Você está na página 1de 23

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam upaya manusia untuk terap mempertahankan keberadaannya di atas bumi ini, pada hakekatnya manusia bekerja dan berkarya. Hasil kerja yang diwujudkan dalam bentuk barang (goods) dan jasa (sevice) bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat serta Negara. Dengankata lain kerja dapat dilihat sebagai tugas dan kewajiban individu untuk mewujudkan cita-cita harapan dan kebahagiaannya (Sumamur, 1967:45). Menurut Nasional Safety Council USA (1982) kesehatan kerja sangat berkaitan dengan salah satu atau lebih kondisi di tempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan menurunkan produktivitas kerja yang pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang bersangkuta (Rachman, 1990:3). Salah satu faktor fisik yang mempengaruhi kondisi tempat kerja adalah pencahayaan yang kurang / menyilaukan bias menyebabkan penyakit / gangguan pada mata (Sumamur, 1967: 45) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 261/MENKES/SK/II/1998 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja, bahwa intensitas pencahayaan untuk jenis pekerjaan kasar dan terus menerus diantaranya pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar tingkat pencahayaannya minimal 200 lux.

Pencahayaan yang kurang atau terlalu terang (menyilaukan) dapat menyebabkan kelainan penglihatan seperti penglihatan ganda, seperti menglihat pelangi dan susah melihat jarak dekat dan mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh sebab itu faktor cahaya menjadi sangat penting sehingga tenaga kerja dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya dengan jelas, aman, nyaman dan cepat. Pencahayaan yang memenuhi syarat kesehatan akan dapat menciptkana peningkatan produksi dan menciptkan lingkungan kerja yangmenyenangkan, sedangkan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan dapat menciptakan kelelahan mata yang menjadi sebab kelelahan mental, yang fejala meliputi sakit kepala dan penurunan kemampuan intelektual. Lebih dari itu bila pekerjaan mendekatkan matanya terhadap objek untuk memperbesar ukuran benda maka akomodasi lebih dipaksakan dan mungkin terjadi penglihantan rangkap atau kabur, yang disertai sakit kepala di daerah atas mata (Sumamur, 1967 : 99). Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud adalah beban fisik dan beban mental. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam pekerjaaan yang dilakukannya. Sehingga mereka hanya mampu memikul beban kerja sampai batas tertentu saja. Inilah yang dimaksud dengan penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaannya. Lamanya seorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain (Sumamur, 1967 : 193). Kemampuan kerja seseorang berbeda-beda antara satu dengan yang lain dan sangat tergantung kepada keterampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis

kelamin, usia dan ukuran tubuh. Semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki, maka semakin efisien badan dan jiwa bekerja , sehingga beban kerja relatif sedikit. Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting produktifitas seseorang dalam pekerjaannya. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus dipelihara selama bekerja. Kesegaran jasmani dan rohani tidak saja mencerminkan kesehatan fisik dan mental tetapi juga menggambarkan keserasian dan penyesuaian diri seseorang dengan pekerjaan yang banyak dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimilikinya. Intensitas pencahayaan adalah kepadatan cahaya yang mengalir dari sumber cahaya atau banyaknya cahaya yang jatuh menerpa bidang. Untuk pekerjaan yang tidak memerlukan pengamatan cermat maka intensitas pencahayaan lebih rendah dari pada intensitas pekerjaan yang memerlukan pengamatan yang teliti (Silalahi, 1985 : 45). Berdasarakan survey yang penulis lakukan di lokasi tempat kerja menjahit pada lantai II Pasar Raya Padang pencahayaannya masih kurang baik karena rapatnya susunan bangunan maka cahaya yang berasal dari alam maupun cahaya buatan yang dipakai di tempat kerja jadi terhalang. Wawancara penulis dengan 15 orang pekerja ditemukan 13 orang diantaranya mempunyai keluhan terhadap matanya. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan intensitas pencahayaan dan lama menjahit terhadap timbulnya myopia pada tenaga kerja penjahit di Pasar Raya Solok Tahun 2012.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan intensitas pencahayaan dan lama menjahit terhadap timbulnya myopia pada tenaga kerja penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan intensitas pencahayaan dan lama menjahit terhadap timbulnya myopia pada tenaga kerja penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Diketahuinya kejadian myopia pada penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. b. Diketahuinya intensitas pencahayaan ruangan kerja penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. c. Diketahuinya lama menjahit oleh penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012 d. Diketahuinya hubungan intensitas pencahayaan dengan kejadian myopia pada penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. e. Diketahuinya hubungan lama mejahit dengan kejadian myopia pada penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Sebagai tambahan literatur ilmu dan pengetahuan bagi program studi ilmu keperawatan fort de kock Bukitinggi. 1.4.2. Sebagai sumbangan fikiran bagi penjahit tentang pencahayaan yang baik.

