Você está na página 1de 37

BAB I PENDAHULUAN I.

1 LATAR BELAKANG Pada saat menuliskan laporan ini penulis sedang memperhatikan beritaberita seputar usulan pembubaran Front Pembela Islam (FPI) ataupun premanisme yang ada di tengah-tengah masyarakat. Penulis berupaya untuk memahami apa yang terjadi sebelum akhirnya setuju dengan yang dinyatakan oleh media. Dalam pada itu, penulis melihat bahwa ternyata keberadaan FPI dan preman-preman yang terbentuk itu merupakan akibat dari lemahnya sistem keamanan yang ada di Indonesia, yang seharusnya menjadi tanggung jawab TNI dan POLRI sebagai alat negara dalam pertahanan dan keamanan. Penulis mencoba melihat kenyataan sosial ini sebagai pembanding keberadaan gereja di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Indonesia. Ada kenyataan sosial dimana -mungkin saja- warga jemaat tidak merasa nyaman dengan keberadaan Gereja khususnya GPIB sehingga mencari perlindungan lain yang memberikan kepuasan secara rohani. Kenyataan inilah yang kemudian membuat penulis menyadari bahwa dalam tugas dan tanggung jawab pelayanan, seharusnya gereja menjadi wadah di mana setiap anggota jemaat belajar dan bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus. Selain itu, dalam semangat menjalankan misi Allah di tengah-tengah dunia ini Gereja seharusnya menghadirkan Kerajaan Allah di dunia dan dirasakan oleh seluruh umat manusia dan ciptaan lainnya. Gereja hadir sebagai tubuh Kristus dan Kristus adalah kepalaNya sehingga satu-satunya misi yang harus dilaksanakan oleh gereja adalah misis Kristus. Perkembangan yang terjadi setelah kehadiran Yesus Kristus dan para rasulnya yang membentuk gereja, kehadiran gereja kemudian tampak dalam lembaga-lembaga gereja di berbagai tempat, negara, bangsa dan suku dalam masyarakat. Penampakan gereja itu juga nyata dalam lembaga Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (selanjutnya disingkat : GPIB). Untuk menumbuhkan dan mengembangkan persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengah masyarakat, GPIB menata kehidupannya dengan bersumber dari Firman Allah. Penataan itu dilakukan dengan memberdayakan warga gereja berdasarkan Imamat Am dalam ketaatan kepada Yesus Kristus yang menghendaki segala sesuatu rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagian dan perangkat, baik warga, wilayah, kepemimpinan dan tata aturan dengan sistem Presbiterial Sinodal.1 Sistem Presbiterial-Sinodal yang digunakan GPIB memiliki beberapa hal yang menonjol, salah satunya adalah para presbiter mendapat peranan penting. Presbiter itu sendiri terdiri atas Diaken, Penatua dan Pendeta yang melakukan tugas pelayanan berdasarkan panggilan batin dan lahir. Untuk Diaken dan Penatua, panggilan lahir dilaksanakan oleh Gereja (GPIB) melalui Pemilihan Diaken dan Penatua. Bagi Pendeta, harus melalui pendidikan teologi dan vikariat. Penulis sedang berada dalam pembentukan diri di tengah-tengah masa vikariat untuk menjadi salah satu unsur Presbiter yaitu Pendeta, Pelayan Firman dan Sakramen di GPIB. Proses ini yang membuat vikaris banyak belajar dan melihat bahwa Presbiter adalah teladan yang akan membina umat untuk mandiri menjalankan Misi Kristus yaitu menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia. Proses ini juga melatarbelakangi penulisan laporan ini. Selama kurang lebih satu tahun (1 April 2011 hingga Maret 2012) penulis menjalani pelayanan di GPIB Jemaat Immanuel Malang, pembelajaran yang terjadi akan coba dipaparkan dalam bab-bab laporan ini. Secara keseluruhan
1

Majelis Sinode GPIB, Tata Gereja GPIB buku III : Tata Dasar, Pembukaan,17. 1

laporan ini memuat hasil pengamatan dan pengalaman hidup bersama jemaat. Oleh karenanya, tulisan ini bukan hanya memaparkan permasalahan di tengah masyarakat melainkan dalam keutuhan menjadi pembelajaran penting bagi penulis dalam pengamatan dan keterlibatan pelayanan dan persoalanpersoalannya di tengah-tengah jemaat. Permasalahan dan persoalan di tengah-tengah kehidupan bergereja, tidak dilihat sebagai aspek yang memperkeruh suasana saja, melainkan juga sebagai kesempatan untuk terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan tema tahunan GPIB pada masa vikariat tahun kedua ini yaitu : Manusia Baru yang Terus Menerus Dibaharui. Penulis mempersempit isi laporan ini dengan hanya melihat tugas panggilan dan pengutusan Presbiter GPIB sebagai pembina untuk mewujudkan jemaat misioner dan peran serta jemaat dalam pencapaian tujuan menjadi pelaksana misi Kristus. Dalam pada itu, data yang diperoleh berasal dari keterlibatan penulis dalam berbagai kegiatan pelayanan (pengamatan), wawancara dengan beberapa narasumber yang terkait dan studi pustaka dengan mengambil data dari buku-buku yang menunjang isi laporan. I.2 TUJUAN DAN HASIL YANG INGIN DICAPAI Salah satu syarat bagi calon pegawai pendeta yang diatur dalam Peraturan Nomor 10 tentang Kepegawaian GPIB , Perekrutan dan Hubungan Kerja Pasal 3 ayat 3 tentang Perekrutan Pegawai yaitu calon pegawai pendeta perlu membuat laporan perkembangan studi secara berkala dalam mengikuti masa vikariat selama 2 tahun.2 Oleh karena itu, laporan ini ditulis dengan tujuan bagi : 1. Penulis Sebagai tolak ukur untuk menilai kemampuan penulis sebagai vikaris dalam masa vikariat tahun II. Sebagai pertanggungjawaban penulis atas tugas pelayanan yang dilakukan penulis selama di GPIB Jemaat Immanuel Malang di bawah arahan mentor sesuai panduan Majelis Sinode. Sebagai bentuk pembelajaran, refleksi dan evaluasi diri penulis dalam pengalaman masa vikariat tahun II di tempat yang berbeda dari masa vikariat tahun I sehingga harus lebih bertanggung jawab dalam pengenalan keadaan dan situasi jemaat yang dilayani dan pemahaman misi yang perlu diemban oleh semua pelayanNya. 2. Majelis Sinode GPIB Sebagai tolak ukur untuk menilai kemampuan penulis selama menjalani masa vikariat. Untuk melihat situasi dan kondisi jemaat tempat penulis menjalani masa vikariat tahun II serta melihat permasalahan yang sementara dihadapi jemaat. 3. GPIB Jemaat Immanuel Malang Sebagai bahan untuk melihat perkembangan pelayanan di tengahtengah jemaat dalam rangka kemajuan jemaat. Menjadi pertimbangan untuk pengenalan dan perkembangan pelayanan di dalam jemaat yang berdampak baik bagi masyarakat di sekitar sehingga upaya menghadirkan Kerajaan Allah dapat terjadi dengan lebih maksimal. Dengan beberapa tujuan yang dipaparkan di atas, penulis berharap laporan ini berguna bagi perkembangan pelayanan di masa yang akan datang.

Ibid., 171. 2

BAB II GAMBARAN UMUM GPIB JEMAAT IMMANUEL MALANG II.1 SEJARAH PERKEMBANGAN3 II. 1. 1 Sejarah Pra Pelembagaan GPIB Immanuel Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Immanuel Malang adalah bagian dari Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat. GPIB Immanuel Malang adalah nama jemaat yang ditetapkan berdasarkan data historis yang semula bernama Protestanche Gemente te Malang, yang diresmikan pada tanggal 30 Juli 1861. Gereja ini mulanya digunakan sebagai tempat ibadah orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Oleh karena itu, keberadaan gedung gereja yang sudah lebih dari 150 tahun ini mulanya digunakan sebagai pelayanan oleh orang-orang Belanda, Pendeta Belanda dan juga guru-guru Agama yang berasal dari Belanda. Pada permulaan abad ke-16 Injil Tuhan dibawa masuk ke Indonesia oleh misi Portugis. Pekerjaan tersebut dilanjutkan pada permulaan abad ke-19, oleh suatu perhimpunan Pengutusan Inji yang bernama Nederlands Zendeling Genootschap (N.Z.G) Perhimpunan-perhimpunan Pengutusan Injil Belanda, Jerman, Swiss dan Amerika mengambil bagian dalam memberitakan Injil di Indonesia. Demikian berdirilah Gereja Tuhan yang disebutkan Gereja Protestan di Indonesia. Di mana-mana tempat, baik di kota-kota besar maupun di kampung-kampung dan desa-desa terbentuklah jemaat-jemaat Protestan. Dengan terbentuknya jemaat protestan, maka didirikanlah gedung-gedung gereja sebagai tempat jemaat beribadah. Gedung gereja Protestan juga didirikan di Malang pada tahun 1861 di Alun-alun Kulon 9 (kini Jl. Merdeka Barat No.9) dan kini bernama GPIB IMMANUEL Malang. Pendeta dan pejabat gereja semuanya orang Belanda. Bahasa dalam ibadah juga bahasa Belanda. Pendeta pertama ialah J.F.G Brumund yang meninggal di Malang tahun 1863. Seiring dengan banyaknya orang-orang bumi putera yang menjadi tentara Belanda (KNIL) beserta keluarganya maka didirikanlah Gedung Gereja setengah gedek di Klojen Lorong No. 10 Malang. Gereja ini dikhususkan bagi golongan bumi putera. Pendeta dan pejabat gereja/majelis dijabat oleh orang-orang Belanda. Pada tanggal 25 Oktober 1936, A.E. Pattipeilohy terpilih sebagai syamas (diaken). Waktu itu ada 2 Majelis gereja4 yaitu Majelis Gereja Belanda dan Majelis Gereja Melayu. Akan tetapi, karena Majelis Gereja Melayu belum diakui oleh pejabat gereja pemerintah (Kerkbestuur) maka urusan keuangan tetap dipegang oleh Bendahara Majelis Gereja Belanda. Kemudian, pada tanggal 18 September 1838 Kerkbestuur baru mengakui Majelis Gereja Melayu. Keuangan diurus dan dipertanggungjawabkan oleh Gereja Melayu. Sementara itu Majelis Gereja Belanda mengusahakan mendirikan sebuah gedung permanen menggantikan gedung di Klojen Lorong No.10, dengan diberi nama: Christ, Inh. Militair Tehui, Huize Ora et Labora, dan ditahbiskan Kamis, 31 Oktober 1940. Ketika Perang Dunia II, gedung gereja ini berfungsi sebagai tempat Perkumpulan Kerohanian Kristen. Sementara itu, pada masa pendudukan Jepang, gedung gereja yang terletak di Jln. Merdeka Barat No. 9 dipakai sebagai
3 Catatan Sejarah ini tidak tertulis dalam arsip yang baku di GPIB Jemaat Immanuel Malang. Penulis merangkumnya berdasarkan data dari pidato Ketua Majelis Jemaat GPIB Immanuel Malang Ds. J. G. H Maramis dalam HUT gedung gereja ke 100 tahun 1961 dan tulisan dalam Majalah Arcus edisi perdana Oktober-Desember 2011. Selain itu, sebagian data diperoleh dari hasil percakapan dengan warga jemaat sepuh dan yang banyak mengetahui tentang sejarah GPIB Jemaat Immanuel Malang. 4 Majelis Gereja merupakan istilah yang berlaku saat itu.

gudang beras. Merupakan suatu penghinaan bagi nama Tuhan menurut mereka, pada masa pendudukan Jepang warga jemaat menjadi kocar-kacir, jemaat makin kecil jumlahnya. Tetapi setelah Indonesia merdeka, jemaat lama kelamaan pulih kembali. Pada waktu Belanda hendak pulang kembali ke negeri mereka, maka segala hak milik jemaat Belanda telah diserahkan kepada GPIB Jemaat Malang termasuk Panti Asuhan Kristen (kini PAK Kampar). II. 1. 2 Sejarah Pelembagaan GPIB Immanuel hingga kini Setelah kemerdekaan tahun 1945 dan diserahkannya gereja Belanda ke GPIB tahun 1948, maka tahun 1950, gedung gereja setengah gedek di Klojen Lorong No.10 (kini Jln. Pattimura No.10) yang telah dibangun menjadi gedung permanen tahun 1940 kembali digunakan sebagai tempat ibadah dengan nama Gereja Ebed Jemaat GPIB Immanuel Malang yang masuk dalam wilayah Sektor Pelayanan 9 (sembilan). Pendeta yang bertugas dan sebagai Ketua Majelis Jemaat ialah Ds. Rumbayan. GPIB Jemaat Immanuel Malang ditetapkan sebagai gereja induk jemaat-jemaat di Karesidenan Malang, Besuki dan Kediri (Karesidenan ini sebagai wilayah administrasi pemerintahan. Pernah disebut Kantor Pembantu Gubernur wilayah. Sekarang tidak ada lagi). Seiring dengan perkembangannya GPIB Jemaat Immanuel Malang memiliki perkumpulan diantaranya Perkumpulan Kaum Ibu Kristen di Malang. Perkembangan lainnya ialah: pelajaran kerohanian dalam angkatan perang. Dengan ditempatkan seorang pendeta tentara, muncul pula organisasi-organisasi pemuda Kristen, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia dan lain sebagainya. Jemaat ini terus berkembang hingga gedung gereja diserahkan ke GPIB. Berdasarkan Staatsblad Indonesia tahun 1948 No.305 tanggal 3 Desember 1948 ditetapkan GPIB sebagai gereja berdiri sendiri dan sebagai badan hukum, pendeta dan pejabat gereja dijabat oleh orang-orang Indonesia dan anggota jemaatnya terdiri dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Hal ini juga dicatat dalam PPMJ GPIB Jemaat Immanuel Malang No. 1 tentang Jemaat Pasal 1 ayat 2 : Immanuel adalah nama Jemaat yang ditetapkan berdasarkan data historis yang semula bernama Protestanche Gemente te Malang menjadi Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat pada tanggai 3 Desember 1948 dan menjadi Jemaat ke 36 di jajaran Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat.5 Berdasarkan SK Dirjen Bimas Kristen Departemen Agama No.35 tahun 1988 tanggal 6 Februari 1988 ditetapkan, GPIB (termasuk Immanuel Malang) sebagai lembaga keagamaan Kristen Protestan yang bersifat gereja. GPIB Jemaat Immanuel Malang juga terdaftar di Kanwil Departemen Agama Provinsi Jawa Timur berdasarkan Surat Keteragan No.Kw.13.7/B.A.01.1/01318/2009 tanggal 15 Juni 2009. Perkembangan dan perluasan GPIB Jemaat Immanuel juga terjadi dalam bagian fisiknya. Gedung gereja mengalami renovasi di bagian tertentu yang tidak merubah struktur bangunan aslinya. Pada awalnya gedung gereja menjadi satu dengan Kantor Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Malang. Pada tahun 1991, diadakan renovasi dan tambahan bangunan untuk Kantor Majelis Jemaat di bagian belakang gedung gereja serta pengalihan fungsi Kantor Majelis Jemaat di lantai 2 menjadi Pastori. Sebelumnya, pastori GPIB Jemaat Immanuel juga ada di Jl. Gondosuli No.3, sejak tahun 1980. Menurut beberapa narasumber (pegawai kantor gereja, anggota Majelis jemaat dan warga jemaat sepuh), Pastori Gondosuli No.3 diperoleh dari penjualan rumah pastori sebelumnya yaitu di Jl. Sumbing. Saat ini rumah Pastori Gondosuli disewakan kepada warga jemaat
5 PPMJ GPIB Jemaat Immanuel Malang tahun 2011 ini sudah dibuat dan diserahkan ke Majelis Sinode sejak 16 November 2011 namun belum ada pengesahan dari Majelis Sinode hingga pembuatan laporan ini ditulis.

