Você está na página 1de 10

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALITIK II PERCOBAAN IV TITRASI REDOKS

16 Oktober 2009 Disusun Oleh Shofa fitriani Fery Gustianto Kurnia N. Fadilah Erlyn Rahmawaty Farmasi II A : 31108001 31108002 31108003 31108004

FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2011

I. PENDAHULUAN A. TUJUAN Menentukan kadar resorsinol dengan metode titrasi reduksi-oksidasi.

B. PRINSIP Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron).

C. REAKSI Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor untuk terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat (Na2S2O3) I2 + 2e- 2I2S2O32- S4O62- + 2eI2 + 2S2O32- 2I- + S4O62Standarisasi larutan Natrium thiosulfat dengan kalium Dikromat Kalium dikromat direduksi oleh larutan kalium iodida yang asam dan iod dibebaskan. CrO72- + 6I- + 14H+ = 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

D. TEORI 1. Umum Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu

berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003). Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).

2. Monografi Resorsinol resorsinol mengandung tidak kurang dari 99,0 % C6H6O2, dihitung terhadap zat manis diikuti rasa pahit. Pemerian: Hablur berbentuk jarum atau serbuk hablur, putih atau hamper putih, bau khas, rasa manis diikuti rasa pahit.

3. Teori metode Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986). Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 250C), tetapi agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada

suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap

suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986). Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986) . E. ALAT DAN BAHAN Bahan Larutan Iodium 0,1 N Larutan Natrium Tiosianat 0,1 N Larutan Kalium Dikromat Larutan amilum HCl pekat HCl 0,1 N Larutan KI 1 N

Alat Pipet volume Labu ukur 100 ml Erlenmeyer Pipet tetes Buret Corong

F. PROSEDUR Penyiapan larutan iodium 0,1 N Larutkan 20 g kalium iodida bebas-iodat (misal pro analisis dalam 30-40 cm3 air dalam sebuah labu volumetri 1 dm3 yang bersumbat-kaca. Timbang kira-kira 12,7 g iod pro analisis atau iod yang disublimasi-ulang, di atas sebuah kaca-arloji di atas neraca kasar (jangan sekali-kali di atas neraca analitik, disebabkan oleh uap iod), dan pindahkan dengan memakai corong kecil yang kering ke dalam larutan kalium iodida pekat itu. Sisipkan sumbat kaca ke dalam labu, dan kocok dalam keadaan dingin sampai semua iod telah melarut. Biarkan larutan mencapai temperatur kamar dan encerkan sampai ke garis tanda dengan air suling. Penyiapan larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N Timbang 25 g Kristal natrium tiosulfat pro analisis, Na2S2O3,5H2O, larutkan dalam air suling yang baru saja didihkan, dan encerkan menjadi 1 liter dalam sebuah labu volumetri dengan air yang telah didihkan. Jika larutan hendak disimpan selama lebih dari beberapa hari, tambahkan 0,1 g natrium karbonat atau 3 tetes kloroform. Penyiapan larutan kanji Dibuat pasta dari 1,0 gram pati yang dapat larut dengan sedikit air, dan tuang pasta itu, sambil terus diaduk, ke dalam 100 ml air mendidih dan didihkan selama 1 menit. Dinginkan larutan dan tambahkan 2-3 g kalium iodida. Simpan larutan dalam botol tersumbat. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat a. Dimasukkan 25 mL larutan K2Cr2O7 dalam labu takar 100 mL, kemudian encerkan sampai batas. b. Dipindahkan seluruh larutan dalam Erlenmeyer, ditambahkan 6 mL HCl pekat. c. Ditambahkan 30 mL larutan KI 1 N, dikocok hingga homogen. d. Ditambahkan larutan amilum, kemudian larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N yang ingin distandarisasi hingga warna larutan berubah menjadi hijau.