1.4.3. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan Daerah Solok, khususnya bagi Dinas Tenaga Kerja Kota Solok untuk meningkatkan pelaksanaan dan pengawasan kesehatan kerja didaerahnya. 1.4.4. Bagi penulis berupa pengalaman dan pengetahuan tentang keselamatan kerja dalam penulisan karya tulis 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi ruang lingkup penelitian adalah hubungan intensitas pencahayaan di ruang kerja dan lama menjahit terhadap timbulnya myopia pada tenaga kerja penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. Variabel pada penelitian ini adalah variabel independen yaitu intensitas pencahayaan dan lama menjahit (6-8 jam). Sedangkan variabel dependent adalah terjadinya myopia pada tenaga kerja penjahit di Pasar Raya Solok Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.1.1

Tinjauan Teoritis Cahaya Cahaya merupakan gelombang elekromagnetis, gelombamng cahaya

tersebut merambat dengan panjang gelombang berlain-lainan. Berkas cahaya yang terdiri dari gelombang gelombang elekromagnetis dengan satu panjang gelombang dikatakan berkas cahaya yang monochromatic. Sedangkan berkas cahaya yang terdiri dari gelombang-gelombang elekromagnetis dengan berbagai macam panjang gelombnag dikatakan gelombang cahaya yang polychromatis (UI. 1984). Cahaya yang masuk ke dalam ruangan merupakan cahaya yang berasal dari cahaya matahari, bulan dan bintang. Cahaya matahari yang putih diuraikan melalui kaca prisma menjadi beberapa spectrum warna dengan panjang gelombang yang berbeda. Bila terkena cahaya matahari terlalu banyak dapat mengakibatkan kanker pada kulit dan bila kurangnya pencahayaan akan menimbulkan beberapa akibat penyakit pada mata, kurangnya kenyamanan dan penurunan produktivitas seseorang (Lubis, 1989 : 42) Cahaya sangat besar manfaatnya bagi tenaga kerja untuk mendapatkan keselamatan dan kelancaran kerja, oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang tidak cukup mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga melakukan pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami kesalahan dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan (Sedarmayanti, 1996 : 23). 6

2.1.2 Jenis-Jenis Sistim Pencahayaan Bagian ini menjelaskan berbagai jenis dan komponen sistim pencahayaan adalah : 1) Lampu Pijar (GLS) Lampu pijar bertindak sebagai badan abu-abu yang secara selektif memancarkan radiasi, dan hampir seluruhnya terjadi pada daerah nampak. 2) Lampu Tungsten--Halogen Lampu halogen adalah sejenis lampu pijar. Lampu ini memiliki kawat pijar tungsten seperti lampu pijar biasa yang digunakan di rumah, tetapi bola lampunya diisi dengan gas halogen.Atom tungsten menguap dari kawat pijar panas dan bergerak naik ke dinding pendingin bolalampu. 3) Lampu Neon Lampu neon, 3 hingga 5 kali lebih efisien daripada lampu pijar standar dan dapat bertahan 10 hingga 20 kali lebih awet. 4) Lampu Sodium Lampu sodium tekanan tinggi (HPS) banyak digunakan untuk penerapan di luar ruangan dan industri. 5) Lampu Uap Merkuri Lampu uap merkuri merupakan model tertua lampu HID. Walaupun mereka memiliki umur yang panjang dan biaya awal yang rendah, lampu ini memiliki efficacy yang buruk (30 hingga 65 lumens per watt, tidak termasuk kerugian balas) dan memancarkan warna hijau pucat.

