUR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nyeri Deformitas Krepitasi Bengkak Peningkatan temperatur lokal Pergerakan abnormal Ecchymosis Kehilangan fungsi Kemungkinan lain.

E. PATOFISIOLOGI

Fraktur Periosteum, pembuluh darah di kortek dan jaringan sekitarnya rusak Perdarahan Kerusakan jaringan di ujung tulang Terbentuk hematom di canal medula Jaringan mengalami nekrosis Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai : Vasodilatasi Pengeluaran plasma Infiltrasi sel darah putih

F. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG

a. Haematom : Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.

b. Proliferasi sel : Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur.

c. Pembentukan callus : Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus. Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus. Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.

d. Ossification Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang. Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.

e.

Consolidasi dan Remodelling Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.

F. KOMPLIKASI 1. Umum : Shock Kerusakan organ Kerusakan saraf Emboli lemak 2. D i n i : Cedera arteri Cedera kulit dan jaringan Cedera partement syndrom. 3. Lanjut : Stffnes (kaku sendi) Degenerasi sendi

Penyembuhan tulang terganggu : Mal union Non union Delayed union Cross union

G. TATA LAKSANA a. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik). b. Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union : Eksternal gips, traksi Internal nail dan plate

c. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.

Biologi Penyembuhan Tulang Akibat terjadinya keretakan atau patah tulang, tulang akan mengadakan adaptasi terhadap kondisi tersebut, diantaranya mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang. Faktor tersebut dapat diperbaiki terapi prosesnya agak lambat karena melibatkan pembentukan tulang baru. Ada lima stadium penyembuhan tulang (Brunner & suddarth : 2002-2266), yaitu: a. Inflamasi Terjadui perdarahan dalam jaringan yang cedrea dan terjadi pembentukan hematom pada tempat patah tulang . ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. b. Proliferasi Sel Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang patah.

c.

Pembentukan

Kallus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus dan tulang rawan. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar tulang tergabung dalam tulang rawan dan jaringan fibrus. d. Konsolidasi Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis patah tulang, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. e. Stadium Lima-Remodelling Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Reomodeling memerlukan waktu berbulanbulan sampai bertahun-tahun.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian
a. Pengumpulan Data Anamnesa Identitas Klien Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

b) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

c) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995)

d) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

e) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu

keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2)

Pemeriksaan Fisik

1. Gambaran Umum Perlu menyebutkan: a. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.

b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.

2. Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. Mata Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

3. Abdomen Inspeksi Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: (a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (b) Cape au lait spot (birth mark). (c) Fistulae.

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. (e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal). (f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) (g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi) (a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. (b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. (c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

3. Pemeriksaan Laboratorium Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

4. Pemeriksaan lain-lain Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

Diagnosa keperawatan
a. Nyeri b.d fraktur dan trauma jaringan lunak b. Gangguan mobilitas fisik b.d dengan fraktur dan trauma jaringan lunak c. Resiko tinggi/actual infeksi b.d luka terbuka dan terpapar terhadap mikroorganisme

d. Cemas berhubungan dengan injuri yang tak diduga dan kehilangan mobilitas e. Resiko tinggi/actual gangguan perfusi perifer b.d berkurangnya aliran darah akibat

adanya trauma jaringan/tulang f. Resiko tinggi/actual gangguan perfusi pulmonal b.d emboli lemak

3. a.

Perencanaan Nyeri b.d fraktur dan trauma jaringan lunak

Tujuan: klien akan bebas dari nyeri selama perawatan Kriteria: keluhan nyeri hilang atau berkurang, ekspresi wajah tenang, edema , ekimosis berkurang atau hilang. Intervensi: a. Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri (0-10) R/ Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindakannya b. Mempertahankan immobilisasi R/ Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka c. Berikan sokongan pada ektremitas yang luka. R/ Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri d. Menjelaskan seluruh prosedur di atas R/ Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan Kolaborasi: e. Pemberian obat-obatan analgesik R/ Mengurangi rasa nyeri

b.

