Você está na página 1de 27

PENDAHULUAN

Angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi angka tersebut, antara lain penyakit dan perkembangan kesehatan ibu dan janin.(1) Kematian neonatus merupakan bagian terbesar dari kematian bayi dan anak. Terdapat 8 juta bayi meninggal dalam kurun waktu 1 tahun. Dari kematian ini 98% terjadi di negara berkembang, yang disebabkan infeksi, asfiksia, trauma lahir, prematuritas, dan berat badan lahir rendah.(2,3) Menurut Dirjen Binkesmas, angka kematian bayi di Indonesia yaitu 35 per 1000 kelahiran hidup dengan penyebab terbanyak yaitu asfiksia, infeksi, bayi berat lahir rendah. (2,3) Asfiksia merupakan salah satu penyebab kematian langsung pada neonatus. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi tidak dapat atau gagal bernafas segera, secara spontan dan teratur setelah lahir. Disebut sebagai asfiksia berat jika skor APGAR 0-3. Pada asfiksia berat, resusitasi aktif harus segera dilakukan. (4,5,6) Penelitian prospektif tentang asfiksia neonatorum menyebutkan asfiksia terjadi 8,5% pada kehamilan tunggal dan 9,7% pada kehamilan ganda. Bayi kecil masa kehamilan juga merupakan resiko besar untuk asfiksia neonatorum.(7,8)

Pemeriksaan antenatal memegang peranan yang amat penting untuk dapat mengenal faktor risiko secepatnya sehingga dapat dihindari kematian atau penyakit yang tidak perlu terjadi. Semua kendala di atas perlu ditangani melalui konsep pelayanan yang jelas sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam usaha menurunkan kematian perinatal dan meningkatkan mutu generasi yang akan datang. Dengan demikian, identifikasi terhadap bayi-bayi risiko tinggi sangat diperlukan. Hal ini akan mempercepat penatalaksanaan segera pada bayi-bayi risiko tinggi sehingga angka kematian dan kesakitan dapat diturunkan. Salah satu kelainan yang

merupakan kategori bayi risiko tinggi adalah ikterus pada bayi.(1) Ikterus umum terjadi selama usia minggu pertama kelahiran berkisar 60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan. Ikterus yang menetap selama dua sampai tiga minggu kelahiran dievaluasi untuk terjadi kolestasis neonatal.
(9,10)

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus bayi cukup bulan sesuai masa kehamilan dengan asfiksia berat dan ikterik neonatorum di ruang bayi RSUD Ulin Banjarmasin.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS ORANG TUA Nama Ibu Umur Ibu Pendidikan Pekerjaan Alamat : Ny. R : 26 tahun : SMA : IRT Nama Ayah Umur Ayah Pendidikan Pekerjaan : Tn. S : 30 tahun : SD : Swasta

: Jl. Pekapuran RT 2 No 45 Banjarmasin

II. YANG MENGIRIM : Datang sendiri III.RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN SEBELUMNYA : 1. 2008/Abortus/3 bulan 2. 2009/ini IV. KEADAAN KEHAMILAN SEKARANG Hari Pertama Haid Terakhir : 20 Agustus 2008 Taksiran partus DATA IBU: MRS KU : 30 Mei 2009 Pukul 15.45 WITA : Ingin melahirkan Riwayat keluar air-air (+) 2 hari sebelum masuk rumah sakit Riwayat hipertensi (-) : 27 Mei 2009

Faktor resiko :

Tanda vital : TD : 120/80 mmHg N : 88 x/menit

Riwayat nyeri ulu hati (+) Riwayat pandangan mata kabur (-) Riwayat kaki bengkak (-) Riwayat demam saat hamil (-) Riwayat minum jamu (-)

RR : 20 x/menit T : 36,5C

Hasil laboratorium Ibu : Leukosit RDW-CV Eosinofil% Neutrofil% Limfosit% Neutrofil# Limfosit# Monosit# Hasil PT Diagnosis Ibu : 28.1 ribu/ul : 14,8 % : 0,0% : 92,6% : 2,6% : 25.98 ribu/ul : 0.74 ribu/ul : 1.35 ribu/ul : 17,7 detik : G1P0A1 hamil 41 minggu kala II lama + KPD + JTHIU presentasi kepala Data Janin : Trombosit : 184.000/ul

