Você está na página 1de 128

SKRIPSI

APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT PADA KRIM PENGISI COKLAT DI PT. ARNOTTS INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT

Oleh : ANDRIANSYAH RHAMADAN F24103054

2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Andriansyah Rhamadan. F24103054. Aplikasi Minyak Rapeseed Sebagai Pengganti Minyak Sawit pada Krim Pengisi Coklat di PT. Arnotts Indonesia, Bekasi-Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr.Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. (2007) RINGKASAN Krim pengisi coklat dibuat dengan mencampurkan minyak nabati, gula, bubuk coklat, whey powder, susu full cream, lesitin, dan antioksidan. Jenis minyak yang biasa digunakan dalam pembuatan krim pengisi coklat adalah minyak sawit. Krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit dapat mengalami beberapa kerusakan fisik yang menurunkan mutu produk, seperti terjadinya pemisahan minyak, fat bloom dan pengerasan krim. Pemisahan minyak atau oiling out adalah peristiwa memisahnya minyak pada permukaan krim sehingga minyak terlihat menggenang dan mengurangi mutu penerimaan terhadap produk. Fat bloom adalah peristiwa timbulnya bintik-bintik putih pada permukaan produk coklat. Pengerasan krim adalah peristiwa perubahan tekstur krim yang semula mudah dioles menjadi keras. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah mengganti bahan baku minyak sawit yang digunakan dengan minyak rapeseed. Kegiatan magang ini bertujuan mempelajari penggunaan minyak rapeseed sebagai pengganti minyak sawit dalam meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah mempelajari karakteristik minyak rapeseed dan minyak sawit yang digunakan dengan melihat komposisi asam lemak dan nilai SFC (Solid Fat Content) minyak. Tahap kedua adalah formulasi krim pengisi coklat. Krim pengisi coklat dengan bahan baku minyak rapeseed dibandingkan dengan krim pengisi coklat standar yang menggunakan bahan baku minyak sawit. Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebanyak 30%. Krim pengisi coklat yang dibuat dengan minyak rapeseed menggunakan minyak sebanyak 30% dan 28%. Proses pengadukan dilakukan pada dua suhu, yaitu suhu 45oC dan suhu 55oC. Pengujian yang dilakukan pada tahap kedua ini adalah nilai SFC krim pengisi coklat, ukuran partikel krim pengisi coklat, viskositas, dan stabilitas emulsi krim pengisi coklat. Tahap ketiga adalah penyimpanan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-48oC untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap kestabilan krim. Pada tahap ini, pengamatan dilakukan terhadap kekerasan krim pengisi coklat dan penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan. Berdasarkan penelitian, minyak rapeseed efektif digunakan untuk mengganti minyak sawit dalam krim pengisi coklat di PT. Arnotts Indonesia dan dapat meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat yang dihasilkan selama penyimpanan sampai enam minggu. Indikator kinerja keefektifan minyak rapeseed ditunjukkan oleh nilai rata-rata penampakan permukaan dan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang lebih baik daripada krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit selama penyimpanan sampai enam minggu. Minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang tetap memiliki penampakan permukaan yang mengkilap pada suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-

48oC sampai enam minggu penyimpanan. Sedangkan minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang dapat mengalami perubahan penampakan permukaan karena dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka kilap permukaan krim pengisi coklat akan semakin rendah dan mendekati fat bloom. Semakin lama penyimpanan sampai enam minggu, maka kilap permukaan krim pengisi coklat juga akan semakin rendah. Minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang secara statistik lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek bahkan jika dibandingkan dengan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang memiliki viskositas lebih rendah. Dengan bahan baku minyak rapeseed, ukuran partikel krim pengisi coklat tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek, namun sifat kemudahan dicoleknya dipengaruhi viskositas krim pengisi coklat. Semakin tinggi viskositas krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed, maka krim akan semakin cepat mengeras. Pengerasan krim pengisi coklat juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Semakin lama penyimpanan sampai enam minggu, maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat juga akan semakin rendah. Saran dari penelitian ini adalah melakukan pengujian subjektif yang diiringi dengan pengujian objektif sehingga diketahui nilai optimum faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas krim pengisi coklat. Pengujian objektif sebaiknya dilakukan langsung oleh pihak perusahaan atau perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak yang telah tersertifikasi sehingga hasil pengujian objektif dapat lebih meyakinkan. Selain itu melakukan eksplorasi dan mencari karakteristik minyak lokal dengan pola SFC mirip dengan minyak rapeseed namun dengan jumlah asam lemak trans yang lebih sedikit atau tanpa asam lemak trans sama sekali. Untuk itu studi karakteristik fisik minyak lokal perlu dilakukan secara cermat.

APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT PADA KRIM PENGISI COKLAT DI PT. ARNOTTS INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : ANDRIANSYAH RHAMADAN F24103054

2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT PADA KRIM PENGISI COKLAT DI PT. ARNOTTS INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ANDRIANSYAH RHAMADAN F24103054 Dilahirkan pada tanggal 21 Mei 1985 Di Bogor Tanggal lulus : 23 November 2007 Menyetujui: Bogor, Desember 2007

Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS. Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. Dosen Pembimbing II

Vincentia Martha Ariyanti, STP Pembimbing Lapang Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP

RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Bogor, 21 Mei 1985 dan memiliki nama lengkap Andriansyah Rhamadan. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikannya di TK Melati Bogor, SD Negeri Pengadilan 2 Bogor, SLTP Negeri Satu bogor, dan SMU Negeri Satu Bogor. Melalui jalur masuk USMI, penulis menempuh pendidikan terakhirnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai ketua biro sosial HIMITEPA (Himpunan Minat dan Profesi Ilmu dan Teknologi Pangan) pada masa jabatan 2005-2006, menjadi anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Teknologi Pertanian pada masa jabatan 2004-2005, dan menjadi anggota Badan Struktural Ladang Seni pada masa jabatan 2003-2007. Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan IPB Art 2003, Bakti Sosial BEM-F 2004, Fateta Art 2005, penerimaan mahasiswa baru IPB 2004 dan penerimaan mahasiswa baru departemen Ilmu dan Teknologi Pangan 2004. Pada tahun 2006, penulis ikut ambil bagian dalam kegiatan NSPC (National Student Paper Competition) yang diselenggarakan oleh Himpunan Minat dan Keprofesian Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar pada periode Juli-Agustus 2006. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan kegiatan magang yang berjudul Aplikasi Minyak Rapeseed Sebagai Pengganti Minyak Sawit di PT. Arnotts Indonesia Bekasi-Jawa Barat. Kegiatan Magang ini dilakukan mulai bulan Maret 2007 sampai dengan bulan Juni 2007.

Andriansyah Rhamadan. F24103054. Aplikasi Minyak Rapeseed Sebagai Pengganti Minyak Sawit pada Krim Pengisi Coklat di PT. Arnotts Indonesia, Bekasi-Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr.Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. (2007) RINGKASAN Krim pengisi coklat dibuat dengan mencampurkan minyak nabati, gula, bubuk coklat, whey powder, susu full cream, lesitin, dan antioksidan. Jenis minyak yang biasa digunakan dalam pembuatan krim pengisi coklat adalah minyak sawit. Krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit dapat mengalami beberapa kerusakan fisik yang menurunkan mutu produk, seperti terjadinya pemisahan minyak, fat bloom dan pengerasan krim. Pemisahan minyak atau oiling out adalah peristiwa memisahnya minyak pada permukaan krim sehingga minyak terlihat menggenang dan mengurangi mutu penerimaan terhadap produk. Fat bloom adalah peristiwa timbulnya bintik-bintik putih pada permukaan produk coklat. Pengerasan krim adalah peristiwa perubahan tekstur krim yang semula mudah dioles menjadi keras. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah mengganti bahan baku minyak sawit yang digunakan dengan minyak rapeseed. Kegiatan magang ini bertujuan mempelajari penggunaan minyak rapeseed sebagai pengganti minyak sawit dalam meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah mempelajari karakteristik minyak rapeseed dan minyak sawit yang digunakan dengan melihat komposisi asam lemak dan nilai SFC (Solid Fat Content) minyak. Tahap kedua adalah formulasi krim pengisi coklat. Krim pengisi coklat dengan bahan baku minyak rapeseed dibandingkan dengan krim pengisi coklat standar yang menggunakan bahan baku minyak sawit. Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebanyak 30%. Krim pengisi coklat yang dibuat dengan minyak rapeseed menggunakan minyak sebanyak 30% dan 28%. Proses pengadukan dilakukan pada dua suhu, yaitu suhu 45oC dan suhu 55oC. Pengujian yang dilakukan pada tahap kedua ini adalah nilai SFC krim pengisi coklat, ukuran partikel krim pengisi coklat, viskositas, dan stabilitas emulsi krim pengisi coklat. Tahap ketiga adalah penyimpanan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-48oC untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap kestabilan krim. Pada tahap ini, pengamatan dilakukan terhadap kekerasan krim pengisi coklat dan penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan. Berdasarkan penelitian, minyak rapeseed efektif digunakan untuk mengganti minyak sawit dalam krim pengisi coklat di PT. Arnotts Indonesia dan dapat meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat yang dihasilkan selama penyimpanan sampai enam minggu. Indikator kinerja keefektifan minyak rapeseed ditunjukkan oleh nilai rata-rata penampakan permukaan dan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang lebih baik daripada krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit selama penyimpanan sampai enam minggu. Minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang tetap memiliki penampakan permukaan yang mengkilap pada suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-

48oC sampai enam minggu penyimpanan. Sedangkan minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang dapat mengalami perubahan penampakan permukaan karena dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka kilap permukaan krim pengisi coklat akan semakin rendah dan mendekati fat bloom. Semakin lama penyimpanan sampai enam minggu, maka kilap permukaan krim pengisi coklat juga akan semakin rendah. Minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang secara statistik lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek bahkan jika dibandingkan dengan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang memiliki viskositas lebih rendah. Dengan bahan baku minyak rapeseed, ukuran partikel krim pengisi coklat tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek, namun sifat kemudahan dicoleknya dipengaruhi viskositas krim pengisi coklat. Semakin tinggi viskositas krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed, maka krim akan semakin cepat mengeras. Pengerasan krim pengisi coklat juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Semakin lama penyimpanan sampai enam minggu, maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat juga akan semakin rendah. Saran dari penelitian ini adalah melakukan pengujian subjektif yang diiringi dengan pengujian objektif sehingga diketahui nilai optimum faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas krim pengisi coklat. Pengujian objektif sebaiknya dilakukan langsung oleh pihak perusahaan atau perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak yang telah tersertifikasi sehingga hasil pengujian objektif dapat lebih meyakinkan. Selain itu melakukan eksplorasi dan mencari karakteristik minyak lokal dengan pola SFC mirip dengan minyak rapeseed namun dengan jumlah asam lemak trans yang lebih sedikit atau tanpa asam lemak trans sama sekali. Untuk itu studi karakteristik fisik minyak lokal perlu dilakukan secara cermat.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya lah skripsi ini dapat penulis selesaikan. Selama mengerjakan tugas akhir ini, penulis dibantu oleh banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Mama dan Bapak yang telah memberikan semangat, doa, motivasi, nasehat, dan dukungan yang tidak ternilai. Bro yang selalu memberikan inspirasi cara pandang lain dalam menghadapi masalah. 2. Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS. Selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas bimbingan, masukan, motivasi, dan saran Bapak selama ini. 3. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. Selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dan saran Ibu selama penulis menyelesaikan tugas akhir. 4. Dr. Ir. Sukarno, MSi. Selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan, saran, dan kesediaan Bapak sebagai penguji. 5. Vincentia Martha Ariyanti, STP. Selaku pembimbing lapang di PT. Arnotts Indonesia. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran, dan saran Mba selama penulis melakukan kegiatan magang. 6. Pak Lili dan keluarga, terima kasih atas kesediaannya menerima penulis tinggal selama melakukan kegiatan magang. 7. Radical Dreamers. Jalu, Anna, Nomo, Slamet, Yudis, Ray, Yudi, Widi, Singgih, dan Rezky atas doa, semangat, kerusuhan, dan persahabatan yang sangat berharga. 8. Teman-teman satu bimbingan Bapak Adil. Intan, Lala, Anas, terima kasih atas dukungan dan semangatnya. 9. Genta cs. Wayan, Chicit, Mona, Ade, Widi, dan Zano atas semangat dan dukungannya. 10. Idham, Mae, dan Gading. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuanbantuannya selama magang.

11. Divisi Teater Ladang Seni. Terima kasih telah memberikan pelajaran baru tentang bagaimana cara berperan dalam hidup. 12. Teman-teman golongan B, atas kebersamaan, keramaian, dan kerjasamanya selama kuliah dan praktikum. 13. Teman-teman ITP 40 : Reza, Hayuning, Adie MR, Aca, Babe, Rucit (trims buat infonya), Fena, Maya, Yoga, Wati, Ican, Nooy, Ozan, Chusni, Andal, Mardi, Susanto, Tilo dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semua dukungan, semangat, dan persahabatan selama empat tahun ini. 14. Karyawan dan Laboran R & D PT. Arnotts Indonesia. Terima kasih atas bantuan, dukungan dan kehangatan selama penulis melakukan kegiatan magang. 15. Adik-adikku, Rahma, Devi, Dila, dan Sari. Terima kasih atas doa dan dukungannya. Thanks sis. 16. Diania, Furi, kFafa, Icha, Pepew, Asti, Fie dan teman-teman 39, 40, 41, 42, 43, dan 44 lainnya. Terima kasih atas doa dan semangatnya. 17. Mba Kian, terima kasih atas bimbingannya dalam pengolahan data. 18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas semua bantuan dan dukungannya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis memohon maaf bila ada kata-kata dan hal-hal yang kurang berkenan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembacanya.

Bogor, November 2007 Penulis

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1 B. TUJUAN .................................................................................................. 2 II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ........................................................... 3 III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 10 A. KRIM ..................................................................................................... 10 B. EMULSI ................................................................................................ 11 C. PARAMETER MUTU KRIM PENGISI COKLAT ................................ 12 1. Viskositas ........................................................................................... 12 2. Ukuran Partikel .................................................................................. 12 3. Solid Fat Content (SFC) ..................................................................... 14 D. MIGRASI LEMAK ................................................................................ 15 1. Fat Bloom .......................................................................................... 16 2. Pemisahan Minyak ............................................................................. 19 E. PENGERASAN KRIM PENGISI COKLAT .......................................... 20 F. KRISTAL LEMAK ................................................................................ 21 G. MINYAK ............................................................................................... 23 1. Minyak Sawit ..................................................................................... 26 2. Minyak Rapeseed ............................................................................... 27 H. COKLAT BUBUK................................................................................. 29 I. GULA .................................................................................................... 29 J. WHEY POWDER .................................................................................. 30 K. SUSU FULL CREAM ............................................................................. 32 L. EMULSIFIER ........................................................................................ 32 M. LESITIN ................................................................................................ 34

iii

N. ANTIOKSIDAN ................................................................................... 37 IV. BAHAN DAN METODE ............................................................................ 39 A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................ 39 1. Bahan ................................................................................................. 39 2. Alat .................................................................................................... 39 B. METODE............................................................................................... 39 1. Penentuan Karakteristik Minyak Rapeseed dan Minyak sawit............. 39 2. Formulasi Krim Pengisi Coklat........................................................... 39 3. Penyimpanan Krim Pengisi Coklat ..................................................... 40 C. PENGAMATAN .................................................................................... 41 1. Kandungan Asam Lemak ................................................................... 41 2. Uji Solid Fat Content .......................................................................... 42 3. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat .................................................. 42 4. Viskositas ........................................................................................... 42 5. Uji Stabilitas Emulsi ........................................................................... 43 6. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat .................................... 43 7. Pengerasan Krim Pengisi Coklat ......................................................... 43 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 44 A. KARAKTERISTIK MINYAK YANG DIGUNAKAN........................... 44 1. Kandungan Asam Lemak ................................................................... 44 2. Solid Fat Content Minyak yang Digunakan ........................................ 46 B. FORMULASI KRIM PENGISI COKLAT ............................................. 48 1. Solid Fat Content Krim Pengisi Coklat ............................................... 50 2. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat .................................................. 56 3. Viskositas Krim Pengisi Coklat .......................................................... 57 4. Uji Stabilitas Emulsi ........................................................................... 60 C. PENYIMPANAN KRIM PENGISI COKLAT ....................................... 62 1. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat .................................... 63 2. Pengerasan Krim Pengisi Coklat ......................................................... 68 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 74 A. KESIMPULAN ....................................................................................... 74 B. SARAN ................................................................................................... 76

iv

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 77 LAMPIRAN ...................................................................................................... 83

DAFTAR TABEL Tabel 1. Jenis-jenis produk produksi PT. Arnotts Indonesia............................... 4 Tabel 2. Sifat-sifat kristal lemak ....................................................................... 22 Tabel 3. Asam lemak yang penting dalam minyak dan lemak ........................... 24 Tabel 4. Komposisi asam lemak di dalam trigliserida minyak sawit .................. 27 Tabel 5. Distribusi asam lemak dalam minyak rapeseed komersial ................... 28 Tabel 6. Hubungan antara nilai HLB dengan aplikasinya .................................. 34 Tabel 7. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan ........................................................................................... 44 Tabel 8. Perbandingan ukuran partikel krim pengisi coklat ............................... 57 Tabel 9. Pengaruh jumlah minyak dan suhu proses terhadap viskositas krim pengisi coklat ...................................................................................... 58

vi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Struktur kimia fosfatidilkolin ......................................................... 35 Struktur kimia fosfatidiletanolamin ................................................ 35 Proses pembuatan krim pengisi coklat ........................................... 41 Perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan ............................................................... 46 Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat standar, krim pengisi coklat A, dan krim Nuttela ................. 51 Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan krim pengisi coklat standar ............................................................ 53 Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak rapeseed dan krim pengisi coklat A .............................................................. 54 Tampak atas hasil uji stabilitas emulsi krim pengisi coklat pada syringe ........................................................................................... 60 Tampak samping hasil uji stabilitas emulsi krim pengisi coklat pada syringe .................................................................................. 61

Gambar 10. Penampakan krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A setelah enam minggu penyimpanan di suhu 28-48oC .................. 67 Gambar 11. Pulsed NMR 20 MHz analyzer ...................................................... 96 Gambar 12. Penangas air dengan blok dan tube sampel..................................... 97 Gambar 13. Tampilan pangkalan data NMR analyzer 20MHz ........................... 97

vii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1a. Karakteristik SFC minyak sawit dan minyak rapeseed ................ 83 Lampiran 1b. Nilai solid fat content krim pengisi coklat standar dan A ............. 83 Lampiran 2a. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 8-11oC ...................................... 84 Lampiran 2b. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 29,3-29,8oC ............................... 84 Lampiran 2c. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 28-48oC .................................... 85 Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Hasil uji anova pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar ................... 86 Hasil uji lanjut Tukey pengaruh suhu penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar ................... 87 Hasil uji lanjut Tukey pengaruh lama penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar ................... 88

Lampiran 6a. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 8-11oC ...................................... 89 Lampiran 6b. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 29,3-29,8oC ............................... 89 Lampiran 6c. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 28-48oC .................................... 90 Lampiran 7. Hasil uji anova pengaruh viskositas krim pengisi coklat, suhu penyimpanan, lama penyimpanan, dan ukuran partikel krim pengisi coklat terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed ................................................. 91 Hasil uji lanjut Tukey pengaruh suhu penyimpanan terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed ..................................................................................... 92 Hasil uji lanjut Tukey pengaruh lama penyimpanan terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed ..................................................................................... 93

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Lampiran 10. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh viskositas krim pengisi coklat terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed ................................................................ 94 Lampiran 11. Metode analisis komposisi asam lemak ....................................... 95 Lampiran 12. Metode analisis solid fat content (SFC) ....................................... 96

viii

I. A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN

Produk pangan semakin berkembang seiring dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan beragamnya permintaan pasar. Industri-industri pangan terus bermunculan untuk memenuhi permintaan tersebut. Luasnya pasar dapat meningkatkan parameter penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Kualitas suatu produk menjadi parameter penting yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Oleh sebab itu peningkatan kualitas harus tetap menjadi prioritas sehingga perusahaan mampu memenuhi keinginan konsumen dan pada akhirnya dapat memenangkan pasar penjualan produk. PT. Arnotts Indonesia merupakan salah satu produsen produk pangan yang terus menerus berusaha untuk meningkatkan kualitas. Produk-produk yang dihasilkan berupa makanan ringan seperti biskuit, cookies, sandwich dan wafer stick. Beberapa produk menggunakan krim sebagai bahan dasar yang sangat penting sehingga kualitas krim menjadi sangat penting untuk menentukan kualitas produk secara keseluruhan. Salah satu krim yang digunakan di perusahaan adalah krim pengisi atau cream filling. Krim pengisi adalah krim yang diisikan ke dalam suatu wadah sehingga dapat dikonsumsi dengan menggunakan biskuit. Krim pada dasarnya merupakan campuran antara lemak dan gula, bahan lain dapat ditambahkan untuk meningkatkan parameter lain seperti tekstur, rasa, penampakan, dan umur simpannya. Krim pengisi menggunakan bahan baku berupa lemak cair atau minyak, sehingga menghasilkan tekstur yang lembut dan mudah dicolek. Krim pengisi dapat mengalami beberapa kerusakan fisik seperti pengerasan, fat bloom, dan pemisahan minyak. Kerusakan ini terjadi akibat perubahan yang dipengaruhi oleh beragamnya kondisi selama proses, penyimpanan, distribusi, dan pemasaran. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini adalah mengganti bahan baku lemak atau minyak yang digunakan. Minyak yang digunakan sebagai bahan baku harus memiliki kestabilan terhadap perubahan kondisi, terutama suhu, mulai

dari pasca proses produksi sampai ke tangan konsumen. Salah satu minyak yang di klaim memiliki kestabilan yang tinggi adalah minyak rapeseed. Hal ini disebabkan perubahan nilai SFC yang dimiliki minyak ini relatif landai sehingga tidak terjadi perubahan nilai SFC yang drastis ketika dihadapkan pada perubahan suhu. Aplikasi minyak rapeseed sebagai bahan baku diharapkan mampu menghasilkan produk krim pengisi coklat yang dapat mempertahankan stabilitasnya sampai ke tangan konsumen. B. TUJUAN Kegiatan magang ini bertujuan mempelajari penggunaan minyak rapeseed sebagai pengganti minyak sawit dalam meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat.

II.

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Sejarah PT. Arnotts Indonesia dimulai dengan berdirinya perusahaan yang bergerak di bidang makanan kering dengan nama PT. Tatas Mulya pada tahun 1977. Sejalan dengan perkembangan pasar yang kurang menyukai produk ini, maka perusahaan mulai membuat makanan kecil dalam bentuk chips. Pada tahun 1982, secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnotts Indonesia. Pada tahun 1984, perusahaan ini berkembang menjadi dua, yaitu PT. Tatas Mulya yang berlokasi di Pulo Mas dan PT. Cipta Rasa Primatama yang pindah ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Januari 1985, PT. Tatas Mulya berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti (PT. BMS). Selanjutnya pada tahun 1986, PT. BMS berpindah lokasi ke Bekasi. Pada tahun 1985, PT. BMS bekerja sama dengan Arnotts Biscuit Limited Australia yang merupakan perusahaan biskuit terbesar di Australia. Arnotts Biscuit Limited Australia berdiri sejak tahun 1865 dan hingga kini telah menguasai hampir 60% pangsa pasar dunia. Berbekal pengalaman lebih dari 134 tahun, menjadikan Arnotts sebagai market leader dalam industri dan distribusi biskuit yang memiliki kualitas dan bahan baku terbaik. Dengan adanya kerjasama antara PT. BMS dengan Arnotts Biscuit Limited Australia maka nama PT. BMS berubah menjadi PT. Helios Arnotts Indonesia (PT. HAI) dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan terkenal di Indonesia. Pada awalnya, PT. HAI memiliki dua lokasi yang terpisah, yaitu di Pulo Gadung untuk bagian pemasaran, sedangkan pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun, sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik berlokasi di Bekasi Barat, tepatnya di Jl. H. Wahab Affan no.8 (Jalan Raya Bekasi KM. 28) Medan Satria, Bekasi Barat. Sejalan dengan perkembangan industri, pada bulan Desember 1998, PT. Helios Arnotts Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnotts Indonesia dan berafiliasi langsung ke Campbell Soup Company yang merupakan salah

satu perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi makanan dan dikelola dengan baik. PT. Arnotts Indonesia juga memproduksi biskuit bayi untuk perusahaan lain. Produk andalan dan biskuit bayi produksi PT. Arnotts Indonesia yang ada di pasaran saat ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-jenis produk produksi PT. Arnotts Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Stikko Joddy Prestige Piroutte Good Time Teddy Good Time Smiley Mic Mac Sandwich Crackers Tim Tam Wafer Tim Tam Biscuit Milna Baby Biscuit Farleys Baby Biscuit Nestle Baby Biscuit SGM Baby Biscuit Promina Baby Biscuit Merk Nyam-nyam Jenis Produk Biskuit + krim Wafer stick Wafer stick Assorted Wafer stick Cookies Cookies Biskuit + krim Wafer + krim Biskuit + krim Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi

B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan PT. Arnotts Indonesia terletak di Jl. H. Wahab Affan No. 8 (Jalan Raya Bekasi KM 28) Medan Satria, Bekasi Barat. Luas keseluruhan areal pabrik adalah sekitar 6,7 Ha. Lokasi perusahaan ini cukup baik untuk keperluan industri karena dekat dengan bahan baku produk, sumber tenaga kerja, dan daerah perusahaan untuk distribusi produk. Lokasi perusahaan juga didukung dengan adanya jalan tol Cikampek yang dekat dengan perusahaan sebagai salah satu sarana yang juga memudahkan distribusi produk, terutama untuk distribusi produk ke luar Jakarta. Terdapat beberapa pabrik di sekitar

perusahaan, antara lain pabrik pakan ternak, pabrik baja dan pabrik otomotif. Akan tetapi, keberadaan pabrik-pabrik di sekitar PT. Arnotts Indonesia ini tidak menggangu kegiatan produksi di perusahaan. Saat ini perusahaan telah melakukan perubahan pada layout sehingga kegiatan-kegiatan perusahaan dapat dilakukan dengan lebih efektif. Perubahan ini juga merupakan salah satu tindakan untuk mencegah banjir yang pernah melanda kota Bekasi. C. Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi PT. Arnotts Indonesia terdiri dari beberapa kelompok dari fungsi yang berbeda dengan setiap kelompok yang menitik beratkan pada pengembangan produk tertentu atau lini produksi. Kendali perusahaan berada pada Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan. Pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing manajer departemen, kemudian dilanjutkan pada staf serta karyawan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab masingmasing bagian. 1. Presiden Direktur Presiden direktur merupakan pucuk pimpinan tertinggi di dalam perusahaan yang mempunyai kekuasaan penuh dan bertangung jawab atas maju atau mundurnya perusahaan. Wewenang dan tanggung jawab presiden direktur antara lain: a) b) c) Menentukan kebijaksanaan perusahaan secara menyeluruh. Mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk mencapai tujuan. Mengadakan koordinasi yang tepat dari semua direktur untuk menjamin kelancaran organisasi melalui pertanggungjawaban masing-masing direktur.