Penurunan mobilitas fisik b.d dengan fraktur dan trauma jaringan lunak

Tujuan: klien meningkatkan mobilisasi fisik selama perawatan Kriteria: klien dapat menggerakkan bagian yang fraktur (Rom aktif maupun pasif), edema berkurang Intervensi: 1. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut. R/ Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional). 2. Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ). R/Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial 3. Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak. R/Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan 4. Membantu pasien dalam perawatan diri R/Bedrest, penggunaan analgetika dan perubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi 5. Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur. R/ Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh 6. Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mineral R/ Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 kg). Kolaborasi : 7. Konsul dengan bagian fisioterapi Bila sudah dipasang traksi

c. Resiko tinggi/actual infeksi b.d luka terbuka dan terpapar terhadap mikroorganisme Tujuan: klien akan bebas dari infeksi selama perawatan Kriteria : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa

Intervensi: 1. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa. R/ Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi. 2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka. R/ Meminimalkan terjadinya kontaminasi 3. Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik R/ Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang 4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka. R/ Merupakan indikasi adanya osteomilitis. Kolaborasi: 5. Pemeriksaan darah : leokosit R/ Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi 6. Pemberian obat-obatan : antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus) R/ Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan mencegah tetanus 7. Persiapan untuk operasi sesuai indikasi R/ Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi

d.

Cemas berhubungan dengan injuri yang tak diduga dan kehilangan mobilitas

Tujuan: klien akan menurunkan tingkat kecemasannya selama perawatan Kriteria: klien nampak tenang dan kooperatif terhadap semua tindakan yang diberikan Intervensi: 1. Kaji respon pasien terhadap injuri, pengobatan , kehilangan pergerakan, ketakutan, marah, histeris, menangis R/ reaksi pasien menunjukkan penerimaan pasien terhadap injuri 2. Jelaskan pada pasien tentang waktu pengobatan dan perawatan R/ membantu pasien mengurangi kecemasan dan me3mbuat pasien lebih mengerti tentang keadaannya 3. Menjelaskan tentang kelainan yang muncul prognosa, dan harapan yang akan datang. R/ Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.

4. Memberikan dukungan cara-cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagian fisioterapi. R/ Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses penyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebabkan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat 5. Memilah-milah aktifitas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu. R/ Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga) 6. Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care) R/ Membantu mengfasilitaskan perawatan mandiri memberi support untuk mandiri. 7. Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan. R/ Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.

e. Resiko tinggi/actual gangguan perfusi pulmonal b.d emboli lemak Tujuan : klien akan mempertahankan perfusi pulmonal yang normal selama perawatan Kriteria : nadi 80 kali permenit teratur, respirasi 16-20 kali permenit teratur, tekanan darah dalam batas normal, bunyi nafas normal, kesadaran baik Intervensi:

1. Kaji tanda-tanda emboli lemak: nyeri dada, petekie ras didada, leher dan konjungtiva, nadi cepat, pernafasan cepat, perubahan sensori dan disorientasi R/ emboli lemak dapat terjadi dalam 48-72 jam post fraktur, dan dapat menyebabkan komplikasi kematian. 2. Monior tanda vital setiap 15 menit R/ tekanan darah menurun, tacipnea,dispnea, suhu tubuh lebih dari 38,3 derajat celcius merupakan tanda-tanda emboli sindrom 3. Dengarkan bunyi nafas disemua lobus R/ bunyi nafas mungkin menurun kolaborasi: 4. Kolaborasi pemberian oksigen terapi R/ oksigen mungkin dapa meningkatkan respiratory kompeten dan menurunkan tacipnea atau dispnea

f. Resiko tinggi/actual gangguan perfusi perifer b.d berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan/tulang Tujuan: Klien akan mempertahankan perfusi perifer yang normal selama perawatan Kriteria: Daerah perifer tidak pucat, Pengisian kapiler daerah yang daerah perifer hangat Intervensi: 1. Kaji tanda-tanda penurunan perfusi perifer R/ trauma menyebabkan edema jaringan dan kehilangan darah yang menyebabkan menurunnya perfusi jaringan. Ketidakadekuatan sirkulasi dan edema merusak saraf perifer, mengakibatkan penurunan sensasi, gerakan dan sirkulasi. 2. Kolaborasi terapi tindakan reposisi sesegera mungkin R/ mencegah komplikasi lebih lanjut trauma < 3 detik,

DAFTAR PUSTAKA

Brunner,Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC.Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta,

EGC.

Ignatavicius, Donna D.1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company.

Keliat, Budi Anna.1994.Proses Perawatan.EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. 1996.Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta.

Mourad.1997.Ortopedic Disorders. Mosbys Clinical Nursing Series. Toronto Price,Wilson.1995. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta

Reksoprodjo, Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta http://felyyana.blogspot.com/2009/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-tn-t.html

Você também pode gostar