Você está na página 1de 12

Analisa Trigger Case 1. Apa yang terjadi pada pasien?

Jelaskan secara konsep teoritis berdasarkan data yang ada! Dari data pengkajian : Keluhan : Pasien mengeluh nyeri dada kiri yang menjalar ke lengan kiri, nyeri seperti terhimpit disertai keringat dingin dan mual. Nyeri berlangsung selama 40 menit.

Secara teoritis, nyeri yang dirasakan oleh penderita infark miokard adalah sebagai berikut : 1. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial. 2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir. 3. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan. 4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. 5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan. 6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas. Nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri) Pada kasus Tn AK nyeri dada kiri yang menjalar ke lengan, nyeri seperti terhimpit disertai keringat dingin dan mual. Itu sudah menandakan bahwa pasien terkena Infark Miokard akut.

Pada kasus Tn AK juga mengatakan adanya keringat dingin dan nyeri yang berlangsung selama 40 menit. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.

2. Pengkajian fisik dan penunjang apa saja yang diperlukan? Mengapa perlu diperiksa?

Pemeriksaan fisik yang dilakukan : Hasil TTV yang didapatkan : Tekanan darah Dalam buku Keperawatan Medikal Bedah Edisi B yang ditulis oleh Brunner dan Suddart menyebutkan klasifikasi tekanan darah orang dewasa adalah sebagai berikut
Normal : 130/85 mmHg Normal tinggi : 130-139/85-89 mmHg Hipertensi :

Hipertensi Stadium 1 (ringan) : 140-159/90-99 mmHg Hipertensi Stadium 2 (sedang) : 160-179/100-109 mmHg Hipertensi Stadium 3 (berat) : 180-209/110-119 mmHg Hipertensi Stadium 4 (sangat berat) : 210/120 mmHg

Pada kasus Tn AK didapatkan tekanan darah 140/100 mmHg, dikatakan bahwa pasien mengalami hipertensi dan hipertensi merupakan factor pencetus terjadinya Infark miocard.

Respirasi
Apneu Eupneu

: < 12x/m : 12 20x/m

Takipnea : > 20x/m

Respirasi yang didapatkan : RR 24x/menit, dimana pasien dapat dikatakan mengalami takipnea. Walaupun keluhan pasien tidak mengatakan sesak karena untuk perasaan sesak

itu tergantung pada bagaimana kualitas dan kuantitas cara bernafas masing-masing induvidu. Dan takipneu merupakan tanda dan gejala untuk diagnose infark miocard.

Heart Rate
Bradikardi Normal Takikardi

: < 60x/m : 60-100x/m : > 100x/m

Heart Rate yang didapatkan : HR 98x/menit, dimana heart reat Tn Ak masih dalam batas normal.

Pemerikasaan penunjang :

Ekg Hasil EKG yang didapatkan ada pasien Tn AK adalah EKG : SR, ST elevasi. Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005). Dengan penjelasan diatas, dan dari data-data yang telah dijabarkan diatas maka pasien dapat dipastikan dengan diagnose Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI). Dimana STEMI adalah oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi.

Pemerikasaan Troponin T dan CKMB Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung. 1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. 2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

3. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien tersebut? a. Tatalaksana Pra Rumah Sakit Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain: Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis. Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih. Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini. Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan managemen STEMI serta ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. b. Tatalaksana di Ruang Emergensi Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,

mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase

pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. Sebagai perawat emergency mengerti apa yang harus dilakukan saat pasien MI datang ke emergency. Penatalaksanaannya dikenal dengan istilah MONAS, yaitu sebagai berikut : Morfin Morfin merupakan tindakan pertama yang harus diberikan, mengingat keluhan utama pasien adalah nyeri hebat. Morfin sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Oksigen Suplay oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen <90% dengan tujuan untuk membantu pasien bernafas adekuat dimana pasien sedang mengalami sesak atau nyeri dada serta peningkatan RR (Respiratory Rate). Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Perawat memberi posisi semi fowler untuk ekspansi paru. Nitrogliserin Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Nitroglicerin untuk menurunkan tekanan darah pasien ke normal. Aspirin Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg. Aspirin sebagai anticoagulant, sehingga membantu peredaran darah. Streptokinase Streptokinase/ Trombolitik ( Pada pasien dengan Acute STEMI onset <3 jam) Streptokinase fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan streptokinase tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya

antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insiden perdarahan intrakranial yang rendah.