sementara pastori yang ada di area gedung gereja Immanuel mengalami renovasi. Rencana renovasi ditujukan untuk ruangan ibadah PA dan PT serta ada penambahan ruangan yang berfungsi untuk guest house dan gudang. Oleh karenanya, Pastori untuk tempat tinggal Pendeta sementara waktu bertempat di Jln. Taman Nusa Indah No.4 (kontrak). II.1.3. Pelayan dan Tenaga Bantu Belanda dalam masa pelayanannya sebelum menjadi GPIB II.1.3.1. Predikanten Te Malang (Pelayan/Pendeta di Malang) 1. Christiaan Hengeveld 1898-1903 2. John Lucas Roelof Idsirga 1903-1911 3. Evert Klaassen Dzn 1911-1921 4. Nicolaas Klaassen 1921-1922 5. Bernard Matthijs Van Tongerloo 1923-1926 6. Dirk Jacobus Leepel 1926-1928 7. Willem Gijs Bertus Vander Vliet 1928-1932 8. Paul August Tichelaar 1932-1935 9. Theodoor B. W. G. Gramberg 1935-1936 10.Paul August Tichelaar 1936-1937 11.Jean Hofker 1937-1939 12.Elisa Frans Wildervanck 1937-1941 13.Dik Bernardus Starrenburg 1940-1940 14.Jasper Luther Lamp 1940 15.Willem Sikken 1941 II.1.3.2. GodsDiens Tleerraren Te Malang (Guru Injil yang Melayani di Malang) 1. Adolf Muchlnickel 1891-1896 2. Roelof Akkerman 1896-1900 3. Pieter Van Den Bos 1900-1931 4. Johan Abraham SteGerhoek 1908-1909 5. Klaas Kuyper 1920-1921 6. Johannes Van Der Waal 1927-1928 7. Klaas Kuyper 1931-1932 II.1.3.3. Pendeta GPIB Jemaat Immanuel dan Masa Pelayanannya Para pelayan Tuhan yang di panggil dan di utus Tuhan untuk melayani di GPIB Jemaat Immanuel sebagai Ketua Majelis Jemaat adalah sebagai berikut: 1. Ds. Rumbayan 1950- (tidak diketahui) 2. Pdt. Rompas (tidak diketahui) 3. Ds. J G. H. Maramis 19 -1962 4. Pdt. W. W. Warrow 1962-1972 5. Pdt. H. Yonathan 1972-1974 6. Pdt. J. F. Turangan 1974-1981 7. Pdt. Tindeas, S. Th 1981-1982 8. Pdt. R. K. Daada 1982-1987 9. Pdt. Carolina Helena Mailoa, S. Th 1987-1988 10.Pdt. R. S. P Hutabarat, S.Th 1988-1994 11.Pdt. A. H. L. Lowing 1994-1997 12.Pdt. E. L. Cornelius, B. Th 1997-2000 13.Pdt. M. D. Jeremias, S. Th 2000-2003 14.Pdt. Frans J. J. Wantah, S.Th 2003-2006 15.Pdt. Nestor Mananohas, S.Th 2006-2011 16.Pdt. Emmawati. Y. Baule, M.Min 2011-kini
5

Tugas pelayanan Ketua Majelis Jemaat juga dibantu oleh Pendeta Jemaat, berikut adalah Pendeta Jemaat yang pernah ditugaskan Majelis Sinode untuk ditempatkan di GPIB Jemaat Immanuel Malang : 1. Pdt. S.G. Bulak, Sm.Th (1997-2000) Selain itu, Majelis Sinode juga memberikan SK Pendeta Pelkes dan ditempatkan di Pakisaji (wilayah Sektor Pelayanan 1) yaitu : 1. Pdt. Martha Belawati Tuhumena-Tarihoran S.Ag (2001-2006) GPIB Jemaat Immanuel Malang juga sering dipercayakan oleh Majelis Sinode untuk menjadi tempat pembelajaran bagi vikaris dalam proses perupaan pendeta. Berikut ini adalah daftar vikaris yang pernah menjalani masa vikariat di GPIB Jemaat Immanuel Malang : 1. Vikaris Agustina Laheba, S.Si.Teol, dari tahun 2000 dan diteguhkan di GPIB Jemaat Immanuel Malang pada tahun 2001 di gedung gereja yang saat ini menjadi GPIB Jemaat Getsemani. 2. Vikaris Eufrasia Hetty Amelia Raintung, S.Si.Teol, dari tahun 2001 dan diteguhkan di GPIB Jemaat Immanuel Malang pada tahun 2002 3. Vikaris Rika Yanuar, S.Si.Teol, mulai dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 vikaris tahun I. 4. Vikaris Vera Waturandang, S.Si.Teol, dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 vikaris tahun I. 5. Vikaris Feggy Beslar, S.Th, mulai tanggal 1 Maret 2010 sampai dengan 31 Maret 2011 vikariat tahun I. 6. Vikaris Troitje Patricia Aprilia Sapakoly, S.Si.Teol, mulai tanggal 1 April 2011 sampai dengan 31 Maret 2012. Pada awal pelembagaan, wilayah pelayanan GPIB Jemaat Immanuel meliputi hampir seluruh Malang. Setelah tahun 1984, terjadi pembagian wilayah dan pelembagaan GPIB Jemaat Sejahtera Malang sehingga wilayah pelayanan menjadi 15 sektor. Pada tahun 2002, terjadi lagi pemekaran wilayah pelayan dan pelembagaan GPIB Jemaat Getsemani Malang 2002 sehingga GPIB Jemaat Immanuel Malang terdiri dari 9 sektor pelayanan. GPIB Jemaat Immanuel Malang memiliki 3 gedung gereja yaitu di Jln. Medan Merdeka Barat No.9, Jln. Pattimura No.10 untuk wilayah sektor pelayanan 9 dan di Pakisaji untuk wilayah sektor pelayanan 1. II.2 KEADAAN GEOGRAFIS II.2.1 Letak Wilayah Pelayanan Wilayah pelayanan GPIB Jemaat Immanuel Malang meliputi sebagian dari Kota Malang dan sebagian dari Kabupaten Malang dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah UTARA : Berbatasan dengan GPIB Jemaat Getsemani Malang mulai dari Timur yaitu pertemuan kali Bangau dengan ujung timur kali kecil terus ke barat sampai Jalan Sunandar Priyosudarmo terus ke utara sampai ujung Jalan Ciliwung terus ke barat sampai Jalan Letjen Suparman, terus ke selatan sampai ujung Jalan Kedawung terus ke barat ke Jalan Kalpataru terus ke Jalan Cengkeh, terus ke Jalan Coklat, terus ke Jalan Pisang Kipas sampai S.Brantas mengikuti S.Brantas terus sampai ke perbatasan Kotatif Batu. Sebelah SELATAN : Mengikuti pantai laut selatan mulai pantai Sendangbiru menuju ke barat sampai di pantai wisata Ngliyep terus ke barat sampai perbatasan Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar. Sebelah TIMUR : Berbatasan dengan GPIB Jemaat Sejahtera Malang dimulai dari pertemuan kali kecil dengan S.Bangau ke selatan mengikuti S.Bangau sampai
6

jembatan Sawojajar ke barat mengikuti Jalan Moh. Wiyono sampai dengan kali kecil di depan POM bensin ke selatan mengikuti kali kecil sampai pertemuan dengan S. Brantas terus ke selatan sampai jembatan Kendalpayak ke kiri mengikuti jalan jurusan Bululawang sampai Turen ke selatan sampai pantai Sendangbiru. Sebelah BARAT : Berbatasan dengan GPIB Jemaat GPIB Air Kehidupan Kesamben Blitar dan GPIB Jemaat Margo Mulyo Batu dimulai dari pantai selatan ke utara mengikuti perbatasan Kabupaten Malang dengan Kabupaten Blitar terus ke gunung Kawi sampai perbatasan Kabupaten Malang dan Kabupaten Batu. Meskipun sudah ada batas-batas wilayah pelayanan, GPIB Jemaat Immanuel Malang juga memiliki anggota jemaat yang kediamannya terletak di luar wilayah pelayanan. Keputusan anggota jemaat untuk menjadi bagian dari GPIB Jemaat Immanuel Malang biasanya didasari oleh ikatan emosional dengan GPIB Jemaat Immanuel Malang misalnya, karena sudah lama menjadi anggota GPIB Jemaat Immanuel Malang. Keberadaan anggota jemaat yang di luar wilayah ini tidaklah menghambat pelayanan yang berjalan sekarang ini dalam pengertian kegiatan pelayanan rutin. II.2.2 Transet Wilayah (Topografi) GPIB Jemaat Immanuel Malang berada di sisi barat alun-alun kota Malang, berada satu deret dengan Masjid Jami atau Masjid Besar Malang. Bangunan lain yang bersebelahan adalah Kantor Asuransi Jiwasraya. Semua bangunan ini berada di Jalan Merdeka Barat, Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen. Menurut beberapa catatan sejarah, Gereja Immanuel pertama kali didirikan pada 1861. Pada 1912, gereja Protestan ini pernah dibongkar, namun untuk dibangun kembali dengan bentuk yang sama, seperti yang tampak sekarang. Letak gereja di depan alun-alun ini memudahkan jangkauan jemaat. Kantor Majelis Jemaat yang ada di halaman belakang gereja tercatat berada di Jln. A.R. Hakim No.1 sehingga alamat yang sering digunakan adalah Jln. A. R. Hakim No. 1. II.2.3 Peta Wilayah Pelayanan Jemaat Peta wilayah ini dibuat berdasarkan kesepakatan dengan GPIB Jemaat Sejahtera dan Getsemani. Oleh karenanya diberi judul peta pelayanan GPIB di kota Malang. Seperti yang sudah dijelaskan di sub bab sebelumnya, terlihat bahwa wilayah pelayanan GPIB Jemaat Immanuel Malang cukup luas dan ada beberapa anggota jemaat yang tinggal di luar wilayah pelayanan.

II.3 KEADAAN DEMOGRAFIS Anggota jemaat yang terdaftar di GPIB Jemaat Immanuel Malang memiliki banyak keragaman. Ada beberapa kategori yang akan dijelaskan dalam bagian ini. Dari penjelasan-penjelasn ini, kita bisa melihat berbagai proses perkembangan yang terjadi di tengah-tengah GPIB Jemaat Immanuel Malang. II.3.1 Data Jumlah Anggota Jemaat Jumlah anggota jemaat GPIB Jemaat Immanuel Malang setiap tahun mengalami perubahan. Namun demikian, penulis kesulitan memperoleh data terbaru karena data base jemaat mengalami kerusakan. Data yang ditampilkan dalam bagian ini merupakan data terbaru yang diambil dari Kantor Majelis Jemaat dan dihitung secara manual. Jumlah anggota jemaat GPIB Jemaat Immanuel Malang kurang lebih 329 KK ( dari 9 sektor pelayanan dan 1 pos pelkes yang ada). Berikut data warga jemaat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Immanuel Malang: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3 Sektor 4 Sektor 5 Sektor 6 Sektor 7 Sektor 8 Sektor 9 Pos Pelayanan Jumlah Jumlah KK 19 KK 21 KK 22 KK 64 KK 50 KK 26 KK 39 KK 51 KK 34 KK 4 KK 329 KK Laki-Laki 31 26 43 72 54 36 53 72 54 3 444 orang Perempuan 30 40 50 129 75 32 61 79 57 4 557 orang Jumlah Jiwa 61 66 93 201 129 68 114 151 111 7 1001 orang

Data di atas menunjukkan ada pembagian sektor yang belum merata. Sektor 4, 5, 7 dan 8 memiliki jumlah anggota jemaat yang cukup banyak. Perlu ada pembagian ulang wilayah sektor dan anggota yang ada di dalamnya agar lebih merata dan meningkatkan kualitas pelayanan tingkat jemaat maupun masing-masing sektor. Hal ini juga terkait dengan wilayah pelayanan dan pemetaannya. II.3.2 Data Jumlah Warga Sidi Jemaat, Majelis Jemaat dan Anggota Pelayanan Kategorial No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan Warga Sidi Jemaat Wilayah Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3 Sektor 4 Sektor 5 Sektor 6 Sektor 7 Sektor 8 Sektor 9 Pos Pelayanan
8

Jumlah 40 53 57 157 96 49 80 102 72 4

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Anak Teruna Pemuda Anggota PKP Anggota PKB Lansia Majelis Jemaat

Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3 Sektor 4 Sektor 5 Sektor 6 Sektor 7 Sektor 8 Sektor 9 Pos Pelayanan

126 79 199 222 168 207 4 4 5 8 10 4 9 5 6 -

Data di atas, khususnya dari diagram di samping ini memperlihatkan jumlah anggota Anak Teruna Pemuda PKP PKB Lansia jemaat yang cukup banyak namun 12% tidak sebanding dengan keaktifan 21% 8% jemaat dalam kegiatan pelayanan 17% 20% selain Ibadah Minggu. Hal ini 22% mungkin saja akibat pengaruh jumlah anggota Lansia yang menempati urutan kedua terbanyak sehingga memiliki keterbatasan untuk hadir dalam kegiatan-kegiatan harian yang ada. Data yang ada juga menunjukkan bahwa jumlah terbanyak adalah anggota PKP. Data ini berbanding lurus dengan tingkat kehadiran dalam kegiatan jemaat yang seringkali didominasi oleh kaum perempuan. Meskipun jumlah anggota lansia banyak dan berpengaruh pada tingkat keaktifan dalam kegiatan jemaat, namun jika dilihat dari jumlah anggota pemuda yang cukup banyak, maka bisa dikatakan jemaat ini punya potensi untuk berkembang karena generasi penerus yang jika mendapat perhatian lebih akan menjadi keunggulan jemaat.