6) Lampu Kombinasi Lampu kombinasi kadang disebut sebagai lampu two-in-one. Lampu ini mengkombinasikan dua sumber cahaya yang tertutup dalam satu lampu yang diisi gas. 7) Lampu Metal Halida Halida bertindak sama halnya dengan siklus halogen tungsten. Manakala suhu bertambah maka terjadi pemecahan senyawa halida melepaskan logam ke pemancar. Halida mencegah dinding kuarsa diserang oleh logam-logam alkali. 8) Lampu LED Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya yang efisien energinya. Ketika lampu LED memancarkan cahaya nampak pada gelombang spektrum yang sangat sempit, mereka dapat

memproduksi cahaya putih. 2.1.3 Sumber Cahaya

a. Cahaya Alam Adalah cahaya yang terdapat di alam yang berasal dari matahari, bulan dan bintang dan matahari merupakan sumber utama cahaya alam. Bila dipergunakan cahaya alam sebagai sumber cahaya maka jendela dan dinding kaca tempat dari pada pekerja yang harus selalu bersih, luas kaca berada sekitar 15 % - 20 % dari lantai ruang kerja. Jendela/dinding kaca harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan penyebaran cahaya yang merata. Jika ada penyinaran matahari langsung menimpa para pekerja, maka harus diadakan tindakan untuk menghalanginya. Bila

jendela itu merupakan satu-satunya jalan cahaya matahari, maka jarak antara jendela dan lantai tidak boleh melebihi 1,20 meter. Jendela itu harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan cahaya mencapai ruang kerja (Soepomo, 1981 : 112). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah cahaya siang yang memasuki ruangan yaitu : musim, tinggi tempat dari permukaan laut, waktu/jam berapa siang itu, ada tidaknya embun, kabut, asap dan jauh dekat tingginya gedung yang bersebelahan serta ukuran dan posisi letak jendela (Lubis, 1989 : 44). b. Cahaya Buatan Adalah cahaya yang menggunakan sumber cahaya bukan alamiah seperti listrik, lampu minyak tanah, lilin, lampu gas dan lain sebagainya (Lubis, 1985: 47). Penerangan buatan tidak boleh menyebabkanp panas yang berlebihan atau yang merusak susunan udara. Apabila penerangan buatan menyebabkan kenaikan suhu dalam ruangan kerja, suhu ini tidak boleh melebihi 320C. oleh karena itu harus dilakukan tindakan lain untuk mengurangi pengaruh kenaikan suhu tersebut (Silalahi, 1995 : 234). 2.1.4 Intensitas Pencahayaan Intensitas cahaya adalah kepadatan cahaya yang mengalir dari sumber cahaya atau banyaknya cahaya yang jatuh menerpa bidang. Untuk pekerjaan yang tidak memerlukan pengamatan cermat maka intentensitas pencahayaan lebih rendah dari pada intensitas pekerja yang memerlukan pengamatan yang diteliti (Silalahi, 1985 : 45).