DJJ TBJ

: 156 x/menit : 3255 gram

Riwayat Natal Macam persalinan Dipimpin oleh Waktu kelahiran Kelahiran Kondisi saat lahir : persalinan pervaginam : dr Residen Obsgyn : 30 Mei 2009/18.25 wita : Tunggal : Hidup

1. Penilaian bayi dengan APGAR Score Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai 1 2 Frekuensi jantung Usaha bernapas Tonus otot Refleks terhadap rangsangan Warna Tidak ada Tidak ada Lumpuh Tidak bereaksi Biru/pucat < 100 Lambat Ekstrimitas fleksi sedikit Gerakan sedikit > 100 Menangis kuat Gerakan aktif Reaksi melawan 0 0 0 0 4

0 1 1 1 0 1 0 0

Tubuh Kemerahan kemerahan, tangan dan kaki biru

1 1

Antropometri - Berat badan lahir

: : 3.000 gram

- Panjang badan lahir : 53 cm - Lingkar kepala - Lingkar dada : 34 cm : 30 cm

III. PEMERIKSAAN FISIK

Umur

: Bayi Baru Lahir

Berat badan

: 3.000 gram

Panjang badan AS/SD Tanda Vital : - Nadi - Pernafasan - Suhu - Berat Badan

: 53 cm : 1-2-4/4

: 188 kali/menit : 52 kali/menit : 39oC : 3.000 gram

Kulit

: Berwarna kemerahan bervariasi diseluruh tubuh, lanugo (+), vernix kaseosa (+)

Rambut Kepala

: Berwarna hitam, merata, karakteristik lurus, mudah dipisahkan : Bentuk kepala simetris/mesosefali, ubun-ubun besar belum menutup dan datar, ubun-ubun kecil belum menutup dan datar, wajah simetris, tidak ada sefal hematom, tidak ada caput susedanium, tidak ada edema.

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada

sub

konjungtival bleeding, palpebra tidak edema, diameter pupil kanan 3 mm/kiri 3 mm, isokor, reflek cahaya +/+), kornea jernih. Mulut : Mukosa bibir basah dan berwarna merah muda, tidak ada labiopalatoschizis, tidak ada uvula bifida Telinga Hidung : Bentuk normal, simetris, lipatan pinna jelas, recoil cepat kembali : Bentuk normal, simetris, pernafasan cuping hidung (+), epistaksis tidak ada, sekret tidak ada, deviasi septum tidak ada Leher Thorak : Tidak terdapat kaku kuduk, tidak terdapat tortikolis. : Jaringan payudara teraba (+) dua pihak diameter 0,5-1.0 cm, areola licin dan datar, diameter 0,75 cm, retraksi minimal. Paru : simetris, suara nafas bronkovesikuler, tidak ditemukan rhonki, tidak ada wheezing. Jantung Abdomen : S1,S2 tunggal, bising tidak ada : Datar, simetris, tidak kembung, tali pusat segar, hepar dan lien tidak teraba. Massa tidak teraba, BU (+) N Genitalia : Laki-laki, desensus testis belum lengkap

Anus Ekstremitas

: Ada, tidak ada kelainan, BAB (+) : Tidak ada kelainan, edema (-), parese (-) Ki : teraba

Denyut arteri femoralis: Ka : teraba Tulang belakang

: Tidak ada deformitas, tidak ada spina bifida

Tanda-tanda fraktur : Tidak ada Tanda-tanda kelainan bawaan: Tidak ada Reflek primitif : Refleks moro normal, sucking refleks normal, grasping refleks normal, rooting refleks normal Umur kehamilan : Nilai Finstrom = 11,03 + (7,75 x 34) 7 = 39 40 minggu : 36-38 minggu : 36-38 minggu