2. Direktur Keuangan dan Akuntansi Tugas wewenang dan tanggung jawab bagian ini adalah: a) b) c) Menyelenggarakan perencanaan, pembinaan dan pengawasan sistem keuangan, akuntansi dan administrasi. Melakukan administrasi yang tertib. Menjamin terciptanya pengawasan internal perusahaan.

3. Direktur Pemasaran Tugas wewenang dan tanggung jawab direktur pemasaran adalah: a) b) c) Merumuskan strategi dan program pemasaran Mengawasi pelaksanaan dan pencapaian target yang telah ditentukan Memantau dan menganalisis keadaan ekonomi dan pasar, baik dalam maupun luar negeri, agar dapat mempertimbangkan pengembangan pasar atau produk yang dihasilkan d) Melakukan negosiasi dengan pembeli dalam membuat kontrak penjualan ekspor. 4. Direktur Penjualan Tugas wewenang dan tanggung jawab bagian ini meliputi: a) b) c) d) Mengamati dan mengikuti perkembangan pasar, harga, dan promosi, baik untuk produk sendiri maupun produk saingan. Memeriksa kredit langganan dan pengiriman barang ke para pelanggan Bekerjasama dengan bagian pemasaran dalam menyusun target penjualan Mengadakan kunjungan secara periodik ke pelanggan dan wilayahnya untuk mengetahui langsung kegiatan pesaing dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan. e) Menerima informasi dari pengiriman mengenai kebutuhan kuota yang dimiliki perusahaan.

5. Manajer Utama (General Manajer) Manajer utama bertugas mengawasi kegiatan operasional yang terjadi di lapangan, mengawasi fungsi pendukung seperti gudang dan pembelian. 6. Manajer Pabrik (Plant Manager) Tugas wewenang dan tanggung jawab manajer pabrik meliputi: a) b) c) d) Mengawasi kerja manajer produksi Memberi laporan kepada presiden direktur mengenai aktivitas perusahaan dalam hal pengoperasian Mengadakan pengawasan dan pengecekan kualitas produk Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dalam lingkungan perusahaan D. Ketenagakerjaan Segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peraturannya telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama antara PT. Arnotts Indonesia dengan Serikat Kerja Tingkat Perusahaan. Karyawan di PT. Arnotts Indonesia bekerja dengan jangka waktu kerja yang dibedakan menjadi dua status, yaitu pekerja kontrak dan pekerja tetap. 1. Pekerja Kontrak Pekerja kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan menerima gaji berdasarkan jumlah hari hadir. 2. Pekerja Tetap Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang melebihi dua puluh hari dalam satu bulan secara terus menerus dengan menerima gaji baik bulanan maupun borongan. Dalam rangka

memperlancar jalannya kerja dalam proses produksi maka perusahaan membagi waktu kerja sebagai berikut : a. Karyawan kantor Karyawan kantor adalah pekerja tetap yang bekerja pada bagian kantor. Kegiatan kerjanya dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan 16.30 dengan waktu istirahat selama 30 menit. b. Karyawan bagian produksi Karyawan bagian produksi adalah pekerja tetap yang bekerja di bagian produksi produk-produk perusahaan. Kegiatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok jam kerja (shift) yang secara bergantian setiap minggunya, yaitu : 1. Shift I : Pukul 06.30 - 15.00, dengan waktu istirahat 30 menit 2. Shift II : Pukul 15.00 - 22.30, dengan waktu istirahat 30 menit 3. Shift III : Pukul 22.30 - 06.30, dengan waktu istirahat 30 menit Selama satu minggu terdapat lima hari kerja, yaitu Senin sampai Jumat kecuali hari libur nasional dan hari libur perusahaan yang sudah ditetapkan. Jumlah jam kerja dalam satu minggu adalah 40 jam. PT. Arnotts Indonesia sebagai perusahaan yang berkredibilitas tinggi juga memberikan fasilitas terhadap karyawannya. Beberapa fasilitas yang diberikan perusahaan antara lain berupa jaminan sosial dan kesejahteraan karyawan dalam bentuk system pemberian upah yang diatur menurut status pekerja. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit, biaya persalinan istri pekerja dan keluarga berencana. Fasilitas penunjang kerja juga diberikan kepada karyawan dalam bentuk alat kerja yang berupa pakaian kerja yang diberikan oleh perusahaan. Peralatan keselamatan kerja seperti kaca mata alas, sarung

tangan dan topi selalu tersedia bagi karyawan yang memerlukan. Sedangkan fasilitas lainnya adalah koperasi karyawan, klinik dan jasa dokter yang terbuka setiap hari kerja, tempat peribadatan (musholla) dan sarana olah raga.

III. A. KRIM

TINJAUAN PUSTAKA

Krim merupakan produk yang sangat penting, terutama dalam produkproduk confectionery. Krim pengisi merupakan salah satu produk krim yang memiliki komponen utama lemak atau minyak dan gula. Krim merupakan dispersi partikel padat yang sangat halus dalam fase minyak (Minifie, 1980). Sedangkan krim pengisi atau cream filler dideskripsikan sebagai krim teraerasi yang dicampur secara merata dengan gula, shortening, air, perisa, susu atau subtitusinya (Brody dan Cochran, 1978 yang dikutip oleh Matz, 1992). Menurut Manley (1991), ada persamaan antara krim dengan coklat yaitu keduanya merupakan campuran lemak dan gula. Menurut Matz (1992), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu krim antara lain memiliki berat spesifik yang rendah dan memenuhi standar yang telah ditentukan; memiliki derajat kekerasan yang cukup; memiliki mouth feel yang baik (tidak terasa tepung, tetapi memiliki flowing texture yang halus); tahan terhadap sineresis (pemisahan cairan dari gel); cepat meleleh dan larut dalam mulut; memiliki flavor yang lembut, halus, dan tidak gritty. Krim pada dasarnya merupakan campuran gula dan lemak dengan penambahan flavor dan pewarna jika dianggap perlu (Matz, 1992). Dengan demikian krim mengandung lemak dalam jumlah besar sebagai bahan bakunya. Jumlah lemak yang digunakan berkisar antara 22-46% dengan ratarata sekitar 33% (Manley, 1991). Jika jumlah lemak terlalu rendah, krim akan menjadi terlalu keras. Sedangkan jika jumlah lemak yang digunakan terlalu tinggi maka krim akan terlalu bebas mengalir. Selain itu, jumlah lemak yang tinggi dalam krim pengisi konfensional, baik dalam bentuk minyak atau shortening, bertujuan untuk memperoleh umur simpan, sifat kemudahan dioles, dan sifat organoleptik yang diinginkan (Abboud, 1999). Asal dan jumlah lemak memegang peranan penting dalam menentukan karakter krim. Krim pengisi umumnya menggunakan minyak nabati sehingga bentuknya lebih cair dibandingkan dengan krim sandwich yang memiliki

10

tekstur lebih keras. Tingkat viskositas dari krim pengisi dapat diperbesar dengan memperbanyak jumlah minyak yang digunakan atau dengan menambahkan lesitin (Bahara, 2003). Kadar air bahan baku harus dijaga serendah mungkin. Jumlah air tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam pengisian. Air cenderung menimbulkan aglomerasi gula, gumpalan gula yang cukup besar akan merusak pompa dan mesin lain (Matz, 1978). B. EMULSI Menurut McClements (1999), emulsi secara umum dapat dideskripsikan sebagai suatu sistem yang mengandung dua fase larutan yang tidak tercampurkan, fase yang satu terdispersi di dalam fase yang lain sebagai droplet yang berdiameter sekitar 0,1 sampai 100 m. Fase yang muncul dalam bentuk droplet disebut fase internal atau fase terdispersi, sedangkan fase yang berfungsi sebagai sebagai matriks tempat droplet-droplet itu terdispersi disebut fase eksternal atau fase kontinyu. McClements (1999), menyatakan bahwa dalam makanan, biasanya emulsi terdiri dari minyak dan air. Suatu emulsi disebut emulsi jenis minyak dalam air (O/W) jka mengandung minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase kontinyu. Sedangkan jika air merupakan fase terdispersi dan minyak merupakan fase kontinyu, maka fase ini dinamakan emulsi jenis air dalam minyak (W/O). Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil. Banyak emulsi cenderung terdestabilisasi akibat mekanisme sedimentasi, flokulasi, dan koalesen. Sedimentasi dapat terjadi karena adanya gaya gravitasi terhadap fase-fase yang memiliki berat jenis berbeda. Flokulasi adalah pergerakan droplet secara bersama-sama tanpa pemecahan lapisan permukaan droplet, sehingga ukuran droplet tidak berubah. Sedangkan koalesen adalah penggabungan droplet dan pengurangan luas kontak antara dua fase. Untuk menghasilkan emulsi yang stabil, kecenderungan droplet terkoalisi harus dicegah. Pencegahan biasa dilakukan dengan penambahan bahan tambahan berupa emulsifier (Nawar, 1996). Kamel (1991) menyatakan bahwa karakteristik suatu emulsi tidak

11

hanya dipengaruhi oleh pemilihan emulsifier, tetapi juga oleh beberapa faktor lain seperti rasio luas permukaan terhadap volume, agitasi, tingkat pemanasan, atau pendinginan, pemerangkapan udara dan faktor-faktor lain. C. PARAMETER MUTU KRIM PENGISI COKLAT 1. Viskositas Menurut Minifie (1990), krim merupakan suspensi gula dan padatan lain dalam medium lemak. Kehadiran partikel padat ini mengakibatkan krim memiliki sifat non-newtonian. Aliran krim sangat tergantung pada kemudahan gerak partikel padat di dalam fase lemak. Menurut Manley (1991), viskositas pada dasarnya dipengaruhi oleh kadar lemak, semakin banyak jumlah lemak yang digunakan maka viskositas akan semakin rendah. Menurut Minifie dan Chem (1980), viskositas juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya kelembaban partikel gula dan kehadiran emulsifier. Pada produk coklat, kelembaban yang terdapat pada permukaan gula dapat meningkatkan friksi antara partikel gula. Akibatnya, hambatan ketika partikel-partikel tersebut bergerak menjadi lebih besar dan menimbulkan peningkatan viskositas. Emulsifier seperti lesitin berpengaruh terhadap kemudahan gerak partikel, bagian hidrofilik dari lesitin akan mengikat molekul air pada permukaan gula. Pengikatan ini akan mengurangi friksi, meningkatkan mobilitas partikel, dan pada akhirnya menurunkan viskositas. Produk-produk coklat memiliki sifat viskoelastis. Salah satu penyebab terbentuknya sifat viskoelastis adalah jaringan kompleks yang dibentuk oleh kristal lemak pada level struktur yang berbeda. Jaringan ini memerangkap fase cair lemak sehingga sifat tersebut muncul (Narine dan Marangoni, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). 2. Ukuran Partikel Ukuran partikel pada krim pengisi coklat mempengaruhi penilaian dari konsumen, semakin besar ukuran suatu partikel, maka akan semakin

12

terasa adanya rasa berpasir sehingga menurunkan mutu penerimaan krim pengisi coklat yang dihasilkan. Menurut Minifie (1990), untuk menghasilkan krim yang halus dan tekstur yang lembut ukuran partikel coklat susu maksimal adalah 25 m. Almond et al. (1990), menambahkan untuk menghasilkan krim dengan tingkat penerimaan yang maksimum, ukuran gula harus relatif kecil untuk meleleh di mulut, yang berarti harus kurang dari 40 m. Ukuran partikel juga mempengaruhi viskositas produk (Manley, 1991). Ukuran partikel dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusun krim pengisi coklat seperti gula halus, bubuk coklat, susu full cream dan whey powder. Untuk mendapatkan krim pengisi coklat dengan tekstur yang halus maka partikel dari gula, bubuk coklat, dan susu harus kecil. Gula yang digunakan harus gula yang lolos dari ayakan 200 mesh sebesar 95% (Manley, 2000). Selain itu ukuran partikel lebih dipengaruhi oleh lamanya pengadukan, semakin lama waktu yang digunakan untuk pengadukan maka akan semakin kecil partikel dan semakin halus krim pengisi coklat yang dihasilkan. Hal ini dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap krim pengisi coklat yang dihasilkan. Ukuran partikel tidak terdistribusi secara merata. Menurut Kleinert (1970) yang dikutip oleh Aguilera et al. (2004), sebagian besar partikel (>60%) pada coklat komersial memiliki ukuran antara 1 sampai 5 m. Menurut Zielger dan Hogg (1999) yang dikutip oleh Aguilera et al. (2004), sekitar 10% partikel coklat komersial berukuran antara 20 sampai 37 m. Distribusi ukuran partikel menentukan sifat reologi, jumlah minyak yang dibutuhkan untuk melapisi setiap partikel, dan volume kosong dari kesatuan produk. Semakin luas distribusi ukuran partikel, semakin banyak jumlah partikel yang dibutuhkan untuk memenuhi suatu kesatuan volume tertentu. Partikel berukuran kecil akan mengisi ruang kosong diantara partikel berukuran besar. Telah diperkirakan bahwa jarak partikel padatan yang semakin dekat dapat mengurangi migrasi lemak atau minyak dan secara bersamaan mengurangi kecepatan terjadinya blooming (Hartel, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004).

13

3. Solid Fat Content (SFC) Menurut Kumara (2003), solid fat content (SFC) adalah salah satu metode standar yang dapat digunakan untuk mengukur persentase lemak padat dan lemak cair dengan menggunakan pulsed Nuclear Magnetic Resonance (p-NMR). Nilai SFC dapat menggambarkan perkiraan tingkat kekerasan suatu produk berbasis minyak secara tidak langsung (Timme, 1984 yang dikutip oleh Kumara, 2003). Sifat lemak ini tergantung pada perlakuan atau tempering contoh yang akan diukur (Kumara, 2003). SFC juga dapat menentukan kecepatan kristalisasi dan profil leleh suatu lemak atau minyak (Kristott, 2003). Menurut De Graef et al. (2004), SFC produk penting untuk memprediksi terjadinya fat bloom. Nilai SFC juga dapat menunjukkan terjadinya pelunakan pada campuran minyak yang dapat meningkatkan proporsi lemak cair (Kumara, 2003). Peningkatan proporsi lemak cair secara tajam pada selang suhu tertentu menunjukkan peningkatan kecepatan migrasi lemak (Aguilera et al., 2004). Kondisi tekstural lemak pada saat dimakan merupakan faktor yang penting bagi konsumen untuk membeli bahan pangan. Kondisi tekstural beberapa jenis bahan pangan sangat tergantung pada kandungan lemak padatnya. Pada krim contohnya, lemak harus meleleh di dalam mulut sampai menjadi cair selama pengunyahan (Hancock et al., 1999). Tujuannya agar gula dan komponen lainnya dapat melepaskan rasanya ketika lemak meleleh dalam mulut (Herzing, 1989 yang dikutip oleh Kumara, 2003). Hal ini dapat dicapai jika lemak memiliki nilai SFC yang rendah pada suhu tubuh manusia. Pada suhu ruang krim harus mengandung lemak padat yang cukup untuk menjaga kekerasan (Manley, 1991). Nuclear Magnetic Resonance banyak digunakan untuk mengukur jumlah padatan lemak (Solid Fat Content) dalam suatu sampel (Hasenhuettl, 1997).

14

D. MIGRASI LEMAK Migrasi lemak atau minyak adalah perpindahan lemak atau minyak menuju ke permukaan produk. Mekanisme pasti mengenai migrasi lemak dan minyak sampai saat ini belum dapat dipastikan, namun beberapa hipotesis untuk menjelaskan terjadinya peristiwa ini telah diuji oleh beberapa ahli. Migrasi lemak atau minyak antara lain disebabkan oleh formasi kristal lemak yang tidak mencukupi, terpisahnya lemak cair yang berasal dari kristal yang tidak stabil menuju permukaan, terjadinya sorret effect, peningkatan volume ketika lemak meleleh, adanya daya kapiler, dan terjadinya difusi (Aguilera et al., 2004). Formasi kristal lemak yang tidak mencukupi menyebabkan tingginya fraksi cair lemak yang akan terpompa ke permukaan, terutama jika terdapat celah atau retakan (Hartel, 1998 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Mekanisme migrasi lemak cair ini dapat disebabkan oleh fluktuasi suhu (Hartel, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Migrasi lemak atau minyak juga disebabkan oleh terpisahnya lemak cair yang berasal dari pelelehan kristal yang tidak stabil menuju permukaan. Kristal ini memiliki titik leleh yang lebih rendah sehingga lebih mudah meleleh dan terpisah dari struktur kristal (Bomba, 1993 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Hipotesis selanjutnya adalah terjadinya sorret effect, yaitu redistribusi komponen-komponen dalam produk coklat akibat gradien konsentrasi dalam campuran fraksi cairan. Gradien konsentrasi ini dapat disebabkan oleh gradien suhu (Cussler, 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Hipotesis lainnya adalah pengaruh daya kapiler akibat terdapatnya pori-pori yang saling berhubungan atau terdapatnya rongga kapiler pada struktur jaringan produk coklat (Aguilera et al., 2004). Dengan demikian, aliran kapiler dapat terjadi pada dua skala, yaitu pada saluran interpartikel dan pada saluran kapiler antara kristal lemak dan lemak cair itu sendiri. Aliran kapiler pada saluran interpartikel terjadi ketika massa yang bermigrasi merupakan fase total lemak, yaitu lemak cair dan kristal lemak. Sedangkan aliran pada saluran kapiler antara kristal lemak dan fase cair lemak terjadi ketika massa yang bermigrasi hanya berasal dari lemak cair (Aguilera et al., 2004).

15

Peningkatan volume ketika lemak meleleh menyebabkan lemak cair terdorong ke permukaan melalui pori-pori dan retakan mikro yang terbentuk selama proses kristalisasi (Kleinert, 1961; Loisle et al., 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Pelelehan kristal lemak dapat terjadi akibat transfer panas eksternal (peningkatan suhu) atau akibat energi yang dilepaskan selama rekristalisasi lemak. Semakin besar proporsi lemak cair dalam sistem matriks yang terbentuk, maka semakin tinggi kecepatan migrasi lemak yang terjadi (Aguilera et al., 2004). Hipotesis yang lebih disukai untuk menjelaskan migrasi lemak atau minyak dalam produk coklat adalah terjadinya difusi (Miquel dan Hall 2002; Ghosh et al., 2002; Miquel et al., 2001; Ziegleder et al., 1996 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Difusi disebabkan oleh terdapatnya gradien konsentrasi trigliserida pada beberapa bagian produk. Gradien konsentrasi ini dapat terjadi ketika suatu lemak atau minyak memiliki komposisi trigliserida yang berbeda dengan lemak atau minyak lain dalam produk (Ghosh et al., 2002 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Berdasarkan beberapa teori diatas, terlihat bahwa migrasi lemak atau minyak dipengaruhi oleh beberapa komponen utama yaitu fluktuasi suhu, kecukupan jaringan kristal lemak dalam produk, struktur mikro dari produk itu sendiri, dan perbedaan kandungan trigliserida. Migrasi lemak atau minyak dapat menghasilkan peristiwa yang berbeda pada produk krim atau coklat, yaitu fat bloom dan pemisahan minyak (oil separation). 1. Fat Bloom Fat bloom umumnya terjadi pada produk coklat, karena pada produk milk chocolate yang tidak berwarna coklat, peristiwa ini tidak terlalu menjadi masalah karena tidak terlihat secara nyata (Kumara, 2003). Fat bloom ditandai dengan terdapatnya garis-garis atau bintik-bintik putih pada permukaan produk coklat (Anonim, 2004). Tanda lainnya adalah terbentuknya lapisan putih pada permukaan dengan kemungkinan rapuhnya tekstur pada bagian dalam produk (Anonim, 2007a). Fat Bloom

16

dapat dengan jelas terdeteksi sekitar 24-36 bulan setelah produksi (Anonim, 2006a). Menurut Hammond (2005), fat bloom dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu bloom bentuk beta dan bloom bentuk VI. Fat bloom bentuk beta terjadi pada permukaan produk akibat migrasi minyak dan rekristalisasi. Sedangkan fat bloom bentuk VI umumnya terjadi di seluruh bagian produk coklat sehingga selain kilap permukaan produk coklat hilang, tekstur produk menjadi grainy dan crumbly. Fat bloom bentuk beta secara khusus sering terjadi jika komponen minyak yang bermigrasi berasal dari minyak sawit. Fat bloom tipe beta juga dapat terjadi pada produk lemak semi-solid seperti mentega dan fat spread. Fat bloom muncul akibat perubahan pada struktur lemak pada coklat. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fat bloom yaitu metode pendinginan yang tidak tepat, kondisi penyimpanan yang hangat, dan penambahan lemak yang tidak sesuai satu sama lain (Rimando, 2004). Secara khusus, fat bloom disebabkan oleh migrasi lemak ke permukaan yang diikuti oleh proses rekristalisasi. Migrasi tersebut dipercepat oleh suhu yang hangat dan lamanya penyimpanan (Anonim, 2007b). Fat bloom juga dapat terjadi jika produk dihadapkan pada perubahan suhu yang cepat. Lemak akan memisah dari produk dan terakumulasi di permukaan. Hasilnya, produk akan terasa berpasir saat disentuh (Anonim, 2007c). Menurut Hammond (2005), perubahan suhu merupakan faktor penting yang harus diperhatikan selama penyimpanan untuk mencegah terjadinya fat bloom. Menurut Lees dan Jackson (1975), fat bloom dapat disebabkan oleh tidak adanya proses pelelehan lemak secara sempurna dalam proses pemasakan, terdapatnya jarak yang masih cukup jauh antara pengaduk dan ketel pengaduk, terlalu cepat mendinginkan produk coklat, terdapatnya hot dan cold spots dalam ketel pengaduk, menggunakan lemak pengganti yang tidak sesuai dengan lemak coklat, dan kondisi penyimpanan yang buruk. Peristiwa fat bloom dapat dicegah dengan penyimpanan yang sesuai. Penyimpanan sebaiknya dilakukan pada tempat yang sejuk, gelap,

17

kering dan terhindar dari bau yang menyengat. Suhu penyimpanan berkisar antara 15-21oC (Anonim, 2007c) atau sekitar 18-20oC (Anonim, 2007f). Menurut Andrae dan Engeseth (2003), tidak ada kondisi penyimpanan yang tidak mempengaruhi kualitas tekstural dan visual produk. Menurut Lees dan Jackson (1975), fat bloom dapat diatasi dengan melelehkan coklat secara sempurna, melakukan proses pendinginan secara perlahan dan terus menerus, memperkecil jarak antara pengaduk dan dinding ketel seminimum mungkin, dan menggunakan lemak yang sesuai. Walaupun fat bloom memberikan penampilan yang tidak menyenangkan, namun peristiwa ini tidak mempengaruhi eating quality produk tersebut (Rimando, 2004). Menurut Hammond (2005), metode yang digunakan oleh produsen fat spreads dan produsen coklat untuk mencegah terjadinya fat bloom adalah memproduksi produk pada suhu optimum untuk membentuk kristal lemak yang tepat. Kristal yang diperlukan untuk fat spreads adalah kristal . Kemudian produk diberikan waktu yang cukup untuk mengalami proses tempering pada suhu penyimpanan yang terkontrol sebelum dikemas dan dikirimkan. Metode ini mengasumsikan bahwa produk tidak akan mengalami fluktuasi suhu yang sangat besar selama transportasi, pemasaran, sampai penggunaan oleh konsumen. Namun metode tersebut membutuhkan biaya yang besar. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh pihak produsen produk coklat adalah menggunakan penghambat perubahan kristal lemak seperti lemak susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2006a) dan Aguilera et al (2004), yang menyatakan bahwa fat bloom dapat dicegah dengan menambahkan susu full cream atau fat powder ke dalam produk. Menurut Kumara (2003), mekanisme penghambatan terjadinya fat bloom akibat pengunaan lemak susu belum dapat dijelaskan. Namun, menurut Hammond (2005), lemak susu memiliki komposisi trigliserida dan berat molekul yang sangat beragam karena memiliki asam lemak mulai dari C4 sampai C14 dalam jumlah yang signifikan. Salah satu aplikasi yang paling sering untuk metode ini adalah pada produk coklat

18

susu. Ketika terjadi co-kristalisasi antara kristal dari lemak susu dengan lemak coklat pada coklat susu, densitas kristal yang terbentuk mampu mencegah perubahan bentuk kristal akibat perubahan suhu sehingga peristiwa fat bloom bentuk VI dapat dicegah. Namun penambahan lemak susu dapat menyebabkan produk berbasis lemak mengalami pelunakan. Dengan demikian penambahan lemak susu dapat dilakukan pada jumlah yang tidak menimbulkan pelunakan produk secara signifikan, namun efek untuk menahan perubahan bentuk kristal lemak sangat signifikan. Menurut Hammond (2005), pencegahan fat bloom bentuk beta yang dapat terjadi pada fat spread lebih sulit diatasi karena fat bloom bentuk beta merupakan akibat rekristalisasi dan pertumbuhan kristal dari kristal lemak . Faktor yang paling penting untuk mencegah fat bloom bentuk beta adalah penggunaan jenis lemak dengan tingkat kesesuaian yang saling berdekatan antar lemak jika produk terdiri lebih dari satu komponen. Lemak yang saling tidak sesuai akan menimbulkan perubahan pada keseimbangan fase lemak dalam produk sehingga menghasilkan rekristalisasi di permukaan produk. Lemak yang digunakan sebaiknya mampu membentuk banyak kristal berukuran kecil dalam jumlah besar daripada kristal berukuran besar namun jumlahnya sedikit pada saat proses pendinginan. Tujuannya adalah untuk membentuk struktur tiga dimensi yang sangat efektif untuk menahan lemak cair sehingga mampu mengurangi kecepatan migrasi. Selain itu lemak yang digunakan harus stabil dalam bentuk . Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah proses pendinginan produk pada kecepatan pendinginan yang tepat sehingga mampu membentuk kristal yang stabil. 2. Pemisahan Minyak Pemisahan minyak adalah permasalahan umum terutama pada fluktuasi suhu yang ekstrim seperti di Indonesia. Pada suhu 45oC, pemisahan minyak terjadi saat tidak terdapat emulsifier yang cukup atau penggunaan emulsifier yang tidak tepat. Akibatnya, terjadi penurunan dalam penampilan, peningkatan kemungkinan oksidasi lemak (ketengikan

19

dan off flavor), dan penurunan mutu makan (Weyland, 1997). Mekanisme pemisahan minyak serupa dengan fat bloom, perbedaannya terletak pada hasil akhir lemak yang bermigrasi ke permukaan (Ziegleder, 2007). Jika lemak cair yang telah bermigrasi ke permukaan tidak mengalami rekristalisasi, peristiwa ini dinamakan pemisahan minyak. Sedangkan jika lemak cair yang telah bermigarasi ke permukaan mengalami rekristalisasi, peristiwa ini dinamakan fat bloom. Menurut Hammond (2005), pada lemak yang telah terkristalisasi, komponen lemak cair akan terdispersi di dalam dan di sekitar kristal lemak. Kemudahan gerak lemak cair ini sangat tergantung pada struktur tiga dimensi jaringan kristal lemak. Semakin tinggi suhu penyimpanan, jumlah lemak cair akan semakin meningkat sehingga lemak cair semakin mudah bergerak ke permukaan. Ketika lemak cair bermigrasi ke permukaan, terjadi pencampuran dengan fase lemak cair dari bahan lain sehingga komposisi trigliseridanya berubah. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada produk seperti pelunakan akibat jumlah lemak padat yang larut semakin besar. Faktor yang harus dipertimbangkan adalah terjadinya fluktuasi suhu yang terus-menerus (temperature cycling) karena komposisi lemak cair akan ikut bervariasi seiring perubahan suhu. E. PENGERASAN KRIM PENGISI COKLAT Pengerasan krim pengisi coklat adalah proses perubahan krim pengisi coklat yang semula mudah dicolek menjadi keras dan sulit dicolek. Sulitnya krim pengisi coklat untuk dicolek dapat disebabkan oleh tingginya viskositas krim. Tingginya viskositas dapat disebabkan oleh adanya penambahan kelembaban bebas diluar kelembaban alami produk coklat (Minifie dan Chem, 1980). Penambahan kelembaban tersebut dapat berasal dari bahan baku lainnya seperti gula. Kelembaban pada permukaan partikel gula dapat meningkatkan friksi diantara partikel-partikelnya sehingga hambatan gerak yang ditimbulkan lebih besar dan viskositasnya meningkat (Minifie dan Chem, 1980).