10

Untuk setiap jenis pekerjaan diperlukan intensitas cahaya yang tertentu pula. Hal ini dapat terlihat pada keputusan Menteri Kesehatan Repoblik Indonesia Nomor : 261/MENKES/SK/II/1998 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja terdapat ketentuan-ketentuan intensitas cahaya di ruang kerja dimana pekerjaan kasar dan terus menerus tingkat pencahayaan minimal 200 lux untuk pekerjaan mesin dan perakitan kasar 2.1.5 Standar Pengukuran Cahaya Pencahayaan diukur dengan alat yang disebut lux meter. Alat ini bekerja berdasarkan pengubahan energi yang diubah menjadi tenaga listrik oleh photoelectriccell (Suwarno, 1985 : 193). Standar pengukuran cahaya menurut Lubis (1989 : 42) adalah : a. Standar Candle, yaitu ukuran standar bagi satu lilin yang secara internasional telah diakui. b. Foot Candle (fc) yaitu ukuran kuat pencahayaan (iluminasi) yang diterima di satu titik berjarak satu foot dari sumber cahaya yang berkekuatan satu lilin. c. Lumen (Lm) yaitu ukuran jumlah cahaya yang dipancarkan dari satu sumber yang diterima disebuah bidang / medium. d. Satu lumen per square (1 m/ft2) yaitu jumlah cahaya yang jatuh pada bidang seluas satu kaki persegi, dimana setiap titik di bidang itu mempunyai jarak satu kaki dari sumber cahaya yang berkekuatan satu lilin. e. Lux yaitu sama dengan satu lumen persegi meter. f. Foot lambert (ft-1) yaitu satu ukuran dari luminensi.

11

2.1.6

Akomodasi dan Faktor yang Mepengaruhinya Akomodasi adalah kemampuan mata untuk menfokuskan diri kepada

objek pada jarak dari titik terdekat sampai ke titik terjauh, atau dengan mengubah kelengkungan lensa. Derajat kelengkungan tergantung tingkat pengkerutan dari otot siliar sehingga objek yang jauh jatuh ke fokus. Kalau kemampuan mata tidak terfokus maka akan menimbulkan kelelahan pada mata, dan akan merasa pusing. 2.1.7 Pengaruh Cahaya Terhadap Tenaga Kerja

a. Kesilauan (glare) Silau terjadi karena ada resiko kecerahan (brighness ratio) yang tinggi antara benda yang dilihat dengan sekitarnya dan menyebabkan benda-benda yang akan dilihat menjadi tidak jelas serta menyebabkan perasaan tidak enak pada mata dan menimbulkan banyak kesulitan (Lubis, 1985 :46). Silau dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1). Silau langsung 2). Silau Refleksi Pencegahan kesilauan dapat dilakukan dengan cara pemilihan lampu secara tepat yang tidak menjadi perlambangan kedudukan seseorang, melainkan dimaksudkan untuk penerangan yang baik, penempatan sumber-sumber cahaya terhadap meja mesin juga memperhitungkan letak jendela, penggunaan alat-alat pelapis tidak mengkilat atau dinding, lantai, meja dan lainnya serta penyaringan sinar matahari langsung (Sumamur, 1992: 94-95).

12

b. Lelah visual Terjadi ketegangan yang intensif pada sebuah fungsi tunggal dari mata. Kelelahan visual timbul sebagai stress intensif pada fungsi mata seperti terhadap otot akomodasi pada pekerjaan yang

membutuhkan pengamatan secara teliti terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan visual ditandai dengan kurangnya ransangan dan memerhnya konjungtiva, melihat rangkap, pusing, kekurangan akomodasi serta menurunnya ketajaman penglihatan ketepatan kontras dan ketepatan persepsi. Kelelahan visual disebabkan oleh upaya mata untuk melihat suatu objek, semakin besar objek maka uapaya yang dibutuhkan semakin kecil sehingga menimbulkan kelelahan mental. Gejala-gejalanya meliputi pegal di daerah mata, mata sering berair, penglihatan ganda, tegang pada kelopak mata, sering merasa mengantuk dan sulit memusatkan fikiran (Sumamur, 1992: 98). 2.1.8 Pencahayaan dan Produktifitas Kerja Pencahayaan ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja. Kebutuhan pencahayaan pada ruang kerja berbeda antara lingkungan satu dengan lingkungan lain tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Pencahayaan yang baik memungkinkan tempat kerja melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanda upaya-upaya yang tidak perlu. Pencahayaan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan (Sumamur, 1992: 93).