Nilai Duowitz Nilai Ballard V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Mei 2009 Lekosit : 22,200/ul MCV : 108,4 fl MCH : 36,6 pg Neutrofil# : 14,50 ribu/ul Limfosit# : 6,00 ibu/ul CRP kualitatif : negative

Pemeriksaan laboratorium tanggal 4 Juni 2009 CRP kualitatif : negative Lekosit : 19,6 rb/ul Eritrosit : 4,31 jt/ul MCH : 3,48 pg Eosinofil% : 0,3 % Neutrofil% : 72,7 % Limfosit%: 11,3 % Monosit% : 14,9 % Basofil# : 0,15 rb/ul Neutofil# :14,24 rb/ul Monosit# : 2,91 rb/ul Bilirubin total : 6,69 mg/dl Bilirubin direk :2,05 mg/dl Bilirubin Indirek : 4,64 mg/dl Albumin : 3,7 g/dl VI. DIAGNOSA Diagnosis banding I. BCB BKB BLB II. SMK KMK BMK III. Asfiksia berat Asfiksia sedang Asfiksia ringan

Diagnosis kerja BCB SMK spontan belakang kepala + Asfiksia berat

PENATALAKSANAAN Rawat box (jaga T= 36,5 37,5 cm) O2 (+) head box 5 lpm Kebutuhan cairan : 60 cc/kgBB/hr o Infus: D5% + 4 cc Ca Glukonas 100cc 60 cc/kg BB/hari = 7,5 tpm 100cc o Protein (-) o Prod darah (-) o P.O = puasa Obat-obatan: - iv : (+) Ampicillin 150 mg/12 jam, Gentamcyin 15 mg/36 jam - im : (+) Vitamin K - p.o :(-) Monitor : Keadaan umum, tanda vital, hipoglikemia, hipotermia Program : - Cek darah lengkap, golongan darah, GDS, CRP, Rawat tali pusat

10

DISKUSI

1. Definisi Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahirnya dengan masa gestasi 37-42 minggu (259-293 hari).
(5)

Asfiksia berat adalah keadaan bayi baru lahir yang

gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. (5,11,12) Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

2. Diskusi A. Asfiksia Neonatorum

11

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas secara spontan dan teratur. Kegagalan ini akan berlanjut menjdi sindrom gangguan pernapasan pada hari-hari pertama setelah lahir. (11) Secara sederhana pada asfiksia terjadi : (11) Menurunnya tekanan O2 dalam darah (Pa O2). Meningginya tekanan CO2 darah (Pa CO2) Menurunnya pH akibat asidosis respiratorik atau metabolik Dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaerob Terjadi perubahan sistem cardiovaskuler Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyebab penting morbiditas dan mortalitas perinatal. Asfiksia neonatus terjadi apabila saat lahir bayi mengalami gangguan pertukaran O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2. (13) Faktor predisposisi yang sering menyertai bayi asfiksia: (13) 1. Faktor ibu dalam persalinannya Diabetes melitus Hipertensi Kelainan jantung Gangguan kontraksi uterus Partus lama Plasenta previa atau solutio plasenta Persalinan abnormal

12

2. Faktor janin Gangguan tumbuh intra uterin Kelainan bawaan Depresi napas akibat anestesi yang diberikan pada ibu Gangguan aliran tali pusat, tali pusat terlilit, tali pusat menumbung.

Asfiksia pada kasus ini diperkirakan dari faktor ibu, kala II lama. Hal ini didapatkan dari anamnesa yaitu adanya usaha untuk mempimpin persalinan 3 jam (kala II lama) serta adanya ketuban pecah dini yang didapatkan dari anamnesa yaitu 2 hari sebelum masuk rumah sakit ibu mengaku telah keluar air-air. Selama di dalam kandungan proses respirasi pada bayi dibantu oleh adanya transport O2 melalui plasenta, pada saat bayi lahir, bayi mulai menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan intra uterin ke keadaan lingkungan ekstra uterin, alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru dan cairan paru diabsopsi oleh jaringan paru. Pada nafas kesua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorpsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi udara yang mengandun oksigen. Aliran darah paru meningkat secara drastis. Hal ini disebabkan karena ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang diikuti penutupan duktus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler

13

paru menyebabkan hipertensi pulmoal persisten pada bayi baru lahir, dengan aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal nafas/asfiksia.(13) Penentuan derajat asfiksia dilakukan dengan APGAR score yang digunakan selain untuk menentukan keadaan setelah lahir juga menentukan apakah diperlukan resusitasi. (6) Pada bayi dalam kasus ini, APGAR score menit ke 0 (pada saat baru lahir) adalah 1 berarti termasuk dalam kategori asfiksia berat, dimana frekuensi jantung tidak dapat diukur (tidak ada), tonus otot lumpuh, reflex/gerakan terhadap rangsangan tidak ada, usaha bernafas tidak ada sedangkan warna kulit tubuh kemerahan sedangkan tangan dan kaki biru. Pada menit ke 1 score APGAR adalah 2 dimana frekwensi jantung tidak ada, usaha bernafas lambat, tonus otot lumpuh, reflek terhadap rangsangan tidak ada, warna kulit tubuh kemerahan sedangkan tangan dan kaki biru. Pada menit ke 5 score APGAR adalah 4 dimana frekwensi jantung < 100, usaha bernafas lambat, tonus otot ekstremitas flexi sedikit, reflex terhadap rangsangan tidak ada dan warna kulit tubuh kemerahan sedangkan tangan dan kaki biru Banyak hal yang menjadi penyebab APGAR score yang rendah, antara lain: fetal hipoksia, general anestesi, penggunaan sedasi atau analgetik dengan petidin atau morfin yang diberikan pada 4 jam terakhir, bayi berat lahir rendah, persalinan yang sulit, atau terjadi trauma saat persalinan, maupun distres respirasi berat.(14)

14

Pada penanganan bayi dengan asfiksia berat pada kasus ini adalah pembersihan dan pembebasan jalan napas dan diberikan O2 5 liter/menit karena pernapasan tidak adekuat. Badan bayi dibersihkan dan dilakukan penghangatan dengan rawat incubator untuk menjaga suhu bayi tetap 36,50C-37,50C dan diberikan Vitamin K 1 mg IM untuk mencegah perdarahan di umbilicus karena vitamin K diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan I,II danVII di hati. Kemudian dilakukan observasi tanda vital dan keadaan umum. Pemeriksaan laboratorium untuk darah rutin dan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) diperlukan sesaat setelah bayi lahir ini dikarenakan terjadinya peningkatan glikolisis dan glikogen tubuh yang digunakan untuk metabolisme anaerob, didapatkan hasil GDS 82 mg/dl yang berarti bayi ini tidak mengalami hipoglikemia, bayi dikatakan mengalami hipoglikemia jika gula darah kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/L). selain itu juga dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan CRP pada bayi ini. Menurut IDAI, 2004 gangguan napas dapat diterapi dengan: (15) 1. Manajemen Umum Beri O2 dengan kecepatan sedang Jika bayi mengalami apne: o Bayi dirangsang dengan mengusap dada atau punggung bayi

Bila bayi tidak mulai bernapas atau mengalami sianosis sentral, napas megap-megap, atau denyut jantung menetap kurang dari 100 kali/menit, lakukan resusitasi dengan memakai balon dan sungkup.

15

Kaji ulang temuan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik Periksa kadar glukosa darah. Bila kadarnya <45mg/dl

(tangani sebagai hipoglikemia).

ringan 2. Manajemen Spesifik

Berikan perawatan selanjutnya dan tenukan manajeme

spesifik menurut jenis gangguan napasnya. Tentukan napas gangguan napas berat,sedang atau

Teruskan O2 dengan kecepatan aliran sedang Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis Bila ada perburukan atau terdapat sianosis sentral, naikkan O2

pada kecepatan tinggi. Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa

lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari apakah ada tanda perbaikan. Jika mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas

menurun, tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik) kurangi pemberian O2 secara bertahap mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung Bila pemberian O2 tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai :

16

frekuensi nafas adanya tarikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi

episode apne

Periksa kadar glukosa darah sehari sekali sampai setengah

kebutuhan minum dapat dipenuhi secara oral Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika

dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 selama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Untuk pemberian antibiotik di RS Ulin khususnya ruang perinatologi, digunakan kombinasi antibiotik yaitu ampicillin dan gentamicin, dimana ampicillin yang merupakan turunan penicillin yang memiliki spektrum anti bakteri terhadap kuman gram positif (pseudomonas, proteus) yang sensitif terhadap penicillin, serta kuman gram negatif yang sensitif terhadap ampicillin adalah Pr. Mirabilis. Pemberian nya harus IV karena tidak stabil pada pH asam lambung. (14) Pada pasien ini dosis yang diberikan 150 mg/12 jam. Selain itu Gentamicin juga diberikan dengan dosis 15 mg/36 jam. Pemberian antibiotik ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi neonatrum.

B. Ikterus Neonatorum

17

Ikterus neonatorum adalah pewarnaan kuning pada kulit dan sklera bayi baru lahir yang merupakan hasil dari akumulasi bilirubin tak terkonjugasi. Ikterus neonatorum dapat bersifat fisiologis dan patologis. (16, 17) Insidensi ikterus neonatorum meningkat pada bayi-bayi di Asia Timur, Indian Amerika, dan Yunani. Tahun 1985, Linn et al melaporkan terjadinya ikterus neonatorum sebanyak 49% bayi di Asia Timur, 20% pada bayi kulit putih, dan 12% bayi Afrika Amerika dengan kadar bilirubin melebihi 10 mg%. Di RSCM pada tahun 1984, sekitar 32,1% pada bayi cukup bulan dan 42,9% pada bayi kurang bulan. Lebih dari 50% dari bayi ikterus tersebut memiliki kadar bilirubin melebihi 10 mg%. (16,18) Etiologi dan Patogenesis Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang selama waktu tersebut plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang larut lemak, ke stadium dewasa, yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut air dieksresikan sel hati ke sistem biliaris dan kemudian ke dalam saluran pencernaan. (18) Ikterus neonatorum fisiologis merupakan hasil dari 2 fenomena berikut:(18) Peningkatan produksi bilirubin karena meningkatnya

penghancuran eritrosit. Hal ini terjadi karena pendeknya umur eritrosit bayi dan massa eritrosit yang lebih tinggi pada bayi.

18

Kapasitas eksresi hepar yang rendah karena rendahnya konsentrasi

protein pengikat ligandin pada hepatosit dan karena aktivitas yang rendah dari glukuronil transferase, enzim yang mengikat bilirubin menjadi asam glukuronik, yang membuat bilirubin menjadi larut dalam air (terkonjugasi). Hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok: (16) Obstruksi saluran empedu dengan atau tanpa kerusakan

hepatoseluler Kerusakan hepatoseluler dengan saluran empedu yang normal. Sebab terjadinya ikterus pada neonatus dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (11) 1. Ikterus prahepatik

Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Kepastian sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila disertai adanya disfungsi sel hati, akibatnya bilirubin indirek akan meningkat. Dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningkat sehingga akan dieksresikan ke saluran cerna sehingga akan didapatkan urobilinogen dalam tinja. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: a. Kelainan sel darah merah b. Infeksi

19

c. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam tubuh, seperti yang terjadi pada reaksi transfusi atau eritroblastosis fetalis. 2. Ikterus hepatoseluler (intrahepatik)

Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga bilirubin direk akan meningkat. Kerusakan sel hati menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati sehingga menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam darah. Bilirubin direk ini larut dalam air sehingga mudah dieksresikan oleh ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan eksresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena sterkobilin menurun. 3. Ikterus pasca hepatik

Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan dieksresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan maka bilirubin dalam saluran pencernaan akan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna seperti dempul, karena tidak mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan air kemih akan menurun. Akibat penimbunan bilirubin direk, maka kulit dan sklera akan

20

berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal. Penyumbatan empedu (kholestasis) dibagi dua yaitu intra hepatik, bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus kholedokus dan ekstra hepatik bila stasis terjadi di dalam duktus koledokus.