20

Pengerasan krim juga dapat disebabkan oleh sifat post hardening yang dimiliki oleh lemak yang digunakan. Menurut Kristott (2003), setiap lemak dan minyak memiliki karakteristik untuk melanjutkan proses kristalisasi setelah proses produksi. Proses ini dinamakan post hardening. Produk pangan yang memiliki matriks lemak akan mengalami peningkatan kekerasan selama penyimpanan akibat proses ini. Sifat post hardening setiap lemak berbedabeda, tergantung dari jenis lemak dan suhu penyimpanannya. F. KRISTAL LEMAK Kristal lemak merupakan sifat fisik yang berguna dalam menentukan mutu lemak dan penggunaannya dalam industri pangan. Kristal lemak adalah radikal-radikal asam lemak dalam molekul lemak yang tersusun berjajar dan saling bertumpuk. Ketika suatu lemak didinginkan, hilangnya panas akan memperlambat gerakan molekul-molekul dalam lemak sehingga jarak antara molekul-molekul lebih kecil. Jika jarak antara molekul tersebut mencapai 5 Ao, maka akan timbul gaya tarik menarik antar molekul yang disebut gaya Van der Waals. Gaya inilah yang menyebabkan kristal lemak terbentuk (Winarno, 1980). Gaya Van Der Waals adalah gaya non kovalen yang terbentuk diantara molekul yang berdekatan akibat redistribusi sementara elektron di dalam molekul. Redistribusi sementara elektron ini menimbulkan interaksi elektromagnetik yang saling tarik menarik diantara molekul. Kekuatan ikatan Van Der Waals lebih lemah dibandingkan ikatan kimia yang lain, sehingga mudah terlepas (Anonim, 2007g). Hal inilah yang menyebabkan kristal lemak mudah meleleh. Menurut Clark (2004), kristalisasi merupakan fenomena yang menarik dan membingungkan, dipengaruhi banyak faktor yang belum dapat dimengerti dengan baik. Hal ini serupa dengan pernyataan Breitschuch dan Windhab (1998) yang dikutip oleh Kumara (2003), bahwa kristalisasi merupakan sistem lemak yang sangat kompleks karena lemak alami merupakan campuran berbagai macam trigliserida. Setiap minyak memiliki sifat yang berbeda-beda. Bentuk polimer yang khas dari suatu lemak tergantung pada kondisi dimana

21

kristal terbentuk, perlakuan terhadap lemak setelah kristalisasi, dan komponen-komponen asam lemaknya (Winarno, 1980). Menurut Kumara (2003), lemak dan minyak dapat mengkristal menjadi empat bentuk polimorphik yaitu sub- , , , dan . Bentuk juga dikenal memiliki beberapa bentuk peralihan. Bentuk-bentuk ini memiliki perbedaan pada kumpulan rantai dan stabilitas thermalnya. Bentuk merupakan bentuk kristal lemak yang paling tidak stabil terhadap perubahan suhu sedangkan bentuk diantara kestabilan bentuk merupakan bentuk yang paling stabil terhadap terhadap perubahan suhu berada dan . Lemak yang terkristalisasi pada bentuk perubahan suhu. Kestabilan bentuk

yang tidak stabil akan berubah menuju kristal yang lebih stabil seiring berjalannya waktu dan berubahnya suhu. Sifat-sifat bentuk polimorphik kristal lemak dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Breitschuch dan Windhab (1998) yang dikutip oleh Kumara (2003), bentuk bentuk dan akan berubah menjadi yang stabil seiring bertambahnya waktu.

Tabel 2. Sifat-sifat kristal lemak Sifat Ukuran ( m) Rapuh, tranparan, pipih 5 Berbentuk jarum halus 1 Berukuran besar dan 25-50, terkadang berkelompok mencapai 100 *Sumber : Fennema, 1976 yang dikutip oleh Winarno, 1980 Kristal-kristal ini berbeda sifat dan titik cairnya, mengakibatkan lemak memiliki beberapa titik cair yang merupakan suatu selang suhu. Perlakuan dengan suhu berperan dalam pembentukan kristal yang halus atau kasar sesuai dengan tujuan dalam industri makanan. Kekuatan ikatan antara radikal asam lemak mempengaruhi pembentukan kristal lemak, yang berarti juga mempengaruhi titik cair lemak (Winarno, 1980). Dimick dan Manning (1987) yang dikutip oleh Kumara (2003) menyatakan bahwa karakteristik dan titik leleh kristal lemak dipengaruhi oleh komposisi lemak itu sendiri. Menurut Kumara (2003), selain kandungan kristal, ukuran kristal, dan bentuk kristal, faktor penting dalam proses solidifikasi lemak adalah Bentuk Polimer

22

polimorphisme, yaitu keberadaan bentuk kristal lebih dari satu macam. Hoffmann (1989) yang dikutip oleh Kumara (2003) menyatakan bahwa polimorphisme berasal dari pola kumpulan molekuler kristal lemak yang berbeda-beda. Proses ini disebabkan oleh perubahan kristal lemak menuju bentuk yang lebih stabil. Menurut Kumara (2003), setelah bentuk kristal lemak dengan titik leleh rendah terbentuk, perubahan menuju bentuk kristal lemak dengan titik leleh tinggipun terjadi. Kristalisasi merupakan proses yang berlangsung secara terus-menerus sejak dari pabrik. Kristal yang terbentuk ini kemudian akan berfungsi sebagai seed untuk pertumbuhan kristal selanjutnya. Selama pendinginan, sejumlah besar trigliserida menumpuk pada seed, membentuk kristal, dan pada akhirnya membentuk jaringan kristal lemak. Setelah produk keluar dari pabrik, rekristalisasi berjalan kembali selama penyimpanan membentuk polymorph yang lebih stabil. Pertumbuhan kristal didukung oleh Ostwald ripening, yaitu pertumbuhan kristal berukuran besar dari kristal kecil yang telah terbentuk sebelumnya. Minor lipid seperti monogliserida, digliserida, phospolipid dan sebagainya mampu mempengaruhi kinetika kristalisasi dan struktur jaringan kristal yang terbentuk (Dimick, 1991; Tietz dan Hartel, 2000 dalam Aguilera et al., 2004). G. MINYAK Minyak adalah senyawa kimia yang tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut organik seperti heksana, karbon tetraklorida, petroleum eter, dan etil eter (Lawson, 1995). Minyak dan lemak dapat larut dalam pelarut organik seperti ester dan kloroform serta memiliki nilai densitas kurang dari satu. Minyak terdiri dari trigliserida yang terbentuk dari kombinasi molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Hancock et al., 1999). Menurut Ketaren (1986), minyak dan lemak tidak berbeda pada bentuk umum trigliseridanya dan hanya berbeda dalam wujud. Jika berbentuk cair pada suhu kamar maka disebut minyak sedangkan jika berbentuk padat pada suhu kamar maka disebut lemak.

23

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, tergantung dari komposisi asam lemak penyusunnya. Asam lemak pada umumnya merupakan rantai yang tidak bercabang dan jumlah atom karbonnya selalu genap. Asam-asam lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi menjadi asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap, sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Asam lemak tidak jenuh biasanya berkonfigurasi cis (Winarno, 1997). Komponen asam lemak yang biasanya terdapat dalam minyak dan lemak dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Asam lemak yang penting pada minyak dan lemak Jumlah Atom Karbon Butirat 4 Laurat 12 Miristat 14 Palmitat 16 Stearat 18 Oleat 18 Linoleat 18 Linolenat 18 Arakidonat 20 Behenat 22 Eruat 22 * Sumber : Lawson (1995) Asam Lemak Jumlah Ikatan Ganda 0 0 0 0 0 1 2 3 4 0 1 Titik Leleh (oC) -8 44 54 63 69 14 -5 -11 -40 80 33

Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair yang tinggi (Ketaren, 1986). Minyak dan lemak yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisiko-kimia yang berbeda satu sama lain karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamya. Gliserida dalam minyak dan lemak bukan merupakan gliserida sederhana (3 gugus hidroksil dalam gliserol berikatan

24

dengan 3 asam dari jenis yang sama), tetapi merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan gugus-gugus radikal rantai asam lemak yang berbeda (Ketaren, 1986). Menurut Lawson (1995), jika asam lemak penyusunnya sama maka dinamakan trigliserida sederhana. Tetapi pada umumnya trigliserida yang terdapat di alam berupa trigliserida campuran yang disusun oleh asam lemak yang berbeda-beda. Sifat asam lemak dicerminkan oleh sifat rantai hidrokarbonnya. Secara alamiah asam lemak jenuh mengandung atom karbon C1-C8 berwujud cair, sedangkan jika lebih besar dari C8 akan berwujud padat. Asam stearat (C18) mempunyai titik cair 70oC, tetapi dengan adanya 1 ikatan rangkap (disebut asam oleat) maka titik cairnya turun mencapai 14oC. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap pada suatu rantai karbon tertentu maka titik cairnya semakin rendah (Winarno, 1997). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 Kkal (Ketaren, 1986). Minyak memberikan karakteristik yang unik pada produk pangan, termasuk produk-produk coklat dan confectionery. Minyak memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pengembangan produk pangan baru untuk mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk. Pemilihan minyak yang tepat dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, rasa, kandungan nutrisi, penanganan, dan umur simpan produk secara signifikan (Weyland, 1999 yang dikutip oleh Kumara, 2003). Hal tersebut merupakan faktor penting, tidak hanya untuk pengembangan produk namun juga ketika produk yang sudah ada perlu direformulasi karena faktor ketersediaan bahan baku, kebutuhan penurunan biaya produksi, keberadaan metode produksi yang baru, permintaan konsumen, dan faktor legislasi (Burger, 1994 yang dikutip oleh Kumara 2003). Minyak yang digunakan pada produk-produk coklat dan confectionery memberikan sifat kemudahan mengalir, mencegah kelengketan pada larutan

25

dengan kadar gula yang tinggi, dan menghasilkan profil leleh akibat panas yang memberikan sensasi dingin di dalam mulut. Minyak juga merupakan pembawa utama flavor dalam produk (Herzing, 1989 yang dikutip oleh Kumara, 2003). Menurut Jeffery (1991) yang dikutip oleh Kumara (2003), minyak merupakan senyawa yang mengikat semua bahan baku. Sifat fase padat dari minyak adalah faktor yang menentukan karakteristik fisik, rheologi, dan penerimaan dari produk coklat. 1. Minyak Sawit Minyak sawit berasal dari tanaman sawit (Elaeis guineensis Jacq) yang merupakan tanaman berkeping satu. Nama Elaeis berasal dari bahasa yunani Elaion yang berarti minyak, sedangkan nama spesies guineensis berasal dari kata Guinea yaitu tempat kelapa sawit pertama kali ditemukan oleh seorang ahli bernama Jacquin di pantai Guinea (Ketaren, 1986). Buah sawit dapat menghasilkan minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak kelapa sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit (mesokarp) sedangkan minyak inti sawit (PKO) berasal dari inti atau biji buah kelapa sawit (American Palm Oil Council, 2004). Minyak sawit pada wujud alaminya berwarna merah-jingga cerah karena mengandung banyak karoten (American Palm Oil Council, 2004). Menurut Lawson (1995), minyak sawit merupakan minyak dari buah sawit, minyak sawit merupakan minyak semisolid yang terekstrak dari kulit buahnya. Asam lemak penyusun minyak sawit yang utama adalah asam lemak palmitat (45%) dan asam lemak dengan jumlah atom karbon 18 (55%) (Weiss, 1983). Pada dasarnya, minyak sawit terdiri dari bagian stearin dan olein yang diperoleh melalui proses fraksinasi. Stearin adalah bagian yang berwujud lebih padat sedangkan olein adalah bagian yang berwujud cair. Setelah melalui proses fraksinasi, bagian olein umumnya diperoleh sebanyak 85-90% sedangkan bagian stearin sebanyak 10-15% (Basiron, 1996). Bagian stearin merupakan produk samping dari fraksi olein sehingga dijual dengan harga yang lebih rendah (American palm oil

26

council, 2004). Komposisi asam lemak minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi asam lemak di dalam trigliserida minyak sawit Jumlah Atom Karbon Butirat C4:0 Kaproat C6:0 Kaprilat C8:0 Kaprat C10:0 Laurat C12:0 Miristat C14:0 Palmitat C16:0 Stearat C18:0 Oleat C18:1 Linoleat C18:2 Linoleat C18:3 Arakidonat C20:0 * Sumber : Potter dan Hotchkiss (1995) 2. Minyak Rapeseed Rapeseed berasal dari dua spesies tanaman Brassica yaitu B. napus dan B. campestris. Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat, minyak rapeseed adalah sumber utama ketiga minyak nabati di dunia, setelah kelapa sawit dan kacang kedelai (Sovero, 1993). Dengan demikian minyak ini tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Minyak tanaman ini diperoleh dari penghancuran rapeseed, yang merupakan tumbuhan non laurat, dengan cara penekanan atau dengan penyaringan. Minyak rapeseed alami mengandung asam euric yang dapat menyebabkan toksik dalam tubuh manusia jika digunakan dalam dosis besar. Namun, dalam jumlah kecil dapat digunakan sebagai zat aditif dalam makanan (Anonim, 2007d). Secara komersial, minyak rapeseed terdiri dari beberapa jenis, yaitu minyak rapeseed dengan kandungan asam euric tinggi, asam euric rendah, dan tanpa asam euric (Swern, 1982). Minyak rapeseed yang sering digunakan sebagai minyak makan adalah minyak rapeseed dengan asam euric rendah dan minyak rapeseed tanpa asam euric. Kandungan asam lemak minyak rapeseed yang Asam Lemak Jumlah (%)

0,1 0,5 0,4 0,8 46,6 53,4 2,4 4,9 38,2 42,6 6,7 11,8 0,1 0,3 0,2 0,4

27

tercantum di dalam literatur cukup bervariasi, beberapa diantaranya dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa kandungan dominan dalam minyak rapeseed dengan asam lemak euric rendah dan tanpa asam lemak euric adalah asam lemak oleat. Tipe asam lemak yang terkandung menentukan sifat fisik dan kandungan nutrisi suatu minyak (Anonim, 2006b). Tabel 5. Distribusi asam lemak dalam minyak rapeseed komersial Jumlah Asam Lemak (%) Asam Euric Tinggi Asam Euric Rendah Swedish Canadian Canadian 14:0 Trace 1,2 0,9-1,2 16:0 2.7 3-4,9 4,5-6,0 16:1 18:0 0,6 1,1-2 1,5-2,1 18:1 9,6 14,3-33,5 48,3-60,7 18:2 12,4 11,4-13,6 18,8-22,0 18:3 7,3 4,7-22,3 9,3-10,8 20:0 0,5-0,7 0,6-0,8 20:1 8,0 0,8-13,5 0,4-4,3 20:4 Trace-0,4 Trace-0,2 20:5 Trace-0,4 Trace-0,9 22:0 0,1-0,2 22:1 59,4 20,1-54,2 0,1-5,1 24:0 0,1-1,4 0,2 * Sumber : Swern (1982) Asam Lemak Tanpa Asam Euric 0,8 5,2 1,8 60,7 19,4 10,2 0,8 0,7 Trace Trace 0,8 0,1 Trace

Minyak ini sering mengalami modifikasi, terutama hidrogenasi untuk menutupi kekurangannya serta memperluas pemanfaatan minyak rapeseed dalam produk pangan (Niewiadomski, 1990). Menurut Burdock (1997), definisi minyak rapeseed dengan asam euric rendah yang telah terhidrogenasi sebagian adalah minyak makan yang telah dimurnikan, dipucatkan dan dideodorisasi secara penuh dari varietas B. napus dan B. campestris. Minyak rapeseed dengan asam euric rendah secara kimia terdiri dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan kandungan asam euric tidak lebih dari 2% dari seluruh komponen asam lemaknya. Minyak ini dapat dihidrogenasi sebagian untuk mengurangi jumlah asam lemak

28

tidak jenuhnya. Minyak rapeseed dengan asam euric rendah terhidrogenasi sebagian dapat digunakan sebagai minyak makan dan dalam produk pangan, kecuali makanan bayi. Jumlah yang dapat digunakan tidak melebihi Good Manufacturing Practices (GMP) yang berlaku. Menurut Anonim (2006b), minyak rapeseed hasil penyulingan telah digunakan secara luas dalam produksi margarin. Jumlah asam lemak tidak jenuh yang tinggi membuat minyak ini juga menjadi salah satu minyak masak yang sehat. H. COKLAT BUBUK Coklat bubuk merupakan sisa dari hasil pengolahan minyak coklat (Clark, 2004). Menurut SNI (01-3747-1995), coklat bubuk adalah produk kakao berbentuk bubuk yang diperoleh dari kakao massa setelah dihilangkan sebagian lemaknya dengan atau tanpa perlakuan alkali. Kakao massa adalah produk berbentuk pasta yang diperoleh dari keping biji kakao melalui perlakuan mekanis tanpa menghilangkan lemaknya. Keping biji kakao sering didefinisikan sebagai biji kakao yang telah dihilangkan kulitnya (Minifie, 1990). Coklat bubuk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu coklat bubuk alkalis dan coklat bubuk non-alkalis. Coklat bubuk alkalis adalah coklat bubuk yang dihasilkan dari kakao massa yang mengalami proses alkalisasi sedangkan coklat bubuk non alkalis adalah coklat bubuk yang tidak mengalami proses alkalisasi (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Krim coklat dapat dibuat dengan penambahan coklat bubuk. Kandungan air coklat bubuk harus dibawah 4% (Matz, 1978). Biasanya coklat bubuk ditambahkan pada level 10% (Matz, 1978). Coklat bubuk berkontribusi dalam menyumbang warna, flavor, lemak, dan jumlah partikel padatan pada krim yang dibuat. I. GULA Gula merupakan salah satu sumber karbohidrat yang umum digunakan sebagai pemanis. Bahan pemanis yang biasa digunakan adalah oligosakarida dan monosakarida. Monosakarida merupakan karbohidrat yang terdiri dari

29

lima atau enam atom karbon, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida. Oligosakarida yang terdiri dari dua molekul disebut disakarida dan jika terdiri dari tiga molekul disebut trisakarida. Gula yang digunakan adalah gula pasir putih yang umumnya mengandung 99.95% sukrosa pada keadaan kering, sangat mudah larut dalam air, dan pada suhu ruang 1 bagian air dapat melarutkan 2 bagian gula (67%) serta kelarutannya meningkat hingga 83% pada suhu 100oC (Lees, 1999). Sukrosa merupakan disakarida dari gabungan glukosa dan fruktosa dan mencapai keadaan jenuh pada konsentrasi 66.60% apabila dilarutkan di dalam air (Lees, 1999). Sukrosa dapat berasal dari tebu atau gula bit (Potter dan Hotchkiss, 1995) Menurut Winarno (1997), selain sukrosa, pemanis yang sering dipakai adalah glukosa (sirup jagung) dan dekstrosa. Jika dibandingkan dengan sukrosa, maka derajat kemanisan pemanis lain seperti d-galaktosa sebesar 0,4-0,6; maltosa sebesar 0,3-0,5; laktosa sebesar 0,2-0,3; rafinosa sebesar 0,15; d-fruktosa sebesar 1,32; dan xilitol sebesar 0,96-1,18. J. WHEY POWDER Menurut De Wit (1989), whey protein adalah senyawa nitrogen utama yang tersisa setelah pengendapan kasein menggunakan asam pada pH 4,6 atau dengan menggunakan rennet pada pH 6,7. Whey protein meliputi grup karakteristik dari protein globular, sebagai contoh adalah -lactoglobulin ( lg), -lactalglobulin ( -la), bovine serum albumin (BSA), immunoglobulin (Ig-G, Ig-A, Ig-M) dan beberapa protein minor. Mereka dapat disintesis dari kelenjar mamalia atau diturunkan dari darah seperti BSA dan Ig. Konformasi dan sifat fungsional dari protein whey dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada struktur globular yang terlipat dari molekulnya. Secara khusus, sensitifitas panas dari protein whey dapat mengontrol konformasi dan sifat fungsional tersebut. Selama proses pemanasan susu dan produk makanan, jumlah molekul protein whey menjadi penting untuk menentukan stabilitas produk. Kinetika, proses koagulasi, dan area spesifik dari protein yang tersedia untuk berinteraksi sangat dipengaruhi oleh jumlah molekul protein whey tersebut. Dorongan paling kuat yang mempengaruhi

30

sifat whey protein adalah suhu, pH, kekuatan ionik, konsentrasi whey protein dan konsentrasi padatan lain (De Wit, 1989). Perubahan reversible pada struktur protein whey dapat terjadi akibat pemanasan dibawah suhu 60oC. Perubahan ini sering dihubungkan dengan transisi pre-denaturasi yang disebabkan oleh kehilangan sebagian struktur tiga dimensi protein dan perubahan dalam hidrasi protein. Perubahan irreversible atau denaturasi pada struktur protein whey dapat terjadi akibat pemanasan diatas suhu 65oC dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pH, kekuatan ionik dan konsentrasi protein. Denaturasi protein dapat dianggap sebagai proses dua tahap: tahap tidak terlipat yang dapat bersifat reversible atau irreversible dan tahap agregasi yang secara umum mengikuti pelepasan lipatan irreversible. Pelepasan ikatan protein globular diikuti oleh efek panas endotermal (De Wit, 1989). Rentannya protein whey terhadap denaturasi akibat panas akan menurun seiring dengan bertambahnya total kandungan padatan (McKenna dan OSullivian, 1971 yang dikutip oleh De Wit, 1989). Back et al. (1979), yang dikutip oleh De Wit (1989), menyatakan bahwa interaksi hidrofobik antara protein dan gula lebih besar terlihat pada larutan gula dengan jumlah gula yang besar daripada dalam larutan gula dengan jumlah gula yang sedikit. Mekanisme tersebut dapat menstabilkan protein terhadap denaturasi panas. Menurut De Wit (1989), protein whey memiliki sifat pengemulsi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah suhu. Secara khusus, kecepatan adsorpsi dan kecepatan pelepasan ikatan meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Umumnya, fenomena ini mempertinggi formasi dan stabilisasi droplet emulsi. Waniska (1981) yang dikutip oleh De Wit (1989), menyatakan bahwa pemanasan emulsi yang distabilisasi menggunakan whey protein pada konsentrasi protein lebih dari 6% menyebabkan gelasi dan penahanan lemak terhadap struktur emulsi. Penahanan lemak dalam sistem ini tidak berarti lemak tersebut masih teremulsi, lemak mungkin terperangkap dalam ruang kosong dan berkontribusi terhadap struktur produk setelah pendinginan sehingga emulsi menjadi sulit mengalir.