Streptokinase bekerja secara sistemik pada mekanisme pembekuan dalam tubuh. Meskipun obat ini terbukti efektif melarutkan bekuan darah, namun ada risiko terjadi potensial perdarahan sistemik. Streptokinase juga mempunyai risiko reaksi alergi dan terbukti hanya efektif bila diinjeksikan langsung ke arteri koroner. Pemberian secara intrakoroner memerlukan fasilitas keteterisasi jantung, juga seorang dokter dengan keterampilan tinggi, dan tim ahli bedah torak yang siap siaga.(Brunner 2002) c. Tatalaksana di Rumah Sakit ICCU Aktivitas Diet : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard. Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4 kali/hari Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).

4. Bagaimana tindakan dan penatalaksanaan keperawatan pada pasien tersebut? Penatalaksanaan pada fase akut sebagei berikut : a) Penanganan nyeri. Berupa terapi farmakologi : morphin sulfat, nitrat, penghambat beta (beta blockers) b) Membatasi ukuran infark miokard Dilakukan dengan upaya meningkatkan suplai darah dan oksigen ke jaringan miokardium dan untuk memelihara, mempertahankan atau memulihkan sirkulasi. Golongan utama terapi farmakologi yang diberikan : - Antikoagulan (mencegah pembentukan bekuan darah)

- Trombolitik (penghancur bekuan darah, menyerang dan melarutkannya) - Antilipemik (menurunkan konsentrasi lipid dalam darah) - vasodilator perifer (meningkatkan dilatasi pembuluh darah yang menyempit karena vasospasme) secara farmakologis, obat-obatan yang dapat membantu membatasi ukuran infark miokardium adalah antiplatelet, antikoagulan dan trombolitik. c) pemberian oksigen terapi oksigen segera dimuat saat onset nyeri terjadi sehingga saturasi oksigen segera meningkat ketika klien segera menghirupnya.Efektivitas terapeutik oksigen ditentukan dengan observasi kecepatan dan pertukaran pernapasan.Terapi oksigen dilanjutkan hingga pasien bernapas dengan mudah.Saturasi oksigen dalam darah diukur dengan pulsa-oksimetri. d) Pembatasan aktivitas fisik Istirahat merupakan cara efektif untuk membatasi aktifitas fisik.Pengurangan atau penghentian seluruh aktifitas pada umumnya akan mempercepat penghentian nyeri.Klien boleh diam tidak bergerak, dipersilahkan duduk atau sedikit melakukan aktifitas.

5. Buatlah mapping masalah keperawatan berdasarkan data !


Faktor resiko

control

uncontrol

arterosklerosis

ruptur

Pembentukan thrombus diarteri

Iskemia dan nekrotik

infark

Dx 1 Nyeri

Suplay oksigen kejantung menurun

Hipoksia seluler (keringat dingin, pucat)

Dx 2 Penurunan curah jantung

COP menurun

Kelemahan fisik

Dx 3 Gangguan perfusi jaringan

Dx 4 Intoleransi aktivitas

6. Berdasarkan mapping Bagaimana rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut? 1. Nyeri berhubungan ketidakseimbangan suplai darah dan O2 dg kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai drh ke miokardium. Intervensi Rasional

Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan & perilaku klien krn nyeri intensitas, penyebarannya Anjurkan klien u/ melaporkan nyeri Nyeri dg segera Lakukan keperawatan 1. Atur posisi fisiologis asupan 02 kejarinag yg mengalami iskemik kebutuhan 02 jar perifer shg akan keb miokardium & suplai drh dan 02 ke miokardium yg membthkan 02 utk iskemia jml 02 yg ada utk pemakaian miokardium sekaligus ketidaknyamanan sekunder thd iskemia stimulus nyeri eksternal dan kondisi 02 ruangan managemen nyeri berat dpt mengakibatkan syok lamanya dan yg terjadi dianggap sebagai temuan pengkajian

kardiogenik yg dampak pd kematian mendadak

2. Istirahatkan klien

3. Beri 02 dg canul/ masker sesuai indikasi

4. Manajemen lingkungan , tenang & batasi pengunjung

5. Ajarkan tehnik relaksasi pernapasan dalam pd saat nyeri

asupan 02 shg a/ nyeri

6. Ajarkan tehnik distrasi pada

Pengalihan perhatian dpt stimulus internal

saat nyeri

mll produksi endorfin & enkefalin yg dpt memblok respon nyeri shg tdk dikirim ke korteks serebri.