13

Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang tepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang maksimal dan ketidakefisienan yang minimal, dan dengan begitu secara tidak langsung mengurangi terjadinya kecelakaan. Dengan hubungan kelelahan sebagai sebab kecelakaan, pencahayaan yang baik merupakan salah satu upaya preventif. Pengalaman menunjukan bahwa pencahayaan yang tidak memadai disertai tingkat kecelakaan yang tinggi (Sumamur, 1985: 300). Produktivitas adalah esensial bagi kemajuan karena merupakan

pertumbuhan, kemakmuran dan kemajuan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi

produktivitas adalah kesehatan, motivasi, disiplin, etos kerja, keterampilan, gizi, tingkat penghasilan, jaminan sosial, pendidikan, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial, teknologi, sarana produksi manajeman dan kesempatan berprestasi (Rachman, 1990: 10). Efesiensi produktivitas dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : a. b. Warna cat Lampu dan alat penerangan Dalam melakukan suatu kegiatan perlu penerangan yang cukup agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan, adapun secara umum syarat penerangan di tempat kerja menurut Sumamur (1985: 98-99) adalah : a. Setiap tenaga kerja mendapat penerangan yang cukup untuk melakukan penerangan.

14

b. Bila ada penyinaran matahari pekerja maka harus

yang langsung yang menimpa para tindakan-tindakan untuk

diadakan

menghalanginya. c. Jika cahaya matahari tidak mencukupi, maka berikan cahaya tambahan. d. Untuk pekerjaan yang dilakukan pada malam hari harus diberikan penerangan yang cukup. e. Sumber cahaya yang dipergunakan tidak boleh menyebabkan sinar yang menyilaukan. Dampak dari pencahayaan yang kurang memadai adalah akan dapat menciptakan kelelehan mata, sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan, meningkatkan kecelakaan kerja dan pengeluaran energi yang tidak perlu dalam penglihatan. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam, siangnya dipergunakan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, istirahat, dan lainnya. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan bisa membuat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Sebaiknya istirahat setengah jam setelah terus-menerus sangat baik untuk meningkatkan produktivitas kerja (Sumamur, 1967: 193).

15

Tabel 3.1 Koefisien Pemantulan dari Berbagai Macam Warna No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Warna Putih Krem muda Jingga muda Kuning muda Biru muda Hijau muda Abu-abu muda Biru Abu-abu Koefisien Pemantulan (%) 90-65 74 67 65 61 47 49 36 30 13

10 Merah Sumber : Lubis, 1985: 44 2.2 Myopia

Miopia adalah bentuk kelainan refraksi di mana sinar-sinar sejajar, pada mata yang istirahat, akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina. Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relative panjang dan disebut sebagai myopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media yang tinggi, atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat, dalam ini disebut sebagai myopia refraktif (Ilyas, 1981 : 5). Mata merupakan panca indera yang harus memerlukan perlindungan terhadap faktor-faktor luar yang berbahaya, karena mata bagian badan yang sangat peka. Bola mata dibagian depan mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan kelengkungan yang berbeda. Mata secara optis dapat disamakan dengan kamera fotografis biasa, mempunyai satu sistem lensa, atau sistem tingkap (lobang lensa) yang berubahubah dan retina dapat disamakan denfan film.

16

Bila sinar masuk ke bola mata normal maka sinar akan difokuskan pada selaput jala terutama pada daerah yang dinamakan bintik kuning. Selaput sinar yang masuk ke dalam mata melalui bagian mata yang disebut medi penglihatan yang terdiri dari selaput bening manik lensa, lensa mata dan badan kaca, sinar yang diterima bintik dan akan diteruskan otak melalui saraf-saraf yang bergabung menjadi satu yang disebut saraf optik / saraf penglihatan. Kerusakan pada saraf penglihatan akan menghambat masuknya bayangan ke otak akan memberi keluhan penglihatan kurang, yang disebabkan penerangan yang buruk akan mengakibatkan kelelahan mata akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, kerusakan indera penglihatan dan terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu diperlukan perawatan kesehatan mata diantaranya pencahayaan yang digunakan sebaiknya datang dari arah yang tidak