31

K. SUSU FULL CREAM Krim susu adalah produk yang diperkaya dari bahan baku lemak susu dengan jumlah yang bervariasi. Krim susu dapat berupa acidified, nonacidified whipped dan dapat mengandung bahan tambahan. Krim susu dibuat dengan memisahkan skim susu dari whole milk, menghasilkan emulsi air dalam minyak (W/O). Terkadang ditambahkan juga dengan proses homogenisasi dan kemudian diasamkan. Kandungan lemak dari krim susu sebesar 10-40% (Wong et al., 1988) dan 18-26% (Speer, 1998). Menurut Anonim (2007e), lemak susu mengandung campuran trigliserida, vitamin larut lemak, dan pigmen. Mulder dan Walstra (1974), yang dikutip oleh Wong et al. (1988), menyatakan bahwa lemak susu akan cair diatas 40oC dan terpadatkan secara sempurna di bawah -40oC. Sedangkan wujudnya diantara suhu tersebut merupakan campuran antara kristal dan lemak cair. Hal ini diperkuat oleh Anonim (2007e), yang menyatakan bahwa lemak susu berwujud semi padat pada suhu ruang. Sifat kristalisasinya sangat kompleks karena banyaknya trigliserida yang terkandung. Sehingga sifat suatu lemak susu merupakan ratarata sifat trigliseridanya. Mulder dan Walstra (1974), yang dikutip oleh Wong et al. (1988), telah mengumpulkan daftar faktor yang mempengaruhi kristalisasi lemak susu. Berdasarkan daftar tersebut, jumlah lemak merupakan faktor yang paling mempengaruhi proses kristalisasi. L. EMULSIFIER Emulsifier menggambarkan bahan kimia yang mampu memulai proses emulsifikasi atau menstabilkan emulsi atau busa dengan aksi pada permukaan bahan (Kamel, 1991). Tujuan utama emulsifier adalah mencegah koalesen atau penggabungan ireversible dua atau lebih droplet atau partikel menjadi unit yang lebih besar (Kamel, 1991). Ketika lemak dan minyak membentuk kristal, emulsifier membantu pencegahan pembentukan kristal yang tidak normal. Fungsi ini diterapkan dalam industri margarin, shortening dan coklat (Kumara, 2003).

32

Kerja

emulsifier

dapat

diperkuat

dengan

adanya

stabilizer

(McClements, 1999). Menurut Pomeranz (1985), emulsifier mendistribusikan partikel kecil suatu cairan dalam cairan lain untuk memperbaiki homogenitas dan kualitas tekstur sehingga terbentuk konsistensi yang diinginkan. Stabilizer memberikan tekstur dan rasa yang seragam dan lembut. Emulsifier melapisi permukaan droplet dan menghasilkan hambatan energi yang mengurangi kemungkinan droplet terkoalisi. Pemilihan tipe emulsifier yang tepat untuk produk pangan tertentu biasanya berdasarkan pada pengalaman dan tes eksperimental. Jenis emulsifier pertama yang digunakan oleh industri pangan adalah bahan alami seperti gum, polisakarida, saponin, lesitin, lipoprotein, garam bile, dan lilin wool. Sekarang banyak digunakan emulsifier sintesis yang dibuat melalui proses kimia (Kamel, 1991). Banyak negara menggunakan klasifikasi menurut FAO/WHO Codex Alimentarius Commision yang mengklasifikasikan emulsifier sebagai bahan tambahan pangan. Lesitin, mono-digliserida serta ester asam diasetil tartarat dari mono-digliserida telah memiliki status GRAS dan dapat digunakan dalam berbagai makanan dalam jumlah yang tidak terbatas untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Emulsifier lain merupakan bahan yang memiliki aturan spesifik dalam penggunaannya pada jenis makanan tertentu (Kamel, 1991). Setiap emulsifier dapat terdispersi pada fase diskontinyu dalam jumlah terbatas, dengan kata lain setiap emulsifier memiliki kapasitas tertentu (Belitz dan Grosch, 1999) Ukuran nisbi bagian hidrofilik dan hidrofobik molekul pengemulsi menentukan perilakunya dalam membentuk emulsi. Untuk memilih pengemulsi yang cocok untuk pemakaian tertentu, telah dikembangakan sistem HLB (Hydrophilic-lipophilic balance). HLB merupakan bilangan yang menyatakan daya tarik nisbi pengemulsi terhadap air dan terhadap minyak secara serentak (Belitz dan Grosch, 1999). Krim merupakan jenis produk yang banyak mengandung lemak, oleh karena itu diperlukan emulsifier yang memiliki HLB rendah. Contohnya lesitin, dengan nilai HLB 4 memiliki kemampuan yang tinggi untuk berikatan dengan lemak dalam produk coklat (Weyland, 1997).

33

Nilai HLB dapat digunakan sebagai dasar pemilihan emulsifier di industri. Emulsifier yang dipilih harus disesuaikan dengan jenis emulsi yang dibentuk. Hubungan antara nilai HLB dengan kegunaannya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hubungan antara nilai HLB dengan aplikasinya Nilai HLB 3-6 7-9 8 - 18 15 - 18 * Sumber : Belitz dan Grosch (1999) Emulsifier berguna untuk mengontrol sifat polymorphic lemak dan minyak (Garti et al., 1989 yang dikutip oleh Kumara, 2003). Menurut Elisabettini (1996) yang dikutip oleh Kumara (2003), emulsifier berperan dalam mempengaruhi kecepatan kristal minyak dan lemak. Dengan demikian, emulsifier sering digunakan untuk memperbaiki stabilitas umur simpan produk coklat dan confectionery. Selain itu, emulsifier dapat menurunkan migrasi minyak, memodifikasi viskositas, menghambat formasi bloom, meningkatkan kilap produk, menambah elastisitas, bahkan memodifikasi kristalisasi minyak (Player, 1986; Sabariah dan Nor Aini, 1998; Rector, 2000 yang dikutip oleh Kumara, 2003) M. LESITIN Lesitin adalah komponen pangan alami yang terdapat pada semua mahluk hidup. Jumlah lesitin yang sangat signifikan terdapat pada putih telur (8-10%) dan kedelai (2,5%). Lesitin komersial banyak berasal dari kacang kedelai karena harganya murah (Manley, 1991). Minyak biji-bijian lain seperti biji kapas, jagung, rapeseed, dan biji bunga matahari merupakan sumber komersial baru dalam pembuatan lesitin (Kamel, 1991). Lesitin adalah nama komersial yang digunakan untuk campuran alami dari beberapa komponen yang diidentifikasi sebagai fosfatida atau fosfolipid. Aplikasi Emulsi W/O Humektan Emulsi O/W Stabilitasi turbiditas

34

Campuran

ini

terdiri

atas

fosfatidilkolin,

fosfatidil-etanolamin,

fosfatidilinositol, dan lemak yang mengandung fosfor (Pomeranz, 1985). Walaupun dalam perdagangan lesitin adalah istilah yang digunakan untuk campuran alami berbagai fosfolipid, tetapi secara kimia, lesitin merupakan fosfatidilkolin (Minifie, 1980). Struktur kimia fosfatidilkolin dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan struktur kimia fosfatidiletanolamin dapat dilihat pada Gambar 2. O RCOCH2 O RCOCH2 O H2COPOCH2CH2 O(+)

N(CH3)3

Gambar 1. Struktur kimia fosfatidilkolin (Pomeranz, 1985)

O RCOCH2 O RCOCH2 O H2COPOCH2CH2 O(+)

NH3

Gambar 2. Struktur kimia fosfatidiletanolamin (Pomeranz, 1985)

35

Secara komersial lesitin diklasifikasikan berdasarkan kandungan total fosfatida, warna, dan fluiditasnya. Konsentrasi total fosfatida lesitin komersial berkisar antara 54% sampai 72%. Konsentrasi bahan aktif lesitin biasa dilaporkan dalam nilai persen acetone insoluble (Matz, 1992). Klasifikasi berdasarkan warna membedakan lesitin menjadi unbleached, single bleached dan double bleached. Konsistensi atau fluiditas lesitin dibedakan atas plastic dan fluid (Matz, 1992). Proses bleaching dan modifikasi fluiditas lesitin tidak mempengaruhi fungsinya (Weiss, 1970). Kemampuan lesitin sebagai emulsifier dapat dilihat dari strukturnya (Pomeranz, 1985). Radikal asam lemak rantai panjang membentuk bagian lipofilik dan menunjukkan afinitas kuat terhadap lemak, sedangkan radikal fosfat menunjukkan afinitas kuat terhadap air. Sehingga dalam campuran minyak dan air, lesitin mampu membentuk emulsi dengan menurunkan tegangan permukaan interfasial antara fase minyak dan air. Nilai HLB lesitin berkisar antara 3-4. Menurut Kakuda (2003), fosfatidilkolin merupakan komponen penting yang mempengaruhi pembentukan struktur gel campuran fosfatida-stearin-minyak cair. Fosfatidilkolin tergabung dalam jaringan kristal lemak dan bertanggung jawab meningkatkan kapasitas ikatan hidrofobik campuran fosfatida-stearin-minyak cair. Pembentukan struktur gel merupakan cara baru untuk mempertahankan stabilitas minyak cair dengan kandungan stearin yang kecil tanpa menggunakan emulsifier protein atau lemak jenuh dalam jumlah besar. Lesitin sudah banyak digunakan untuk krim dengan jumlah 0.17 kg per 45.4 kg krim (Matz, 1992). Acceptable Daily Intake lesitin tidak terbatas (Hanssen dan Marsden, 1991). Lesitin membantu menjaga agar viskositas tetap rendah ketika ada unsur pelembab, namun penambahan dalam jumlah yang berlebihan dapat merusak tekstur lemak (Minifie, 1980). Lesitin dapat meningkatkan fluiditas lemak dalam krim. Lemak menjadi lebih encer selama pengadukan krim, sehingga dapat menyelimuti permukaan gula dengan lebih baik (Smith, 1972). Selain itu, penambahan lesitin sampai 0,5% dalam coklat dapat menurunkan viskositas (Minifie, 1980).

36

Lesitin merupakan emulsifier alami yang banyak digunakan untuk memodifikasi viskositas krim. Bagian hidrofilik lesitin akan mengikat molekul air pada permukaan gula. Pengikatan ini akan mengurangi friksi, meningkatkan mobilitas partikel, dan pada akhirnya menurunkan viskositas (Minifie, 1980). Lesitin terbukti mampu menurunkan plastic viscosity pada coklat, sehingga berpengaruh juga terhadap apparent viscosity produk. Plastic viscosity menyatakan jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga aliran bahan non newtonian setelah bahan tersebut mengalir, nilainya tidak tergantung shear rate. Apparent viscosity menyatakan jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga aliran setelah bahan tersebut mengalir, nilainya tergantung shear rate. Lesitin juga merupakan antioksidan alami sehingga dapat melindungi lemak dalam krim dari oksidasi (Minifie, 1980). Selain berfungsi untuk menstabilkan emulsi dan menurunkan viskositas, lesitin juga memudahkan penyebaran partikel-partikel bahan sehingga homogen. Flavor juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan lesitin karena sering terdeteksi perubahan rasa yang diakibatkan karena off-flavor dari lesitin itu sendiri maupun off-flavor dari bahan yang dicampur dengan lesitin pada produk akhir (Matz, 1992). N. ANTIOKSIDAN Antioksidan berperan untuk mengurangi kecepatan reaksi oksidasi pada lemak sehingga dapat mencegah terjadinya ketengikan. Antioksidan terdapat secara alamiah dalam lemak nabati. Antioksidan terdiri dari antioksidan primer dan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Sedangkan antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan, sehingga kerjanya dapat digolongkan sinergik dengan antioksidan primer (Winarno, 1997). Antioksidan primer dapat berasal dari alam dan dapat pula berasal dari senyawa buatan. Antioksidan alami antara lain adalah tokoferol, lesitin fosfatida, sesamol, gosipol dan asam askorbat. Antioksidan alami yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang memiliki

37

kereaktifan vitamin E (Matz, 1992). Tokoferol ini mempunyai banyak ikatan rangkap yang mudah dioksidasi sehingga akan melindungi lemak dari oksidasi. Keuntungan penambahan antioksidan dalam jumlah besar pada bahan pangan mengandung lemak atau minyak adalah dapat memperpanjang umur simpan produk (Winarno, 1980). Menurut Ketaren (1986), dengan penambahan antioksidan, maka energi dalam persenyawaan ditampung oleh antioksidan, sehingga reaksi oksidasi terhenti.

38

IV. A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam pembuatan krim pengisi coklat adalah gula halus, minyak sawit, minyak rapeseed, bubuk coklat, susu full cream, whey powder, lesitin, dan antioksidan. Bahan yang digunakan dalam analisis ukuran partikel adalah parafin. 2. Alat Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan krim pengisi coklat antara lain timbangan, ballmill, cup, cup sealer, filler, spatula, dan baskom. Alat yang digunakan untuk analisis adalah inkubator, termometer, mikrometer, dan viskometer. B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu penentuan karakteristik minyak yang digunakan, formulasi krim pengisi coklat, dan penyimpanan krim pengisi coklat yang telah diproduksi. Pengamatan dilakukan terhadap nilai SFC (Solid Fat Content), ukuran partikel krim, viskositas, stabilitas emulsi, tingkat kekerasan krim dan penampakan krim pengisi coklat. 1. Penentuan Karakteristik Minyak Rapeseed dan Minyak Sawit Penentuan karateristik minyak rapeseed dan minyak sawit yang digunakan dilakukan oleh salah satu suplier untuk PT. Arnotts Indonesia. Karakteristik minyak yang diuji adalah kandungan asam lemak dan nilai SFCnya. 2. Formulasi Krim Pengisi Coklat Penelitian dilakukan langsung pada skala produksi karena proses pembuatan krim pada skala laboratorium tidak mewakili kondisi sebenarnya pada skala produksi. Krim pengisi coklat standar dibuat

39

dengan menggunakan minyak sawit, sedangkan krim pengisi coklat lainnya dibuat dengan menggunakan minyak rapeseed. Krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dinotasikan sebagai krim pengisi coklat sA, B, C, dan D. Jumlah minyak sawit yang digunakan pada krim pengisi coklat standar sebesar 30% dari total berat bahan baku lain. Jumlah minyak rapeseed yang digunakan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D secara berurutan sebesar 30%, 30%, 28%, dan 28% dari total berat bahan baku lain. Jumlah gula, susu full cream, whey powder, lesitin dan antioksidan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D sama, sehingga perbedaannya hanya terdapat pada jumlah minyak dan suhu prosesnya saja. Suhu proses yang diterapkan pada krim pengisi coklat standar sebesar 45oC. Suhu proses yang diterapkan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D secara berurutan sebesar 45oC, 55oC, 45oC, dan 55oC. Waktu pengadukan disesuaikan dengan waktu pengadukan krim pengisi coklat standar untuk mencapai ukuran partikel standar perusahaan, yaitu selama tiga jam. Setelah itu krim pengisi coklat dikemas menggunakan cup dan didinginkan pada suhu 20oC selama tiga hari. Proses pembuatan krim pengisi coklat secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3. Pada tahap ini, pengujian dilakukan terhadap nilai SFC, ukuran partikel, viskositas, dan stabilitas emulsi krim pengisi coklat. 3. Penyimpanan Krim Pengisi Coklat Krim pengisi coklat yang telah selesai diproduksi kemudian disimpan pada tiga tempat dengan flukutuasi suhu yang berbeda yaitu pada tempat bersuhu rendah dengan rentang suhu 8-11oC, tempat dengan suhu ruang dengan rentang suhu 29,3-29,8oC, dan tempat dengan fluktuasi suhu yang sangat besar dengan rentang suhu 28-48oC. Rentang suhu pada tempat bersuhu rendah diperoleh dari perubahan suhu yang tercatat pada pengukur suhu alat pendingin ruangan. Rentang fluktuasi suhu ruang dan fluktuasi suhu yang besar diperoleh dengan mengukur perubahan suhu menggunakan data logger. Data logger adalah alat yang mampu

40

mengukur suhu setiap waktu dengan rentang waktu tertentu sesuai program yang diberikan. Suhu diukur setiap sepuluh menit sekali selama satu hari. Pengamatan krim pengisi coklat yang telah disimpan dilakukan terhadap penampakan permukaan dan tingkat kekerasan krimnya.

Minyak + lesitin + antioksidan Coklat bubuk

Pencampuran awal (ballmill) 25 menit Pencampuran (ballmill) 3 jam Krim pengisi coklat

Gula halus

Susu full cream

Whey powder Pengemasan Persiapan dengan disimpan pada 20oC 3 hari Analisis Gambar 3. Proses pembuatan krim pengisi coklat C. PENGAMATAN 1. Kandungan Asam Lemak Penentuan jenis dan jumlah asam lemak yang terkandung di dalam minyak sawit dan minyak rapeseed dilakukan oleh salah satu supplier untuk PT. Arnotts Indonesia. Pengiriman sampel minyak untuk diuji kandungan asam lemaknya dilakukan bersamaan dengan pengujian nilai SFC minyak yang digunakan. Salah satu metode standar yang dapat digunakan untuk menentukan kandungan asam lemak dapat dilihat pada Lampiran 11.

41

2. Uji Solid Fat Content (SFC) Uji SFC dilakukan oleh salah satu supplier untuk PT. Arnotts Indonesia. Sampel yang dikirim adalah minyak rapeseed, minyak sawit, krim pengisi coklat standar dan salah satu krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang mendekati standar krim pengisi coklat perusahaan. Salah satu metode standar yang dapat digunakan untuk menentukan nilai SFC dapat dilihat pada Lampiran 12. 3. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat Sampel yang akan dianalisis diambil dari krim pengisi coklat yang keluar dari alat sirkulasi pada ballmill setelah proses pengadukan selesai. Analisis ukuran partikel dilakukan dengan mencampurkan sampel krim pengisi coklat sekitar satu gram dengan parafin sekitar tiga gram. Campuran tersebut kemudian diaduk secara perlahan sampai rata. Sedikit campuran tersebut diteteskan pada mikrometer yang sudah dinolkan terlebih dahulu. Lalu ujung mikrometer ditutup kembali dan ukuran partikel dapat langsung dibaca pada layar mikrometer. Pengukuran dilakukan secara triplo, dan nilai rata-ratanya lalu dibandingkan dengan standar ukuran partikel krim pengisi coklat milik perusahaan. 4. Viskositas (Minifie, 1990) Sampel yang akan dianalisis diambil dari krim pengisi coklat yang keluar dari alat sirkulasi pada ballmill setelah proses pengadukan selesai. Suhu pengukuran viskositas disesuaikan dengan suhu proses pengadukan krim pengisi coklat. Krim pengisi coklat kira-kira 50-80 ml dimasukkan ke dalam wadah sampel viskometer, kemudian spindel digantungkan pada pemutar viskometer. Jenis spindel yang digunakan adalah spindel no 1. Spindel dicelupkan ke dalam sampel sampai kedalaman tertentu. Viskometer lalu dinyalakan dan viskositas krim pengisi coklat dapat dilihat pada skala yang ada dengan satuan dPa.s.

42

5. Uji Stabilitas Emulsi (Bennet 1947 modifikasi Bahara, 2003) Sekitar lima gram sampel dimasukkan ke dalam suntikan plastik (syringe), kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven bersuhu 45oC selama dua jam. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan ke dalam refrigerator dan dibiarkan selama dua jam. Proses ini terus dilakukan sampai tiga kali keluar masuk oven dan refrigerator. Sampel lalu disimpan dalam oven bersuhu 45oC selama satu minggu kemudian diamati ada tidaknya pemisahan minyak pada krim pengisi coklat. 6. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat Sampel yang akan dianalisis diambil dari tempat penyimpanannya kemudian didiamkan sekitar satu jam pada suhu ruang (27oC). Kemasan krim dibuka, lalu analisis dilakukan dengan cara melihat penampakan permukaan krim secara visual. Analisis yang dilakukan adalah melihat ada tidaknya pemisahan minyak atau fat bloom pada permukaan krim pengisi coklat. Sampel diamati secara duplo dengan waktu pengamatan satu minggu sekali. Sampel diamati sampai penyimpanan selama enam minggu. 7. Pengerasan Krim Pengisi Coklat Sampel yang akan dianalisis diambil dari tempat penyimpanannya kemudian didiamkan sekitar satu jam pada suhu ruang (27oC). Analisis kekerasan krim pengisi coklat dilakukan setelah pengamatan penampakan permukaan krim pengisi coklat selesai. Analisis kekerasan krim dilakukan secara subjektif dengan cara mencolek krim pengisi coklat yang telah disimpan menggunakan biskuit. Sampel diamati secara duplo dengan waktu pengamatan satu minggu sekali. Sampel diamati sampai penyimpanan selama enam minggu.

43

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK MINYAK YANG DIGUNAKAN 1. Kandungan Asam Lemak Minyak sawit yang digunakan memiliki tiga asam lemak dominan. Secara berurutan dari asam lemak dengan jumlah terbanyak yaitu asam lemak oleat, palmitat dan linoleat. Asam-asam lemak lainnya terdapat dalam jumlah kecil. Jumlah asam lemak stearat yang rendah, jumlah asam lemak tidak jenuh yang tinggi, dan warna minyak yang jernih kuning keemasan menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan berasal dari fraksi olein. Secara lengkap komposisi asam lemak minyak sawit yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan* Persentase Asam Lemak dari Total Asam Lemak Minyak Rapeseed Minyak Sawit Terhidrogenasi Sebagian C 12:0 0,3 0,1 C 14:0 1,0 0,1 C 16:0 35,9 6,0 C 16:1 0,2 0,2 C 17:0 0,1** 0,1** C 18:0 3,9 4,3 C 18:1 trans 0,0 11,6 C 18:1 cis 45,1 61,7 C 18:2 trans 0,5** 3,0 C 18:2 cis 12,3 9,5 C 18:3 0,2 1,9 C 20:0 0,4 1,0 C 22:0 0,2 0,6 * Data dari salah satu suplier PT. Arnotts Indonesia ** Data tidak sesuai dengan dugaan profil asam lemak sampel, kemungkinan berasal dari carry over kolom kromatografi gas Komponen Asam Lemak Berdasarkan Tabel 7, asam lemak dominan yang terdapat pada minyak rapeseed yang digunakan berupa asam lemak oleat dengan jumlah lebih dari 73%. Asam lemak kedua yang terbesar jumlahnya pada minyak rapeseed yang digunakan adalah asam lemak linoleat dengan jumlah lebih

44

dari 12%. Sedangkan asam lemak-asam lemak lainnya hanya terdapat dalam jumlah kurang dari 10%. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan hanya memiliki kandungan asam lemak trans sebesar 0,5%. Sedangkan minyak rapeseed terhidrogenasi sebagian memiliki total kandungan asam lemak trans sebesar 14,6%. Asam lemak trans sebenarnya tidak terdapat pada minyak sawit secara alami. Kandungan asam lemak trans yang terdeteksi pada minyak sawit yang digunakan mungkin berasal dari kolom kromatografi gas yang kotor sehingga masih terdapat residu asam lemak dari minyak lain dan terbawa ketika menganalisis minyak sawit. Sedangkan asam lemak trans yang terdapat pada minyak rapeseed yang digunakan berasal dari proses hidrogenasi yang tidak dilakukan secara menyeluruh, sehingga rantai asam lemak pada minyak ini tidak jenuh seluruhnya. Proses hidrogenasi sebagian ini mengakibatkan konfigurasi cis, yang merupakan konfigurasi asam lemak yang umum ditemukan pada minyak nabati tidak jenuh, berubah menjadi trans. Menurut U.S. Food and Drug Administration (2006), asam lemak trans diduga memiliki peranan terhadap peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) atau kolesterol jahat serta peningkatan resiko penyakit jantung koroner sehingga penggunaannya dalam produk pangan kini dibatasi. Dengan demikian, penggunaan minyak rapeseed yang terhidrogenasi sebagian perlu dipertimbangkan kembali. Selain itu, minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan memiliki asam margarat (C 17:0) seperti terlihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5, asam lemak margarat tidak terdapat pada minyak sawit dan minyak rapeseed alami. Kemungkinan besar, asam lemak ini berasal dari standar internal yang sengaja ditambahkan ketika melakukan analisis asam lemak menggunakan kromatografi gas. Asam lemak ini seharusnya tidak turut dicantumkan dalam hasil analisis karena tidak terdapat dalam minyak sawit dan minyak rapeseed alami. Selain itu pencantuman asam margarat pada hasil analisis asam lemak dapat

45

menyebabkan perhitungan persentase asam lemak yang terdapat dalam sampel menjadi tidak tepat. 2. Solid Fat Content Minyak yang Digunakan Gambar 4 menunjukan bahwa minyak sawit memiliki karakteristik SFC yang curam sehingga dapat menyebabkan produk krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit ini rentan terhadap migrasi minyak terutama pada kondisi tropis seperti di Indonesia. Berdasarkan penelitian Aguilera et al. (2004), karakteristik SFC yang curam dapat meningkatkan kecepatan migrasi minyak ke permukaan produk coklat. Selain itu, nilai SFC minyak sawit yang digunakan juga telah mencapai 0% pada suhu 25oC. Hal ini menambah kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat karena tingginya kandungan minyak cair dan tidak adanya fase minyak padat yang dapat menahan minyak cair yang bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat. Peristiwa migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat dapat menurunkan mutu penerimaan produk dimata konsumen dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi pihak perusahaan.