Jumlah Anggota Jemaat berdasarkan Pelayanan Kategorial

II.3.3 Data Anggota Jemaat yang termasuk dalam Struktur Organisasi Gereja Di dalam menunjang pelayanan di GPIB Jemaat Immanuel Malang dalam pelaksanaan misi untuk membangun jemaat secara berkesinambungan, Majelis Jemaat juga dibantu oleh Karyawan Kantor Majelis Jemaat juga unit-unit misioner yang terdiri atas Pelayan Kategorial, Komisi, dan juga Panitia. Berikut data jumlah anggota jemaat yang terlibat sebagai pengurus, pelayan, anggota panitia maupun karyawan kantor: No 1 Keterangan Majelis Jemaat Penatua Diaken Jumlah 27 28 Keterangan
Penatua yang aktif saat ini : 26 orang. 1 orang meninggal. Diaken yang masih aktif saat ini : 26 orang. 2 orang pindah tempat tinggal.

Pelayanan Kategorial

Pelayanan Anak

Persekutuan Teruna Gerakan Pemuda

5 10

Pada proses pelayanan, terjadi perubahan pengurus dan pelayan secara praktis namun belum disikapi secara langsung oleh Majelis Jemaat. Perubahan pengurus dan pelayan juga dialami seperti Pelkat PA. Sama seperti Pelkat PA dan PT, perubahan pengurus secara praktis di Pelkat GP belum disikapi secara resmi oleh Majelis Jemaat

Persekutuan Kaum Perempuan Persekutuan Kaum Bapak

20 11
Pergantian kepengurusan juga terjadi dalam prakteknya di Pelkat PKB namun komunikasi dan koordinasi resmi belum terjadi dengan Majelis Jemaat Baru diteguhkan Minggu, 5 Juni 2011 pada

Komisi

Panitia

Persekutuan Kaum Lanjut Usia IAI Diakonia Kedukaan Rumah Tangga dan Inventaris Pembinaan dan Pendidikan Litbang Musik Gereja HUT Gedung Gereja ke150 Panitia Natal Panitia Paska Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken Kepala Kantor

3 6 10 14 9 10 7 9 35 26 26 26 -

Penulis termasuk di dalam panitia Penulis termasuk di dalam panitia

Karyawan Kantor

Sejak 01 Desember 2010 sampai 31 Maret 2012, Pnt. Zeth Ponipadang, SH ditugaskan untuk menjadi Koordinator Pelaksana Tugas Kantor MJ dengan tugas : Perpanjangan Tangan PHMJ.

Administrasi Pembukuan Kasir Koster Keamanan


10

2 1 1 3 2

Berdasarkan data di atas, jumlah anggota jemaat yang terlibat di dalam struktur organisasi dan kepanitiaan sudah cukup memadai. Namun, bila melihat perubahan dalam kepengurusan maupun tugas tanggung jawab pelayanan di Pelkat PA, PT dan GP maka tugas tanggung jawab pelayanan perlu ditingkatkan. Pengurus dan pelayan PA, PT, dan GP yang ada maupun yang tidak lagi bertugas karena alasan pindah tempat kerja maupun telah berumahtangga, perlu mengadakan pertemuan dan diskusi dengan pihak Majelis Jemaat khususnya Ketua III agar bisa mengupayakan jalan keluar yang paling baik untuk pelayanan yang tengah berlangsung. II.4 KEGIATAN PELAYANAN NO HARI WAKTU KEGIATAN 1 Minggu 06:00 Ibadah Minggu Pagi 08.00 Ibadah Minggu Pagi KETERANGAN
Ibadah Minggu ini dilaksanakan di gedung gereja Ebed Ibadah Minggu ini dilaksanakan di gedung gereja Immanuel Ibadah Minggu pukul 09.00 dilaksanakan di gedung gereja Pakisaji dan pos pelayanan Sumberdem Ibadah ini dilaksanakan di 3 ruangan yang ada di antara kantor gereja dan dapur (anak Tanggung), perpus dan jalan masuk konsistori (anak TK), perpus dan ruang ganti pendeta (anak Kecil). Ibadah dilaksanakan di gedung pertemuan lantai 2 Pelayanan ini dijadwalkan oleh Departemen Agama Kabupaten Malang. Selama ini pelayanan dilakukan oleh Majelis Jemaat yang dijadwalkan tiap 2 bulan ke Lapas Kelas 1 Lowokwaru Dilaksanakan di Gedung Pertemuan lantai 2. Pengajar : Pdt dan Vikaris (setelah Pdt. Nestor Mananohas mutasi maka pengajar katekisasi diserahkan ke vikaris)

09.00

Ibadah Minggu Pagi

08:00

Ibadah Minggu Pelayan Anak (IMPA)

08:00 08:00

Ibadah Minggu Pelayan Teruna (IMPT) Peduli Lapas Pria

10:00

Katekisasi Pemuda

11

18:00

Ibadah Minggu Sore

Ibadah minggu sore dilaksanakan di gedung gereja Immanuel.

Senin

07:0014:00 08:00 10:00

Jam Kerja Kantor Majelis Jemaat Ibadah Bersama Pegawai Kantor Ibadah Pelkat PKLU
Ibadah ini dilaksanakan tiap bulan di gedung gereja pada hari Senin, Minggu pertama. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan di minggu pertama. Masingmasing sektor secara bergilir memberi makan siang kepada anakanak di Panti Asuhan Kristen. Pelaksanaan persiapan dilakukan bukan untuk Ibadah Rabu minggu berjalan namun untuk minggu berikutnya. Sehingga waktu persiapan lebih kurang 1 minggu setelah persiapan

12 : 00

Peduli Panti Asuhan Kristen Malang (Jamuan Kasih)

18:00

Persiapan Pelayan Firman untuk Ibadah Keluarga

18.00

Rapat PHMJ

Rapat PHMJ dilaksanakan di konsistori pada minggu ke-1 dan minggu ke-3 Dilaksanakan di gedung pertemuan

19.00 3 Selasa 07:0014:00 17:00

Olahraga GP (badminton) Jam Kerja Kantor Majelis Jemaat Ibadah Pelayanan Kategorial PKP

18:30 4 Rabu 07:0014:00

Doa Malam GP Jam Kerja Kantor Majelis Jemaat

Pelaksanaan ibadah ini dilakukan secara rutin di masing-masing sektor minggu ke-1 dan ke-3 Untuk minggu ke2 dan ke-4, ibadah dilaksanakan dalam ibadah gabungan seluruh sektor. Doa malam dilakukan di ruang perpustakaan.

12

17:00

Ibadah Keluarga

Pelaksanaan Ibadah Keluarga dilakukan pada masing-masing sektor. Sedangkan, untuk Pos Pel tidak ada ibadah keluarga.

Kamis

07:0014:00 18:30 07:0014:00 16:30 17:00 17:00

Jam Kerja Kantor Majelis Jemaat Ibadah Pelayanan Kategorial GP Jam Kerja Kantor Majelis Jemaat Latihan Paduan Suara Pelayanan Kategorial PKP Persiapan Pelayan PT Pelatihan Tenaga Organis
Latihan ini dilaksanakan di gedung gereja. Persiapan ini dilaksanakan di ruang perpustakaan. Latihan ini dilaksanakan di gedung gereja. Tenaga pelatih dibiayai gereja untuk melatih tenaga-tenaga organis yang dipersiapkan untuk pelayanan Ibadah Minggu jemaat. Ibadah ini dilakukan di gedung pertemuan

Jumat

Sabtu

07:0012:00 08:00 10:00

Jam Kerja Kantor Majelis Jemaat Ibadah Bersama Pegawai Kantor Layanan Anggota Diakonia
Layanan ini diberikan kepada 25 orang anggota diakonia. Sebelumnya diadakan ibadah pada Sabtu, minggu ke-2 setiap bulan. Dalam kesempatankesempatan tertentu juga diadakan layanan kesehatan gratis. Latihan ini dilaksanakan di gedung gereja. Persiapan ini dilaksanakan di ruang perpustakaan. Ibadah ini dilaksanakan pada minggu ke-2 dan ke-4 di gedung gereja dan rumah-rumah jemaat sesuai jadwal.

18:00 18:00 18:00

Latihan Pemandu Lagu dan Pemain Musik untuk Ibadah Minggu Persiapan Pelayan PA Ibadah Pelayanan Kategorial PKB

13

Kegiatan pelayanan di GPIB Jemaat Immanuel Malang tidak hanya mencakup ibadah tetapi juga perkunjungan yang diatur dalam beberapa jenis, yaitu : 1. Kunjungan Rutin Selama vikaris ada di jemaat, kunjungan rutin dilakukan bagi orang sakit oleh Pendeta, Vikaris bersama-sama dengan Koordinator Sektor atau pengurus Pelkat. Kunjungan ini dilaksanakan apabila ada pemberitahuan dari koordinator sektor maupun pengurus Pelkat. Sepanjang pengamatan, pengurus Pelkat yang rutin terlibat dalam kegiatan ini adalah Pelkat PKP. 2. Kunjungan Khusus Kunjungan Khusus ini dilakukan hanya terkait dengan masalah tertentu yang dihadapi anggota jemaat. Kunjungan ini hanya dilakukan sesuai kebutuhan. Selama penulis menjalankan masa vikariat, kunjungan ini dilakukan langsung oleh Ketua Majelis Jemaat. 3. Kunjungan Pelkat Selama masa vikariat, kunjungan dilakukan bersama-sama dengan Pelkat PKP dalam rangka Hari Ibu, Natal dan Hari Ulang Tahun Pelkat PKP. Kunjungan dilakukan di sektor 1-9 dalam 2 (dua) tahap khusus untuk ibuibu yang sudah lanjut usia. II.5 KEHADIRAN JEMAAAT DALAM IBADAH Sebagaimana data jemaat, kehadiran jemaat dalam Ibadah Minggu, Ibadah Keluarga dan Ibadah Pelkat juga dihitung secara manual berdasarkan data yang diperoleh dari warta jemaat dan dari masing-masing Pelkat. II.5.1 Ibadah Minggu Bulan Pagi April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011 September 2011 Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012
449 376

Sore
178 116

Gereja Ebed
111 114

Gereja Pakisaji
30 22

Pos Pelkes Sumberdem


7 8

Total 775 636 633 823 774 726 772 693 930 700 708 793

350 423 412 391 415 362 614 425 369 433

153 259 241 208 217 196 150 141 190 227

101 109 91 95 109 100 116 98 120 103

23 24 23 24 24 28 40 26 24 24

6 8 7 8 7 7 10 10 5 6

700 600 500 400 300 200 100 0

Kehadiran Jemaat dalam Ibadah Minggu

Pagi Sore Ebed Pakisaji Jul-11 Agust-11 Mei-11 Des-11 Apr-11 Jun-11 Nov-11 Jan-12

Feb-12

Okt-11

Mar-12

Sep-11

Sumberdem

14

Data di atas memaparkan jumlah rata-rata kehadiran pada setiap bulan. Dari data tersebut dapat diperlihatkan jumlah anggota jemaat yang terlibat di dalam kegiatan ibadah minggu dan grafiknya (kehadiran paling banyak di bulan Desember untuk Ibadah Minggu pukul 08.00). Jumlah rata-rata anggota jemaat yang hadir adalah 747 sedangkan jumlah anggota sidi jemaat adalah 710 orang. Ini menunjukkan bahwa sudah ada 105.21 % jumlah anggota sidi jemaat yang hadir (diandaikan yang hadir di dalam ibadah Minggu adalah warga sidi jemaat). Dengan begitu tingkat kehadiran jemaat sangat baik. Akan tetapi, ada 3 (tiga ) kemungkinan dari data ini : - Ada beberapa orang dewasa yang hadir yang belum di sidi - Perlu pembagian kategori dalam penghitungan kehadiran jemaat antara warga sidi jemaat dan simpatisan - Ada beberapa anggota jemaat yang mungkin saja belum terdaftar menjadi warga sidi jemaat II.5.2 Ibadah Keluarga Bulan SP 1 SP 2 April 2011 11 15 Mei 2011 11 13 Juni 2011 12 12 Juli 2011 13 6 Agustus 2011 11 11 September 2011 13 11 Oktober 2011 10 10 November 2011 12 10 Pebruari 2012 14 14 Maret 2012 11 13 SP 3 20 18 15 16 15 20 23 16 22 18 SP 4 35 33 41 35 33 34 39 39 41 45 SP 5 22 19 24 22 18 21 19 19 18 20 SP 6 13 11 16 12 14 15 12 13 14 12 SP 7 24 22 22 25 17 21 16 18 22 25 SP 8 25 21 22 20 33 26 29 22 26 15 SP 9 Total 20 185 21 169 17 181 18 167 40 192 19 180 18 176 16 165 19 190 18 177

Data yang dipaparkan di atas adalah jumlah rata-rata kehadiran pada setiap bulan. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah anggota jemaat yang hadir adalah 162 orang ( 22.82% dari 710 warga sidi jemaat). Bila dilihat dari jumlah KK yang ada di masing-masing sektor maka jumlah anggota jemaat yang hadir masih belum maksimal, sebagai contoh : sektor pelayanan 9. Jumlah KK : 34 KK; rata-rata kehadiran : 21 orang. Hal ini tidak hanya terjadi pada sektor pelayanan 9 melainkan hampir pada semua sektor pelayanan. Perlu ada upaya peningkatan kehadiran anggota jemaat melalui kualitas pelayanan yang diberikan. II.5.3 Ibadah Pelayanan Kategorial PKLU Bulan Juni 2011 September 2011 Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 Februari 2012 Maret 2012 Jumlah 60 35 40 30 22 25 35

Jumlah Kehadiran

Kehadiran Anggota Jemaat dalam Ibadah Pelkat PKLU


100 50 0 Aug-11 Dec-11 Oct-11 Jun-11 Nov-11 Sep-11 Jan-12 Feb-12 Jul-11

Data di atas merupakan rata-rata jumlah anggota jemaat yang hadir di dalam ibadah gabungan Pelayanan Kategorial PKLU adalah 35 orang ( 16.91 % dari 207 orang anggota PKLU). Kehadiran yang minim ini mungkin akibat fisik yang menurun namun tetap perlu ditingkatkan.
15

Mar-

Jumlah

II.5.4 Ibadah Pelayanan Kategorial PKP Gabungan Bulan April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011 September 2011 Oktober 2011 November 2011 Februari 2012 Jumlah 23 31 27 34 29 39 33 31 35

Kehadiran Anggota Jemaat dalam Ibadah Pelkat PKP


Jumlah Kehadiran 60 40 20 0 May-11 Aug-11 Dec-11 Apr-11 Oct-11 Jun-11 Nov-11 Sep-11 Jan-12 Feb-12 Jul-11

Jumlah

Data di atas merupakan rata-rata jumlah anggota jemaat yang hadir di dalam ibadah gabungan Pelayanan Kategorial PKP adalah 31 orang ( 13.96 % dari 222 orang anggota PKP). Kehadiran yang minim ini juga dirasakan jika ibadah dilakukan di masing-masing sektor. II.5.5 Ibadah Pelayanan Kategorial PKB Bulan Jumlah April 2011 9 Kehadiran Anggota Jemaat Mei 2011 13 dalam Ibadah Pelkat PKB Juni 2011 14 25 Juli 2011 11 20 Agustus 2011 20 15 September 2011 14 10 Jumlah 5 Oktober 2011 15 0 November 2011 12 Desember 2011 16 Februari 2012 15 Maret 2012 18 Data di atas menunjukan minimnya kehadiran anggota PKB dalam ibadah Pelkat PKB. Jumlah kehadiran rata-rata adalah adalah 14 orang (8.33 % dari 168 orang anggota PKB). Situasi ini perlu mendapat perhatian dari seluruh perangkat pelayanan sehingga pelayanan bisa lebih dirasakan secara maksimal.
Jumlah Kehadiran Apr-11 May-11