mengakibatkan bahan penglihatan tertutup oleh bayangan tubuh. Hindari mengerjakan sesuatu dibawah cahaya yang kurang dan penerangan yang langsung serta rasa silau yang lama, akan menimbulkan kelelahan mata. Myopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar datang dibiaskan di depan retina (bintik kuning) (Sidarta Ilyas, 2001:10). Pada myopia, titik fokus system optik media penglihatan terletak di depan amkula lutea. Hal ini disebabkan oleh sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata yang terlalu panjang, myopia aksial atau sumbu. 2.3 Keluhan Subjektif Penjahit di Pasar Raya Mata merupakan alat indera yang vital penting yang memerlukan perlindungan terhadap faktor-faktor yang akan membahayakan kesehatan mata.

17

Pada bagian depan mata bola mata mempunyai kelengkungan yang tajam. Mata mempunyai kemampuan mengatur sinar masuk ke dalam mata. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan dalam menjaga kesehatan mata diantaranya dengan mengatur cahaya dalam ruangan sesuai kerja masing-masing, hindari mengerjakan sesuatu di bawah penerangan langsung yang terlalu kuat dan rasa silau yang akan menimbulkan keluhan subjektif pada mata penjahit di Pasar Raya. Menurut Stephen (1991:210) keluhan yang disebabkan oleh kelelahan pada mata antara lain : a. Sakit disekitar mata atau dibelakang mata, pandangan kabur, pandangan ganda dan jesulitan menfokuskan mata. b. Peradangan mata, memberi rasa panas, merah, sakit kepala dan berair pada mata. c. Sakit kepala (terutama bagian depan kepala), kadang-kadang pusing atau mual, perasaan lelah dan sifat lekas marah). Sedangkan menurut Ilyas (2001:20) keluhan utama yang dihadapi seseorang pada mata antara lain : a. Penglihatan kurang atau berkabut b. Mata merah c. Mata terasa pegal d. Mata kotor atau belek e. Mata terasa sakit atau perih f. Mata seperti melihat pelangi g. Mata ada percak putih h. Sakit kepala

18

i. Mendapat kecelakaan pada mata j. Melihat ganda atau diplopia k. Kelopak mata bengkak Oleh sebab itu diperlukan perawatan mata diantaranya pencahayaan yang digunakan sebaiknya datang dari arah yang tidak mengakibatkan bahan penglihatan tertutup oleh bayang tubuh. Hindari mengerjakan sesuatu di bawah penerangan langsung yang terlalu kuat dan rasa silau yang lama akan menimbulkan keluhan pada mata berupa kelelahan mata. 2.4 Lama Menjahit Lama kerja merupakan lamanya waktu seseorang pekerja dalam menjalankan tugas dan kewajibanya dalam mencapai tujuan organisasi. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa perubahan lamanya waktu kerja menimbulkan perubahan pula pada efisiensi kerja. Waktu / lama kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktifitas kerja. Standar lamanya karyawan bekerja dalam sehari maksimumnya 8 jam sehari lebih dari itu tidak baik lagi untuk kesehatan dan mata. Perilaku dan sikap karyawan dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan tindakan yang tepat dibutuhkan suatu pengalaman kerja / masa kerja sehingga menimbulkan kepercayaan diri yang tinggi. Kepercayaan diri yang tinggi yang ditunjang kecakapan kerja yang baik karena sudah berpengalaman akan menghasilkan hasil kerja yang lebih baik pula (Musni R, 2000: 334).

19

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah analitik yaitu untuk mengetahui hubungan intensitas pencahayaan dan lama menjahit dengan kejadian myopia di Pasar Raya Solok tahun 2012. dengan pendekatan desain crossectional study, dimana variabel dependen dan independen diteliti pada waktu yang bersamaan. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Raya Solok tahun 2012 pada bulan Agustus-September 2012. 3.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua penjahit yang ada di Pasar Raya Padang tahun 2007 sebanyak 100 orang penjahit. Semua populasi dijadikan subjek penelitian. 3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer Adapun cara pengumpulan data yaitu dengan wawancara menggunakan kuesioner kepada responden seperti data identitas, alamat tempat tinggal, lama kerja dengan melakukan pengamatan langsung ke lingkungan kerja responden dan hasil pengukuran pencahayaan mengunakan lux meter dengan cara lokal ilumination yaitu ruangan dibagi secara diagonal diambil 9 titik pengukuran.