12 10 Nilai SFC (%) 8 6 4 2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Suhu (C) Minyak Rapeseed terhidrogenasi sebagian

Minyak Sawit

Gambar 4. Perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan

46

Minyak

rapeseed

yang

digunakan

memiliki

karakteristik

penurunan nilai SFC yang cukup landai seperti terlihat pada Gambar 4. Penurunan nilai SFC yang lebih landai menunjukkan bahwa minyak rapeseed yang digunakan tetap memiliki padatan lemak yang cukup untuk mencegah terjadinya migrasi minyak ketika dihadapkan pada suhu yang tinggi. Karakteristik SFC inilah yang menyebabkan minyak rapeseed yang digunakan diklaim mampu bertahan terhadap pemisahan minyak sehingga umur simpan produk dapat lebih lama. Perbedaan karakteristik penurunan nilai SFC ini dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dari minyak yang bersangkutan. Minyak sawit menghasilkan karakteristik perubahan nilai Solid Fat Content (SFC) yang curam karena mengandung asam lemak-asam lemak dengan perbedaan titik leleh yang sangat jauh seperti asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Asam lemak oleat memiliki titik leleh pada suhu 14oC, asam lemak palmitat memiliki titik leleh pada suhu 63oC, dan asam lemak linoleat memiliki titik leleh pada suhu -5oC (Lawson, 1995). Selain itu, komposisi asam lemak minyak sawit juga mungkin menimbulkan efek eutectic yang dapat menurunkan titik leleh minyak. Efek eutectic disebabkan oleh ketidakcocokan jenis asam lemak yang berada di dalam minyak. Asam lemak palmitat merupakan rantai C 16 yang jenuh, sedangkan asam lemak oleat merupakan rantai C 18 tidak jenuh. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai karbon dapat menurunkan titik leleh trigliserida yang dihasilkan. Dengan demikian, walaupun minyak sawit memiliki asam lemak palmitat yang cukup dominan, nilai SFC yang dihasilkan akan mengalami penurunan yang curam akibat rendahnya titik leleh trigliserida yang terbentuk. Minyak rapeseed yang digunakan didominasi oleh asam lemak dengan rantai C:18 tidak jenuh, namun penurunan nilai SFCnya lebih landai dibandingkan minyak sawit dan belum mencapai 0% sampai 40oC, seperti terlihat pada Gambar 4. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya asam lemak trans seperti asam lemak elaidat (C 18:1 trans) dan asam lemak elaidolinoleat (C 18:2 trans). Asam lemak elaidat memiliki titik

47

leleh pada 43,68oC sedangkan asam lemak ealidolinoleat memiliki titik leleh pada 29oC (Bailey, 1950). Panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap asam lemak oleat dan elaidat sama, demikian pula dengan panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap asam lemak linoleat dan elaidolinoleat. Keseragaman inilah yang mungkin memperkecil kemungkinan terjadinya efek eutectic pada minyak rapeseed sehingga penurunan nilai SFCnya lebih landai. Sedangkan nilai SFC minyak rapeseed yang belum mencapai 0% sampai 40oC mungkin disebabkan oleh terdapatnya asam lemak trans dengan titik leleh tinggi yang lebih stabil akibat kecilnya kemungkinan terjadi efek eutectic pada minyak rapeseed. Secara keseluruhan, nilai SFC minyak rapeseed berada di bawah 10% karena sebagian besar terdiri dari asam lemak dengan titik leleh rendah seperti asam lemak oleat dan asam lemak linoleat seperti terlihat pada lampiran 1a. Berdasarkan nilai SFC tersebut, minyak ini cocok digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat. Menurut Kristott (2003), minyak terhidrogenasi dengan nilai SFC sampai dengan 50% pada suhu ruang digolongkan sebagai soft dan medium soft fats. Golongan minyak ini cocok digunakan sebagai fase lemak pada krim pengisi. B. FORMULASI KRIM PENGISI COKLAT Jumlah minyak sawit yang digunakan pada krim pengisi coklat standar sebesar 30% dari total berat bahan baku lain. Jumlah minyak rapeseed yang digunakan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D secara berurutan sebesar 30%, 30%, 28%, dan 28% dari total berat bahan baku lain. Jumlah gula, susu full cream, whey powder, lesitin dan antioksidan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D sama, sehingga perbedaannya hanya terdapat pada jumlah minyak dan suhu prosesnya saja. Utari (2006) telah melakukan penelitian dengan hanya mengganti minyak sawit dengan minyak rapeseed pada formula krim pengisi coklat standar, namun krim yang dihasilkan tetap mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan. Sehingga formula krim pengisi coklat standar tetap menggunakan minyak sawit karena dinilai

48

lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak rapeseed yang harganya lebih mahal namun tetap mengalami masalah pengerasan krim. Penggunaan minyak rapeseed sebesar 30% didasarkan pada pengalaman bagian pengembangan produk baru (R&D) perusahaan bahwa pada jumlah tersebut, standar viskositas krim pengisi coklat dapat tercapai. Jumlah penggunaan minyak rapeseed sebesar 28% bertujuan melihat pengaruh pengurangan jumlah minyak terhadap karakteristik krim yang dihasilkan. Jika jumlah penggunaan minyak rapeseed sebesar 28% tetap dapat menghasilkan krim pengisi coklat yang sesuai standar perusahaan, maka jumlah minyak tersebut dapat menjadi salah satu alternatif jumlah minyak rapeseed yang akan digunakan. Menurut (Abboud, 1999), jumlah minyak yang tinggi dalam krim pengisi konvensional bertujuan untuk memperoleh umur simpan, sifat kemudahan dioles, dan sifat organoleptik yang diinginkan. Dengan demikian jumlah minyak yang digunakan dalam pembuatan krim pengisi coklat ini diharapkan mampu menciptakan produk yang sesuai dengan kriteria krim pengisi konvensional. Pencampuran bahan baku dilakukan pada dua suhu, yaitu pada suhu standar 45oC dan pada suhu pengujian 55oC. Suhu standar 45oC merupakan suhu pencampuran krim pengisi coklat standar. Sedangkan suhu 55oC berasal dari saran suplier minyak rapeseed, dengan tujuan melelehkan seluruh fase padat minyak rapeseed. Proses pencampuran dilakukan dalam dua tahap seperti terlihat pada Gambar 3. Tahap pertama adalah pencampuran minyak, lesitin, dan antioksidan. Proses ini bertujuan meratakan distribusi emulsifier lesitin di dalam minyak. Pencampuran ini akan membantu pembentukan ikatan antar molekul lemak dan gula pada tahap kedua sehingga emulsi yang baik dapat terbentuk. Tahap kedua adalah penambahan gula halus, coklat bubuk, susu full cream, dan whey powder ke dalam campuran awal. Semua bahan tersebut kemudian diaduk menggunakan ballmill sampai ukuran partikel standar krimnya tercapai, yaitu kurang dari 20 m. Ukuran partikel krim pengisi coklat standar yang berbahan baku minyak sawit dicapai setelah pengadukan selama tiga jam. Waktu ini kemudian menjadi standar waktu pengadukan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang diuji.

49

Setelah proses pengadukan, krim pengisi coklat lalu dikemas menggunakan cup untuk menyesuaikan kondisi krim pengisi coklat yang diproduksi dengan krim pengisi coklat yang ada di pasaran. Krim pengisi coklat yang telah dikemas kemudian didinginkan pada suhu 20oC selama tiga hari. Proses pendinginan merupakan salah satu proses yang penting untuk membentuk kristal lemak yang stabil sehingga diperoleh tekstur dan kestabilan krim yang diinginkan. Menurut Vazquez et al. (2002), sifat fungsional yang berhubungan dengan penggunaan minyak nabati seperti mouth-feel, dan spreadibility dalam produk-produk coklat, butter, dan low-fat spreads tergantung dari kemampuan trigliseridanya untuk membentuk fase padat, profil kristalisasi atau pelelehan, keadaan polymorph, dan sifat kemudahan patah kristal trigliserida dari minyak tersebut. Keterangan pihak suplier menyatakan bahwa proses pendinginan krim pengisi coklat dapat dilakukan dalam rentang suhu 15-25oC, dengan suhu pendinginan paling optimal adalah pada 20oC. Minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan memiliki asam lemak oleat dalam jumlah besar. Penelitian oleh Chen et al. (2002), menunjukkan bahwa kristal minyak sawit terbentuk pada suhu di bawah 22oC, kristal ini kemungkinan berasal dari fraksi olein minyak tersebut. Kristal merupakan kristal yang diharapkan terbentuk pada produk-produk krim pengisi karena berbentuk jarum halus yang kecil. Dengan demikian produk krim pengisi coklat yang berbahan baku minyak sawit dan minyak rapeseed ini dapat didinginkan pada suhu 20oC untuk membentuk kristal . Karakteristrik krim pengisi coklat yang diuji pada tahap ini antara lain nilai SFC, ukuran partikel, viskositas, dan stabilitas emulsi. 1. Solid Fat Content Krim Pengisi Coklat Nilai Solid Fat Content (SFC) dapat menggambarkan perkiraan tingkat kekerasan suatu produk berbasis minyak secara tidak langsung. Tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat dengan nilai SFC. Nilai SFC yang rendah menunjukkan bahwa produk coklat lebih lunak karena memiliki fase cair yang lebih banyak (Kumara,

50

2003). Dengan demikian, nilai SFC yang tinggi akan menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Hasil pengujian nilai SFC krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A yang dibandingkan dengan nilai SFC krim Nutella dapat dilihat pada Gambar 5. Krim Nutella merupakan krim coklat komersial yang berada di pasaran. Nilai SFC krim Nutella diperoleh berdasarkan penelitian Utari (2006).

25 20 15 SFC (%) 10 5 0 5 10 15 20

Suhu (C)

25

30

35

40

45

Krim Pengisi Coklat Standar

Krim Pengisi Coklat A

Nutella*

*Sumber data SFC Nutella: Utari (2006) Gambar 5. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat standar, krim pengisi coklat A, dan krim Nutella Krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A menunjukkan nilai SFC yang rendah pada suhu 35oC seperti terlihat pada Lampiran 1b. Nilai SFC dibawah 10% pada suhu 35oC diperlukan untuk melelehkan produk secara keseluruhan di dalam mulut sehingga tidak meninggalkan lapisan waxy di langit-langit mulut (Kristott, 2003). Selain itu produk diharapkan meleleh dengan baik di dalam mulut agar flavor produk dapat dilepaskan secara sempurna. Berdasarkan Gambar 5, krim pengisi coklat A memiliki tingkat kemudahan dicolek yang serupa dengan krim Nutella karena memiliki nilai SFC yang hampir sama. Sedangkan krim pengisi coklat standar akan sedikit lebih keras karena memiliki nilai

51

SFC yang lebih tinggi dibandingkan krim Nutella. Namun, tingkat kekerasan krim pengisi coklat standar ini tidak akan terlalu mempengaruhi penilaian organoleptiknya karena nilai SFC krim ini masih berada di bawah 10%. Krim Nutella memiliki nilai SFC yang rendah karena dibuat dari minyak kacang tanah (Utari, 2006). Minyak kacang tanah memiliki asam lemak dominan oleat (40-45%) dan linoleat (30-35%) yang memiliki titik leleh rendah. Berdasarkan Tabel 7, minyak rapeseed juga didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat sehingga karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat yang dihasilkan serupa. Sedangkan minyak sawit memiliki asam lemak palmitat yang cukup dominan sehingga karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat yang dihasilkan lebih tinggi daripada krim pengisi coklat A ataupun krim coklat Nutella pada suhu rendah. Dengan menggunakan krim coklat Nutella sebagai pembanding, sebenarnya nilai SFC krim pengisi coklat pada suhu 10oC cukup sekitar 6%. Gambar 5 juga menunjukan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan dengan krim pengisi coklat A dan krim coklat Nutella. Nilai SFC krim pengisi coklat standar yang lebih tinggi menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar memiliki kemungkinan untuk lebih cepat mengalami pengerasan dibandingkan krim pengisi coklat A. Total padatan yang berada dalam krim pengisi coklat akan semakin meningkat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat selama penyimpanan. Jika nilai SFC awal krim pengisi coklat sudah tinggi, maka pengerasan krim pengisi coklat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat akan lebih cepat terjadi. Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya. Menurut Kristott (2003), minyak sawit dapat mengeras secara alami. Minyak sawit memiliki asam lemak palmitat dalam jumlah yang cukup besar dibandingkan minyak rapeseed dan minyak kacang tanah. Asam lemak palmitat memiliki titik leleh yang tinggi sehingga akan meningkatkan total padatan lemak pada suhu di bawah titik lelehnya. Minyak rapeseed yang digunakan dan minyak kacang tanah memiliki

52

asam lemak dengan titik leleh tinggi dalam jumlah sedikit, sehingga nilai SFC produk lebih rendah. Namun, nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh berbeda dengan nilai SFC minyak yang digunakan. Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan minyak sawit yang digunakan. Minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku pada krim pengisi coklat standar sangat rentan terhadap sifat post hardening yaitu meningkatnya kekerasan produk akibat proses kristalisasi yang terjadi pasca proses produksi. Sifat post hardening sebenarnya dimiliki oleh setiap minyak, namun minyak sawit tergolong minyak yang sangat rentan terhadap sifat ini (Kristott, 2003). Selang waktu antara proses produksi dan pengujian nilai SFC di suplier cukup lama sehingga proses rekristalisasi terjadi. Akibatnya produk kemungkinan telah mengalami post hardening dan nilai SFC krim pengisi coklat standar menjadi lebih tinggi dibandingkan minyak sawit.

25 20 Nilai SFC (%) 15 10 5 0 5 10 15 20 25 30 Suhu ( C) 35 40 45

Krim pengisi coklat standar

Minyak sawit

Gambar 6.

Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan krim pengisi coklat standar

Gambar 7 menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A memiliki nilai SFC yang lebih rendah dibandingkan minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan bakunya. Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai SFC krim pengisi coklat A dibandingkan nilai SFC minyak rapeseed

53

adalah terjadinya efek eutectic. Efek eutectic adalah kecenderungan campuran dua jenis minyak atau lebih untuk memadat pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan salah satu komponennya. Campuran minyak ini juga cenderung untuk meleleh pada suhu yang lebih rendah dibandingkan salah satu komponennya. Efek eutectic ini dapat dilihat dengan membandingkan nilai SFC minyak murni dan nilai SFC campuran minyak (Kumara, 2003). Contohnya berdasarkan Lampiran 1a dan 1b, krim pengisi coklat A yang dibuat dengan minyak rapeseed memiliki SFC sebesar 1,8% pada suhu 20oC, sedangkan minyak rapeseed sendiri memiliki nilai SFC sebesar 8% pada suhu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa minyak rapeseed yang berada di dalam krim pengisi coklat A telah lebih banyak meleleh dibandingkan minyak rapeseed sendiri pada suhu 20oC akibat efek eutectic.

12 10

Nilai SFC (%)

8 6 4 2 0 5 10 15 20

Suhu (C)

25

30

35

40

45

Krim pengisi coklat A

Minyak Rapeseed

Gambar 7.

Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak rapeseed dan krim pengisi coklat A

Menurut Bigalli (1988) yang dikutip oleh Kumara (2003), efek eutectic menggambarkan kecocokan jenis-jenis minyak untuk saling bercampur. Minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat A memiliki tingkat kecocokan dengan lemak dari bahan

54

baku lain yang lebih rendah dibandingkan minyak sawit. Tingkat kecocokan minyak juga dapat diperkirakan dari komposisi asam lemak bahan-bahan yang digunakan. Berdasarkan Tabel 7, asam lemak pada minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat dengan titik leleh rendah sedangkan asam lemak dengan titik leleh tinggi seperti palmitat hanya terdapat dalam jumlah kecil. Minyak sawit yang digunakan memiliki asam lemak dominan berupa asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Menurut Evans (1986), asam lemak dominan pada lemak susu adalah asam lemak oleat dan asam lemak palmitat. Menurut Jewel (1986), asam lemak dominan yang terkandung dalam lemak coklat adalah asam lemak stearat, asam lemak oleat, dan asam lemak palmitat. Berdasarkan kandungan asam lemak pada bahan-bahan tersebut, terlihat bahwa minyak sawit memiliki asam lemak dengan titik leleh tinggi dan titik leleh rendah yang cukup berimbang sehingga lebih cocok dengan kompleksitas lemak yang berasal dari bahan baku lain. Sedangkan minyak rapeseed memiliki jumlah komposisi asam lemak yang sangat berbeda dengan lemak dari bahan baku lain sehingga tingkat kecocokannya lebih rendah. Ketika minyak rapeseed bercampur dengan lemak yang berasal dari bahan baku lain di dalam krim pengisi coklat, minyak ini mengalami efek eutectic yang menyebabkan turunnya nilai SFC dibandingkan nilai SFC awal minyak ini pada suhu yang sama. Sedangkan minyak sawit memiliki tingkat kecocokan yang lebih tinggi terhadap lemak yang berasal dari bahan baku lain, sehingga penurunan nilai SFC minyak ini kemungkinan tidak sebesar minyak rapeseed. Namun karena nilai SFC krim pengisi coklat standar yang diperoleh pada Gambar 6 kemungkinan telah dipengaruhi sifat post hardening, maka pengaruh efek eutectic akibat pencampuran minyak pada minyak sawit yang digunakan tidak dapat terlihat. Menurut Kumara (2003), pencampuran minyak dapat terjadi dengan sengaja pada formulasi, namun juga dapat terjadi akibat migrasi minyak diantara bahan baku pada sistem multi-komponen. Menurut Aguilera et al. (2004), kemungkinan terjadinya migrasi minyak akan semakin besar seiring meningkatnya fraksi cair pada produk

55

coklat. Krim pengisi coklat standar yang memiliki nilai SFC yang lebih tinggi seharusnya memiliki stabilitas yang lebih tinggi pula sehingga lebih tahan terhadap fat bloom. Namun hasil pengamatan krim pengisi coklat selama penyimpanan menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar lebih cepat mengalami fat bloom dibandingkan krim pengisi coklat A seperti terlihat pada lampiran 2c. Rentang waktu antara produksi krim pengisi coklat dan pengujian nilai SFC krim pengisi coklat di suplier terlalu besar. Krim pengisi coklat yang diuji nilai SFCnya kemungkinan telah mengalami post hardening dan pencampuran minyak antar bahan baku yang menimbulkan efek eutectic dalam rentang waktu tersebut sehingga nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk memprediksikan migrasi minyak atau fat bloom. Menurut De Graef et al. (2004), analisis SFC pada satu jam dan empat jam setelah proses produksi yang dilengkapi pengujian kekerasan krim dan pengujian DSC (Differential Scanning Calorimetry) dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya fat bloom. 2. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat Ukuran partikel krim pengisi coklat memegang peranan penting dalam menentukan tekstur, viskositas, dan kestabilan krim pengisi coklat selama penyimpanan. Ukuran partikel standar perusahaan untuk krim pengisi coklat adalah <20 m. Standar perusahaan ini masuk ke dalam ukuran partikel maksimal krim yang halus dan lembut yaitu 25 masih berada di bawah 30 m (Minifie, 1990) dan dapat menghindari efek gritty di dalam mulut karena m (Becket, 2000 dan Padley, 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Menurut Aguilera et al. (2004), ukuran partikel pada produk-produk coklat tidak terdistribusi secara merata. Dengan demikian, ukuran partikel yang diuji diperoleh dari hasil rata-rata pengujian ukuran partikel seperti terlihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat standar adalah 19 m, sedangkan ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat yang lain cukup

56

bervariasi, namun seluruhnya masih dibawah 20 m sehingga tetap masuk ke dalam standar ukuran partikel perusahaan. Ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat A dan C lebih kecil dibandingkan ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat standar dengan jumlah minyak dan waktu pengadukan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun lamanya waktu pengadukan sama, ukuran partikel ratarata yang dihasilkan dapat berbeda. Jumlah minyak yang lebih sedikit pada krim pengisi coklat C dan D menghasilkan ukuran partikel rata-rata yang lebih kecil dibandingkan krim pengisi coklat A dan B yang sama-sama menggunakan minyak rapeseed. Jumlah minyak yang lebih sedikit mungkin menyebabkan partikel padat sulit bergerak, sehingga proses pengadukan dengan ballmill lebih efektif memperkecil ukuran partikelpartikel padat. Tabel 8. Perbandingan ukuran partikel krim pengisi coklat Krim Pengisi Coklat Standar A B C D Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat (m) 1 2 3 Rata-rata 20 19 18 19 18 17 19 18 19 16 16 17 18 13 14 15 14 14 17 15

Pengukuran ukuran partikel hanya dilakukan tiga kali sehingga mungkin tidak menggambarkan keadaan ukuran partikel krim pengisi coklat yang sebenarnya. Namun berdasarkan lampiran 7, ukuran partikel krim pengisi coklat yang terukur tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan karena memiliki nilai P>0,05. 3. Viskositas Krim Pengisi Coklat Viskositas krim pengisi coklat diukur untuk melihat kesesuaiannya dengan standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan. Pengukuran viskositas dilakukan setelah krim pengisi coklat selesai diaduk. Viskositas menjadi salah satu parameter penting yang harus

57

diperhatikan dalam pembuatan krim pengisi coklat karena krim pengisi coklat diharapkan memiliki sifat kemudahan dicolek yang baik. Selain itu viskositas juga penting untuk memudahkan krim pengisi coklat melewati proses pasca produksinya seperti proses pengaliran krim pengisi coklat melalui pipa dan proses pengisian krim ke dalam kemasan. Komponen utama pada krim pengisi coklat adalah minyak dan gula. Bahan baku lain yang digunakan hampir seluruhnya berupa padatan yang terdispersi di dalam medium minyak. Viskositas krim pengisi coklat ditentukan oleh kemudahan partikel padat tersebut untuk dapat bergerak dalam fase minyak. Standar viskositas krim pengisi coklat perusahaan adalah 75-105 dPa.s. Hasil pengukuran viskositas pada Tabel 9 menunjukkan bahwa viskositas krim pengisi coklat standar, A, dan B yang dibuat telah memenuhi standar viskositas milik perusahaan. Sedangkan krim pengisi coklat C dan D memiliki viskositas diluar rentang viskositas standar. Krim pengisi coklat standar memiliki viskositas sebesar 100 dPa.s, krim pengisi coklat A memiliki nilai viskositas sebesar 75 dPa.s, dan krim pengisi coklat B memiliki viskositas sebesar 90 dPa.s. Tabel 9. Pengaruh jumlah minyak dan suhu proses terhadap viskositas krim pengisi coklat Jumlah minyak (%) 30 30 30 28 28 Suhu Proses (oC) 45 45 55 45 55 Viskositas (dPa.s) 100 75 90 110 115

Krim Pengisi Coklat Standar A B C D

Krim pengisi coklat A memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan krim pengisi coklat standar. Data tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah minyak yang sama, sebesar 30%, formula baru yang diterapkan pada krim pengisi coklat A mampu menurunkan viskositas krim pengisi coklat yang dihasilkan sebesar 25 dPa.s dari viskositas krim pengisi coklat standar. Penerapan suhu proses

58

yang lebih tinggi pada krim pengisi coklat B, sebesar 55oC, menghasilkan viskositas yang lebih tinggi dari krim pengisi coklat A, namun nilai tersebut tetap lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas krim pengisi coklat standar. Penggunaan jumlah minyak yang lebih sedikit pada krim pengisi coklat C dan D menghasilkan viskositas yang terlalu tinggi sehingga keluar dari standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan. Penurunan jumlah minyak sebesar 2% menyebabkan fase pendispersi pada krim menjadi berkurang sehingga partikel padat di dalam krim pengisi coklat menjadi sulit bergerak. Dengan demikian, jumlah minyak yang sebaiknya digunakan sebesar 30% agar viskositas krim pengisi coklat cukup rendah dan memenuhi standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan. Pengadukan dengan suhu proses sebesar 55oC selalu meningkatkan viskositas krim pengisi coklat yang dihasilkan. Pada suhu yang lebih tinggi, lemak akan menjadi lebih cair sehingga fraksi cair pada krim pengisi coklat akan meningkat. Namun suhu yang lebih tinggi juga menimbulkan perubahan-perubahan pada bahan baku lain yang digunakan. Gula merupakan salah satu komponen utama pada krim pengisi coklat. Semakin tinggi suhu pemanasan, gula invert yang terbentuk semakin banyak. Gula invert yang terlalu banyak akan mengakibatkan lengket (stickyness) yang menyebabkan produk dapat sulit dicolek (Lawrence,1991 yang dikutip oleh Lees, 1999). Menurut De Wit (1989), protein whey mampu mengikat berbagai macam molekul hidrofobik. Sampai sekitar suhu 60oC, struktur protein whey mengalami perubahan reversible yang berhubungan dengan transisi pre-denaturasi. Akibatnya, semakin banyak residu-residu hidrofobik yang dihadapkan pada suhu tinggi, maka kecenderungan protein mengalami agregasi hidrofobik semakin besar. Selain itu, protein whey mampu membentuk kompleks yang sangat kuat dengan minyak dan gula sehingga mobilitas komponen padat dalam krim pengisi coklat semakin sulit. Dengan demikian, suhu pengadukan krim pengisi coklat pada 45oC

59

mampu menghasilkan krim pengisi coklat yang sesuai dengan viskositas standar perusahaan. Sedangkan suhu 55oC terlalu tinggi untuk memproduksi krim pengisi coklat. 4. Uji Stabilitas Emulsi Uji stabilitas emulsi dilakukan untuk melihat kemungkinan terjadinya pemisahan minyak selama penyimpanan. Pemisahan minyak pada krim pengisi coklat diuji dengan mengkondisikan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu yang sangat besar. Hasil pengujian menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar mengalami pemisahan minyak sedangkan krim pengisi coklat A, B, C, dan D tidak mengalami pemisahan minyak seperti terlihat pada Gambar 8. Jumlah minyak yang memisah pada krim pengisi coklat standar sangat sedikit sehingga tidak dapat terukur oleh skala pada syringe yang digunakan seperti terlihat pada Gambar 9. Hal ini menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat standar lebih rentan terhadap pemisahan minyak dibandingkan minyak rapeseed. Minyak sawit yang digunakan memiliki penurunan nilai SFC yang curam sehingga fase minyak cair pada krim pengisi coklat standar meningkat ketika dihadapkan pada suhu yang tinggi. Hal ini menyebabkan minyak mudah bermigrasi ke permukaan. Minyak rapeseed yang digunakan memiliki penurunan nilai SFC yang relatif lebih landai sehingga mampu mempertahankan fase padatnya.