Jun-11

Dec-11

II.5.6 Ibadah Pelayanan Kategorial GP Bulan April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011 September 2011 Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012 Jumlah 21 22 19 13 18 17 14 18 11 5 13 10

Kehadiran Pemuda dalam Ibadah Pelkat GP


25 20 15 10 5 0 Dec-11 May-11 Mar-12 Apr-11 Aug-11 Oct-11 Jun-11 Nov-11 Sep-11 Jan-12 Feb-12 Jul-11 Jumlah Kehadiran

Mar-12

Aug-11

Sep-11

Oct-11

Nov-11

Jan-12

Jul-11

Feb-12

Jumlah

16

Pelkat GP juga mengalami situasi minimnya kehadiran anggota Pelkat. Dari data yang dipaparkan di atas, jumlah rata-rata kehadiran anggota GP di dalam ibadah rutin Pelkat GP adalah 15 orang ( 7.53 % dari 199 orang anggota Pelkat GP). Perlu ada upaya peningkatan kehadiran sehingga program kegiatan pelayanan yang baik dapat dirasakan oleh seluruh pemuda gereja yang menjadi penerus pelayanan di masa depan. II.5.7 Ibadah Pelayanan Kategorial PT Bulan April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011 September 2011 Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 Januari 2012 Pebruari 2012 Maret 2012 Jumlah 23 26 29 28 34 23 26 27 23 25 13 17

Kehadiran Teruna dalam IMPT


40 35 30 25 20 15 10 5 0 May-11 Jumlah Kehadiran

Jumlah

Data di atas merupakan jumlah rata-rata kehadiran Pelkat PT baik Kelas Dwi maupun Eka dalam Ibadah Minggu Pelayanan Teruna (IMPT). Rata-rata kehadiran adalah 25 orang ( 31.65% dari 79 anggota Pelkat PT). Jumlah ini menunjukkan perlunya peningkatan pelayanan dan strategi yang tepat sehingga kehadiran anggota Pelkat PT dapat lebih maksimal. II.5.8 Ibadah Pelayanan Kategorial PA Bulan April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011 September 2011 Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012 Jumlah 38 57 33 33 33 20 40 33 43 38 45 50

Kehadiran Anak dalam IMPA


60 50 40 30 20 10 0 Apr-11 May-11 Dec-11 Mar-12 Aug-11 Oct-11 Jun-11 Nov-11 Sep-11 Jan-12 Jul-11 Feb-12 Jumlah Kehadiran

Mar-12
Jumlah

Apr-11

Dec-11

Aug-11

Oct-11

Jun-11

Nov-11

Sep-11

Jan-12

Jul-11

Data yang dipaparkan di atas adalah jumlah rata-rata kehadiran anak di dalam Ibadah Minggu Pelayanan Anak (IMPA) pada setiap bulan. Data ini merupakan jumlah kehadiran dari seluruh kelas : Anak TK, Anak Kecil dan Anak Tanggung. Tingkat kehadiran Anak di dalam IMPA adalah 36 orang ( 28.57% dari 126 orang anggota Pelkat PA). Jumlah ini memperlihatkan masih ada banyak anak yang belum terlibat aktif di dalam IMPA.
17

Feb-12

II.6 KEHADIRAN MAJELIS JEMAAT DI DALAM KEGIATAN PELAYANAN Data yang dipaparkan dalam bagian ini merupakan arsip pribadi penulis selama melakukan pengamatan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan yang ada. II.6.1 Kehadiran Majelis Jemaat di dalam Persiapan Ibadah II.6.1.1 Kehadiran Majelis Jemaat dalam Persiapan Ibadah Keluarga Jumlah Bulan Kehadiran Majelis Jemaat dalam 6 April 2011 Persiapan Ibadah Keluarga 5 Mei 2011 8 4 Juni 2011 4 Juli 2011 6 3 Agustus 2011 4 3 September 2011 2 2 Oktober 2011 0 4 November 2011 6 Februari 2012 4 Maret 2012 Dari data yang diperlihatkan di atas, rata-rata tingkat kehadiran anggota Majelis jemaat adalah 4 orang (44.44% dari 9 orang yang terjadwal tiap minggunya). Hal ini memperlihatkan bahwa pemahaman arti persiapan ibadah masih kurang. Majelis Jemaat yang terjadwal mungkin saja melakukan persiapan sendiri namun kesamaan persepsi dan pengayaan materi dalam kebersamaan merupakan hal yang penting. Pemahaman inilah yang perlu ditingkatkan.
Jumlah Kehadiran Dec-11 May-11

II.6.1.2 Kehadiran Majelis Jemaat dalam Persiapan Ibadah Minggu Tanggal 18 April 2011 3 Juni 2011 8 Juli 2011 15 Juli 2011 22 Juli 2011 29 Juli 2011 9 September 2011 7 Oktober 2011 14 Oktober 2011 4 November 2011 11 Desember 2011 14 Desember 2011 22 Desember 2011 3 Februari 2012 17 Februari 2012 Jumlah 16 20 22 15 21 15 22 27 23 17 42 45 23 0 8

Kehadiran Majelis Jemaat dalam Persiapan Ibadah Minggu


50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Jumlah Kehadiran

Persiapan untuk Ibadah Minggu di GPIB Jemaat Imanuel Malang hanya dilakukan bila ada Tata Ibadah Khusus (yang dibuat dari Sinode maupun oleh jemaat terkait dengan Sakramen). Dari data yang ada, jumlah kehadiran Majelis Jemaat dalam Persiapan Ibadah Minggu adalah 21 orang (40.38% dari 52 orang anggota Majelis Jemaat yang aktif). Jumlah ini dirasa masih kurang mengingat persiapan Ibadah Minggu melibatkan semua unsur terkait dan seharusnya diadakan setiap Minggu.
18

Mar-12

Apr-11

Aug-11

Oct-11

Jun-11

Nov-11

Sep-11

Jan-12

Feb-12

Jul-11

II.6.2 Kehadiran Majelis Jemaat di dalam Sidang Majelis Jemaat Tanggal 06 22 21 26 20 Mei 2011 Juli 2011 Oktober 2011 Nopember 2011 Januari 2012 Jumlah 33 40 34 34 32

Kehadiran Majelis Jemaat dalam Sidang Majelis Jemaat


Jumlah Kehadiran 50 40 30 20 10 0

01-May-11

01-Nov-11

01-Aug-11

01-Dec-11

01-Jun-11

01-Jul-11

01-Sep-11

01-Oct-11

Data yang dipaparkan di atas merupakan rata-rata jumlah kehadiran anggota Majelis Jemaat di dalam Sidang Majelis Jemaat yang dilaksanakan selama penulis menjalani masa vikariat. Dari data yang dipaparkan tersebut, terlihat bahwa rata-rata kehadiran anggota Majelis Jemaat adalah 35 orang ( 67.31% dari 52 jumlah Majelis Jemaat yang tercatat dan aktif).

19

01-Jan-12

BAB III IDENTIFIKASI PELAKSANAAN MISI KRISTUS DALAM PERSEKUTUAN, PELAYAN DAN KESAKSIAN GPIB JEMAAT IMMANUEL MALANG Kehadiran GPIB Immanuel dalam bentuk persekutuan gereja, kurang lebih 150 tahun memiliki pergumulan tersendiri terkait dengan keberadaannya di dunia khususnya di Malang. Dalam bagian ini, penulis akan mencoba merumuskan dan memetakan faktor-faktor yang turut membentuk keberadaan persekutuan, pelaksanaan dan kesaksian GPIB Jemaat Immanuel Malang dalam tugas dan panggilan menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini. Oleh karena itu, penulis menggunakan Analisa SWOT (Strength (=kekuatan), Weakness (=kelemahan), Opportunity (=peluang), Threat (=ancaman)). Analisa SWOT dapat juga digunakan untuk: 6 1. Memetakan kondisi dan situasi faktor-faktor lingkungan gereja yang berdampak terhadap pelayanan gereja 2. Merumuskan rencana strategis dalam mencapai tujuan dan MISI pelayanan yaitu: Diakonia, Koinonia, dan Marturia Melalui metode ini, penulis akan melihat hal-hal yang bermanfaat maupun berbahaya dari faktor internal maupun eksternal dalam lingkungan GPIB Jemaat Immanuel Malang. III.1 KONTEKS INTERNAL GPIB JEMAAT IMMANUEL MALANG III.1.1 Nilai Historis Gedung Gereja Dilihat dari sejarahnya, GPIB Jemaat Immanuel punya bangunan yang telah berada sejak kurang lebih 150 tahun yang lalu. Kehadirannya juga dicatat dalam sejarah baik gereja maupun Indonesia khususnya Malang. Meskipun belum dicatat dalam cagar budaya, namun tidak mengurangi nilai historis dari gedung gereja ini. Bahkan, ketika HUT Gedung Gereja yang ke-100 tahun, Presiden RI pertama, Ir. Soekarno turut hadir dan memberikan pidato perihal kebebasan beragama.7 Catatan-catatan ini menjadi kekuatan sekaligus juga kelemahan bagi kehadiran GPIB Jemaat Immanuel dalam tiga tugas panggilan gerejanya. Ada kecenderungan kehadiran dan kemauan untuk berperan di tengah-tengah jemaat hanya karena gereja ini adalah gereja tua dengan segudang pengalaman yang ada. Pemahaman ini bisa berdampak pada keengganan untuk berlomba-lomba berkarya melakukan yang terbaik akibat kenyamanan yang sudah ada. Akan tetapi, jika ditata sedemikian mungkin, maka nilai historis ini akan menjadi kekuatan besar. Dalam semangat yang dibangun, jemaat akan turut menjalankan misi Kristus dan menjadi pencatat sejarah. III.1.2 Lokasi Gereja Yang Strategis GPIB Jemaat Immanuel Malang memiliki gedung gereja yang letaknya sangat strategis. Gedung gereja terletak di seberang alun-alun dan berada di jalur utama. Sekeliling daerah gedung gereja adalah tempat penginapan, kantor pos, pusat perbelanjaan, toko buku dan tempat makan. Karena berada di jalur
www.dannyonchurch.wordpress.com//2011/07/06/analisa-swot-untukpelayanan-gereja--5-langkah/ diakses pada tanggal 21 Maret 2012 7 Berdasarkan pidato Ketua Majelis Jemaat GPIB Immanuel Malang Ds. J. G. H Maramis
dalam HUT gedung gereja ke 100 tahun 1961 yang kemudian dicatatkan dalam laporan kegiatan.
6

20

utama maka ini menjadi kekuatan besar karena dapat dijangkau dengan mudah oleh jemaat. Jalur transportasi sangat beragam dan bisa dijangkau oleh seluruh anggota jemaat. Bahkan, ini juga turut menjadi alasan beberapa anggota jemaat yang berada di luar wilayah untuk beribadah di GPIB Jemaat Immanuel Malang dikarenakan letak gedung gereja yang strategis dan mudah dijangkau. Letak gedung gereja ini menjadi kekuatan, karena gereja akan mampu mewujud di tengah-tengah masyarakat dalam seluruh tugas pelayanannya. Gereja hadir di tengah-tengah situasi yang ada dan turut menjadi saksi kehadiran Allah dalam Kristus. Masyarakat di sekitar dapat menjadi ladang misi bukan untuk mengkristenkan namun untuk memberi dampak teladan Kristus dalam keseluruhan hidup Presbiter, Karyawan Kantor maupun seluruh aggota jemaat. III.1.3 Kemajemukan Anggota Jemaat Salah satu keunikan GPIB termasuk jemaat Immanuel Malang adalah anggota jemaat yang tidak homogen melainkan heterogen. Anggota jemaat punya latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan suku bangsa yang berbedabeda. Kemajemukan ini turut membentuk keunikan dan kekuatan baru yaitu semangat saling belajar dan memahami budaya dan karakter yang berbedabeda. Pada kenyataannya, anggota jemaat dengan latar belakang suku yang berbeda-beda ini telah lama menjadi bagian mendasar dari kota Malang, dalam pengertian sudah lama berdomisili di kota ini. Kenyataan ini juga turut membuat para pendatang telah belajar banyak tentang adat istiadan dan kebiasaan yang berlaku di kota ini. Hal ini turut membantu anggota jemaat sebagai anggota tubuh Kristus dalam melayani dan menata kehidupan berjemaat dengan menjadikan Kristus sebagai Kepala Gereja. III.1.4 Tersedianya Fasilitas yang Memadai Berdasarkan pengamatan dan data tentang kegiatan jemaat di bagian keterangan, GPIB Jemaat Immanuel Malang belum memiliki fasilitas yang memadai. Hal ini sangat ironis jika dilihat dari sudut usia persekutuan gereja yang cukup lama hadir dan melayani. Selain itu, ada banyak temuan bahwa ternyata kepemilikan jemaat terhadap bangunan yang merupakan peninggalan Belanda telah beralih tangan dan fungsi. Fasilitas ini seringkali menjadi kendala khususnya dalam Ibadah Minggu Pelayanan Anak (IMPA) dan Persekutuan Teruna (IMPT). Ruang belajar dan mengajar yang terlalu kecil seringkali menjadi kendala bagi kreativitas pada saat aktivitas setelah bercerita. Selain itu, akibat penggunaan ruangan di gedung pertemuan oleh kelas Eka dan Dwi Pelkat PT, apabila ada kegiatan gereja yang mengharuskan menggunakan ruangan tersebut pada jam IMPT (misalnya : Perjamuan Kudus yang jam ibadahnya memakan waktu yang lama) maka seringkali Pelkat PT mengalah dan menggunakan ruang perpustakaan yang tidak memadai. Oleh karena itu, saat ini PEG dalam programnya melakukan pengadaan dan pembangunan beberapa ruangan yang salah satunya ditujukan untuk ruang IMPA dan IMPT. Fasilitas lainnya misalnya Proyektor untuk ruang ibadah, kendaraan gereja sudah cukup memadai dalam menunjang tugas tanggung jawab pelayanan yang ada. III.1.5 Kegiatan Pelayanan Berdasarkan data di bab II tentang kegiatan pelayanan, maka jadwal pelayanan GPIB Jemaat Immanuel Malang sudah tertata dengan baik. Jadwal pelayanan yang teratur ini merupakan kekuatan bagi perkembangan dan pertumbuhan iman jemaat. Bila dilihat, keseluruhan aspek unit misioner cukup terwadahi dalam kegiatan pelayanan yang ada.
21

