Você está na página 1de 15

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI

Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural. Dalam bentuk akut yang hebat,baik darahmaupun cairan serebrospinal memasuki ruang tersebut sebagai akibat dari laserasi otak atau robeknya arakhnoidea sehingga menambah penekanan subdural pada jejas langsung di otak. Dalam bentuk kronik, hanya darah yang efusi ke ruang subdural akibat pecahnya vena-vena penghubung, umumnya disebabkan oleh cedera kepala tertutup. Efusi itu merupakan proses bertahap yang menyebabkan beberapa minggu setelah cedera, sakit kepala dan tanda-tanda fokal progresif yang menunjukkan lokasi gumpalan darah.

Gambar 1. Hematoma Subdural

II. ETIOLOGI Keadaan ini timbul setelah cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Perdarahan sub dural dapat terjadi pada:

Trauma kapitis Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.

Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak - anak.

Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan subdura. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intrakranial.

Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati.

III. PATOFISIOLOGI

Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Karena otak yang bermandikan cairan cerebrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di mana mereka menembus duramater Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejalagejala akut menyerupai hematoma epidural.

Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat

Gambar 2. Lapisan Meningens

Perdarahan sub dural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Vena jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil sehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum gejala klinis muncul. Pada perdarahan subdural yang kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural kronik. Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh efluks dari cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relatif perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang cukup tinggi. Meskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan melampaui mekanisme kompensasi tersebut.Komplains intrakranial mulai berkurang yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra kranial yang cukup besar. Akibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin. Herniasi tonsilar

melalui foramen magnum dapat terjadi jika seluruh batang otak terdorong ke bawah melalui incisura tentorial oleh meningkatnya tekanan supra tentorial. Juga pada hematoma subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya. Perdarahan Subdural dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan saat timbulnya gejala- gejala klinis yaitu: 1. Perdarahan akut Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma. Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya, didapatkan lesi hiperdens. 2. Perdarahan sub akut Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens.Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin. 3. Perdarahan kronik Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma , pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang

tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran scanning tomografinya didapatkan lesi hipodens.

IV. GEJALA KLINIS 1.Hematoma Subdural Akut Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah. 2. Hematoma Subdural Subakut Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural. Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.

3.Hematoma Subdural Kronik Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: sakit kepala yang menetap rasa mengantuk yang hilang-timbul linglung perubahan ingatan kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

V.

PENATALAKSANAAN Meskipun SDH secara signifikan membutuhkan terapi pembedahan, maneuver

medis sewaktu dapat digunakan preoperative untuk menurunkan tekanan intracranial yang meningkat. Pengukuran ini merupakan pintu untuk setiap lesi massa akut dan telah distandardisasi oleh komunitas bedah saraf.

Sebagaimana dengan pasien trauma lain, resusitasi dimulai dengan ABCs (airway, breathing, circulation).
o

Semua pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi untuk perlindungan jalan nafas.

Setelah menstabilkan fungsi jalan nafas, lakukan pemeriksaan neurologis. Respirasi yang adekuat sebaiknya dilakukan dan dijaga untuk menghindari hipoksia. Hiperventilasi dapat digunakan jika sindrom herniasi tampak.

Tekanan darah pasien harus dijaga pada kadar normal atau tinggi dengan menggunakan salin isotonic, penekan, atau keduanya. Hipoksia dan hipotensi, dimana penting pada pasien dengan trauma kepala, merupakan predictor yang independen untuk hasil yang buruk.

Sedatif kerja singkat dan paralitik digunakan hanya ketika diperlukan untuk memfasilitasi ventilasi adekuat atau ketika peningkatan tekanan intracranial dicurigai. Jika pasien menampakkan tanda sindrom herniasi, berikan manitol 1gr/kg dengan cepat melalui intravena

Pasien juga sebaiknya dihiperventilasikan ringan (pCO2 ~30-35 mm Hg). Pemberian antikonvulsan untuk mencegah kejang yang disebabkan iskemia dan selanjutnya jaga tekanan intracranial.

Jangan memberikan steroid, sebagaimana mereka telah ditemukan tidak efektif pada pasien dengan trauma kepala.