Krim pengisi Krim pengisi coklat standar coklat A

Krim pengisi Krim pengisi Krim pengisi coklat B coklat C coklat D

Gambar 8. Tampak atas hasil uji stabilitas emulsi krim pengisi coklat pada syringe

60

Krim pengisi coklat standar

Krim pengisi coklat A

Krim pengisi Krim pengisi coklat B coklat C

Krim pengisi coklat D

Gambar 9. Tampak samping hasil uji stabilitas emulsi krim pengisi coklat pada syringe Perbedaan penurunan nilai SFC dipengaruhi oleh komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak. Perbedaan panjang rantai asam lemak antara asam lemak palmitat dengan oleat dan linoleat kemungkinan menyebabkan timbulnya efek eutectic pada minyak sawit yang digunakan. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai karbon pada trigliserida menghasilkan struktur yang tidak kompak sehingga ketika membentuk kristal, struktur yang tidak kompak ini mudah lepas dan menyebabkan kristal lebih mudah mencair. Selain panjang rantai karbonnya, asam lemak oleat merupakan asam lemak tidak jenuh, sedangkan asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh. Hal ini mungkin menambah perbedaan struktur diantara kedua jenis minyak sehingga efek eutectic yang terjadi semakin besar. Minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak dengan panjang rantai karbon yang sama seperti asam lemak oleat, linoleat, elaidat, dan elaidolinoleat sehingga kemungkinan dapat membentuk kristal yang lebih kompak. Selain itu, asam lemak trans seperti elaidat dan elaidolinoleat memiliki titik leleh yang cukup tinggi sehingga kristal lemak yang terbentuk kemungkinan lebih stabil dan tidak akan mudah meleleh. Kestabilan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed mungkin juga didukung oleh ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat yang lebih kecil dibandingkan krim pengisi coklat standar seperti terlihat pada Tabel 8. Fase padat pada krim pengisi coklat terbentuk dari kristal-

61

kristal lemak dan partikel padat bahan baku yang saling berhubungan membentuk suatu jaringan. Kemungkinan besar ruang kosong diantara partikel padat pada krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed memiliki jarak yang lebih kecil karena terisi oleh partikel padat berukuran kecil. Telah diperkirakan bahwa jarak partikel padatan yang semakin dekat dapat mengurangi migrasi minyak dan secara bersamaan mengurangi kecepatan terjadinya blooming (Hartel, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Jaringan yang terbentuk oleh fase padat dapat menghambat migrasi minyak ketika krim pengisi coklat dihadapkan pada suhu yang tinggi. Hasil uji stabilitas emulsi ini dapat menjadi gambaran bahwa krim pengisi coklat standar akan mengalami pemisahan minyak dan fat bloom lebih cepat selama penyimpanan, terutama pada rentang suhu yang besar seperti terlihat pada Lampiran 4b. C. PENYIMPANAN KRIM PENGISI COKLAT Krim yang telah selesai diproduksi kemudian disimpan pada tiga tempat dengan fluktuasi suhu yang berbeda yaitu pada tempat bersuhu rendah dengan rentang suhu 8-11oC, tempat dengan suhu ruang dengan rentang suhu 29,3-29,8oC, dan tempat dengan fluktuasi suhu yang sangat besar dengan rentang suhu 28-48oC. Tempat bersuhu rendah cenderung lebih stabil mempertahankan suhu karena berupa ruangan tertutup yang dilengkapi dengan alat pendingin. Perubahan suhu pada tempat bersuhu rendah hanya terjadi ketika ruangan dibuka. Pada suhu ruang, suhu 29,3oC terjadi sekitar pukul 6 pagi sedangkan suhu 29,8oC terjadi sekitar pukul 12 siang. Pada tempat dengan flukutasi suhu yang besar, suhu 28oC terjadi sekitar pukul 2 pagi, sedangkan suhu 48oC terjadi sekitar pukul 11 siang. Menurut Hammond (2005), perubahan suhu merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam penyimpanan produk coklat. Selama penyimpanan, krim pengisi coklat yang telah diproduksi mengalami pengerasan krim dan perubahan pada penampakan permukaannya.

62

1. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat Permukaan krim pengisi coklat A, B, C, dan D yang menggunakan minyak rapeseed tetap mengkilap sampai enam minggu penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC dan 28-48oC seperti terlihat pada Lampiran 2a, 2b, dan 2c. Berdasarkan hasil tersebut, penampakan permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed tidak dipengaruhi viskositas, ukuran partikel krim pengisi coklat, suhu penyimpanan, dan lama penyimpanan sampai enam minggu. Sedangkan krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit mengalami penurunan kilap permukaan ketika disimpan pada fluktuasi suhu 29,329,8oC dan mengalami fat bloom ketika disimpan pada fluktuasi suhu 2848oC. Lampiran 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dengan nilai P<0,05. Lampiran 4 menunjukkan bahwa selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar berbeda nyata pada fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC, 28-48oC, dan 29,3-29,8oC dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC dan 29,3-29,8oC sebesar 0,3333. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC dan 28-48oC sebesar 1,5833, sedangkan selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC sebesar 1,2500. Semakin kecil selisih nilai rata-rata penampakan permukaan, maka krim pengisi coklat standar semakin kehilangan sifat kilap permukaannya dan mendekati fat bloom. Hasil ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC memiliki permukaan yang lebih mengkilap dibandingkan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC. Sedangkan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC memiliki

63

penampakan permukaan yang lebih baik dibandingkan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC namun kurang mengkilap dibandingkan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC. Dengan demikian, penyimpanan krim pengisi coklat standar pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat lebih mempertahankan kilap permukaan krim pengisi coklat standar sampai enam minggu penyimpanan. Lampiran 2a menunjukkan bahwa penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC tetap mengkilap selama penyimpanan sampai enam minggu. Lampiran 2b menunjukkan bahwa kilap permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dapat hilang seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Lampiran 2c menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC dapat mengalami fat bloom ringan seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mempertahankan kristal lemak sehingga dapat menahan migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat standar. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC memiliki kemungkinan untuk mencairkan kristal lemak yang lebih besar dibandingkan penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC sehingga kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat standar lebih besar. Pada fluktuasi suhu yang lebih tinggi dari 28-48oC kemungkinan terjadinya migrasi minyak bertambah besar sehingga kilap permukaan krim pengisi coklat standar akan semakin semakin cepat menghilang. Penampakan permukaan krim pengisi coklat standar selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dengan nilai P<0,05 seperti terlihat pada lampiran 5. Berdasarkan lampiran 5, nilai ratarata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang telah disimpan selama satu minggu secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang

64

disimpan lebih lama dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan selama satu minggu dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan lebih lama selalu menghasilkan nilai yang positif. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar juga penyimpanan. semakin kecil seiring dengan Semakin kecil selisih nilai bertambahnya rata-rata lama penampakan

permukaan, maka krim pengisi coklat standar semakin kehilangan kilap permukaannya. Namun nilai rata-rata penampakan permukaan pengisi coklat standar yang telah disimpan selama dua dan tiga minggu secara statistik tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat setelah disimpan selama empat minggu juga secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat yang disimpan dengan waktu penyimpanan lainnya. Nilai rata-rata penampakan permukaan lima minggu tidak berbeda nyata secara statistik dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang telah disimpan selama enam minggu dengan nilai P>0,05. Hasil pengamatan penampakan permukaan ini juga sesuai dengan hasil pengujian stabilitas emulsi krim pada Gambar 8 yang menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A, B, C, dan D lebih stabil terhadap perubahan suhu dibandingkan krim pengisi coklat standar. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa formula baru yang diaplikasikan pada krim-krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed lebih tahan terhadap migrasi minyak sampai enam minggu penyimpanan dibandingkan formula yang diaplikasikan pada krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit. Seperti halnya hasil pengujian stabilitas emulsi, kemungkinan besar krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit mengalami penurunan kilap permukaan, pemisahan minyak dan fat bloom karena memiliki penurunan nilai SFC minyak yang curam seperti terlihat pada Gambar 4. Penurunan nilai SFC yang curam pada minyak sawit yang disebabkan komposisi asam lemak dominan yang menyusun minyak sawit

65

seperti asam lemak palmitat, oleat, dan linoleat berbeda dalam panjang rantai dan ikatan rangkapnya sehingga terjadi efek eutectic. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai pada trigliserida menghasilkan struktur yang tidak kompak sehingga ketika membentuk kristal, struktur yang tidak kompak ini mudah lepas dan menyebabkan kristal lebih mudah mencair. Akibatnya ketika dihadapkan pada fluktuasi suhu yang besar, kristal lemak pada krim pengisi coklat standar lebih banyak mencair dan bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat. Minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak dengan panjang rantai karbon yang sama seperti asam lemak oleat, linoleat, elaidat, dan elaidolinoleat sehingga kemungkinan dapat membentuk kristal yang lebih kompak. Selain itu, asam lemak trans seperti elaidat dan elaidolinoleat memiliki titik leleh yang cukup tinggi sehingga kristal lemak yang terbentuk kemungkinan lebih stabil dan tidak akan mudah meleleh. Lampiran 2c menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar mengalami penurunan kilap permukaan setelah disimpan selama dua minggu, kemudian mulai terlihat kasar dan muncul bintik-bintik kecil minyak setelah disimpan selama empat minggu pada fluktuasi suhu 2848oC. Munculnya bintik-bintik kecil minyak ini mengindikasikan bahwa krim pengisi coklat standar akan mengalami fat bloom. Menurut Hodge dan Rousseau (2002), produk coklat yang telah mengalami perubahan suhu yang berulang-ulang akan mulai menunjukkan terjadinya fat bloom yang ditandai oleh perubahan struktur permukaan dari halus menjadi kasar. Hal ini disebabkan oleh proses rekristalisasi minyak yang telah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar. Rekristalisasi juga menghasilkan bintik-bintik putih dan keretakan pada permukaan krim pengisi coklat standar. Peristiwa ini menunjukkan bahwa minyak yang telah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar kemungkinan besar mengalami rekristalisasi membentuk kristal yang paling stabil akibat fluktuasi suhu yang besar dan lamanya waktu penyimpanan. Bintik-bintik putih dan keretakan yang muncul setelah krim pengisi coklat standar disimpan selama lima minggu pada rentang suhu

66

28-48oC menjadi tanda bahwa krim pengisi coklat standar mulai mengalami fat bloom (Kleinert, 1961; Loisle et al., 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Perbandingan krim pengisi coklat standar yang telah mengalami fat bloom dan krim pengisi coklat A yang masih mengkilap dapat dilihat pada Gambar 10.

Krim pengisi coklat standar

Krim pengisi coklat A

Gambar 10. Penampakan krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A setelah enam minggu penyimpanan di suhu 28-48oC Gambar 10 menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar mengalami fat bloom yang ditunjukkan oleh terdapatnya bintik-bintik putih kecil di permukaan krim. Menurut Hammond (2005), fat bloom pada produk seperti fat spreads merupakan hasil migrasi minyak ke permukaan produk yang diikuti oleh rekristalisasi kristal lemak yang telah bermigrasi tersebut. Fat bloom seperti ini dinamakan fat bloom bentuk membentuk kristal lemak bentuk . Fat bloom bentuk karena kemungkinan rekristalisasi yang terjadi pada minyak yang telah bermigrasi ditunjukkan oleh tidak dapat bintik-bintik kecil di permukaan produk. Fat bloom bentuk

dihentikan dengan menggunakan penghambat pertumbuhan kristal namun dapat dicegah dengan menjaga suhu lingkungan agar tidak terlalu tinggi, mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang besar (temperature cycling) pasca proses produksi, dan menggunakan lemak yang mampu membentuk kristal kecil seperti kristal dalam jumlah besar. Pembentukan kristal

67

kecil dalam jumlah besar dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang cukup agar dapat menahan migrasi lemak cair ke permukaan. Menurut Nawar (1996), minyak sawit dan minyak rapeseed cenderung membentuk kristal yang berukuran kecil. Namun, minyak sawit menunjukkan penurunan nilai SFC yang tajam pada suhu yang tinggi. Selain itu salah satu asam lemak yang mendominasi komposisi minyak sawit adalah asam lemak palmitat yang memiliki titik leleh tinggi, sehingga lebih mudah mengkristal kembali dan membentuk kristal berukuran besar setelah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar. Hal ini menyebabkan krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit cenderung lebih mudah mengalami fat bloom pada suhu penyimpanan yang tinggi dan rentang suhu yang besar. 2. Pengerasan Krim Pengisi Coklat Setiap minyak memiliki karakteristik untuk melanjutkan proses kristalisasi setelah proses produksi yang menjadikan produk mengalami pengerasan selama penyimpanan (Kristott, 2003). Berdasarkan lampiran 7, suhu penyimpanan mempengaruhi sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada nilai P<0,05. Semakin tinggi suhu penyimpanan dan semakin besar fluktuasi suhu penyimpanan dari 2848oC, maka nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Hal ini dapat dilihat dari lampiran 8 yang memperlihatkan bahwa selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-48oC secara statistik berbeda nyata dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC dan 29,3-29,8oC sebesar 0,300. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC dan 28-48oC sebesar 0,988, sedangkan selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC sebesar 0,6833. Semakin kecil selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek, maka krim pengisi coklat semakin sulit

68

dicolek. Hasil ini menunjukkan bahwa krim yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC lebih mudah dicolek dibandingkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC. Sedangkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC lebih mudah dicolek daripada krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC namun lebih keras dibandingkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC. Dengan demikian, penyimpanan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat lebih mempertahankan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat sampai enam minggu penyimpanan. Lampiran 6a menunjukkan hasil pengamatan tingkat kekerasan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC. Krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit maupun minyak rapeseed yang disimpan pada fluktuasi suhu tersebut tidak mengalami pengerasan krim sampai enam minggu penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa kristal lemak yang terbentuk tetap stabil. Krim pengisi coklat telah mengalami proses pendinginan untuk membentuk kristal yang berukuran kecil. Kristal ini tetap mempertahankan bentuknya pada fluktuasi suhu 8-11oC yang tergolong suhu rendah. Bentuk kristal yang kecil menghasilkan jaringan yang rapuh sehingga mudah hancur, dengan demikian krim pengisi coklat menjadi mudah untuk dicolek. Sedangkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC tetap mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan. Sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dengan nilai P<0,05 seperti terlihat pada lampiran 7. Berdasarkan lampiran 9, nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama satu minggu secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan lebih lama dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan selama satu minggu dengan nilai rata-rata

69

kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan lebih lama selalu menghasilkan nilai yang positif. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat juga semakin kecil seiring dengan bertambahnya lama penyimpanan. Semakin kecil selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek, maka krim pengisi coklat menjadi semakin sulit dicolek. Namun nilai rata-rata kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama lima minggu tidak berbeda nyata secara statistik dengan nilai rata-rata kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama enam minggu dengan nilai P>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan krim pengisi coklat sampai lima minggu dapat menurunkan sifat kemudahan dicoleknya. Lampiran 6b menunjukkan bahwa pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC, krim pengisi coklat standar mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek setelah disimpan selama empat minggu, sedangkan krim pengisi coklat C dan D mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek setelah disimpan selama lima minggu. Krim pengisi coklat mengalami pengerasan akibat sifat post hardening yang dimiliki oleh minyak yang digunakan. Sifat ini timbul akibat terjadinya proses rekristalisasi dan pertumbuhan kristal lemak di dalam krim pengisi coklat. Pada fluktuasi suhu penyimpanan 29,3-29,8oC, kristal kemungkinan akan mencair dan membentuk kristal lemak yang lebih besar dan paling stabil yaitu kristal . Hal ini juga didukung oleh lamanya penyimpanan yang memungkinkan kristal berukuran kecil untuk tumbuh menjadi kristal berukuran lebih besar yang lebih stabil (Bahara, 2003). Kristal lemak berukuran besar ini menyebabkan jaringan padatan dalam krim pengisi coklat menjadi lebih kuat, akibatnya krim pengisi coklat menjadi lebih sulit dicolek. Berdasarkan lampiran 7, sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh viskositasnya dengan nilai P<0,05. Lampiran 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 100 dPa.s secara statistik berbeda nyata dengan krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 75, 95, 110, dan 115 dPa.s. Krim pengisi coklat yang

70

memiliki viskositas 100 dPa.s adalah krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit. Krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 75, 95, 110 dan 115 dPa.s secara berturut-turut adalah krim pengisi coklat A, B, C, dan D yang menggunakan minyak rapeseed. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 100 dPa.s dengan krim pengisi coklat lainnya selalu bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan bahkan dibandingkan krim pengisi coklat C dan D yang memiliki viskositas lebih tinggi. Berdasarkan data tersebut, secara statistik krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit lebih cepat mengalami pengerasan dibandingkan krim pengisi coklat yang berbahan baku minyak rapeseed. Namun hasil pengamatan pada lampiran 6c menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar terlihat mulai mengalami pengerasan pada pengamatan ulangan kedua setelah disimpan selama lima minggu. Sedangkan krim pengisi coklat A, B, C, dan D sudah terlihat mengalami pengerasan setelah disimpan selama lima minggu pada kedua ulangan pengamatan. Perbedaan ini disebabkan oleh terjadinya migrasi minyak dari dalam ke permukaan krim pengisi coklat standar yang berbahan baku minyak sawit yang ditunjukkan oleh hilangnya kilap permukaan dan munculnya bintik-bintik minyak di permukaan krim seperti terlihat pada lampiran 2c. Hal ini dapat mengindikasikan awal terjadinya fat bloom pada krim pengisi coklat standar. Menurut Anonim (2007a), peristiwa fat bloom dapat menyebabkan pelunakan tekstur pada bagian dalam produk. Peristiwa ini didukung oleh rentang suhu penyimpanan yang terlampau tinggi yaitu 28-48oC. Pada rentang suhu ini kristal lemak yang mencair semakin banyak, sehingga fase padat dalam krim pengisi coklat berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah jaringan kristal lemak yang menahan fase cair minyak menurun sehingga memicu minyak cair untuk bermigrasi ke permukaan dan nantinya akan mengkristal kembali. Pelunakan tekstur di bagian dalam produk menyebabkan krim pengisi coklat standar mudah dicolek dan

71

menunjukkan bahwa pengerasan krim pengisi coklat standar terhambat oleh awal indikasi terjadinya fat bloom. Lampiran 10 juga memperlihatkan bahwa kemudahan dicolek krim pengisi coklat A dan B yang memiliki viskositas 75 dPa.s dan 95 dPa.s secara statistik tidak berbeda nyata. Kemudahan dicolek krim pengisi coklat C dan D yang memiliki viskositas 110 dPa.s dan 115 dPa.s juga tidak berbeda nyata secara stastistik. Namun krim pengisi coklat A dan B secara statistik berbeda nyata dengan krim pengisi coklat C dan D. Selisih nilai rata-rata krim pengisi coklat C atau D dengan krim pengisi coklat A atau B bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A atau B memiliki nilai rata-rata kemudahan dicolek yang lebih besar dibandingkan nilai rata-rata krim pengisi coklat C atau D. Berdasarkan hasil tersebut, krim pengisi coklat C atau D yang memiliki viskositas lebih tinggi akan lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat A atau B. Viskositas krim pengisi coklat A dan B yang lebih rendah menunjukkan bahwa fase pendispersi yang dimiliki juga lebih tinggi sehingga partikel padat lebih mudah bergerak. Walaupun krim pengisi coklat A dan B memiliki jumlah minyak yang lebih besar dibandingkan krim pengisi coklat C dan D, namun jumlah ini tidak menyebabkan pemisahan minyak seperti terlihat pada Lampiran 2a, 2b, dan 2c. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah minyak rapeseed sebesar 30% pada krim pengisi coklat A dan B lebih mampu mencegah pengerasan krim dibandingkan krim pengisi coklat standar, C, dan D namun masih berada dalam jumlah yang belum menyebabkan pemisahan minyak. Minyak sawit mengalami pengerasan lebih cepat mungkin disebabkan kandungan asam lemak palmitat yang cukup dominan. Asam lemak palmitat memiliki titik leleh tinggi sehingga memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk membentuk kristal berukuran besar selama penyimpanan. kristal berukuran besar kemungkinan dapat menyebabkan jarak antar partikel padat dalam krim pengisi coklat menjadi semakin kecil

72

sehingga krim menjadi sulit dicolek, dengan kata lain krim pengisi coklat menjadi lebih keras. Menurut Full et al. (1996) yang dikutip oleh Kumara (2003), tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat dengan nilai SFC. Gambar 6 dapat menggambarkan terjadinya peningkatan kekerasan akibat post hardening pada minyak sawit yang ditunjukkan oleh lebih tingginya nilai SFC krim pengisi coklat standar dibandingkan nilai SFC minyak sawit yang digunakan. Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan krim pengisi coklat A dan krim coklat Nutella. Nilai SFC yang lebih tinggi ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Pengujian SFC krim pengisi coklat ini dilakukan pada rentang waktu yang cukup jauh dari waktu produksi sehingga kemungkinan nilai yang ditunjukkan pada Gambar 5 merupakan hasil pengukuran SFC krim pengisi coklat standar yang telah mengalami post hardening. Dengan menggunakan krim pengisi coklat A dan krim Nutella sebagai pembanding, maka nilai SFC krim pengisi coklat standar perlu dikurangi agar memiliki tingkat kekerasan yang serupa. Menurut Kristott (2003), salah satu cara untuk menyerupai nilai SFC dan mengurangi pengaruh post hardening adalah mencampurkan minyak sawit dengan minyak atau lemak lain yang memiliki asam lemak tidak jenuh lebih banyak secara cermat.

73

VI. A. KESIMPULAN

KESIMPULAN DAN SARAN

Minyak rapeseed efektif digunakan untuk mengganti minyak sawit dalam krim pengisi coklat di PT. Arnotts Indonesia dan dapat meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat yang dihasilkan selama penyimpanan sampai enam minggu. Indikator kinerja keefektifan minyak rapeseed ditunjukkan oleh nilai rata-rata penampakan permukaan dan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang lebih baik daripada krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit selama penyimpanan sampai enam minggu. Minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang tetap memiliki penampakan permukaan yang mengkilap pada suhu 8-11oC, 29,329,8oC, dan 28-48oC sampai enam minggu penyimpanan. Sedangkan minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang dapat mengalami perubahan penampakan permukaan karena dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan secara statistik dengan nilai P<0,05. Fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC tetap mempertahankan kilap permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit sampai
o

enam

minggu

penyimpanan.

Fluktuasi

suhu

penyimpanan 29,3-29,8 C menghilangkan kilap permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit setelah disimpan selama lima minggu. Semakin besar fluktuasi suhu penyimpanan dari 28-48oC, kilap permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit hilang setelah disimpan selama dua minggu, bintik-bintik kecil minyak muncul setelah disimpan selama empat minggu, dan fat bloom terjadi setelah disimpan selama lima minggu. Semakin lama penyimpanan, maka kilap permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit akan semakin rendah dan terjadi fat bloom. Minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang secara statistik lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dengan nilai P<0,05. Dengan bahan baku minyak rapeseed, ukuran partikel krim pengisi coklat tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek dengan nilai P>0,05. Namun sifat

74

kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dipengaruhi viskositas dengan nilai P<0,05. Viskositas krim pengisi coklat sebesar 110-115 dPa.s lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat dengan viskositas 75-95 dPa.s. Dengan demikian dengan bahan baku minyak rapeseed, semakin tinggi viskositas krim pengisi coklat dari 110-115 dPa.s maka pengerasan krim semakin cepat terjadi. Pengerasan krim pengisi coklat juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan dengan nilai P<0,05. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Semakin lama penyimpanan, maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat mempertahankan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat sampai enam minggu penyimpanan. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC selama empat minggu menurunkan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC selama lima minggu menurunkan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed dengan viskositas 110-115 dPa.s, sedangkan krim pengisi coklat dengan viskositas 75-95 dPa.s tetap mudah dicolek sampai enam minggu penyimpanan. Semakin besar fluktuasi suhu dari 28-48oC, maka krim pengisi coklat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek setelah dua minggu penyimpanan dan mulai mengeras setelah lima minggu penyimpanan. Secara keseluruhan, minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang lebih stabil mempertahankan kilap permukaan dan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit. Faktor-faktor yang mendukung minyak rapeseed dapat menghasilkan krim yang lebih stabil adalah komposisi asam lemak yang lebih seragam dan penurunan nilai SFC yang lebih landai. Dengan demikian minyak rapeseed dapat menggantikan minyak sawit dalam pembuatan krim pengisi coklat.

75

B. SARAN Pengujian subjektif sebaiknya diiringi dengan pengujian objektif sehingga diketahui nilai optimum faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas krim pengisi coklat. Pengujian objektif sebaiknya dilakukan langsung oleh pihak perusahaan atau perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak yang telah tersertifikasi sehingga hasil pengujian objektif dapat lebih meyakinkan. Selain itu melakukan eksplorasi dan mencari karakteristik minyak lokal dengan pola SFC mirip dengan minyak rapeseed namun dengan jumlah asam lemak trans yang lebih sedikit atau tanpa asam lemak trans sama sekali. Untuk itu studi karakteristik fisik minyak lokal perlu dilakukan secara cermat.