Standarisasi Larutan Iodida a. Gunakan larutan natrium tiosulfat yang baru saja distandarkan. b. Pindahkan 25 ml larutan iod tersebut ke dalam erlenmeyer 250 ml, encerkan menjadi 100 ml dan tambahkan larutan tiosulfat standar dari buret sampai larutan berwarna kuning-pucat. c. Tambahkan 2 ml larutan amilum, dan teruskan penambahan larutan tiosulfat perlahan-lahan sampai larutan tepat tak berwarna. Penetapan kadar sampel a. Timbang saksama sampel, larutkan dalam 100 ml air. b. Pipet sebanyak 10 ml. c. Tambahkan 1 ml HCl 0,1 N. d. Segera titrasi dengan Iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji, dengan sekali-sekali dikocok hingga terjadi warna biru mantap selama 2 menit.

G. HASIL PERHITUNGAN

1. Pembakuan Larutan I2

V Na2S2O3 10 ml 10 ml Rata-rata

Volume I2 11,2 ml 11,5 ml 11,35 ml

0,097. 11,35 = N2 . 10 N2 I2 = 0,11 N

2. Penentuan Kadar sample

Volume sampel 10 ml 10 ml 10 ml

Volume I2 0,5 ml 0,6 ml 0,5 ml

V I2 X N I2 = V sample X N sample *5 x pengenceran N sampel = V titrasi x N titrasi V sampel = 0,53 x 0,11 10 = 0,00583 x 5 = 0,029 N

BE = BM V BM resorsinol 110,11 gr = 0,029 x 110,1 = 3,19 / 10 ml % kadar resorsinol = 3,19 x 100 = 3,19 % 100

H. PEMBAHASAN Dalam percobaan titrasi redoks, yang pertama dilakukan adalah melakukan pembakuan pada Na2S2O3, pembakuan I2. Kemudian setelah melakukan pembakuan, masukan 500 mg sampel ke dalam labu ukur 100 ml dan add dengan aquades sampai 100 ml, kocok sampai tercampur. Kemudian sampel yang sudah di encerkan trsebut masukan ke dalam gelas kimia, pipet 10 ml larutan dengan pipet volum dan

masukan k dalam erlenmeyer dan tambahkan 2 tetes amilum kemudian titrasi dengan I2 sampai berwarna biru. Pada penambahan indicator yaitu amilum, ditambahakan menjelang titik akhir, karena apabila ditambahkan pada awal titrasi amilum akan terhidrolisa menjadi amilosa dan amilopektin. Dari percobaan tersebut terdapat beberapa kesalahan yang dapat mempengaruhi data dan prhitungan. Kesalahan juga bisa terjadi karena kesalahan visual kita dalam melihat angka yang tertera dalam buret, labu ukur ataupun gelas kimia yang dapat mempngaruhi dalam hasil akhir perhitungan. Kemudian kesalahan visual kita dalam melihat warna indikator juga dapat memepengaruhi dalam hasil akhir perhitungannya. Setelah dicocokkan, ternyata kadar resorsinol dalam sample adalah 2,1 %. Hal ini bisa terjadi karena larutan I2 yang relatif tidak stabil, membuat penentuan volume titrasi yang berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan titrasi lebih dari 3 kali. Faktor lain adalah titrasi harus dilakukan dalam suasana asam, penembahan asam yang terlalu banyak menyebabkan pengaruh terhadap volume titrasi.

I. KESIMPULAN 1. Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsntrasinya dan mengukur volumenya secara pasti. Bila titrasi menyangkut reaksi reduksi dan oksidasi disebut titrasi reduksi dan oksidasi. 2. Perubahan warna pada indikator disebut dengan titik akhir titrasi, sedangkan equivalen jika keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan

jumlah mol basa. 3. Kadar resorsinol dalam sampal adalah 3,19 %, dan mempunyai faktor koreksi sebesar 51, 9%

J. DAFTAR PUSTAKA Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta. Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.

Você também pode gostar