Kegiatan pelayanan yang menjadi kekuatan ini cukup dipengaruhi dengan lemahnya komunikasi dan koordinasi antara PHMJ dengan pengurus-pelayan Pelkat. Sebagai contoh, koordinasi dan komunikasi antara Ketua III dengan pengurus-pelayan Pelkat. Pengurus atau pelayan yang tidak bisa dan atau berhalangan melakukan tugas pelayanan perlu dibicarakan sehingga jalan keluar menjadi kesepakatan bersama dan diketahui semua pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan. III.1.6 Komitmen Anggota Majelis Jemaat dalam Pelayanan Ibadah Presbiter terhimpun dalam wadah Majelis Jemaat yang berfungsi menjadi pemimpin sekaligus pelayan untuk mengatur dan menata pelayananan jemaat yang ada. Kesediaan memberi diri menjawab panggilan batin dan lahir untuk menjadi pemimpin-pelayan di tingkat jemaat seharusnya dibarengi dengan komitmen kuat dalam seluruh pelayanan yang ada. Tugas ini terlihat jelas secara khusus dalam pelayanan ibadah. Kehadiran anggota Majelis Jemaat dalam pelayanan ibadah dilihat secara holistik, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan ibadah tersebut. Dari data yang ada di bab II tentang kehadiran anggota Majelis Jemaat dalam hal ini Diaken-Penatua dalam persiapan Ibadah Keluarga maka prosentase kehadirannya adalah 44.44%, dan prosentase kehadiran dalam persiapan Ibadah Minggu (bila ada Tata Ibadah Khusus) adalah 40.38%. Melihat prosentase kehadiran yang tidak mencapai 50% ini menjadi kelemahan dalam proses pelayanan. Persiapan merupakan bagian yang sangat penting dari keseluruhan ibadah itu sendiri. Oleh karenanya, komitmen ini perlu dibaharui lagi. Selain itu, pelaksanaan persiapan untuk Ibadah Minggu seharusnya dilaksanakan setiap Minggu bukan hanya pada saat Tata Ibadah Khusus. Pelayanan Ibadah khususnya Ibadah Minggu, seringkali kehadiran anggota Majelis Jemaat sangat minim. Selain itu, ada prestise-prestise implisit (gengsi terselubung) yang berdampak pada ketidakhadiran anggota Majelis Jemaat baik dalam persiapan maupun pelayanan ibadah apabila bertugas menjadi penerima tamu misalnya. Padahal, sambutan awal pada waktu kehadiran jemaat itu punya nilai penting. Anggota jemaat dan simpatisan akan merasakan pelayanan yang sangat baik dan dapat merasakan tanda-tanda kehadiran jemaat misioner di GPIB Jemaat Immanuel Malang. Perubahan paradigma ini coba terus didengungdengungkan dan beberapa perubahan mulai nampak akhir-akhir ini. III.1.7 Pemahaman Anggota Majelis Jemaat tentang Tata Gereja Tata gereja merupakan pedoman di dalam pelaksanaan pelayanan GPIB. Pemahaman Tata Gereja perlu dijiwai bukan hanya dalam aturan-aturan yang dibuat, melainkan juga suasana dan jiwa Tata Gereja itu dan bagaimana gereja mempraktekkannya dalam kehidupan berjemaat. Sebagai pemimpin di tingkat jemaat, sudah seharusnya pemahaman Tata Gereja dimengerti oleh seluruh anggota Majelis Jemaat agar pelaksanaan yang ada punya jiwa dan dasar yang sama. Sayangnya, hal ini belum dimiliki oleh seluruh anggota Majelis Jemaat. Beberapa anggota Majelis Jemaat pun punya jiwa yang berbeda dari Misi ekumenikal dan seringkali punya pemahaman misi evangelikal. Hal ini yang perlu diarahkan sehingga kebersamaan pelayanan yang ada punya jiwa yang sama dan semangat membentuk jemaat misioner juga punya pemahaman yang sama. III.1.8 Program Kerja Program Kerja dan Anggaran merupakan pengejewantahan dari misi gereja di dalam sebuah jemaat. Di dalam program kerja, kegiatan disusun sedemikian rupa dengan harapan membangun dan membina jemaat ke arah
22

yang lebih baik. Pemahaman ini seharusnya melahirkan sikap yang serius dalam mempersiapkan dan menyusun program kerja dan anggaran yang ada. Berdasarkan pengamatan, penulis melihat adanya kecenderungan untuk melanjutkan program kerja yang lalu dan hanya menaikkan jumlah biaya sesuai dengan tingkat kemahalan yang berlaku saat program dilakukan. Proses penyusunan program kerja 2011-2012 dilakukan tanpa melalui tahapan evaluasi dan kelompok-kelompok kerja yang ada langsung membahas anggaran yang perlu direvisi (money oriented bukan program oriented). Hal ini yang memberi dampak bagi pelaksanaan kegiatan pada saat panitia membicarakan program yang akan dilakukan. Seringkali anggaran yang dilakukan tidak sesuai dengan acara yang akan diadakan. Masalah berikut yang terjadi adalah, pencarian usaha dana oleh seluruh Pelkat pada saat kegiatan akan berlangsung. Kematangan berpikir dalam proses penyusunan program seharusnya menjadi pembelajaran penting sehingga bukan banyaknya kegiatan yang penting melainkan sejauh mana keberhasilan kegiatan itu dan dampak yang baik bagi pertumbuhan iman jemaat. Jemaat misioner yang diharapkan pun seharusnya menjadi tujuan dalam sebuah kegiatan kerja yang akan dilaksankan sehingga bentuk pelayanan yang ada juga dirasakan oleh masyarakat tidak terhalang oleh tembok-tembok kegiatan gereja saja. Hal ini mulai mengalami pembaharuan ketika proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran 2012-2013. Pengarahan diberikan dan jadwal kerja berjalan dengan cukup baik. Meskipun demikian, masih terjadi pemahaman penyusunan program seperti kebiasaan yang ada oleh unit-unit misioner. Akan tetapi, proses pembaharuan ini diharapkan dapat berjalan terus-menerus sehingga para penyusun program terbiasa dengan proses yang seharusnya dilakukan. III.1.9 Perhatian kepada Pos Pelayanan dan Kesaksian GPIB Jemaat Immanuel Malang memiliki satu Pos Pelkes yaitu Pos Pelkes Sumberdem. Jaraknya cukup jauh dan dilayani oleh Majelis Jemaat Immanuel Malang karena tidak ada perwakilan Majelis Jemaat di pos pelkes ini. Pos ini hanya memiliki 4 KK yang jaraknya lebih dekat bila ditempuh dari Pakisaji (wilayah sektor pelayanan 1). Dari hasil pengamatan penulis, tolak ukur keberhasilan pembinaan dan pelayanan di Pos Pelkes ini sangat sulit. Penulis melihat bahwa perlu ada Pendeta jemaat yang ditempatkan di Sektor Pelayanan 1 (memiliki gedung gereja dan pastori) sehingga pelayanan untuk jemaat Sektor Pelayanan 1 yang jaraknya juga jauh dari GPIB Jemaat Immanuel Malang dan pelayanan untuk Pos Pelkes Sumberdem lebih efektif dan efisien. III.1.10 Kantor Majelis Jemaat Kantor Majelis Jemaat diatur dalam Tata Gereja, Peraturan Pokok I tentang Jemaat Pasal 15 : Kantor Majelis Jemaat adalah tempat pengelolaan administrasi Jemaat, penyimpanan arsip dan pengorganisasian penyelenggaraan persekutuan, pelayanan, dan kesaksian Jemaat.8 Ini berarti Kantor Majelis Jemaat hendaknya memiliki sistem administrasi yang baik. Berdasarkan pengamatan penulis, pengelolaan administrasi jemaat perlu ditingkatkan, seperti pengadaan lemari penyimpanan arsip lama sehingga tidak mudah rusak dan pengelolaan data jemaat yang belum berjalan dengan baik. Pelaksana Harian Majelis Jemaat perlu memperhatikan kondisi kantor terkait dengan pembagian tugas dan juga koordinasi yang baik dengan masingmasing karyawan. Perpanjangan tangan Majelis Jemaat yang ditugaskan sebagai koordinator seringkali belum mendapatkan porsi seperti yang ditugaskan, bahkan yang terjadi adalah koordinasi langsung dari masing-masing
8

Op. Cit., Tata Gereja GPIB buku III., 33.

23

anggota PHMJ ke karyawan bersangkutan. Koordinasi yang baik perlu ditingkatkan agar penyelenggaraan persekutuan, pelayanan dan kesaksian jemaat semakin terarah dan punya organisasi yang baik. III.2 KONTEKS EKSTERNAL DARI GPIB JEMAAT IMMANUEL MALANG III.2.1 Hubungan dengan Masyarakat Jika dilihat dari tata letaknya, GPIB Jemat Immanuel Malang berdampingan dengan Masjid Agung Jami dengan kantor asuransi Jiwasraya di tengahnya. Daerah di sekitar gedung gereja disebut Kauman. Kauman merupakan nama beberapa daerah tertentu di Tanah Jawa, di mana masyarakat Muslim banyak tinggal. Daerah Kauman biasanya terletak di barat alun-alun, dan dapat ditandai dengan adanya masjid di daerah tersebut. Nama ini diduga berasal dari kata "kaum imam" (Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 2010). Keadaan yang unik ini merupakan nilai positif bagi kehadiran gereja. Pernah beberapa tahun yang lalu, waktu bertepatan Hari Raya Idul Fitri, dan kebetulan tepatnya Hari Minggu, maka Ibadah Minggu pagi ditiadakan sebagai bentuk penghormatan kepada umat Islam yang akan mengadakan sholat id di jalan depan dan samping gedung gereja. Hal ini sejalan dengan tindakan toleransi yang cukup baik dari warga masyarakat di sekitar gedung gereja. Karyawan kantor pun punya tempat makan langganan yang pemiliknya adalah umat Islam namun sejak dulu punya hubungan baik dengan Pendeta dan warga jemaat Immanuel Malang. Pada salah satu kegiatan HUT ke-150 gedung gereja Immanuel, dalam kebersamaan dengan warga masyarakat diadakan pengecatan trotoar yang juga merupakan persiapan HUT RI tahun 2011 yang lampau. Setelah kegiatan HUT ke-150 gedung gereja selesai dilaksanakan, sebagian sisa anggaran diberikan untuk sumbangan semen bagi pembangunan Masjid Agung Jami. Natal tahun 2011 yang lalu juga diisi dengan acara pembagian kebutuhan pokok bagi masyarakat sekitar, tukang pos yang sering mengantar surat masuk, tukang sampah dan tukang becak. Awalnya ada ketakutan kekeliruan paham akibat kegiatan misi yang sifatnya evangelikal, namun ternyata ketakutan tersebut luntur seiring dengan keterbukaan pengurus RT sekitar mengatur pembagian kebutuhan pokok tersebut. Hubungan yang harmonis dan saling mendukung ini menjadi kekuatan bagi gereja di dalam pelaksanaan pelayanan. III.2.2 Hubungan dengan Pemerintah Malang Secara umum, berbagai kegiatan yang dilakukan oleh GPIB Jemaat Immanuel Malang mendapat dukungan dari pemerintah secara langsung maupun tidak. Kalau dilihat dari kehadiran wakil pemerintah dalam acara yang dibuat, prestasi terbesar adalah kehadiran Presiden RI, Ir. Soekarno dalam acara HUT ke-100 gedung gereja Immanuel Malang. Pada perayaan HUT ke-150 gedung gereja Immanuel, wakil pemerintah Malang juga turut hadir mewakili Walikota yang diundang oleh Panitia memberikan kata sambutan pada perayaan tanggal 5 Agustus 2011 yang lalu. Hal ini memperlihatkan dukungan pemerintah Malang terhadap kegiatan gereja. Dengan dukungan dari pemerintahan, maka proses pelayanan pun dapat dijalankan dalam suasana penuh ketentraman dan kenyamanan. III.2.3 Hubungan dengan Musyawaran Pelayanan (MUPEL) Jawa Timur Musyawarah Pelayanan (disingkat MUPEL) adalah wadah kebersamaan jemaat-jemaat di wilayah. Berdasarkan Tata Dasar GPIB Pasal 14, MUPEL
24

dibentuk jemaat-jemaat sewilayah untuk menjembatani kepelbagaian jemaatjemaat dalam melaksanakan panggilan dan pengutusan gereja yang secara bertanggung-jawab menjabarkan dan mengkoordinasikan hasil Persidangan Sinode dan kebijakan-kebijakan sinodal menyangkut hal tersebut di wilayah pelayanannya.9 Sebagai jembatan, berarti MUPEL merupakan wadah yang baik bagi kehadiran jemaat di suatu wilayah. Ini berarti, jemaat perlu menjalin hubungan yang baik dan menjadikan kehadiran MUPEL sebagai kesempatan untuk bermusyawarah dengan jemaat-jemaat lain dalam kebersamaan satu wilayah pelayanan. Berdasarkan pengamatan penulis, GPIB Jemaat Immanuel Malang terlibat aktif dan menjalin hubungan yang baik dengan MUPEL Jawa Timur (MUPEL JATIM). Bahkan, Bendahara MUPEL Jatim merupakan perwakilan dari GPIB Jemaat Immanuel Malang. Akan tetapi, jumlah jemaat dalam MUPEL Jatim dirasa terlalu banyak dan tersebar dalam wilayah yang cukup luas sehingga koordinasi dan komunikasi yang ada kurang berjalan dengan lancar. Ada 47 jemaat anggota MUPEL Jatim yang kemudian dibagi dalam 4 Regio. Akibatnya, hubungan dekat dan musyawarah lebih banyak terjalin antar-regio dan seringkali antar rayon saja, sebagai contoh : perayaan HUT GPIB yang dilaksanakan bersama Regio 2 dan pelaksanaan Ret-reat Katekisasi (program bersama antar regio/rayon yang dilaksanakan setiap tahunnya). GPIB Jemaat Immanuel Malang juga punya potensi besar di tingkat MUPEL dan Regio dalam bidang tarik suara dan juga olahraga (dalam hal ini badminton maupun bola voli PKP yang baru diadakan beberapa bulan yang lalu dan berhasil meraih juara III). Selama vikaris ada di tengah-tengah jemaat ini, Pelkat GP berhasil meraih juara I dalam lomba Vokal Grup tingkat MUPEL dan Pelkat PT juga berhasil meraih juara I dalam lomba Vokal Grup tingkat Regio. III.2.4 Pengaruh Kehidupan Kota Malang10 Kota Malang adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya dikelilingi oleh Kabupaten Malang. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur, dan dikenal dengan julukan kota pelajar. Jumlah penduduk Kota Malang 820.243 (2010), dengan tingkat pertumbuhan 3,9% per tahun. Sebagian besar adalah suku Jawa, serta sejumlah suku-suku minoritas seperti Madura, Arab,Tionghoa. Agama mayoritas adalah Islam, diikuti dengan Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu. Malang juga menjadi pusat pendidikan keagamaan dengan banyaknya Pesantren, yang terkenal ialah Ponpes Al Hikam pimpinan KH. Hasyim Muzadi, dan juga adanya pusat pendidikan Kristen berupa Seminari Alkitab yang sudah terkenal di seluruh Nusantara, salah satunya adalah Seminari Alkitab Asia Tenggara. Malang dikenal sebagai kota pelajar dan kota pendidikan. Ini menjadi kekuatan besar di kota Malang yaitu keberagaman dan toleransi karena keberagaman tersebut. Dari segi industri, kota Malang memiliki pola pertumbuhan industri yang unik, dimana sebagian besar industrinya disokong oleh sektor industri kecil dan mikro. Hanya terdapat beberapa industri manufaktur besar yang terdapat di kota
9

Sebagian data diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Malang pada tanggal 28 Maret 2012. 25

10

Ibid., 22.