76

DAFTAR PUSTAKA Abboud, A.M. 1999. Fat free and low fat cookie cream fillings. http://www.patentstorm.us/patents/5939127-fulltext.html. [7 April 2007] Aguilera, J.M., M. Michel, dan G. Mayor. 2004. Fat Migration in Chocolate: Diffusion or Capillary Flow in a Particulate Solid?-A Hypothesis Paper. Journal of Food Science. 69: R167-174. Almond, N., Michael, H.G., Paul, R. dan Peter, W. 1990. Biscuits, Cookies, and Crackers volume 3 : Composite Products, Elsevier Applied Science, New York dan London. American Palm Oil Council, 2004, Palm Oil http://www.americanpalmoil.com/foodproducts/palm Agustus 2007]. Food Products. olein.html. [15

Andrae, L.M. dan N.J. Engeseth. 2003. Quality Changes in Chocolate During Controlled Atmosphere Storage. http://ift.confex.com/ift/2003/ techprogram session_2305. paper_19797. htm. [12 Maret 2007] Anonim. 2004. Chocolate Bloom. http://www.chocolatefetish.com/chocolate_ bloom.php.htm. [12 Maret 2007] Anonim. 2006a. New techniques could help combat chocolate bloom. http://www.confectionerynews.com/news-by-product/news.asp?id=68896. [12 Maret 2007] Anonim. 2006b. Rapeseed. http://www.gmo-compass.org/eng/grocery_shopping/ crops/21.genetically_modified_rapeseed.html. [12 Maret 2007] Anonim. 2007a. Chocolate Glossary. www.chocolate_glossary.htm [12 Maret 2007] Anonim. 2007b. What is This White Stuff on My Chocolate?. http://www.thechocolatestore.com/candyfact-12.aspx.htm. [12 Maret 2007] Anonim. 2007c. FAQs about Chocolate. http://www.facts-about-chocolate.com/ about-chocolate.html [12 Maret 2007] Anonim. 2007d. Rapeseed. http://en.wikipedia.org/wiki/Rapeseed. [12 Maret 2007] Anonim, 2007e. Physical Status of Milk. http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/ Fulldocs/ILCA_Manual4/Milkchemistry.htm. [18 April 2007]

77

Anonim. 2007f. Why does chocolate turn gray sometimes? Is it still safe to eat? http://science.howstuffworks.com/physical-science-channel/question711. [12 Maret 2007] Anonim. 2007g. Van Der Waals Force. http://en.wikipedia.org/wiki/ Van_der_Waals_force. [26 September 2007] Anonim. 2007h. Trans Fat. http://en.wikipedia.org/wiki/ Trans_fat. [26 September 2007] AOAC. (1995). Official Methods of Analysis. (4th ed.) Oils and Fat. Chapter 41, 18-18d. AOAC International. USA. Bahara, R. 2003. Aplikasi Fat Hardener pada Krim Biskuit di PT. Arnotts Indonesia. Skripsi pada JurusanTeknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bailey, A. E. 1950. Melting and Solidification of Fats. Interscience Publisher, Inc. New York Basiron, Y. 1996. Palm Oil. Di dalam Baileys Industrial Oil and Fat Products 5th edition, volume 2. Y. N. Hui (ed.). John Wiley and Sons, Inc. New York. Belitz, H.D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Second Edition. SpringerVerlag. Berlin. Burdock, G.A. (1997). Encyclopedia of Food and Colour Additives. Volume 3. CRC Press. New York. Chen, C.W., O.M. Lai, H.M. Ghazali, dan C.L. Chong. 2002. Isothermal Crystallization Kinetics of Refined Palm Oil. J. Am. Oil. Chem. Soc vol 79, 403-410. Clark, J.P. 2004. Crystallization is Key in Confectionery Processes. J. Food. Tech vol 58 no12. De Graef, V., I. Foubert, E. Agache, I. Nopens, P.A. Vanrolleghem, dan K. Dewettinck. 2004. Predictive Modelling of Migration Fatbloom. http://www.fte.ugent.be/index.php?var=presentations. [17 Juni 2007] De Wit, J.N. 1989. Functional Properties of Whey Proteins. Di Dalam. Developments in Dairy Chemistry Volume 4 : Functional Milk Proteins. Fox, P. F (ed.). Elsevier Applied Science, London. Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Syarat Mutu Coklat Bubuk (SNI 01-37471995). Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

78

Evans, E.W. 1986. Interactions of Milk Components in Food Systems. Di dalam Interactions of Food Components. Birch, G. G. dan M. G. Lindley. (eds.). Elsevier Applied Science Publishers. New York dan London. Hammond, E. 2005.Fat Bloom. http:/www.britaniafood.com/invite_07.htm. [27 Mei 2007] Hancock, J.N.S., R. Early, dan P.D. Whithead. 1999. Oils and Fats: Milk and Milk Products. Di dalam Sugar Confectionary Manufacture. Jackson, E. B. (ed.). Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland. Hanssen, M dan J. Marsden. 1991. E for Additives. Harper Collins Publishers. Hasenhuettl, G.L. 1997. Analysis of Food Emulsifiers. Di dalam Food Emulsifiers and Their Application. Hasenhuettl, G. L. dan R. W. Hartel (ed.). chapman & Hall. New York. Hasan, M.D.A. 2006. Penerangan Instrumen. http://202.185.33.70/instrumen/PULSE%20NMR-MAKANAN.pdf. [16 November 2007]

Hodge, S.M. dan D. Rousseau. 2002. Fat Bloom and Characterization in Milk Chocolate Observed by Atomic Force Microscopy. J. Am. Oil. Chem. Soc. Vol 79, 1115-1121. IUPAC. 1982. Standard Methods for The Analysis of Oils, Fats, and Derivatives. 6th edition. http://www.iupac.org/publications/pac/1982/pdf/5412x2759. pdf. [16 November 2007] Jewel, G.G. 1986. Interactions of Confectionery Components. Di dalam Interactions of Food Components. Birch, G. G. dan M. G. Lindley. (eds.). Elsevier Applied Science Publishers. New York dan London. Kakuda, Y. 2003. Stabilization of Low Fat Spreads Using Polar Fats. http://www.omafra.gov.on.ca/eng/research/new_directions/projects/2002/s r9102.htm. [31 Mei 2007]. Kamel, B.S. 1991. Emulsifiers. Di dalam Food Additive Users Handbook. Smith, Jim (ed.). Van Nostrand Reinhold. New York. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta. Kristott, J. 2003. New Trans-Free Fat for The Replacement of Hydrogenated Fats in Confectionary Products. Brittania Food Ingredients Ltd. Technical Communication 14.

79

Kumara, B. 2003. Effects of Cocoa Butter, Palm Fraction and Emulsifier mixtures on The Quality Parameters of Different Chocolate Formulations. Tesis. Universiti Putra Malaysia. Lees, R., dan E.B. Jackson. 1975. Sugar Confectionary and Chocolate Manufacture. Chemical Publishing CO., In., New York. Lees, R. 1999. General Technical Aspects of Industrial Sugar Confectionery Manufacture. Di dalam Jackson, E.B. (Ed.), Sugar Confectionery Manufacture Second Edition, Blackie Academic and Professional, Cambridge, Great Britain. Lawson, H. 1995. Food Oil and Fats : Technology, Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall, New York. Manley, D.J.R. 1991. Technology of Biscuit, Cookie and Crackers. Second Edition. Ellis Horrwood limited, England. Manley, D.J.R. 2000. Biscuit, Crackers, and Cookies: Technology, Production and Management. Applied Science Publisher Ltd, USA. Matz, S.A. 1978. Cookie and Cracker Technology. Second Edition. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering. Third Edition. Pan-Tech International, Inc. McAllen, Texas. McClements, D.J. 1999. Food Emulsions: Principles, Practice, and Techniques. CRC Press, New York. Minifie, B.W. 1980. Chocolate, Cocoa an Confectionary. Second Edition. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Minifie, B.W. 1990. Chocolate, Cocoa an Confectionary. Third Edition. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Minifie, B.W dan C. Chem., F.R.I.C., F.I.F.S.T. 1980. Chocolate, Cocoa and Confectionary: Science and Technology 2nd edition. AVI Publishing Company. Inc. West Port, Connecticut. Nawar, W. W. 1996. Lipids. Di dalam Food Chemistry. Second Edition. Fennema (ed.). Marcel Dekker, Inc. New York. Niewiadomski, H. 1990. Rapeseed, Chemistry and Technology. Elsevier Applied Science, New York. Pomeranz, Y. 1985. Functional Properties of Food Components. Academic Press, Inc. London.

80

Potter, N.N. dan J. H. Hotckiss. 1995. Food Science 5th edition. Chapman and Hall. New York. Rimando, N.B. 2004. White Bloom and Lecithin http://www.gftc.ca/ baker03.cfm.htm. [12 Maret 2007] in Chocolate.

Smith, W.H. 1972. Biscuits, Crackers and Cokies vol 1. Magazines for Industry, Inc. New York. Sovero, M. 1993. Rapeseed, a new oilseed crop for the United States. p. 302-307. Di dalam: J. Janick and J.E. Simon (eds.), New crops. Wiley, New York. Timme, 1984. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/proceedings1993/v2toc.html. [25 Maret 2007] Speer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc, New York. Swern. 1982. Baileys Industrial Oil and Fat Products. Vol 2. Jhon Wiley and Sons, Inc., New York. U.S. Food and Drug Administration. 2006. Question and Answers about Trans Fat Nutrition Labeling. http://www.cfsan.fda.gov/ FDA-CFSAN - Questions and Answers about Trans Fat Nutrition Labeling.htm. [28 Oktober 2007] Utari, V. 2006. Formulasi Serta Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Coklat Cream Spread. Skripsi. Fakulas Teknik. Universitas Pasudan, Bandung. Vazquez, J.T., V.H. Coronado, E.D. Alvarado, M.C. Alonso, dan C.G. Aldapa. 2002. Induction time of Crystallization in vegetable Oils, Comparative Measurements by Differential Scanning Calorimetry and Diffusive Light Scattering. J. Food Sci vol 67. 1057-1064. Weyland, M. 1997. Emulsifier in Confectionary. Di dalam Food Emulsifiers and Their Application. Hassenhuettl, G. L. dan W. Hartel (eds.). Chapman and Hall, New York Weiss, T.J. 1983. Food Oil and Their Uses. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Winarno, F. G. 1980. Kimia Pangan. Pusbangtepa, Food Technology Development Center. Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Wong, N.P., R. James, M. Kenney dan E.H. Marth. 1988. Fundamentals of Dairy Chemistry 3rd Edition. Van Nostrand Reinhold, New York.

81

Ziegleder, G. 2007. Fat Migration. http://www.britanniafood.com/ Articles_Guest-Publications.php. [20 Juni 2007]

82

Lampiran 1a. Karakteristik SFC minyak sawit dan minyak rapeseed Suhu (oC) 10 20 25 30 35 40 Solid Fat Content (%) Minyak Sawit Minyak Rapeseed 10,6 9,7 0,3 6,0 0 5,4 0 4,7 0 3,8 0 3,6

Lampiran 1b. Nilai solid fat content krim pengisi coklat standar dan A Suhu (oC) 10 20 25 30 35 40 Perbandingan Solid Fat Content Krim Pengisi Coklat (%) Standar A 21,3 10,2 6,5 1,8 3,7 0,7 2,2 0 0,8 0 0 0

83

Lampiran 2a. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 8-11oC
Lama Penyimpanan (minggu) 1 2 3 4 5 6 Krim Pengisi Coklat Standar 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Nilai Penampakan Permukaan Krim Krim Krim Pengisi Pengisi Pengisi Coklat A Coklat B Coklat C 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Krim Pengisi Coklat D 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Keterangan: 1 = fat bloom ringan 2 = muncul bintik-bintik kecil minyak

3 = kilap permukaan mulai hilang 4 = mengkilap

Lampiran 2b. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 29,3-29,8oC
Lama Penyimpanan (minggu) 1 2 3 4 5 6 Krim Pengisi Coklat Standar 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 Nilai Penampakan Permukaan Krim Krim Krim Pengisi Pengisi Pengisi Coklat A Coklat B Coklat C 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Krim Pengisi Coklat D 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Keterangan: 1 = fat bloom ringan 2 = muncul bintik-bintik kecil minyak

3 = kilap permukaan mulai hilang 4 = mengkilap

84

Lampiran 2c. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 28-48oC
Lama Penyimpanan (minggu) 1 2 3 4 5 6 Nilai Penampakan Permukaan Krim Pengisi Krim Krim Krim Coklat Pengisi Pengisi Pengisi Standar Coklat A Coklat B Coklat C 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 1 4 4 4 1 4 4 4 1 4 4 4 Krim Pengisi Coklat D 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Keterangan: 1 = fat bloom ringan 2 = muncul bintik-bintik kecil minyak

3 = kilap permukaan mulai hilang 4 = mengkilap

85

Lampiran 3. Hasil uji anova pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: penampakan permukaan Source Corrected Model Intercept SUHU LAMA SUHU * LAMA Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 31,806a 406,694 16,722 8,139 6,944 ,500 439,000 32,306 df 17 1 2 5 10 18 36 35 Mean Square 1,871 406,694 8,361 1,628 ,694 ,028 F 67,353 14641,000 301,000 58,600 25,000 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

a. R Squared = ,985 (Adjusted R Squared = ,970)

86

Lampiran 4. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh suhu penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar
Multiple Comparisons Dependent Variable: penampakan permukaan Tukey HSD Mean Difference (I) suhu penyimpanan (J) suhu penyimpanan Std. Error (I-J) suhu penyimpanan suhu penyimpanan ,3333* ,06804 8-11 C 29,3-29,8 C suhu penyimpanan 1,5833* ,06804 28-48 C suhu penyimpanan suhu penyimpanan -,3333* ,06804 29,3-29,8 C 8-11 C suhu penyimpanan 1,2500* ,06804 28-48 C suhu penyimpanan suhu penyimpanan -1,5833* ,06804 28-48 C 8-11 C suhu penyimpanan -1,2500* ,06804 29,3-29,8 C Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound ,1597 1,4097 -,5070 1,0763 -1,7570 -1,4237 ,5070 1,7570 -,1597 1,4237 -1,4097 -1,0763

87

Lampiran 5. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh lama penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar
Multiple Comparisons Dependent Variable: penampakan permukaan Tukey HSD Mean Difference (I-J) (I) lama penyimpanan (J) lama penyimpanan Std. Error 1 minggu 2 minggu ,3333* ,09623 3 minggu ,3333* ,09623 4 minggu ,6667* ,09623 5 minggu 1,1667* ,09623 6 minggu 1,3333* ,09623 2 minggu 1 minggu -,3333* ,09623 3 minggu ,0000 ,09623 4 minggu ,3333* ,09623 5 minggu ,8333* ,09623 6 minggu 1,0000* ,09623 3 minggu 1 minggu -,3333* ,09623 2 minggu ,0000 ,09623 4 minggu ,3333* ,09623 5 minggu ,8333* ,09623 6 minggu 1,0000* ,09623 4 minggu 1 minggu -,6667* ,09623 2 minggu -,3333* ,09623 3 minggu -,3333* ,09623 5 minggu ,5000* ,09623 6 minggu ,6667* ,09623 5 minggu 1 minggu -1,1667* ,09623 2 minggu -,8333* ,09623 3 minggu -,8333* ,09623 4 minggu -,5000* ,09623 6 minggu ,1667 ,09623 6 minggu 1 minggu -1,3333* ,09623 2 minggu -1,0000* ,09623 3 minggu -1,0000* ,09623 4 minggu -,6667* ,09623 5 minggu -,1667 ,09623 Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound ,028 ,0275 ,6391 ,028 ,0275 ,6391 ,000 ,3609 ,9725 ,000 ,8609 1,4725 ,000 1,0275 1,6391 ,028 -,6391 -,0275 1,000 -,3058 ,3058 ,028 ,0275 ,6391 ,000 ,5275 1,1391 ,000 ,6942 1,3058 ,028 -,6391 -,0275 1,000 -,3058 ,3058 ,028 ,0275 ,6391 ,000 ,5275 1,1391 ,000 ,6942 1,3058 ,000 -,9725 -,3609 ,028 -,6391 -,0275 ,028 -,6391 -,0275 ,001 ,1942 ,8058 ,000 ,3609 ,9725 ,000 -1,4725 -,8609 ,000 -1,1391 -,5275 ,000 -1,1391 -,5275 ,001 -,8058 -,1942 ,530 -,1391 ,4725 ,000 -1,6391 -1,0275 ,000 -1,3058 -,6942 ,000 -1,3058 -,6942 ,000 -,9725 -,3609 ,530 -,4725 ,1391

88

Lampiran 6a.
Lama Penyimpanan (minggu) 1 2 3 4 5 6

Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 8-11oC
Krim Pengisi Coklat Standar 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Tingkat Kemudahan Dicolek Krim Krim Krim Pengisi Pengisi Pengisi Coklat A Coklat B Coklat C 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Krim Pengisi Coklat D 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Keterangan: 1 = mulai mengeras namun masih dapat dicolek 2 = sifat kemudahan dicolek berkurang 3 = mudah dicolek Lampiran 6b.
Lama Penyimpanan (minggu) 1 2 3 4 5 6

Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 29,3-29,8oC
Krim Pengisi Coklat Standar 3 3 3 3 3 3 2 2 1 1 1 1 Tingkat Kemudahan Dicolek Krim Krim Krim Pengisi Pengisi Pengisi Coklat A Coklat B Coklat C 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 Krim Pengisi Coklat D 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2

Keterangan: 1 = mulai mengeras namun masih dapat dicolek 2 = sifat kemudahan dicolek berkurang 3 = mudah dicolek

89

Lampiran 6c.
Lama Penyimpanan (minggu) 1 2 3 4 5 6

Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 28-48oC
Krim Pengisi Coklat Standar 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 1 1 Tingkat Kemudahan Dicolek Krim Krim Krim Pengisi Pengisi Pengisi Coklat A Coklat B Coklat C 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Krim Pengisi Coklat D 3 3 3 2 2 2 2 2 1 1 1 1

Keterangan: 1 = mulai mengeras namun masih dapat dicolek 2 = sifat kemudahan dicolek berkurang 3 = mudah dicolek

90

Lampiran 7. Hasil uji anova pengaruh viskositas krim pengisi coklat, suhu penyimpanan, lama penyimpanan, dan ukuran partikel krim pengisi coklat terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kemudahan dicolek Source Model V SUHU LAMA UKPAR SUHU * LAMA V * SUHU * LAMA SUHU * LAMA * UKPAR V * SUHU * LAMA * UKPAR Error Total Type III Sum of Squares 3832,500a 3,759 83,501 67,647 ,000 47,794 21,741 ,000 ,000 10,500 3843,000 df 234 4 2 5 6 10 68 102 36 306 540 Mean Square 16,378 ,940 41,750 13,529 ,000 4,779 ,320 ,000 ,000 ,034 F 477,308 27,389 1216,724 394,287 ,000 139,285 9,317 ,000 ,000 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000 1,000 1,000

a. R Squared = ,997 (Adjusted R Squared = ,995)

91

Lampiran 8. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh suhu penyimpanan terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
Multiple Comparisons Dependent Variable: kemudahan dicolek Tukey HSD Mean Difference (I-J) (I) suhu penyimpanan (J) suhu penyimpanan Std. Error suhu penyimpanan suhu penyimpanan ,3000* ,01953 8-11 C 29,3-29,8 C suhu penyimpanan ,9833* ,01953 28-48 C suhu penyimpanan suhu penyimpanan -,3000* ,01953 29,3-29,8 C 8-11 C suhu penyimpanan ,6833* ,01953 28-48 C suhu penyimpanan suhu penyimpanan -,9833* ,01953 28-48 C 8-11 C suhu penyimpanan -,6833* ,01953 29,3-29,8 C Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound ,2540 ,9373 -,3460 ,6373 -1,0293 -,7293 ,3460 1,0293 -,2540 ,7293 -,9373 -,6373

92

Lampiran 9. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh lama penyimpanan terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
Multiple Comparisons Dependent Variable: kemudahan dicolek Tukey HSD Mean Difference (I) lama penyimpanan (J) lama penyimpanan Std. Error (I-J) 1 minggu 2 minggu ,1000* ,02761 3 minggu ,2333* ,02761 4 minggu ,4000* ,02761 5 minggu ,9000* ,02761 6 minggu ,9333* ,02761 2 minggu 1 minggu -,1000* ,02761 3 minggu ,1333* ,02761 4 minggu ,3000* ,02761 5 minggu ,8000* ,02761 6 minggu ,8333* ,02761 3 minggu 1 minggu -,2333* ,02761 2 minggu -,1333* ,02761 4 minggu ,1667* ,02761 5 minggu ,6667* ,02761 6 minggu ,7000* ,02761 4 minggu 1 minggu -,4000* ,02761 2 minggu -,3000* ,02761 3 minggu -,1667* ,02761 5 minggu ,5000* ,02761 6 minggu ,5333* ,02761 5 minggu 1 minggu -,9000* ,02761 2 minggu -,8000* ,02761 3 minggu -,6667* ,02761 4 minggu -,5000* ,02761 6 minggu ,0333 ,02761 6 minggu 1 minggu -,9333* ,02761 2 minggu -,8333* ,02761 3 minggu -,7000* ,02761 4 minggu -,5333* ,02761 5 minggu -,0333 ,02761 Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Sig. ,005 ,000 ,000 ,000 ,000 ,005 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,833 ,000 ,000 ,000 ,000 ,833

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound ,0208 ,1792 ,1541 ,3125 ,3208 ,4792 ,8208 ,9792 ,8541 1,0125 -,1792 -,0208 ,0541 ,2125 ,2208 ,3792 ,7208 ,8792 ,7541 ,9125 -,3125 -,1541 -,2125 -,0541 ,0875 ,2459 ,5875 ,7459 ,6208 ,7792 -,4792 -,3208 -,3792 -,2208 -,2459 -,0875 ,4208 ,5792 ,4541 ,6125 -,9792 -,8208 -,8792 -,7208 -,7459 -,5875 -,5792 -,4208 -,0459 ,1125 -1,0125 -,8541 -,9125 -,7541 -,7792 -,6208 -,6125 -,4541 -,1125 ,0459

93

Lampiran 10. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh viskositas krim pengisi coklat terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
Multiple Comparisons Dependent Variable: kemudahan dicolek Tukey HSD Mean Difference (I-J) ,0000 ,2778* ,1667* ,1667* ,0000 ,2778* ,1667* ,1667* -,2778* -,2778* -,1111* -,1111* -,1667* -,1667* ,1111* ,0000 -,1667* -,1667* ,1111* ,0000

(I) viskositas 75,00

95,00

100,00

110,00

115,00

(J) viskositas 95,00 100,00 110,00 115,00 75,00 100,00 110,00 115,00 75,00 95,00 110,00 115,00 75,00 95,00 100,00 115,00 75,00 95,00 100,00 110,00

Std. Error ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521 ,02521

Sig. 1,000 ,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000 ,000 1,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,0692 ,0692 ,2086 ,3470 ,0975 ,2358 ,0975 ,2358 -,0692 ,0692 ,2086 ,3470 ,0975 ,2358 ,0975 ,2358 -,3470 -,2086 -,3470 -,2086 -,1803 -,0419 -,1803 -,0419 -,2358 -,0975 -,2358 -,0975 ,0419 ,1803 -,0692 ,0692 -,2358 -,0975 -,2358 -,0975 ,0419 ,1803 -,0692 ,0692

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

94

Lampiran 11. Metode analisis komposisi asam lemak Berasarkan AOAC (1995), sampel minyak dilarutkan ke dalam 2-3 mL kloroform dan 2-3 mL diethyl ether lalu ditambahkan standar internal. Standar yang digunakan adalah C11:0-undecanoic methyl ester. Campuran tersebut kemudian dipindahkan ke dalam gelas vial, lalu dievaporasi dengan suhu 40oC di penangas air dan dialirkan nitrogen. Selanjutnya campuran tersebut di tambah dengan 2 ml reagen BF3 dan 1 mL toluen. Vial kemudian ditutup dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 100oC selama 45 menit. Vial kemudian dikocok perlahan setiap 10 menit. Selanjutnya vial didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, sampel dalam vial ditambah dengan 5 mL H2O, 1 mL hexane, dan 1 g Na2SO4. Vial ditutup kembali lalu dikocok selama satu menit. Setelah itu vial didiamkan sampai tebentuk dua lapisan. Lapisan paling atas lalu dipindahkan ke dalam vial lainnya yang telah diisi 1 g Na2SO4. Selanjutnya, 2l larutan standar FAME disuntikan kedalam kolom kromatografi gas, disusul sampel yang akan diuji. Program suhu kromatografi gas yang dapat digunakan berdasarkan Bahara (2003) dimulai pada 115oC, kecepatan pemanasan 6oC/menit, dan suhu akhir 200oC.

95

Lampiran 12. Metode analisis solid fat content (SFC) (IUPAC, 1982) Sampel dilelehkan pada suhu 80oC menggunakan penangas air sampai sekitar 15 menit, lalu di filtrasi jika perlu. Selanjutnya 2 ml sampel diisikan ke dalam tabung yang memiliki diameter 10 mm. Selanjutnya tabung ditutup dan di temper dengan menyimpan sampel pada suhu 60oC selama 5 menit, mendinginkannya pada 0oC selama 60 menit. Sampel lalu dipindahkan ke penangas air dengan suhu 5, 10, 15, 20, 25, 30, dan 35oC secara bersamaan selama 30 menit. Setelah itu, tabung segera dimasukkan ke dalam tempat sampel NMR. Nilai SFC dapat dibaca langsung pada display. Analisis SFC dilakukan dengan menggunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Salah satu NMR yang dapat digunakan adalah Bruker Minispec 110 yang memiliki frekuensi 20 Mhz.