Manifestasi Klinik Ikterus dapat ada pada saat lahir dan dapat muncul setiap saat selama masa neonatus, tergantung pada keadaan yang menyebabkannya. Ikterus biasanya mulai pada muka dan, ketika kadar serum bertambah, terus ke abdomen dan kemudian kaki. Ikterus pada bagian tengah-abdomen, tanda-tanda dan gejalagejalanya merupakan faktor resiko tinggi yang memberi kesan ikterus nonfisiologis, atau hemolisis yang harus dievaluasi lebih lanjut. Diagnosis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan atau preterm dapat ditegakkan hanya dengan mengesampingkan sebab-sebab ikterus yang diketahui berdasarkan riwayat dan tanda-tanda klinis serta laboratorium. (16) Kriteria dikatakan bahwa ikterus fisiologis pada neonatus apabila: (17, 19) 1. 2. 3. 4. Kadar bilirubin indirek 1 3 mg/dl Kadar tersebut dapat meningkat asalkan <5 mg/dl dalam 24 jam Ikterus nampak dalam hari ke 2 atau ke 3 setelah bayi lahir Ikterus mencapai puncaknya pada hari ke 2 4 pada level bilirubin

serum 5 6 mg/dl

21

5.

Kemudian kadar bilirubin serum menurun pada hari ke 5 -7 pada level

2 mg/dl 6. Kadar bilirubin direk mendekati orang dewasa yaitu 1 mg/dl pada hari

ke 10 -14. Dan kita harus mencurigai suatu ikterus patologis dan etiologi ikterusnya harus segera diketemukan apabila: (17,19) 1. 2. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kelahiran Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg/dl pada neonatus

cukup bulan dan 10 -14 mg/dl pada neonatus kurang bulan. 3. 4. 5. 6. Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih 5 mg/dl/hari Bila bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl Ikterus yang menetap setelah 2 minggu Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses

hemolisis/inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan atau keadaan patologis lain yang telah diketahui, atau adanya riwayat keluarga dengan penyakit hemolitik. 7. Disertai gejala klinik berupa pucat, hepatomegali, splenomegali,

kegagalan terapi sinar, muntah atau kencing yang gelap, serta tanda-tanda kernikterus. 8. Ikterus yang disertai keadaan-keadaan sebagai berikut: Berat lahir kurang dari 2000 gram

22

Masa gestasi kurang dari 36 minggu Infeksi Trauma lahir pada kepala Hipoglikemia, hiperkarbia Hiperosmolar darah

Pada bayi ini ikterus neonatorum yang terjadi diperkirakan masih termasuk ikterus fisiologis, dimana ikterik pada bayi muncul pada hari kelima setelah kelahiran (pada ikterik patologis ikterus muncul dalam 24 jam setelah kelahiran), ikterik terlihat pada bayi sampai kremer IV yaitu dari kepala sampai ke pergelangan kaki. Selain itu kadar bilirubin indirek dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil yaitu 4,64 mg/dl (pada ikterik fisiologis kadar bilirubin indirek 1-3 mg/dl dan dapat meningkat asal< 5 mg/dl ) dan kadar bilirubin total yaitu 6,69 mg/dl.( dikatakan ikterus patologis apabila kadar bilirubin melebihi 12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan). Pada bayi ini juga diperhatikan kebutuhan cairan yang diperlukan pada hari pertama dan hari perawatan kedua mendapatkan cairan IVFD D10% +Ca Glukonas (4 cc/10cc) sebesar 7,5 tetes/1 mikro. Pada hari perawatan ketiga mendapatkan cairan-IVD D10% +Ca Glukonas (4 cc/10cc) sebesar 10 tts/1 mikro.