Malang sebagian disusun atas industri manufaktur padat karya. Bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran adalah bahasa sehari-hari masyarakat Malang dan kalangan minoritas Suku Madura menuturkan Bahasa Madura. Malang dikenal memiliki dialek khas yang disebut Boso Walikan, yaitu cara pengucapan kata secara terbalik misalnya Malang menjadi Ngalam. Gaya bahasa masyarakat Malang terkenal egaliter dan blak-blakan, yang menunjukkan sikap masyarakatnya yang tegas, lugas dan tidak mengenal basa-basi. Sebagai kota pendidikan dan pelajar, kekuatan terbesar bagi GPIB Jemaat Immanuel Malang adalah anggota jemaat yang terdidik dan terpelajar. Banyak anggota jemaat yang adalah bidan, dosen, guru dan sebagainya dan ini berdampak baik bagi pembangunan jemaat bila diatur sedemikian rupa. Selain itu, Malang juga dikenal sebagai kota Wisata, kota Militer, kota Sejarah, kota Bunga, kota Olahraga, kota Apel, kota Susu, kota Dingin dan kota Kuliner. Hal ini mau menunjukkan bahwa selain penduduk asli, Malang punya kepadatan penduduk tersendiri dari pendatang seperti dari Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua, bahkan dari luar negeri. Oleh karenanya, banyak keragaman latar belakang manusia yang tinggal dan menetap di Malang dari dalam negeri maupun luar negeri. Kenyataan ini juga mau menunjukkan tingkat kesibukan pekerjaan dan pendidikan yang cukup tinggi dan berdampak pada keaktifan anggota jemaat di gereja. Selain itu, di Malang, banyak lahir bibit olahragawan yang paling terkenal dengan olah raga sepak bolanya terbukti dengan berdirinya 2 (dua) tim sepak bola seperti Persema dan Arema yang mempunyai prestasi cukup baik di tingkat regional dan nasional,di tambah lagi supporter yang sangat fanatik dan atraktif Ngalamania serta Aremania. Hal ini turut mempengaruhi kehadiran warga jemaat dalam Ibadah Minggu ketika jadwal kedua tim sepakbola ini jatuh pada hari Minggu. III.2.5 Pengaruh Seminari Alkitab bagi Pemahaman Misi Seperti yang telah disebutkan di sub pokok bahasan sebelumnya, kota Malang merupakan pusat pendidikan keagamaan. Keadaan ini turut mempengaruhi pemahaman orang-orang Kristen seputar misi. Seminariseminari Alkitab yang ada dengan latar belakang misi evangelikal (Injili) mempengaruhi pemahaman anggota jemaat bahkan beberapa Presbiter terhadap kegiatan dan program yang ada di GPIB Jemaat Immanuel Malang. Seringkali terjadi perdebatan soal pelayanan yang mengharuskan penginjilan itu terjadi dengan tolak ukur kuantitas didasarkan pengalaman dan keterlibatan dalam seminari-seminari Alkitab maupun persekutuan-persekutuan doa di Malang. Padahal, pandangan misi GPIB yang berkiblat pada misi ekumenikal sangat berbeda dengan misi evangelikal. Kehadiran GPIB di Malang bukan semata-mata untuk menambah jumlah anggota jemaat dengan pembelajaran Alkitab dari rumah ke rumah dan tanpa melihat konteks yang dihadapi. Misi Kristuslah yang menjadi dasar penjabaran kegiatan pelayanan yang ada. Setiap Presbiter diharapkan bekerja sama dengan unit-unit misioner yang ada untuk membina jemaat mandiri dalam kegiatan misi yang menghadirkan kedamaian dan kesejahteraan bagi sesama anggota jemaat maupun masyarakat sekitar dan ciptaan Allah lainnya. Jika diarahkan dengan benar dalam pendampingan dan pembinaan yang ada, hal ini akan menjadi kekuatan GPIB khususnya GPIB Jemaat Immanuel Malang. Jika dibiarkan, maka anggota jemaat akan terjerumus dalam pemahaman misi yang salah. Sayangnya, hal ini juga dialami dalam tubuh Presbiter yang menandakan pemahaman yang belum mendalam terhadap misi yang diusung oleh GPIB sebagai kaum ekumenikal. Identitas GPIB dan Misi Kristus harus diperjelas sehingga tidak menjadi kabur.
26

BAB IV MISI KRISTUS SEBAGAI DASAR PERSEKUTUAN, PELAYANAN DAN KESAKSIAN Kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang telah dipaparkan penulis dalam bab sebelumnya dapat menjadi dasar pemikiran bagi sumbangsih persekutuan, pelayanan dan kesaksian dengan menjadikan Misi Kristus sebagai landasannya. Fungsi misioner ini kemudian ditunjang oleh Sumber Daya Gereja yaitu Sumber Daya Insani, Dana, Fasilitas dan Sistem Informasi.11 Untuk itu, dalam penjabaran bab ini penulis akan mencoba memaparkan temuan penulis tentang bagaimana gereja seharusnya menjalankan misi Kristus dalam keseluruhan tugas panggilan dan pengutusannya di tengah-tengah dunia ini. Misi juga bukan tanda atau ciri Gereja, melainkan esensi dari Gereja itu sendiri.12 Gereja bukan hanya gedungnya, melainkan seluruh orang percaya yang ada di dalamnya dan berkarya di gereja maupun lingkungan masyarakat. Untuk itu, hal-hal yang ada dalam pelaksanaan misi Kristus melalui persekutuan, pelayanan dan kesaksian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya akan penulis petakan dalam 2 (dua) bagian dan atau pertanyaan mendasar yaitu (1) Bagaimana Presbiter dalam wadah kebersamaan Majelis Jemaat memahami Misi Kristus dan penjabarannya dalam perilaku sebagai Pemimpin-Pelayan di tengahtengah GPIB termasuk dengan pengorganisasian dalam Kantor Majelis Jemaat ? dan (2) Bagaimana anggota jemaat dalam hal ini sebagai anggota gereja memahami misi Kristus dan tanggung jawabnya di tengah-tengah wadah yang dibina unit-unit misioner ? IV. 1 Persoalan Pemahaman Misi di GPIB Jemaat Immanuel Malang IV.1.1 Persoalan Pemahaman Misi dalam tubuh Majelis Jemaat IV.1.1.1 Komitmen Pelayananan yang Kurang sebagai Pemimpin-Pelayan yang Membina Jemaat Misioner Tata Gereja GPIB buku III, Peraturan Pokok I tentang Jemaat Pasal 9 ayat 7a menyatakan Majelis Jemaat merupakan suatu wadah kebersamaan para Presbiter (Pendeta, Diaken dan Penatua) dalam kepemimpinan di tingkat jemaat yang bertugas membina dan memberdayakan warga jemaat untuk melaksanakan tanggung jawab misioner sesuai dengan Pemahaman Iman GPIB, Tata Gereja GPIB serta Visi dan Misi GPIB.13 Melihat tugas seperti ini sudah seharusnya anggota Majelis Jemaat memahami dengan jelas apa yang harus dikerjakan. Hal ini terkait erat dengan Visi GPIB yaitu GPIB menjadi Gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan-Nya. Berdasarkan tugas dan tanggung jawab Majelis Jemaat yang disebutkan maka semua anggota Majelis Jemaat menjadi teladan. Teladan yang ditunjukkan oleh Majelis Jemaat diharapkan adalah teladan yang baik demi pengembangan dan pembangunan jemaat misioner. Setiap tingkah laku dan cara berpikir di tengah-tengah jemaat, sebagian besar dipengaruhi dari kehidupan Majelis Jemaat melaksanakan tugas panggilan dan pengutusan gereja dalam penataan dan pelayanan jemaat. Hal ini juga menjadi bagian mendasar dari kehidupan pelayanan Majelis Jemaat GPIB Immanuel Malang. Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang penulis sudah uraikan di bab II dan III, persoalan yang terjadi adalah komitmen
Majelis Sinode GPIB, PKUPPG buku II, 24. Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia (Yogyakarta : Taman Pustaka Kristen, 2008), 253. 13 Op.Cit., 30. 27
12 11

melaksanakan panggilan dan pengutusan belum terlaksana dengan baik. Kehadiran anggota Majelis Jemaat dalam persiapan Ibadah Minggu dan Ibadah Keluarga tidak mencapai 50%, demikian juga dalam Sidang Majelis Jemaat tingkat kehadiran tidak mencapai 70%. Prosentase kehadiran ini mau memperlihatkan bahwa ternyata penataan dan pelayanan dari Majelis Jemaat belum maksimal. Komitmen untuk melayani tidak terejawantahkan dalam keseluruhan tugas dan tanggung jawab yang ada. Padahal, dari kehadiran saja kita dapat melihat keseriusan komitmen yang dibangun dan diteladani oleh jemaat. Pelayanan dan Sidang Majelis Jemaat yang minim kehadiran ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan pelayanan yang ada tidak dipikirkan dengan matang dan suatu sikap serius dalam kebersamaan. Sehingga, seringkali terjadi sikap acuh tak acuh dalam pelaksanaan pelayanan yang keliru. Kebersamaan yang kurang ini juga berdampak dalam hubungan pelayanan Majelis Jemaat antar sektor. Ada kecenderungan beberapa orang Majelis Jemaat yang hadir apabila kegiatan tersebut melibatkan sektor dimana ia tinggal. Padahal, GPIB tidak mengenal istilah Majelis Sektor melainkan Majelis Jemaat. Majelis Jemaat dalam sektor-sektor pelayanan dibentuk hanya untuk memudahkan alur pelayanan yang ada sehingga tidak terkendala. Pengenalan misi Kristus menjadi tidak terasa dalam tubuh Majelis Jemaat jika kehadiran dan perhatian terhadap pelayanan masih sangat minim. Sementara, ada banyak hal yang perlu ditunjang agar jemaat merasa mendapatkan pelayanan dan gereja turut menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia melalui jemaat ini. Hal ini membutuhkan perhatian khusus dan serius sehingga seluruh anggota Majelis Jemaat kembali merefleksi ulang arti panggilan dan fungsinya untuk membina jemaat menjadi jemaat yang misioner. Majelis Jemaat dalam tugas sebagai pemimpin-pelayan perlu menyadari bahwa fungsinya adalah agar Kerajaan Allah dirasakan bukan terbatas pada menjadi agama Kristen atau warga jemaat melainkan kehadirannya membawa damai dan menjadi contoh pemimpin yang melayani sekaligus pelayan yang memimpin. IV.1.1.2 Pendetasentris Peraturan Nomor 2 tentang Majelis Jemaat, Pasal 6 tentang Tugas Ketua Majelis Jemaat ayat 1 dan 2 menyatakan tugas Ketua Majelis Jemaat adalah membina, mengembangkan dan memelihara kelembagaan dan ketatalayanan jemaat berdasarkan ketentuan GPIB. Ia juga memimpin, mengkoordinasikan, mendorong kerja sama, dan mencermati seluruh pelaksanaan kegiatan dalam penyelenggaraan panggilan dan pengutusan-Nya dalam persekutuan bersama Majelis Jemaat. 14 Melihat bunyi pasal yang diatur dalam Tata Gereja ini berarti ada kebersamaan yang harus tercipta dalam seluruh kegiatan yang ada di tengah-tengah jemaat. Kebersamaan yang diharapkan tercipta ini seringkali bergeser ketika ada pemahaman bahwa pendeta menjadi satu-satunya faktor penentu. Tugas pelayanan dalam prosesnya dapat berjalan apabila pendeta turut hadir dan berperan. Pemahaman ini dapat berdampak kurang baik dalam pelaksanaan kegiatan jika pendeta berhalangan atau tidak bisa untuk hadir dan berperan. Sebagai contoh, apabila pendeta tidak bisa melayani Firman sesuai jadwal dalam keadaan mendesak dengan alasan tertentu, maka Majelis Jemaat bertugas merasa tidak pantas untuk menggantikannya. Mungkin saja, ini akibat dari kurang persiapan tetapi lebih sering terjadi karena pemahaman yang keliru

14

Ibid., 80.

28

sehingga kalau bukan pendeta yang melaksanakan tugas tersebut, pelayanan yang berlangsung belum maksimal atau kurang afdol. GPIB sedang berusaha membina jemaat agar menjadi anggota jemaat yang misioner. Jangan sampai hal ini tidak terlaksana akibat pemahaman pendetasentris ini. Majelis Jemaat dalam wadah kebersamaan harus terbiasa dan dibiasakan untuk memahami tugas bersama tersebut. IV.1.1.3 Perencanaan dan Pelaksanaan Program Kerja yang Turut Membina Jemaat Misioner Pengulangan kegiatan dan program kerja seringkali terjadi dikarenakan pemahaman kebiasaan. Majelis Jemaat dan unit-unit misioner terbiasa menjalankan program kerja yang sudah ada tanpa kemudian mengevaluasi kegiatan tersebut dan melihat dari kacamata tema dan fokus pelaksanaan kegiatan yang ada. Akibatnya, beberapa kegiatan-kegiatan seperti perkunjungan, pengadaan mading di tingkat Pelkat tidak terlaksana atau belum maksimal dilaksanakan hanya karena kegiatan tersebut hanya dibuat untuk mempermanis program yang disusun. Selain itu pula, belum adanya tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek dari program kerja yang dijalani sehingga program kerja mungkin terasa sekadar ada tanpa ada hal konkret yang ingin dicapai. Bahkan dalam penentuan waktu pelaksanaan, ada beberapa program yang tidak mencantumkan secara jelas waktu pelaksanaan program dan ini memungkinkan kurang teraturnya pembagian kegiatan yang akan terjadi selama satu tahun dan dapat menimbulkan tingkat kepadatan kegiatan pada bulan tertentu lebih padat daripada bulan yang lain. Atau bahkan dapat terjadi satu bulan kegiatan begitu banyak sedangkan di bulan yang berikutnya tidak terlalu banyak kegiatan pelayanan. Ini diperlihatkan dari beberapa program yang sudah dirancangkan namun tanpa waktu pelaksanaan yang jelas, yaitu: Retreat Sektor (waktu pelaksanaan: April 2011-Maret 2012), Ibadah Gabungan Malang Raya (waktu pelaksanaan: April 2011-Maret 2012), Seminar Kesehatan-Pelkat PT (waktu pelaksanaan: April 2011-Maret 2012), dan lain sebagainya.15 Selain proses perencanaan program yang terkesan terburu-buru dan kurang matang, di dalam pelaksanaan program pun para penanggung jawab program pun menjalankannya dengan persiapan yang belum maksimal. Oleh karena, perencanaan tidak dilakukan secara matang, maka secara umum pelaksanaannya pun selalu menyesuaikan keadaan dan mengalami perubahan waktu pelaksanaan, bahkan tidak terlaksana karena berbagai macam faktor. Ditambah lagi, dalam penyusunan kegiatan bukan acara yang menjadi fokus pembahasan melainkan konsumsi dan dana-dana yang lain. Hal ini membuat susunan acara dan makna setiap materi yang ada terabaikan. Program Kerja merupakan wujud konkret dari bidang-bidang yang ditetapkan dalam Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) yang berarti program ini menjadi alat penilaian keberhasilan pelaksanaan konsep jemaat misioner yang diimpikan oleh GPIB. Jika hal ini tidak dikerjakan secara serius dan matang maka pelaksanaan pelayanan di tengah-tengah jemaat hanya bersifat kegiatan-kegiatan rutin tanpa pengembangan potensi jemaat. Perlu ada perhatian lebih pada saat menyusun dan merencanakan program kerja di jemaat.