Perawatan Pembedahan Dari segi bedah saraf sangat penting adalah komplikasi intrakranial, lesi massa, khususnya hematoma intracranial. Yang terpenting dalam hal gawat darurat adalah hematoma subdural akut (yang terjadi dalam waktu 72 jam sesudah trauma). Hematoma subdural, khususnya yang berkomplikasi, gejalanya tak dapat dipisahkan dari kerusakan jaringan otak yang menyertainya; yang berupa gangguan kesadaran yang berkelanjutan sejak trauma (tanpa lusid interval) yang sering bersamaan dengan gejala-gejala lesi massa, yaitu hemiparesis, deserebrasi satu sisi, atau pelebaran pupil. Dalam hal hematoma subdural yang simple dapat terjadi lusid interval

bahkan

dapat

tanpa

gangguan

kesadaran.

Sering

terdapat

lesi

multiple. Maka, tindakan CT Scan adalah ideal, karena juga menetapkan apakah lesi multiple atau single. Angiografi karotis cukup bila hanya hematoma subdural yang didapatkan. Bila kedua hal tersebut tak mungkin dikerjakan, sedang gejala dan perjalanan penyakit mengarah pada timbulnya lesi massa intrakranial, maka dipilih tindakan pembedahan. Tindakan eksploratif burrhole dilanjutkan tindakan kraniotomi, pembukaan dura, evakuasi hematoma dengan irigasi memakai cairan garam fisiologis. Sering tampak jaringan otak edematous. Disini dura dibiarkan terbuka, namun tetap diperlukan penutupan ruang likuor hingga kedap air. Ini dijalankan dengan bantuan periost. Perawatan pascabedah ditujukan pada faktor-faktor sistemik yang memungkinkan lesi otak sekunder.

VI. PROGNOSIS Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang baik, karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.

BAB 2 ILUSTRASI KASUS Identitas Pasien NAMA


UMUR JENIS KELAMIN ALAMAT AGAMA PEKERJAAN STATUS SUKU BANGSA TANGGAL MASUK

: Tn.S
: 58 tahun : Laki-laki : Komp. Taruko 1 c/14 Padang : Islam : Petani : Menikah : Minangkabau : 22 Agustus 2012pkl.11.00 WIB

DIRAWAT YANG KE : I (Pertama)

ANAMNESA/ALLO

Seorang pasien laki-laki umur 58 tahun masuk bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 22 Agustus 2012 dengan: Keluhan Utama : Sakit kepala terus menerus sejak 1 bulan yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang:
Sakit kepala terus menerus sejak 1 bulan yang lalu, keluhan disertai rasa mual, 1 bulan yang lalu os pernah terjatuh dari motor dengan kepala terbentur tanah. Saat terjatuh os masih dalam keadaan sadar, muntah tidak ada, 1 hari setelah terjatuh os masih beraktivitas seperti biasanya dan os tidak merasakan sakit di kepalanya. Sakit kepala dirasakan terus menerus oleh pasien, serangan sakitnya timbul tibatiba baik os sedang beraktivitas maupun pada saat os sedang beristirahat, os, merasa bagian kepala yang lebih sering terasa sakit adalahkepala sebelah kanan, sakit kepala dirasakan seperti berdenyut dan setiap kali sakit kepalanya timbul lamanya serangan sekitar 10-15 menit dan mata terasa gelap,dan disertai perasaan mual, sakit kepala berkurang jika os istirahat. Terkadang os merasa kaku di otot kepala dan leher, Namun os tidak merasakan sakit kepala seperti berputar-putar.

Penurunan kesadaran (-), muntah (-), kejang (-) Kelemahan pada anggota gerak (-), rasa baal (-), gangguan penglihatan (-), gangguan menelan (-) BAK dan BAB biasa

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi Riwayat sakit jantung, diabetes melitus dan strok sebelumnya tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit stroke, kencing manis, sakit jantung, darah tinggi, dan sakit ginjal.