23

Pada hari perawatan keempat mendapatkan cairan IVFD D10% +Ca Glukonas (4 cc/10cc) sebesar 10 tts/1 mikro, protein (benutrion 1 gr) sebanyak 2,5 tetes/menit, pemberian oral ASI sebanyak 4x3 cc atau 4x4 cc. Pada hari perawatan kelima mendapatkan cairan IVFD D10% +Ca

Glukonas (4 cc/10cc) sebesar 12,5 tetes/1 mikro, protein (benutrion 1 gr) sebesar 2,5 tetes/menit, pemberian oral ASI sebanyak 4x3 cc atau 4x4 cc. Karena pada bayi ini mengalami ikterik maka diberikan obat oral yaitu Urdafalk sebanyak 3x1 bungkus yang fungsinya adalah untuk memperlancar aliran empedu, mengurangi ikterik pada bayi. Supralysin sebagai multivitamin sebanyak 1x0,3 cc dan vitamin E,K,A. Pada hari perawatan kelima ini bayi pulang atas permintaan keluarga sehingga perkembangan keadaan bayi tidak dapat dikontrol kembali.

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus Asfiksia berat dengan ikterik neonatorum pada bayi Ny.R yang dirawat di ruang bayi RSUD Ulin Banjarmasin. Bayi didiagnosa Asfiksia berat berdasarkan nilai APGAR yang diperoleh yaitu 1-2-4, sedangkan

24

diagnose ikterik diperoleh berdasarkan timbulnya ikterik pada hari ke 5 setelah kelahiran. Penatalaksanaan yang dilakukan selama perawatan adalah perawatan inkubator untuk menjaga suhu bayi tetap stabil yaitu 36,5 0C-37,50C, O2 head box 5 lpm, infus D5 NS + Ca Glukonas dan KCl, injeksi ampisilin 150 mg /12 jam i.v. dan injeksi gentamisin 15 mg/36 jam i.v. dan vitamin K 1x1 IM, Urdafalk,

supralysin dan vitamin E,K,A.

DAFTAR PUSTAKA 1. Lubis NU. Penanggulangan perinatal risiko tinggi. Cermin Dunia Kedokteran, 2000; 126:22-4. 2. Dirjen Binkesmas. Setiap 2 jam, Ibu Hamil Meninggal. Dinas Kesehatan RI 2005.; (online), (http:/www.dinkes.go.id), diakses tanggal 02 Desember 2005).

25

3. Setyowati, Titiek. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah. Badan Litbang Kesehatan 2004; (online), (http://www.litbangdepkes.go.id, diakses tanggal ) 02 Desember 2005). 4. Dharmasetiawani, N. Resusitasi Bayi Baru Lahir dalam Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan dan Pelatihan Resusitasi Neonatus. Banjarmasin : SMF Obsgyn dan Ilmu Kesehatan Anak RSU Ulin/FK UNLAM; 2004: 1-11. 5. Rachman M, M.T Dardjat (ed). Segi-segi Praktis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Mahasiswa FK Salemba;1984: 22-25. 6. Anonym. Resucitation. Safety of Planed Home Births 2005; (online), (http://www..safetybirths.com, diakses tanggal 21 November 2005). 7. Anonym. Merawat Bayi Prematur dalam Panduan Tumbuh Kembang. Dunia Bayi Edisi No. 330 Thn VII 2005; (online), (http://www.Nakita.com, diakses tanggal 22 November 2005) 8. Anonym. Low Birth Weight Dimes Home Page 2005; (http://www.Dimes.com, diakses tanggal 21 November 2005) (online),

9. Kliegman RM. Janin dan bayi neonatus. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1. Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000. 10. Anonymous. Neonatal jaundice in intensive care nursery house staff manual. UCSF Childrens Hospital at UCSF Medical Center, 2004. 11. Hasan, R dkk. 1991. Ikterus pada Bayi Baru Lahir dan Infeksi pada Neonatus dalam Buku Kuliah Kesehatan Anak 3. FKUI, Jakarta; 1101-1125 12. Sepsis Neonatorum dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Banjarmasin 13. Aminullah A. Asfiksia Bayi Baru Lahir. Dalam : Markum AH (ed) Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. FKUI, Jakarta 1996. 14. Hasan, Masepno dan Husein A.(ed). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1997:1051-8;1072-7. 15. IDAI (UKK Perinatologi) MNH-JHPIEGO. Depkes RI. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan dan Perawat di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. 2004

26

16. Hansen T. Jaundice, Neonatal. eMedicine 2002. Available from : URL : http://www.emedicine.com. 17. Ismail D. Dampak kegawatan perinatal pada tumbuh kembang anak. Dalam : Simposium pra rakernas IDAI FK UGM. Yogyakarta : 1999.p. 5-6. 18. Kliegman RM. Ikterus dan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Dalam : Behrman RE, Vaughan VC, Nelson WE, editors. Ilmu kesehatan anak edisi 12 bagian 2. Alih Bahasa : Siregar MR. Jakarta : EGC; 1992.p. 610-7. 19. Moninja HE. Beberapa aspek ikterus pada bayi baru lahir. Dalam : Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta ; 1996.p.816-21.