Data diambil dari Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja GPIB Jemaat Immanuel Malang tahun anggaran 2011-2012.

15

29

IV.1.1.4 Perkunjungan Majelis Jemaat yang Belum Maksimal Majelis Jemaat juga turut berperan sebagai gembala yang membina dan mengarahkan jemaat agar tetap berada dalam kehidupan persekutuan, pelayanan dan kesaksian berdasarkan misi Kristus. Oleh karenanya, gembala yang baik perlu mengenal kawanan domba gembalaannya. Metode yang tepat yang dapat digunakan untuk menjawab hal tersebut adalah perkunjungan. Dengan perkunjungan, ada rasa kebersamaan yang tercipta melalui pengenalan akan Majelis Jemaat dan anggota jemaat. Dalam pada itu, Majelis Jemaat dapat memperhatikan dan melihat langsung pergumulan anggota jemaat. Kemudian, Majelis Jemat dapat menyusun strategi, berbagi cerita dan pengalaman yang menguatkan, menjadi pendengar yang baik atau juga menyampaikan Firman Tuhan sesuai dengan pergumulan yang dirasakan oleh anggota jemaat. Metode ini dapat membantu efektivitas dan efisiensi pelayanan di tengah-tengah jemaat. Dari kebersamaan yang dialami, perkunjungan rutin belum terjadi dan dilaksanakan dengan maksimal oleh Majelis Jemaat. Sifat perkunjungan masih situasional dan belum terrencana. Pengalaman perkunjungan selama vikaris dirasakan oleh keaktifan Koordinator Sektor 3 (tiga) yang giat mengajak dan mengadakan perkunjungan. Kunjungan seharusnya menjadi program yang terrencana dan terarah sehingga seluruh anggota jemaat bisa mendapatkan perhatian yang sama. IV.1.1.5 Proses Komunikasi dan Koordinasi yang Belum Baik antara Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) dan Karyawan Kantor Pekerjaan yang berlangsung di Kantor Majelis Jemaat bertanggung jawab langsung kepada PHMJ. Dengan panduan dari PHMJ, karyawan Kantor Majelis Jemaat melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka sesuai dengan bidang kerja yang ada. PHMJ memiliki wewenang langsung untuk melihat kinerja dari masing-masing karyawan dan bukan sekadar memberikan tugas saja. Dan untuk keteraturan pekerjaan proses komunikasi pun hendak dilakukan secara terarah. Berdasarkan pengamatan penulis, proses komunikasi yang dilakukan oleh PHMJ belum terarah. Fungsi Perpanjangan Tangan PHMJ di kantor, akibat tidak adanya Kepala Kantor pun tidak dilihat secara utuh dan melakukan tugas sebagaimana mestinya. Komunikasi yang terjadi seringkali tumpang tindih. Tanpa ada komunikasi dengan Perpanjangan Tangan PHMJ tersebut, seringkali PHMJ secara langsung memberikan tugas bagi karyawan yang akibatnya menambah pekerja rutin yang biasa dilakukan. Selain itu, di dalam hal koordinasi, PHMJ memiliki wewenang langsung untuk melihat hasil pekerjaan dari karyawan kantor. Terkait dengan surat menyurat dan penyampaian informasi kepada warga jemaat lewat warta jemaat, seluruh konsep dan proses penyusunan dilakukan oleh karyawan Kantor Majelis Jemaat dan PHMJ hanya menandatangani saja surat atau warta jemaat yang akan dikeluarkan. PHMJ yang bertugas memang memeriksa kembali apa yang tercantum dalam warta jemaat. Namun seringkali apabila terjadi kesalahan informasi, beban kesalahan itu lebih ditujukan kepada karyawan kantor yang ada. Bahkan di dalam pengamatan penulis, berbagai laporan dari PHMJ yang biasa dibuat sebagai laporan pertanggungjawaban per triwulan, sebagian besar dikerjakan oleh karyawan kantor. PHMJ hanya melihat hasil kompilasi dan laporan yang sudah dikerjakan tersebut. Hal ini tentu merupakan bentuk tanggung jawab yang melebihi beban kerja yang semestinya. Dari pemaparan ini diperlihatkan bahwa proses komunikasi dan koordinasi dari PHMJ dan Karyawan Kantor masih belum tertata dengan baik. Di sini perlu disadari tanggung jawab dari masing-masing pihak sehingga terjadi proses koordinasi yang lebih baik. Fungsi Kantor Majelis Jemaat pun harus dipahami
30

sebagai wadah bukan hanya sekadar pembagian informasi melainkan berita untuk tugas misioner yang diemban bersama. IV.1.1.6 Proses Komunikasi dan Koordinasi yang Belum Baik antara Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) dan Unit-Unit Misioner Unit-unit misioner yang ada di jemaat merupakan alat bantu Majelis Jemaat membangun jemaat misioner. Dalam wadah-wadah inilah, potensi anggota jemaat dibina dan dikembangkan. Wadah inilah yang akan menentukan arah dan pemahaman jemaat sehingga mau mengambil peran menjadi pelaksana misi Kristus. Untuk itulah, komunikasi dan koordinasi menjadi hal yang penting antara PHMJ dengan unit misioner terkait. Selama ini, hal tersebut belum menjadi kegiatan rutin. Komunikasi dan koordinasi lebih bersifat situasional atau bahkan informal. Padahal, komunikasi dan koordinasi rutin dan berkala itu penting untuk bersama-sama melihat perkembangan yang ada dan memotivasi pengurus-pelayan agar dalam keteguhan bersemangat melayani lewat unit-unit misioner yang ada. IV.1.2 Persoalan Membangun Jemaat Misioner dalam Keaktifan Anggota Jemaat Membangun Jemaat misioner tidak akan berhasil jika peran serta dari jemaat tidak memadai. Jemaat akan berkembang dengan baik apabila pelaksanaan kegiatan dapat dirasakan oleh seluruh anggota terkait. Dalam bab II data yang diperoleh tentang tingkat kehadiran anggota jemaat adalah sebagai berikut: Rata-rata kehadiran anggota jemaat dalam ibadah Minggu adalah 747 orang 105.21% dari 710 orang warga sidi jemaat. Rata-rata kehadiran anggota jemaat dalam ibadah Keluarga adalah 162 orang ( 22.82% dari 710 warga sidi jemaat) Rata-rata kehadiran anggota jemaat dalam ibadah Pelkat PKLU adalah 35 orang ( 16.91 % dari 207 orang anggota PKLU). Rata-rata kehadiran anggota jemaat dalam ibadah Pelkat PKP adalah 31 orang ( 13.96 % dari 222 orang anggota PKP). Rata-rata kehadiran anggota jemaat dalam ibadah Pelkat PKB adalah 14 (8.33 % dari 168 orang anggota PKB). Rata-rata kehadiran anggota jemaat dalam ibadah Pelkat GP adalah 15 orang ( 7.53 % dari 199 orang anggota Pelkat GP). Rata-rata kehadiran anggota jemaat dalam ibadah Pelkat PT adalah 25 orang ( 31.65% dari 79 anggota Pelkat PT). Rata-rata kehadiran anggota jemaat dalam ibadah Pelkat PA adalah 36 orang ( 28.57% dari 126 orang anggota Pelkat PA). Data yang dipaparkan di atas menunjukkan prosentase kehadiran yang tidak maksimal selain dalam ibadah Minggu. Hal ini menunjukkan keterlibatan anggota jemaat dalam keseluruhan tugas pelayanan belum maksimal. Pemahaman jemaat misioner tidak akan tersampaikan kepada seluruh jemaat apabila hal ini tidak ditingkatkan. Program kerja yang disusun pun tidak akan berdampak secara maksimal apabila tingkat kehadiran masih minimal. Kesadaran bahwa setiap orang adalah subjek bagi pembangunan jemaat itu menjadi penting dan juga harus dipahami oleh anggota jemaat GPIB Immanuel Malang. Bahkan lebih daripada itu, anggota jemaat harus punya pembekalan yang kuat apabila akan melibatkan diri dalam kebersamaan dengan masyarakat sehingga misi Kristus yang nyata lewat kehadiran setiap anggota jemaat dapat dirasakan oleh masyarakat luas.

31

IV.2 PEMECAHAN MASALAH

-Tabel Pemetaan Masalah dengan Analisa SWOTHelpful (Bermanfaat)


Strengths (Kekuatan) Nilai historis gedung gereja Lokasi gereja Kemajemukan anggota jemaat Kegiatan pelayanan yang teratur

Harmful (Berbahaya)
Weaknesses (Kelemahan) Fasilitas yang belum memadai Kurangnya keterlibatan anggota Majelis Jemaat dalam kegiatan pelayanan Kurangnya pemahaman anggota Majelis Jemaat tentang Tata Gereja Penyusunan Program Kerja kurang matang Kurangnya komunikasi dan koordinasi PHMJ dengan Kantor Majelis Jemaat Threats (Ancaman) Fanatisme para pendukung bola terhadap Arema Pemahaman misi evangelikal yang berkembang melalui seminari-seminari Alkitab di kota Malang

Internal

Opportunities (Peluang) Hubungan yang harmonis dengan warga masyarakat Dukungan Pemerintah Daerah Kota Malang Kota pelajar dan pendidikan membangun suasana belajar dan membuka wawasan berpikir jemaat

Eksternal

Pemetaan masalah tanpa usulan konkret pemecahan masalah bukanlah hal yang semestinya terjadi. Berdasarkan hasil analisa dan masalah yang telah dipetakan di atas, penulis mencoba menawarkan usulan pemecahan masalah. Proses pelayanan dalam membangun jemaat misioner telah dilakukan dengan baik, namun akan lebih baik lagi jika terjadi pembaharuan terus menerus sebagaimana tema tahun 2011-2012 Manusia Baru yang Terus Menerus Dibaharui. Adapun beberapa bentuk usulan pemecahan masalah adalah sebagai berikut : IV.2.1 Pemahaman Misi yang Benar dalam Konteks GPIB Gereja ada karena misi Allah melalui penebusan Kristus dan bukan sebaliknya. Dalam kerangka berpikir seperti inilah maka gereja hadir untuk melaksanakan misi Kristus dalam persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengah-tengah dunia ini. Kehadiran Gereja di dunia memiliki tanggung jawab untuk mengusahakan kesejahteraan bagi dirinya, sesama dan ciptaan lain sebagai amanat yang Allah tetapkan sejak manusia dijadikan. Pemahaman misi ini harus benar untuk Gereja terlebih khusus GPIB sehingga tidak terjebak dalam pemahaman kristenisasi. Gereja yang misioner memandang dan melaksanakan misi Allah sebagai inti keberadaan seluruh tindakan serta kehidupan gereja.16
16

Op.Cit., Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia., 253. 32

GPIB dalam pelaksanaan dan pemenuhan panggilannya di dunia ini punya semangat misioner agar jemaat menjadi mandiri dalam pemahaman iman dan menghadirkannya di tengah-tengah kehidupan dimana ia berada. Pemahaman ini harus sejiwa dengan sistem Presbiterial-Sinodal yang menjadi sistem pemerintahan GPIB. Untuk itu, pemahaman misi ini harus dipahami dalam kebenaran. Misi yang ada jika sudah dipahami dengan benar yaitu menghasilkan kualitas pelayanan dan anggota jemaat yang baik sehingga berguna bagi masyarakat, maka pelaksanaan dan harapan membangun jemaat misioner pun akan terlaksana dengan baik. Distorsi pemahaman misi dengan konteks GPIB dalam tubuh Presbiter, pertama-tama harus dapat diatasi dengan pengenalan unsur-unsur yang ada. Presbiter harus kenal betul wilayah pelayanan dan semangat bergereja dimana ia melayani. Tata Gereja, Pemahaman Iman, PKUPPG, Visi dan Misi GPIB harus menjadi pengetahuan dasar. Hal ini akan berdampak baik ketika dalam pelayanan Presbiter menjadi pemimpin-pelayan di tengah-tengah jemaat. Semangat kebersamaan, pemahaman yang sejiwa akan menjadi dasar yang baik, sehingga seluruh aspek kehidupan jemaat akan menjalankan fungsinya dengan baik dan misi Kristus bagi perdamaian, pembebasan, keadilan dan kasih di tengah-tengah dunia ini khususnya wilayah GPIB Jemaat Immanuel Malang dapat terasa. IV.2.2 Pembinaan Berkelanjutan Pengetahuan terhadap GPIB, kecintaan bergereja dan menggereja bagi anggota jemaat dan kinerja yang baik dari karyawan kantor akan terlaksana dengan baik bila diwadahi dengan pembinaan. Pembinaan yang dimaksud bukanlah pembinaan yang sifatnya situasional melainkan berkelanjutan. Pembinaan ini merupakan sebuah proses belajar terus menerus agar apa yang diketahui selama ini memiliki penekanan yang lebih jelas sesuai dengan perkembangan yang ada ataupun hal-hal yang belum diketahui dan dipahami dapat diketehui dan dipahami untuk menuntun langkah kerja ke arah yang lebih baik. Pembinaan yang dilakukan sangat penting terkait dengan penataan Kantor Majelis Jemaat, pengenalan Presbiter dalam wadah kebersamaan Majelis Jemaat tentang Tata Gereja dan hal-hal dasar yang menjadi harapan bersama GPIB, dan juga pembinaan bagi jemaat tentang tugas dan panggilannya di tengah-tengah kehidupan bergereja dan menjalankan misi di tengah-tengah masyarakat, serta pembinaan bagi pelatihan pembuatan program kerja dan anggaran baik bagi Majelis Jemaat maupun unit-unit misioner yang ada. Pembinaan harus dilaksanakan secara berkelanjutan karena sifatnya memberi bekal dan dasar pemahaman. Pembangunan jemaat misioner akan terlaksana apabila semua peserta bina mau mempraktekkan teori-teori yang didapat dari pembinaan tersebut. Sehingga, usulan ini bukanlah merupakan hasil akhir tetapi langkah awal menuju sebuah pembaharuan paham bersama dalam semangan ber-GPIB. IV.2.3 Perkunjungan Membina relasi yang baik antara sesama Majelis Jemaat maupun antara Majelis Jemaat dengan anggota jemaat merupakan hal yang sangat baik bagi pembangunan jemaat. Relasi ini dapat terjalin dengan metode perkunjungan. Perkunjungan yang diatur dalam kurun waktu tertentu dengan model dan tujuan tertentu akan lebih efektif dan efisien dibandingkan kunjungan yang sifatnya situasional saja. Hal ini harus menjadi kesadaran bersama Majelis Jemaat agar semua anggota jemaat merasakan perhatian yang adil. Ini merupakan salah satu teladan Kristus ketika Ia melakukan segala sesuatu dalam keadilan dan bagi
33