19

20

3.4.2 Data sekunder Data sekunder diperoleh dari Dinas Pasar dan pengamatan langsung ke Pasar Raya Solok berupa jumlah penjahit yang ada tahun 2012. 3.5 Teknik Pengolahan Data Pengolahan data di lakukan melalui beberapa tahapan proses. Data di olah secara komputerisasi dengan tahapan pengolahan sebagai berikut: 3.5.1 Editing Data yang telah dikumpulkan kemudian diperiksa. Bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data, data diperbaiki (editing) dengan melengkapi jawaban yang kurang. Kegiatan editing ini bertujuan untuk menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut. Proses editing dilaksanakan di tempat pengumpulan data, sehingga apabila terdapat kesalahan, maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan, misalnya dengan menayakan kembali perihal jawaban yang meragukan kepada responden. 3.5.2 Coding Coding (pengkodean) adalah usaha mengklasifikasikan jawaban menurut kriteria tertentu, dimana jawaban responden diklasifikasikan dengan kode angka. 3.5.3 Cleaning Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry, apakah ada kesalahan atau tidak. 3.5.4 Processing Merupakan kegiatan pengolahan data mentah menjadi data jadi yang siap dibaca.

21

3.6 Analisis data 3.6.1 Analisis Univariat Analisis univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari setiap variabel independen yaitu intensitas pencahyaan dan lama kerja dan variabel dependen yaitu kejadian myopia pada penjahit dengan wawancara menggunakan kuesioner. 3.6.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan hubungan intensitas pencahayaan dan lama kerja dengan kejadian myopia pada penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. Data yang dikumpulkan tersebut dianalisa dengan uji statistik chi-square (X2), dengan derajat kepercayaan 95% ( = 0,05). Hubungan dikatakan bermakna apabila P < 0,05. 3.7 Kerangka Konsep Variabel Independen Intensitas Pencahayaan Kejadian Myopia pada Penjahit di Pasar Raya Solok Tahun 2012 Lama menjahit Variabel Dependen

3.8

Definisi Operasional

22

No 1

Variabel

Defenisi Operasional

Kejadian myopia Pencahayaan

Kerusakan pada mata Intensitas pencahayaan yang diukur dengan lux meter pada ruangan kerja pekerja penjahit di pasar raya

Cara Ukur Pengamatan Obsevasi

Pengukuran Alat Ukur

Hasil Ukur

Pinhoul Lux meter

0. Myopia 1. Bukan myopia 0. Tidak memenuni syarat apabila < 100 lux 199 lux

Skala Ukur Ordinal

Ordinal

Lama Kerja

Lama responden bekerja tiap hari

Wawancara

1. Memenuhi syarat apabila > 200 lux 299 lux Kuesioner 0. Tidak baik > Ordinal dari 8 jam/ hari 1. Baik apabila 8 jam/hari

3.9 Hipotesis 3.9.1 Terdapat hubungan yang bermakna antara intensitas pencahayaan dengan kejadian myopia pada mata penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012. 3.9.2 Terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kejadian myopia pada mata penjahit di Pasar Raya Solok tahun 2012.

HUBUNGAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DAN LAMA MENJAHIT TERHADAP TIMBULNYA MYOPIA PADA TENAGA KERJA PENJAHIT DI PASAR

23

RAYA SOLOK TAHUN 2012


PROPOSAL PENELITIAN Sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Penelitian dalam Rangka Penulisan Skripsi pada Program Sarjana stikes fortde kock

Oleh anggel vamila sari


Nim : 0812401412

STIKES FORT DEKOCK BUKITINGGI 2012

Você também pode gostar