2. Penurunan curah jtg yang berhubungan dengan perubahan, irama, konduksi elektrikal Intervensi Auskultasi TD Rasional Hipotensi dpt tjd pd disfungsi ventrikel, hipertensi dg nyeri cemas pengeluaran katekolamin curah jantung mengakibatkan kekuatan nadi

,bandingkan ke 2 lengan Evaluasi kualitas dan

kesamaan nadi Pantau frekuensi jtg & irama Beri makan kecil/ mdh dikunyah, batasi asupan kafein Kolaborasi Pertahankan cara msk heparin indikasi Pantau lab enzim jtg, GDA & elektrolit (IV) sesuai Jalur paten pemberian obat darurat Memantau perluasan infark,elektrolit berpengaruh thd irama jantung Perub frekuensi & irama jtg menunjukan komplikasi disritmia Mkn besar dpt kerja miokardium. Kafein dpdt merangsang lgs ke jtg shg frekuensi jtg

3. gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan curah jantung Intervensi Rasional

TD

bandingkan

Hipotensi dpt tjd pd disfungsi ventrikel, hipertensi dg nyeri cemas pengeluaran katekolamin Mengetahui derajat hipoksia pd otak

kanan & kiri Kaji status mental klien scr teratur Kaji warna kulit,

Mengetahui derajat hipoksia pd & tahanan perifer

suhu, sianosis, nadi perifer & diaforesis scr teratur Kaji kwalitas Menget pegaruh hipoksia thd fs sal cerna serta dampak penurunan elektrolit

peristaltik, jk perlu psg sonde Pantau urine

curah jtg produk urine < 600 ml/ hr tanda tjd syok kardiogenik

Catat

adanya

Manifes suplai darah ke jar otak

keluhan pusing Pantau frekuensi jtg dan irama Perub frekuensi & jtg komplikasi disritmia

4. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan perfusi perifer akibat sekunder dari ketidakmampuan antara suplai dan kebutuhan 02 Intervensi Catat frekuensi jtg, irama selama aktifitas perub & TD Rasional Respon klien thd aktifitas dpt mengidentifikasi O2

miokardium

sesudah

Tingkatkan

istirahat,

kerja miokardium/ konsumsi O2

batasi aktifitas & beri aktifitas yg tdk berat Anjurkan u/ Mengakibatkan bradikardi, curah jtg, TD

menghindari tekanan abdomen mengejan Jelaskan bertahap Rujuk ke program pola Aktifitas yg maju memberikan kontrol jtg, regangan & mencegah aktifitas berlebih O2 yg ada u/ pemakaian miokardium sekaligus > ketidak nyamanan karena iskemik

rehabilitasi jatung

7. Bagaimana discharge planning pada pasien tersebut? Adapun discharge planning yang dapat diberikan : 1) Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang nama, tujuan, waktu, serta efek samping dari obat yang diberikan 2) Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang gejala-gejala yang akan timbul saaat di rumah saat nyeri dada timbul, perasaan seperti tertekan, terhimpit, kesemutan yang menjalar dari dada sampai ke leher, punggung, sampai lengan sebelah kiri, harus segera dibawa ke rumah sakit. 3) Menjelaskan kepada pasien untuk berolahraga, beraktifitas fisik, dan menjelaskan kepada keluarga untuk menyupport pasien dalam melakukan aktifitas fisik 4) Menjelaskan kepada pasien tentang diet yang tepat seperti rendah garam, rendah kolesterol, rendah lemak, rendah karbohidrat, dan tinggi serat. 5) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya menciptakan lingkungan yang damai, jauh dari kebisingan dan stressor. 6) Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk mengikuti jadwal control ulang yang sudah disediakan oleh rumah sakit

Você também pode gostar