Riwayat Pribadi dan Sosial : Pasien seorang petani dengan aktifitas sehari-hari cukup Tidak merokok dan tidak minum kopi

PEMERIKSAAN FISIK I. Umum Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis :GCS E4M6V5=15 Kooperatif Keadaan Gizi Tinggi Badan Berat Badan Rambut : kooperatif :sedang :170 cm :72 kg : Tidak mudah dicabut Kulit Mata THT Leher : Tidak ada kelainan : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik : Tidak ada kelainan : JVP : 5-2 cmH2O Bising karotis (-) Tek.Darah Suhu :36,80C Turgor Kulit :Baik :120/70 Nadi Irama Pernafasan : 88x/mt : Teratur :20x/mt

Kulit dan Kuku:Tidak ada kelainan

10

Kelenjer Getah Bening #Leher #Aksila : Tidak membesar : Tidak membesar

#Inguinal : Tidak membesar

Torak #Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi :Simetris kiri = kanan :Fremitus sukar dinilai :Sonor :bronkoesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

#Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi #Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi #Korpus Vertebra Inspeksi Palpasi II. Status Neurologis 1. Tanda Rangsangan Selaput Otak Kaku kuduk :Brudzinski I ::deformitas (-) :Nyeri tekan (-) :Tidak tampak membuncit :Hepar/Lien tidak teraba :Timpani :BU (+) normal :Ictus cordis tidak terlihat :Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V :Batas jantung dalam batas normal :Bunyi jantung I-II teratur, bising jantung (-).

Brudzinski II : -

Tanda Kernig : -

2. Tanda Peningkatan Intrakranial Pupil :isokor,diameter 3mm/3mmm, Reflek cahaya +/+

11

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis N. I (Olfaktorius) :Dalam batas normal : Dalam batas normal N. II (Optikus)

N. III (Okulomotorius), N. IV (Trochlearis), N. VI (Abdusen): pupil isoskor 3mm/3mm, gerakan bola mata bebas ke segala arah reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+.

N. V (Trigeminus) : Bisa membuka mulut, megunyah, dan menggigit. N. VII (Fasialis) : Raut wajah simetris, plika nasolabialis normal, kerutan dahi simetris, menutup mata (+) N. VIII (Vestibularis) (-), koordinasi baik. N. IX (Glossopharyngeus), N. X (Vagus): refleks muntah (+), arkus faringsimetris, uvula ditengah N. XI (Asesorius) : Bisa menoleh ke kiri dan ke kanan, : fungsi pendengaran baik, nistagmus

bisa mengangkat bahu kiri dan kanan. N. XII (Hipoglosus) : deviasi lidah tidak ada

4. Pemeriksaan Koordinasi Tidak ada kelainan

5. Pemeriksaan Fungsi Motorik Anggota gerak aktif, 555 555, eutrofi, eutonus. 555 555

6. Pemeriksaan Sensibilitas Eksteroseptif dan proprioseptif dalam batas normal

7. Sistem Refleks Refleks fisiologis Biseps Triseps Kanan ++ ++ Kiri ++ ++

12

KPR APR Dinding perut

++ ++ ++

++ ++ ++

Refleks patologis Babinsky Chaddok 8. Fungsi Otonom

Kanan -

Kiri -

Miksi, defekasi, dan sekresi keringat baik 9. Fungsi Luhur Fungsi bahasa, orientasi, memori dan emosi baik. Pemeriksaan Laboratorium Darah #Rutin : :Hb : 12,9 Leukosit : 8.800/ Ht : 40 % Trombosit: 203.000/mm3 Rencana Pemeriksaan Tambahan: Foto Rontgen kepala CT scan kepala

DIAGNOSIS - Klinis = Cephalgia post trauma - Topis = subdural frontotemporoparietal - Etiologi= subdural hematom kronik

DIAGNOSIS BANDING

- Tumor otak
PENATALAKSANAAN

# Umum : - IVFD RL 12 jam /kolf - Elevasi kepala 300

13

#Khusus

- Antibiotik : ceftrixone 1gr/12jam (ST) - Manitol IV dalam larutan 20% dengan dosis 1-1,5 g/kg - Ibuprofen 3x1 tab - Ranitidin ampl/8 jam

PROGNOSA o Quo ad Vitam o Quo ad Fungtionam o Quo ad Sanationam : ad bonam : ad bonam : ad bonam

14

DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. 2005. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 2. Indonesian Neurological Association. Advanced Neurology Life Support. 2005.

15

Você também pode gostar