kepentingan banyak orang. Panggilan dan pengutusan yang ada harus selalu dipahami sebagai kesempatan melaksanakan misi Kristus sehingga perkunjungan bukan menjadi beban karena kesibukan yang menghalang melainkan sebagai kesempatan kita belajar dari pribadi-pribadi yang pasti memiliki pengalaman dengan Kristus. IV.2.4 Pelatihan Kerja Karyawan Kantor Majelis Jemaat Pelatihan Kerja menjadi hal yang penting untuk dirasakan oleh Karyawan Kantor Majelis Jemaat. Hal ini terkait dengan perkembangan kinerja yang baik dan upaya memberika yang terbaik untuk pekerjaan Tuhan.17 Pelatihan ini bukan saja menguntungkan bagi karyawan melainkan juga bagi gereja dimana ada alur komunikasi dan koordinasi yang lebih baik lagi sehingga pelaksaan misi melalui Kantor Majelis Jemaat juga terselenggara lewat tersedianya info yang tepat bagi pelayanan. IV.2.5 Pengelolaan Ruangan secara Efisien Ruangan yang terbatas perlu pengelolaan yang baik sesuai fungsi dan waktu pelaksaan. Untuk itu, sembari penambahan ruangan diadakan maka dalam melakukan kegiatan pelayanan harus melihat dan membedakan penggunaan primer dan sekunder.18 Penggunaan primer adalah untuk kepentingan ibadah sedangkan di luar itu, misalnya rapat dan latihan merupakan penggunaan sekunder. Meski ini tidak menjadi masalah yang signifikan dalam pembagian ruangan, namun perlu diberi pemahaman agar dalam pelaksanaan hal ini tidak menjadi perdebatan yang berarti karena jadwal yang ada. Komunikasi, koordinasi dan pengertian sangat dibutuhkan sehingga masalah fisik tidak menjadi kendala bagi pelaksanaan kegiatan pelayanan berdasarkan misi Kristus. IV.2.6 Pembentukan Kelompok Fungsional dan Profesional Dalam rangka memampukan seluruh anggota jemaat untuk menghasilkan karya konkret di tengah masyarakat, perlu pula dibentuk atau diaktifkan kelompok-kelompok fungsional dan profesional. Kelompok ini dibentuk berdasarkan kemampuan atau profesinya. Kelompok-kelompok fungsional ini akan menjadi wadah yang menampung banyak keterlibatan anggota jemaat dalam kehidupan gereja.19 Misalnya, pembentukan kelompok ekonomi yang terdiri dari pengusaha dan ahli ekonomi, kelompok guru/dosen sebagai kelompok pendidikan, kelompok dokter, kelompok ahli hukum, kelompok pecinta lingkungan hidup, kelompok musik, dll. Kelompok-kelompok ini bukan untuk menjadi ghetto yang eksklusif sebaliknya justru menjadi bagian dari anggota jemaat yang mendampingi gereja berkarya di tengah masyarakat. Mereka memikirkan atau menggumulkan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat sesuai dengan bidangnya. Bahkan, mereka menjadi konsultan bagi Pendeta ataupun Majelis Jemaat, sehingga gereja dapat menyuarakan suara kenabian dalam pelbagai aspek kehidupan masyarakat. Kelompok Fungsional Profesional ini merupakan salah satu dari unit misioner di GPIB. Akan tetapi, kelompok ini belum terbentuk di GPIB Jemaat Immanuel Malang. Padahal, salah satu kekuatan jemaat ini adalah anggotaWalz, Edgar. Bagaimana Mengelola Gereja Anda ? Pedoman bagi Pendeta dan Pengurus Awam.(Jakarta : BPK Gunung Mulia, cet.ke-7. 2011), 101. 18 Ibid., 161. 19 van Kooij, Rijnardus A., et.al, Menguak Fakta, Menata Karya Nyata : Sumbangan Teologi Praktis dalam Pencarian Model Pembangunan Jemaat Kontekstual (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2007), 134. 34
17

anggotanya adalah orang-orang yang terdidik dan terpelajar. Dengan adanya kelompok ini, diharapkan potensi diri yang menjadi kekuatan jemaat dapat diwadahi dan menjembatani wujud konkret kehadiran jemaat di tengah masyarakat sebagai pelaksana misi Kristus. Kelompok ini juga akan sangat berguna apabila setiap kegiatan yang dipikirkan, dipertimbangkan dan dijalankan terkendala dengan dana, maka kelompok yang terbentuk ini -dengan latar belakang manajemen keuangan atau ilmu ekonomi- bisa mengatur dan mengelolanya. IV.3 SEBUAH REFLEKSI BAGI PERUPAAN PENDETA DI TENGAH-TENGAH PERGUMULAN MEMBANGUN JEMAAT MISIONER Lebih kurang 25 bulan penulis menjalani proses perupaan pendeta GPIB. Berbagai macam pelayanan dilakukan untuk pembentukan dan pengenalan jati diri pendeta GPIB. 2 (dua) jemaat berbeda dengan keunikan pelayanan yang terasa semakin mempertajam pemahaman penulis tentang wilayah pelayanan GPIB yang nantinya penulis berada secara langsung di dalamnya. Penulis sangat mensyukuri proses pembelajaran yang dilewati ini. 2 (dua) tahun lebih, 2 (dua) jemaat dengan 3 (mentor) merupakan sebuah pengayaan tersendiri bagi penulis. Pada akhirnya penulis sadar dan memahami maksud setiap proses ini. gumul juang yang dialami merupakan proses pembelajaran dan pelatihan agar penulis tidak terjun bebas tanpa parasut yang disediakan oleh sinode GPIB supaya pendaratannya berjalan dengan baik. Penulis sadar bahwa meskipun pembelajaran ini sudah dilakukan, namun dunia nyata pelayanan akan segera dihadapi dan punya tantangan yang berbeda. Mungkin parasut itu ada, tetapi tidak menutup kemungkinan pendaratan kurang sempurna akibat faktor lain semisal cuaca yang tidak bersahabat. Oleh karenanya, pembelajaran ini adalah proses yang tidak pernah berakhir selama penulis berkarya di lingkungan GPIB. GPIB Jemaat Immanuel Malang yang secara panjang lebar penulis uraikan dalam laporan ini berbeda dengan GPIB Jemaat Gibeon Rumbai. GPIB Jemaat Gibeon Rumbai punya fasilitas yang memadai namun anggota jemaat yang ada tidak terlalu heterogen. GPIB Jemaat Gibeon Rumbai memiliki jadwal pelayanan yang teratur namun tidak sepadat Jemaat Immanuel Malang. Budaya dan karakter kedua jemaat pun berbeda. Kesempatan melayani di tengah-tengah jemaat pun berbeda seiring dengan pengalaman dan kemampuan yang terus diasah. Namun perbedaan ini membuat penulis merasa ada muara yang sama yaitu pengenalan misi dan ladang misi yang dijalankan. GPIB harus menjadi konteks pelayanan yang ada bukan hanya untuk jemaat melainkan untuk pendeta termasuk penulis dalam tahapan perupaan ini. GPIB punya keunikan tersendiri yaitu kebersamaan dalam melayani. Sejauh apapun ladang pelayanan kita, tetap ada harapan bersama. Tahun-tahun ini ada warna bersama yang mau ditampilkan bagi dunia yaitu GPIB ingin membangun jemaat misioner yang turut menghadirkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan. Ini tugas bersama. Oleh karenanya, penulis punya perubahan paradigma. Ketika penulisan ini dilakukan, penulis sadar sunggu bahwa penulis tidak berada di luar tulisan ini namun ada bersama-sama dengan tulisan ini. Pemecahan masalah juga merupakan bagian yang harus penulis hayati. Penulis merasa menjadi bagian dalam pembentukan ini sebagai sebuah kesadaran bahwa jemaat-jemaat GPIB punya potensi kuat untuk kemudian dikembangkan dan berdayaguna bagi gereja dan masyarakat sekitar. Pengalaman bersama jemaat juga pemahaman yang terjadi dalam pengamatan peristiwa di tengah-tengah Indonesia semakin memperkaya penulis. Penulis sangat berharap dapat membentuk diri menjadi pelaksana misi Kristus. Penulis sangat berharap pada waktunya nanti penulis dapat menjadi pemimpin
35

yang melayani sekaligus pelayan yang memimpin. Keunikan dan potensi GPIB yang perlu terus menerus dikembangkan sehingga pembangunan jemaat berhasil baik. Yohanes 13 menjadi sebuah cerita menarik bagi penulis yang diteladani Kristus. Kisah ini mau mengingatkan arti pelayanan yang sesungguhnya dari seorang Pendeta yang mungkin untuk konteks kekinian mengalami distorsi. Penulis punya kerinduan memiliki hati yang terus menerus dibaharui hanya untuk melayani. GPIB mengusung tema kebersamaan sejalan dengan kisah yang mau ditunjukkan. Dalam keberanian, penulis mau menghubungkan kisah ini dengan bagaimana Yesus sendiri bekerja dalam kebersamaan. Misi Kristus dapat terlaksana hanya ketika murid-murid menjadi percaya dan mau meneladani karya gurunya. Maka dalam keyakinan yang sama, penulis berharap mampu melakukan tugas kebersamaan ini dan menjadi berguna bagi pembangunan jemaat misioner dalam sinode GPIB. Penulis dikuatkan dengan pernyataan Yohanes 13 : 1b Sama seperti Ia senantiasa mengasihi muridmuridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kesudahannya. Ketika Allah memilih, maka Ia menyertai dan memperlengkapi pelayanpelayanNya untuk terus berkarya. Misi Kristus itu adalah tugas berat. Menjalankan misi gereja yang dilandasi oleh misi Kristus itu pun bukan hal yang gampang. Oleh karenanya, penulis sangat bersyukur untuk pengalaman pelayanan di jemaat dengan arahan mentor dan sinode GPIB. Gereja harus berarti di tengah-tengah jemaat dan masyarakat. Dunia harus melihat wajah Kristus lewat kinerja nyata yang melampaui tembok-tembok gedung gereja yang megah. Banyak orang kekurangan cinta-kasih, banyak orang tidak memiliki damai, banyak orang menderita. Kenyataan ini yang menjadi konteks berpikir penulis supaya tidak menaruh harapan yang mengawang-awang melainkan berpikir menjadi berarti untuk Indonesia dalam wilayah kerja GPIB. Pelayan Firman dan Sakramen di tengah-tengah GPIB yang dipersiapkan secara matang juga punya banyak kekurangan. Namun jangan sampai kekuarangan ini menjadi ancaman terbesar tanpa memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada. Pembelajaran ini membuat penulis sadar bahwa kebersamaan melayani menjadi bagian dasar agar tugas dan misi Kristus boleh tersampaikan. Pelayan Firman dan Sakramen juga harus punya komitmen yang kuat dan teguh agar tidak gampang goyah dan tidak gampang patah. Pembelajaran yang ada merupakan awal agar penulis terus belajar dan tidak merasa puas untuk senantiasa melayani dalam ketulusan menjawab panggilan dan pengutusan dari Kristus, Sang Kepala Gereja.

BAB V PENUTUP
36

Gereja barulah menjadi gereja yang sebenarnya bila gereja itu melaksanakan misi Allah di tengah-tengah dunia atau bila gereja itu menjadi gereja misioner.20 GPIB pun turut memenuhi panggilan tersebut. Dalam pelaksanaan pelayanan di tingkat jemaat hal ini pun menjadi harapan mendasar bagi keberadaan GPIB Jemaat Immanuel Malang. Keunggulan dan peluang yang ada untuk membangun jemaat misioner perlu mendapat perhatian lebih. GPIB Jemaat Immanuel Malang bukan hanya dikenal oleh jemaat ini saja melainkan seluruh aspek di kota Malang. Bangunan bersejarah yang menjadi peninggalan bagi jemaat seharusnya menjadi loncatan bagi pelaksanaan pelayanan yang ada. Catatan sejarah bukan hanya untuk menjadi sejarah yang dibaca dan dikenang melainkan perlu diteruskan. Jemaat ini ada untuk mengukir sejarah bersama. Gereja tua dengan banyak anggota jemaat yang lansia tidak menutup kemungkinan bagi perkembangan persekutuan, pelayanan dan kesaksian berdasarkan misi Kristus. Justru dalam semangat yang teguh, jemaat secara holistik mau membangun keberadaan dan menunjukkan identitas dirinya ditengah-tengah kepelbagaian agar situasi pelayanan yang ada tetap dirasakan sampai puluhan tahun ke depan. Ladang misi yaitu kota Malang dengan keterbukaan berpikir yang ada menjadi sasaran yang baik untuk berkarya. Orang tidak perlu memeluk agama Kristen terlebih dahulu untuk mengenal Yesus Kristus dan karyanya. Presbiter yang terhimpun dalam wadah kebersamaan Majelis Jemaat, Karyawan Kantor, Unit-unit Misioner dan seluruh anggota jemaat yang ada punya tugas dan peran yang sama. Kristuslah Kepala Gereja dan sebagai tubuh Kristus mari terus berkarya dalam kebersamaan. Melalui pembaharuan terus menerus dan kesadaran yang dialami bersama, pembangunan jemaat akan berjalan dengan baik untuk menjalankan misi Kristus. Misi itu penting karena tidak hanya memberi arah kepada semua kegiatan melainkan juga menyediakan identitas bersama.21 Dari identitas bersama inilah, kita mengarahkan untuk menerapkan suatu sistem bersama yang terarah kepada misi itu sendiri. Dengan sistem yang baik dan tertata, seluruh pelayanan akan dirasakan oleh semua yang ada di dalam wilayah pelayanan maupun dimana pelayanan itu ada dan berkembang. Dengan keteraturan dan semangat untuk saling membangun maka pembaharuan itu tidak perlu menunggu masalah terjadi melainkan keinginan untuk tetap sempurna seperti Kristus yang adalah sempurna. Apakah kita mau mengulang sejarah gedung gereja ini berfungsi kembali menjadi gudang beras ataukah kita mau mengukir sejarah gedung ini berfungsi mewadahi karya persekutuan, pelayanan dan kesaksian yang dirasakan oleh seluruh masyarakat ? Mari kita menjadi pengukir sejarah dan bukan hanya pengamat sejarah.

20
21

Op.Cit., Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia, 19. 37

Hendriks,Jan. Jemaat Vital dan Menarik: Membangun Jemaat dengan Menggunakan Lima Faktor (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 154,

Você também pode gostar