Você está na página 1de 10

HIPERNATREMI

Hipernatremi adalah gangguan elektrolit yang biasa terjadi dan didefinisikan sebagai peningkatan konsentrasi serum sodium sampai lebih dari 145 mmol/L. Hipernatremi disebut sebagai kondisi hiperosmolar disebabkan oleh penurunan TBW relatif terhadap konten elektrolit. Hipernatremi adalah water-problem, bukan gangguan dari homeostasis sodium. Hiperosmolaritas dalam jangka waktu lama karena kehilangan air dapat menyebabkan penyusutan sel neuron yang berakhir pada kerusakan otak. Kehilangan volume air plasma juga dapat menyebabkan gangguan sirkulasi (takikardi, hipotensi). Diagnosis Diagnosis ditegakkan bila natrium palsma meningkat secara akut dengan nilai di atas 155 mEq/L. Dan berakibat fatal bila diatas 185 mEq/L Berdasarkan klinis dapat kita temui letargi, lemas, twitching, kejang dan akhirnya koma. Untuk menentukan etiologi, selain pengukuran natrium serum, perlu dilakukan pengukuran natrium urin dan dilakukan penilaian untuk osmolalitas urin. Etiologi Untuk tujuan klinik, hipernatremi diklasifikasikan berdasarkan dasar kehilangan air atau penambahan elektroli dan hubungannya dengan perubahan volume cairan ekstraseluler: a. Defisit cairan hipotonik (kehilangan air/water loss) Pasien yang kehilangan cairan hipotonik kekurangan air dan elektrolit (sodium dan potassium dalam tubuh rendah) dan menurunnya volume ECF. Renal hypotonic fluid loss. Hasil dari semua hal yang dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin. Pada gangguan mekanisme rasa haus, kondisi ini merupakan penyebab umum hipernatremia, biasa ditemani oleh poliuria. Penyebab poliuria dengan hipernatremia biasanya adalah diabetes insipidus dan osmotic dieresis. Non renal hypotonic fluid loss. Kehilangan air lewat traktus respiratori dan kulit rata-rata 0,5 L/hari. Keluarnya keringat yang banyak pada lingkungan yang panas/saat berolahraga atau pasien dengan hiperventilasi akan

meningkatkan jumlah air yang dikeluarkan. Bila keadaan ini dikombinasikan dengan gangguan mekanisme rasa haus, hipernatremia dapat muncul karena air yang hilang tidak seimbang dengan asupan air. b. Penambahan sodium hipertonik Pasien dengan keadaan ini mempunyai total body sodium yang tinggi dan volume ECF yang overload. Pada fungsi ginjal dan rasa haus yang normal, kondisi ini jarang terjadi. Patofisiologi Hipernatremia terjadi saat ada kehilangan air atau terlalu sedikit air dalam hubungannya dengan sodium dan potassium dalam tubuh. Osmolaritas plasma (Posm) normalnya berkisar antara 275-290 mOsm/kg dan utamanya ditentukan oleh konsentrasi garam sodium. Regulasi Posm dan konsentrasi plasma sodium dimediasi oleh perubahan asupan dan ekskresi air. Hal ini terjadi (AVP) b. Rasa haus Pada individu normal, rasa haus distimulasi oleh peningkatan osmolalitas cairan tubuh diatas ambang tertentu. Hasilnya adalah asupan air yang meningkat untuk secara cepat mengkoreksi keadaan hipernatremi. Mekanisme ini sangat efektif bahkan pada keadaan patologis dimana pasien tidak mampu mengentalkan urinnya (diabetes insipidus) dan mengeluarkan urin yang sangat banyak (10-15 L per hari), hipernatremi tidak akan muncul karena rasa haus distimulasi dan osmolalitas cairan tubuh dipertahankan. Oleh karena itu, hipernatremi dapat muncul pada saat hanya terjadi gangguan mekanisme rasa haus dan asupan air tidak meningkat untuk merespon hiperosmolaritas atau saat asupan air dibatasi. Komplikasi a. Gagal ginjal b. Gagal jantung Penatalaksanaan Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan etiologi hipernatremia. Sebagian besar penyebab hipernatremia adalah defisit cairan tanpa elektrolit. Penatalaksanaan dengan 2 mekanisme: a. Konsentrasi urin (melalui sekresi pituitary dan efek renal terhadap ADH arginine vasopressin

hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian cairan isotonik sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik. Hipernatremi dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis. Kemudian diberikan Dekstrosa 5% untuk mengganti defisit air. Untuk menghitung perubahan kadar Na serum, dapat ditentukan dengan mengetahui kadar Na infus yang digunakan, dengan menggunakan rumus yang sama pada koreksi hiponatremia. Perbedaannya hanya terletak pada cairan infus yang digunakan. Dengan begitu, kita dapat melakukan estimasi jumlah cairan yang akan digunakan dalam menurunkan kadar Na plasma. Hipernatremia diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus terutama kasus ringan, cairan diberikan secara intravena (melalui infus). Untuk membantu mengetahui apakah pembelian cairan telah mencukupi, dilakukan pemeriksaan darah setiap beberapa jam. Konsentrasi natrium darah diturunkan secara perlahan, karena perbaikan yang terlalu cepat bisa menyebabkan kerusakan kerusakan otak yang menetap. Pemeriksaan darah atau air kemih tambahan dilakukan untuk mengetahui penyebab tingginya konsentrasi natrium. Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa diobati secara lebih spesifik. Misalnya untuk diabetes insipidus diberikan hormon antidiuretik (vasopresin).

HIPOKALEMI
Hipokalemia (K+ serum < 3,5 mEq/L) merupakan salah satu kelainan elektrolit yang ditemukan pada pasien rawat inap. Di Amerika, 20% dari pasien rawat-inap didapati mengalami hipokalemia1, namun hipokalemia yang bermakna klinik hanya terjadi pada 45% dari para pasien ini. Kekerapan pada pasien rawat-jalan yang mendapat diuretik sebesar 40%2. Walaupun kadar kalium dalam serum hanya sebesar 2% dari kalium total tubuh dan pada banyak kasus tidak mencerminkan status kalium tubuh; hipokalemia perlu dipahami karena semua intervensi medis untuk mengatasi hipokalemia berpatokan pada kadar kalium serum. Etiologi Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. Ginjal juga mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu. Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi terlahir dengan penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan kalium terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia.

Gejala Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali. Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung. Patofisiologi Perpindahan Trans-selular Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktorfaktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1. Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K serum sebesar 0,20,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam. Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetes. Deplesi Kalium Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium

tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 710 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit. Kehilangan K+ Melalui Ginjal Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemia Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF. Ini membuat semakin bertambah bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko stroke. Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik, namun tidak sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi risiko stroke. Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial. Sering terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau diuretik hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung bendungan

yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak cukup untuk memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium. Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada hipokalemia pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk. mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak mendadak di dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK. Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien iskemia jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya, seharusnya internist lebih "care" terhadap berbagai konsekuensi hipokalemia. Asupan kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4 mmol/L. Jadi, tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L. Tatalaksana Hipokalemia Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum. Jumlah Kalium Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan pasien. Namun, 40100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat. Pada hipokalemia ringan (kalium 33,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,51 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa. Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40

mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat. Koreksi Hipokalemia Perioperatif

KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa disertai defisiensi Cl-. Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai. Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada gejala klinik. Penggantian 4060 mmol K+ menghasilkan kenaikan 11,5 mmol/L dalam K+ serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk memastikan bahwa defisit terkoreksi.

Kalium iv

KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia berat. Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,21,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.

Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+. Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.

Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.

Kesimpulan Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang cukup sering dijumpai dalam praktik klinik, dan bisa mengenai pasien dewasa dan anak. Berbagai faktor penyebab perlu diidentifikasi sebagai awal dari manajemen. Pemberian kalium bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti oleh para klinisi, seandainya diketahui kecepatan pemberian yang aman untuk setiap derajat hipokalemia. Pemberian kalium perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien penyakit jantung, hipertensi, stroke, atau pada keadaan-keadaan yang cenderung menyebabkan deplesi kalium.

Você também pode gostar