27

Você também pode gostar

  • Prose Dur
    Prose Dur
    Documento3 páginas
    Prose Dur
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • BAB 4 FIXed
    BAB 4 FIXed
    Documento8 páginas
    BAB 4 FIXed
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Refrat Kala II Lama
    Refrat Kala II Lama
    Documento27 páginas
    Refrat Kala II Lama
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Documento19 páginas
    Presentation 1
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Referatku Wokehhh5
    Referatku Wokehhh5
    Documento27 páginas
    Referatku Wokehhh5
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Analgesia Pada Persalinan
    Analgesia Pada Persalinan
    Documento5 páginas
    Analgesia Pada Persalinan
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • BAB 1 FIXed
    BAB 1 FIXed
    Documento3 páginas
    BAB 1 FIXed
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Refrat Kala II Lama
    Refrat Kala II Lama
    Documento27 páginas
    Refrat Kala II Lama
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Arifah 1
    Arifah 1
    Documento4 páginas
    Arifah 1
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Dispepsia
    Dispepsia
    Documento26 páginas
    Dispepsia
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Konjungtivitis Kataralis Akut (Edit)
    Konjungtivitis Kataralis Akut (Edit)
    Documento36 páginas
    Konjungtivitis Kataralis Akut (Edit)
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • AR
    AR
    Documento16 páginas
    AR
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Mega
    Mega
    Documento36 páginas
    Mega
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Dispepsia
    Dispepsia
    Documento26 páginas
    Dispepsia
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • PENDAHULUAN Lapsussssssssssssssssssssssssssssssssss 11111111111
    PENDAHULUAN Lapsussssssssssssssssssssssssssssssssss 11111111111
    Documento26 páginas
    PENDAHULUAN Lapsussssssssssssssssssssssssssssssssss 11111111111
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • DM
    DM
    Documento17 páginas
    DM
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Documento21 páginas
    Bab 1 Pendahuluan
    Yudhistira Ade
    Ainda não há avaliações
  • Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum (HAND OUT)
    Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum (HAND OUT)
    Documento15 páginas
    Mengidentifikasi Perdarahan Postpartum (HAND OUT)
    Al- Faruq
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kasus Asfiksia+Ikterik 1
    Laporan Kasus Asfiksia+Ikterik 1
    Documento28 páginas
    Laporan Kasus Asfiksia+Ikterik 1
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Plasenta Previa
    Plasenta Previa
    Documento3 páginas
    Plasenta Previa
    Fitri Martandy
    Ainda não há avaliações
  • Makalah Ujian
    Makalah Ujian
    Documento45 páginas
    Makalah Ujian
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Refrat CEC
    Refrat CEC
    Documento2 páginas
    Refrat CEC
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Poster Oke2
    Poster Oke2
    Documento3 páginas
    Poster Oke2
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kasus Asfiksia+Ikterik 1
    Laporan Kasus Asfiksia+Ikterik 1
    Documento28 páginas
    Laporan Kasus Asfiksia+Ikterik 1
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Documento39 páginas
    Bab I Pendahuluan
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • BAB II Ricky
    BAB II Ricky
    Documento5 páginas
    BAB II Ricky
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • PRESENTASI
    PRESENTASI
    Documento39 páginas
    PRESENTASI
    Yylfordt Granz
    Ainda não há avaliações
  • CDK 104 Osteoartritis
    CDK 104 Osteoartritis
    Documento65 páginas
    CDK 104 Osteoartritis
    revliee
    Ainda não há avaliações