Gambar 11. Pulsed NMR 20 MHz analyzer * Hasan (2006)

96

Gambar 12. Penangas air dengan blok dan tube sampel *Hasan (2006)

Gambar 13. Layar display dan tampilan pangkalan data NMR analyzer 20MHz *Hasan (2006)

97

Jurnal Skripsi 2007 Fakultas Teknologi Pertanian, IPB APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT PADA KRIM PENGISI COKLAT DI PT. ARNOTTS INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT Andriansyah Rhamadan Sarjana Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Abstrak Chocolate cream filling made from palm oil can experience several physical damages that could reduce its quality, like oil separation, fat bloom, and cream hardening. One effort to overcome this problem is replacing palm oil with rapeseed oil. The objective of this research is to study rapeseed oil usage as palm oil replacement to improve chocolate cream filling stability. The research was conducted in three stages. The first stage was studying rapeseed oil and palm oil characteristic by its fatty acids composition and its SFC (Solid Fat Content). The second stage was formulating chocolate cream filling. The third stage was storing the chocolate cream filling in 8-11oC, 29,3-29,8oC, and 28-48oC to see storage influence in chocolate cream filling stability. Result obtained showed that rapeseed oil is effective to replace palm oil in chocolate cream filling and can increase chocolate cream fillings stability up to six week of storage. The indicators are showed by surface appearances average value and chocolate cream fillings spreadibility which better than palm oil based chocolate cream filling during storage until six week. I. Latar Belakang Produk pangan semakin berkembang seiring dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan beragamnya permintaan pasar. Industriindustri pangan terus bermunculan untuk memenuhi permintaan tersebut. Luasnya pasar dapat meningkatkan parameter penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Kualitas suatu produk menjadi parameter penting yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Oleh sebab itu peningkatan kualitas harus tetap menjadi prioritas sehingga perusahaan mampu memenuhi keinginan konsumen dan pada akhirnya dapat memenangkan pasar penjualan produk. PT. Arnotts Indonesia merupakan salah satu produsen produk pangan yang terus menerus berusaha untuk meningkatkan kualitas. Produk-produk yang dihasilkan berupa makanan ringan seperti biskuit, cookies, sandwich dan wafer stick. Beberapa produk menggunakan krim sebagai bahan dasar yang sangat penting sehingga kualitas PENDAHULUAN krim menjadi sangat penting untuk menentukan kualitas produk secara keseluruhan. Salah satu krim yang digunakan di perusahaan adalah krim pengisi atau cream filling. Krim pengisi adalah krim yang diisikan ke dalam suatu wadah sehingga dapat dikonsumsi dengan menggunakan biskuit. Krim pada dasarnya merupakan campuran antara lemak dan gula, bahan lain dapat ditambahkan untuk meningkatkan parameter lain seperti tekstur, rasa, penampakan, dan umur simpannya. Krim pengisi menggunakan bahan baku berupa lemak cair atau minyak, sehingga menghasilkan tekstur yang lembut dan mudah dicolek. Krim pengisi dapat mengalami beberapa kerusakan fisik seperti pengerasan, fat bloom, dan pemisahan minyak. Kerusakan ini terjadi akibat perubahan yang dipengaruhi oleh beragamnya kondisi selama proses, penyimpanan, distribusi, dan pemasaran. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini adalah mengganti bahan baku lemak atau minyak yang digunakan. Minyak yang digunakan sebagai bahan baku harus

memiliki kestabilan terhadap perubahan kondisi, terutama suhu, mulai dari pasca proses produksi sampai ke tangan konsumen. Salah satu minyak yang di klaim memiliki kestabilan yang tinggi adalah minyak rapeseed. Hal ini disebabkan perubahan nilai SFC yang dimiliki minyak ini relatif landai sehingga tidak terjadi perubahan nilai SFC yang drastis ketika dihadapkan pada perubahan suhu. Aplikasi minyak rapeseed sebagai bahan baku diharapkan mampu menghasilkan produk krim pengisi coklat yang dapat mempertahankan stabilitasnya sampai ke tangan konsumen. Tujuan Kegiatan magang ini bertujuan mempelajari penggunaan minyak rapeseed sebagai pengganti minyak sawit dalam meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat. II. METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam pembuatan krim pengisi coklat adalah gula halus, minyak sawit, minyak rapeseed, bubuk coklat, susu full cream, whey powder, lesitin, dan antioksidan. Bahan yang digunakan dalam analisis ukuran partikel adalah parafin. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan krim pengisi coklat antara lain timbangan, ballmill, cup, cup sealer, filler, spatula, dan baskom. Alat yang digunakan untuk analisis adalah inkubator, termometer, mikrometer, dan viskometer. Metode Penelitian Penentuan Karakteristik Minyak Rapeseed dan Minyak Sawit Penentuan karateristik minyak rapeseed dan minyak sawit yang digunakan dilakukan oleh salah satu suplier untuk PT. Arnotts Indonesia. Karakteristik minyak yang diuji adalah kandungan asam lemak dan nilai SFCnya. Formulasi Krim Pengisi Coklat Penelitian dilakukan langsung pada skala produksi karena proses pembuatan krim pada skala laboratorium tidak mewakili kondisi sebenarnya pada skala produksi. Krim pengisi coklat standar dibuat dengan menggunakan minyak sawit, sedangkan krim pengisi coklat lainnya dibuat dengan menggunakan minyak rapeseed. Krim

pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dinotasikan sebagai krim pengisi coklat A, B, C, dan D. Jumlah minyak sawit yang digunakan pada krim pengisi coklat standar sebesar 30% dari total berat bahan baku lain. Jumlah minyak rapeseed yang digunakan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D secara berurutan sebesar 30%, 30%, 28%, dan 28% dari total berat bahan baku lain. Jumlah gula, susu full cream, whey powder, lesitin dan antioksidan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D sama, sehingga perbedaannya hanya terdapat pada jumlah minyak dan suhu prosesnya saja. Suhu proses yang diterapkan pada krim pengisi coklat standar sebesar 45oC. Suhu proses yang diterapkan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D secara berurutan sebesar 45oC, 55oC, 45oC, dan 55oC. Waktu pengadukan disesuaikan dengan waktu pengadukan krim pengisi coklat standar untuk mencapai ukuran partikel standar perusahaan, yaitu selama tiga jam. Setelah itu krim pengisi coklat dikemas menggunakan cup dan didinginkan pada suhu 20oC selama tiga hari. Proses pembuatan krim pengisi coklat secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3. Pada tahap ini, pengujian dilakukan terhadap nilai SFC, ukuran partikel, viskositas, dan stabilitas emulsi krim pengisi coklat. Penyimpanan Krim Pengisi Coklat Krim pengisi coklat yang telah selesai diproduksi kemudian disimpan pada tiga tempat dengan flukutuasi suhu yang berbeda yaitu pada tempat bersuhu rendah dengan rentang suhu 8-11oC, tempat dengan suhu ruang dengan rentang suhu 29,329,8oC, dan tempat dengan fluktuasi suhu yang sangat besar dengan rentang suhu 2848oC. Rentang suhu pada tempat bersuhu rendah diperoleh dari perubahan suhu yang tercatat pada pengukur suhu alat pendingin ruangan. Rentang fluktuasi suhu ruang dan fluktuasi suhu yang besar diperoleh dengan mengukur perubahan suhu menggunakan data logger. Data logger adalah alat yang mampu mengukur suhu setiap waktu dengan rentang waktu tertentu sesuai program yang diberikan. Suhu diukur setiap sepuluh menit sekali selama satu hari. Pengamatan krim pengisi coklat yang telah disimpan dilakukan terhadap penampakan permukaan dan tingkat kekerasan krimnya.

Pengamatan Kandungan Asam Lemak Penentuan jenis dan jumlah asam lemak yang terkandung di dalam minyak sawit dan minyak rapeseed dilakukan oleh salah satu supplier untuk PT. Arnotts Indonesia. Pengiriman sampel minyak untuk diuji kandungan asam lemaknya dilakukan bersamaan dengan pengujian nilai SFC minyak yang digunakan Uji Solid Fat Content (SFC) Uji SFC dilakukan oleh salah satu supplier untuk PT. Arnotts Indonesia. Sampel yang dikirim adalah minyak rapeseed, minyak sawit, krim pengisi coklat standar dan salah satu krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang mendekati standar krim pengisi coklat perusahaan. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat Sampel yang akan dianalisis diambil dari krim pengisi coklat yang keluar dari alat sirkulasi pada ballmill setelah proses pengadukan selesai. Analisis ukuran partikel dilakukan dengan mencampurkan sampel krim pengisi coklat sekitar satu gram dengan parafin sekitar tiga gram. Campuran tersebut kemudian diaduk secara perlahan sampai rata. Sedikit campuran tersebut diteteskan pada mikrometer yang sudah dinolkan terlebih dahulu. Lalu ujung mikrometer ditutup kembali dan ukuran partikel dapat langsung dibaca pada layar mikrometer. Pengukuran dilakukan secara triplo, dan nilai rata-ratanya lalu dibandingkan dengan standar ukuran partikel krim pengisi coklat milik perusahaan. Viskositas (Minifie, 1990) Sampel yang akan dianalisis diambil dari krim pengisi coklat yang keluar dari alat sirkulasi pada ballmill setelah proses pengadukan selesai. Suhu pengukuran viskositas disesuaikan dengan suhu proses pengadukan krim pengisi coklat. Krim pengisi coklat kira-kira 50-80 ml dimasukkan ke dalam wadah sampel viskometer, kemudian spindel digantungkan pada pemutar viskometer. Jenis spindel yang digunakan adalah spindel no 1. Spindel dicelupkan ke dalam sampel sampai kedalaman tertentu. Viskometer lalu dinyalakan dan viskositas krim pengisi coklat dapat dilihat pada skala yang ada dengan satuan dPa.s.

Uji Stabilitas Emulsi (Bennet 1947 modifikasi Bahara, 2003) Sekitar lima gram sampel dimasukkan ke dalam suntikan plastik (syringe), kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven bersuhu 45oC selama dua jam. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan ke dalam refrigerator dan dibiarkan selama dua jam. Proses ini terus dilakukan sampai tiga kali keluar masuk oven dan refrigerator. Sampel lalu disimpan dalam oven bersuhu 45oC selama satu minggu kemudian diamati ada tidaknya pemisahan minyak pada krim pengisi coklat. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat Sampel yang akan dianalisis diambil dari tempat penyimpanannya kemudian didiamkan sekitar satu jam pada suhu ruang (27oC). Kemasan krim dibuka, lalu analisis dilakukan dengan cara melihat penampakan permukaan krim secara visual. Analisis yang dilakukan adalah melihat ada tidaknya pemisahan minyak atau fat bloom pada permukaan krim pengisi coklat. Sampel diamati secara duplo dengan waktu pengamatan satu minggu sekali. Sampel diamati sampai penyimpanan selama enam minggu. Pengerasan Krim Pengisi Coklat Sampel yang akan dianalisis diambil dari tempat penyimpanannya kemudian didiamkan sekitar satu jam pada suhu ruang (27oC). Analisis kekerasan krim pengisi coklat dilakukan setelah pengamatan penampakan permukaan krim pengisi coklat selesai. Analisis kekerasan krim dilakukan secara subjektif dengan cara mencolek krim pengisi coklat yang telah disimpan menggunakan biskuit. Sampel diamati secara duplo dengan waktu pengamatan satu minggu sekali. Sampel diamati sampai penyimpanan selama enam minggu. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Minyak yang Digunakan Kandungan Asam Lemak Minyak sawit yang digunakan memiliki tiga asam lemak dominan. Secara berurutan dari asam lemak dengan jumlah terbanyak yaitu asam lemak oleat, palmitat dan linoleat. Asam-asam lemak lainnya terdapat dalam jumlah kecil. Jumlah asam lemak stearat yang rendah, jumlah asam

lemak tidak jenuh yang tinggi, dan warna minyak yang jernih kuning keemasan menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan berasal dari fraksi olein. Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan* Persentase Asam Lemak dari Total Asam Lemak Komponen Minyak Asam Lemak Minyak Rapeseed Sawit Terhidrogenasi Sebagian C 12:0 0,3 0,1 C 14:0 1,0 0,1 C 16:0 35,9 6,0 C 16:1 0,2 0,2 C 17:0 0,1** 0,1** C 18:0 3,9 4,3 C 18:1 trans 0,0 11,6 C 18:1 cis 45,1 61,7 C 18:2 trans 0,5** 3,0 C 18:2 cis 12,3 9,5 C 18:3 0,2 1,9 C 20:0 0,4 1,0 C 22:0 0,2 0,6 * Data dari salah satu suplier PT. Arnotts Indonesia ** Data tidak sesuai dengan dugaan profil asam lemak sampel, kemungkinan berasal dari carry over kolom kromatografi gas Asam lemak dominan yang terdapat pada minyak rapeseed yang digunakan berupa asam lemak oleat dengan jumlah lebih dari 73%. Asam lemak kedua yang terbesar jumlahnya pada minyak rapeseed yang digunakan adalah asam lemak linoleat dengan jumlah lebih dari 12%. Sedangkan asam lemak-asam lemak lainnya hanya terdapat dalam jumlah kurang dari 10%. Minyak sawit yang digunakan memiliki kandungan asam lemak trans sebesar 0,5%. Sedangkan minyak rapeseed terhidrogenasi sebagian memiliki total kandungan asam lemak trans sebesar 14,6%. Asam lemak trans sebenarnya tidak terdapat pada minyak sawit secara alami. Kandungan asam lemak trans yang terdeteksi pada minyak sawit yang digunakan mungkin berasal dari kolom kromatografi gas yang kotor sehingga masih terdapat residu asam lemak dari minyak lain dan terbawa ketika menganalisis minyak sawit. Sedangkan asam lemak trans yang terdapat pada minyak

rapeseed yang digunakan berasal dari proses hidrogenasi yang tidak dilakukan secara menyeluruh, sehingga rantai asam lemak pada minyak ini tidak jenuh seluruhnya. Proses hidrogenasi sebagian mengakibatkan konfigurasi cis, yang merupakan konfigurasi asam lemak yang umum ditemukan pada minyak nabati tidak jenuh, berubah menjadi trans. Menurut U.S. Food and Drug Administration (2006), asam lemak trans diduga memiliki peranan terhadap peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) atau kolesterol jahat serta peningkatan resiko penyakit jantung koroner sehingga penggunaannya dalam produk pangan kini dibatasi. Dengan demikian, penggunaan minyak rapeseed yang terhidrogenasi sebagian perlu dipertimbangkan kembali. Selain itu, minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan memiliki asam margarat (C 17:0). Sebenarnya, asam lemak margarat tidak terdapat pada minyak sawit dan minyak rapeseed alami. Kemungkinan besar, asam lemak ini berasal dari standar internal yang sengaja ditambahkan ketika melakukan analisis asam lemak menggunakan kromatografi gas. Asam lemak ini seharusnya tidak turut dicantumkan dalam hasil analisis karena tidak terdapat dalam minyak sawit dan minyak rapeseed alami. Selain itu pencantuman asam margarat pada hasil analisis asam lemak dapat menyebabkan perhitungan persentase asam lemak yang terdapat dalam sampel menjadi tidak tepat. Solid Fat Content Minyak yang Digunakan Minyak sawit memiliki karakteristik SFC yang curam sehingga dapat menyebabkan produk krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit ini rentan terhadap migrasi minyak terutama pada kondisi tropis seperti di Indonesia. Berdasarkan penelitian Aguilera et al. (2004), karakteristik SFC yang curam dapat meningkatkan kecepatan migrasi minyak ke permukaan produk coklat. Selain itu, nilai SFC minyak sawit yang digunakan juga telah mencapai 0% pada suhu 25oC. Hal ini menambah kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat karena tingginya kandungan minyak cair dan tidak adanya fase minyak padat yang dapat menahan minyak cair yang bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat.

Tabel 2. Nilai solid fat content minyak sawit, minyak rapeseed, krim pengisi coklat standar, krim pengisi coklat A, dan Nutella
Suhu (oC) Perbandingan Solid Fat Content Minyak Sawit Minyak Rapeseed Standar A Nutella

10 20 25 30 35 40

10,6 0,3 0 0 0 0

9,7 6,0 5,4 4,7 3,8 3,6

21,3 6,5 3,7 2,2 0,8 0

10,2 1,8 0,7 0 0 0

6,74 3,11 0,43

Minyak rapeseed yang digunakan memiliki karakteristik penurunan nilai SFC yang cukup landai seperti terlihat pada Tabel 2. Penurunan nilai SFC yang lebih landai menunjukkan bahwa minyak rapeseed yang digunakan tetap memiliki padatan lemak yang cukup untuk mencegah terjadinya migrasi minyak ketika dihadapkan pada suhu yang tinggi. Karakteristik SFC inilah yang menyebabkan minyak rapeseed yang digunakan diklaim mampu bertahan terhadap pemisahan minyak sehingga umur simpan produk dapat lebih lama. Perbedaan karakteristik penurunan nilai SFC ini dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dari minyak yang bersangkutan. Minyak sawit menghasilkan karakteristik perubahan nilai Solid Fat Content (SFC) yang curam karena mengandung asam lemak-asam lemak dengan perbedaan titik leleh yang sangat jauh seperti asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Asam lemak oleat memiliki titik leleh pada suhu 14oC, asam lemak palmitat memiliki titik leleh pada suhu 63oC, dan asam lemak linoleat memiliki titik leleh pada suhu -5oC (Lawson, 1995). Selain itu, komposisi asam lemak minyak sawit juga mungkin menimbulkan efek eutectic yang dapat menurunkan titik leleh minyak. Efek eutectic disebabkan oleh ketidakcocokan jenis asam lemak yang berada di dalam minyak. Asam lemak palmitat merupakan rantai C 16 yang jenuh, sedangkan asam lemak oleat merupakan rantai C 18 tidak jenuh. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai karbon dapat menurunkan titik leleh trigliserida yang dihasilkan. Dengan demikian, walaupun minyak sawit memiliki asam lemak palmitat yang cukup dominan, nilai SFC yang dihasilkan akan mengalami

penurunan yang curam akibat rendahnya titik leleh trigliserida yang terbentuk. Minyak rapeseed yang digunakan didominasi oleh asam lemak dengan rantai C:18 tidak jenuh, namun penurunan nilai SFCnya lebih landai dibandingkan minyak sawit dan belum mencapai 0% sampai 40oC. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya asam lemak trans seperti asam lemak elaidat (C 18:1 trans) dan asam lemak elaidolinoleat (C 18:2 trans). Asam lemak elaidat memiliki titik leleh pada 43,68oC sedangkan asam lemak ealidolinoleat memiliki titik leleh pada 29oC (Bailey, 1950). Panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap asam lemak oleat dan elaidat sama, demikian pula dengan panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap asam lemak linoleat dan elaidolinoleat. Keseragaman inilah yang mungkin memperkecil kemungkinan terjadinya efek eutectic pada minyak rapeseed sehingga penurunan nilai SFCnya lebih landai. Sedangkan nilai SFC minyak rapeseed yang belum mencapai 0% sampai 40oC mungkin disebabkan oleh terdapatnya asam lemak trans dengan titik leleh tinggi yang lebih stabil akibat kecilnya kemungkinan terjadi efek eutectic pada minyak rapeseed. Secara keseluruhan, nilai SFC minyak rapeseed berada di bawah 10% karena sebagian besar terdiri dari asam lemak dengan titik leleh rendah seperti asam lemak oleat dan asam lemak linoleat. Berdasarkan nilai SFC tersebut, minyak ini cocok digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat. Menurut Kristott (2003), minyak terhidrogenasi dengan nilai SFC sampai dengan 50% pada suhu ruang digolongkan sebagai soft dan medium soft fats. Golongan minyak ini cocok digunakan sebagai fase lemak pada krim pengisi. Solid Fat Content Krim Pengisi Coklat Nilai Solid Fat Content (SFC) dapat menggambarkan perkiraan tingkat kekerasan suatu produk berbasis minyak secara tidak langsung. Tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat dengan nilai SFC. Nilai SFC yang rendah menunjukkan bahwa produk coklat lebih lunak karena memiliki fase cair yang lebih banyak (Kumara, 2003). Dengan demikian, nilai SFC yang tinggi akan menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Hasil pengujian nilai SFC krim

pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A yang dibandingkan dengan nilai SFC krim Nutella dapat dilihat pada Tabel 2. Krim Nutella merupakan krim coklat komersial yang berada di pasaran. Nilai SFC krim Nutella diperoleh berdasarkan penelitian Utari (2006). Krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A menunjukkan nilai SFC yang rendah pada suhu 35oC. Nilai SFC dibawah 10% pada suhu 35oC diperlukan untuk melelehkan produk secara keseluruhan di dalam mulut sehingga tidak meninggalkan lapisan waxy di langit-langit mulut (Kristott, 2003). Selain itu produk diharapkan meleleh dengan baik di dalam mulut agar flavor produk dapat dilepaskan secara sempurna. Berdasarkan Tabel 2, krim pengisi coklat A memiliki tingkat kemudahan dicolek yang serupa dengan krim Nutella karena memiliki nilai SFC yang hampir sama. Sedangkan krim pengisi coklat standar akan sedikit lebih keras karena memiliki nilai SFC yang lebih tinggi dibandingkan krim Nutella. Namun, tingkat kekerasan krim pengisi coklat standar ini tidak akan terlalu mempengaruhi penilaian organoleptiknya karena nilai SFC krim ini masih berada di bawah 10%. Krim Nutella memiliki nilai SFC yang rendah karena dibuat dari minyak kacang tanah (Utari, 2006). Minyak kacang tanah memiliki asam lemak dominan oleat (40-45%) dan linoleat (30-35%) yang memiliki titik leleh rendah. Berdasarkan Tabel 1, minyak rapeseed juga didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat sehingga karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat yang dihasilkan serupa. Sedangkan minyak sawit memiliki asam lemak palmitat yang cukup dominan sehingga karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat yang dihasilkan lebih tinggi daripada krim pengisi coklat A ataupun krim coklat Nutella pada suhu rendah. Dengan menggunakan krim coklat Nutella sebagai pembanding, sebenarnya nilai SFC krim pengisi coklat pada suhu 10oC cukup sekitar 6%. Tabel 2 juga menunjukan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan dengan krim pengisi coklat A dan krim coklat Nutella. Nilai SFC krim pengisi coklat standar yang lebih tinggi menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar memiliki kemungkinan untuk lebih cepat mengalami pengerasan dibandingkan krim pengisi coklat A. Total padatan yang berada dalam krim pengisi coklat akan

semakin meningkat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat selama penyimpanan. Jika nilai SFC awal krim pengisi coklat sudah tinggi, maka pengerasan krim pengisi coklat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat akan lebih cepat terjadi. Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya. Menurut Kristott (2003), minyak sawit dapat mengeras secara alami. Minyak sawit memiliki asam lemak palmitat dalam jumlah yang cukup besar dibandingkan minyak rapeseed dan minyak kacang tanah. Asam lemak palmitat memiliki titik leleh yang tinggi sehingga akan meningkatkan total padatan lemak pada suhu di bawah titik lelehnya. Minyak rapeseed yang digunakan dan minyak kacang tanah memiliki asam lemak dengan titik leleh tinggi dalam jumlah sedikit, sehingga nilai SFC produk lebih rendah. Namun, nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh berbeda dengan nilai SFC minyak yang digunakan. Nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan minyak sawit yang digunakan. Minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku pada krim pengisi coklat standar sangat rentan terhadap sifat post hardening yaitu meningkatnya kekerasan produk akibat proses kristalisasi yang terjadi pasca proses produksi. Sifat post hardening sebenarnya dimiliki oleh setiap minyak, namun minyak sawit tergolong minyak yang sangat rentan terhadap sifat ini (Kristott, 2003). Selang waktu antara proses produksi dan pengujian nilai SFC di suplier cukup lama sehingga proses rekristalisasi terjadi. Akibatnya produk kemungkinan telah mengalami post hardening dan nilai SFC krim pengisi coklat standar menjadi lebih tinggi dibandingkan minyak sawit. Krim pengisi coklat A memiliki nilai SFC yang lebih rendah dibandingkan minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan bakunya. Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai SFC krim pengisi coklat A dibandingkan nilai SFC minyak rapeseed adalah terjadinya efek eutectic. Efek eutectic adalah kecenderungan campuran dua jenis minyak atau lebih untuk memadat pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan salah satu komponennya. Campuran minyak ini juga cenderung untuk meleleh pada suhu yang lebih rendah dibandingkan salah satu komponennya. Efek eutectic ini dapat dilihat dengan membandingkan nilai SFC minyak

murni dan nilai SFC campuran minyak (Kumara, 2003). Contohnya, berdasarkan Tabel 2, krim pengisi coklat A yang dibuat dengan minyak rapeseed memiliki SFC sebesar 1,8% pada suhu 20oC, sedangkan minyak rapeseed sendiri memiliki nilai SFC sebesar 8% pada suhu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa minyak rapeseed yang berada di dalam krim pengisi coklat A telah lebih banyak meleleh dibandingkan minyak rapeseed sendiri pada suhu 20oC akibat efek eutectic. Menurut Bigalli (1988) yang dikutip oleh Kumara (2003), efek eutectic menggambarkan kecocokan jenis-jenis minyak untuk saling bercampur. Minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat A memiliki tingkat kecocokan dengan lemak dari bahan baku lain yang lebih rendah dibandingkan minyak sawit. Tingkat kecocokan minyak juga dapat diperkirakan dari komposisi asam lemak bahan-bahan yang digunakan. Berdasarkan Tabel 1, asam lemak pada minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat dengan titik leleh rendah sedangkan asam lemak dengan titik leleh tinggi seperti palmitat hanya terdapat dalam jumlah kecil. Minyak sawit yang digunakan memiliki asam lemak dominan berupa asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Menurut Evans (1986), asam lemak dominan pada lemak susu adalah asam lemak oleat dan asam lemak palmitat. Menurut Jewel (1986), asam lemak dominan yang terkandung dalam lemak coklat adalah asam lemak stearat, asam lemak oleat, dan asam lemak palmitat. Berdasarkan kandungan asam lemak pada bahan-bahan tersebut, terlihat bahwa minyak sawit memiliki asam lemak dengan titik leleh tinggi dan titik leleh rendah yang cukup berimbang sehingga lebih cocok dengan kompleksitas lemak yang berasal dari bahan baku lain. Sedangkan minyak rapeseed memiliki jumlah komposisi asam lemak yang sangat berbeda dengan lemak dari bahan baku lain sehingga tingkat kecocokannya lebih rendah. Ketika minyak rapeseed bercampur dengan lemak yang berasal dari bahan baku lain di dalam krim pengisi coklat, minyak ini mengalami efek eutectic yang menyebabkan turunnya nilai SFC dibandingkan nilai SFC awal minyak ini pada suhu yang sama. Sedangkan minyak sawit memiliki tingkat kecocokan yang lebih tinggi terhadap lemak yang berasal dari bahan baku lain, sehingga penurunan nilai SFC minyak ini

kemungkinan tidak sebesar minyak rapeseed. Namun karena nilai SFC krim pengisi coklat standar yang diperoleh pada Tabel 2 kemungkinan telah dipengaruhi sifat post hardening, maka pengaruh efek eutectic akibat pencampuran minyak pada minyak sawit yang digunakan tidak dapat terlihat. Menurut Kumara (2003), pencampuran minyak dapat terjadi dengan sengaja pada formulasi, namun juga dapat terjadi akibat migrasi minyak diantara bahan baku pada sistem multi-komponen. Menurut Aguilera et al. (2004), kemungkinan terjadinya migrasi minyak akan semakin besar seiring meningkatnya fraksi cair pada produk coklat. Krim pengisi coklat standar yang memiliki nilai SFC yang lebih tinggi seharusnya memiliki stabilitas yang lebih tinggi pula sehingga lebih tahan terhadap fat bloom. Namun hasil pengamatan krim pengisi coklat selama penyimpanan menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar lebih cepat mengalami fat bloom dibandingkan krim pengisi coklat A. Rentang waktu antara produksi krim pengisi coklat dan pengujian nilai SFC krim pengisi coklat di suplier terlalu besar. Krim pengisi coklat yang diuji nilai SFCnya kemungkinan telah mengalami post hardening dan pencampuran minyak antar bahan baku yang menimbulkan efek eutectic dalam rentang waktu tersebut sehingga nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk memprediksikan migrasi minyak atau fat bloom. Menurut De Graef et al. (2004), analisis SFC pada satu jam dan empat jam setelah proses produksi yang dilengkapi pengujian kekerasan krim dan pengujian DSC (Differential Scanning Calorimetry) dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya fat bloom. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat Ukuran partikel krim pengisi coklat memegang peranan penting dalam menentukan tekstur, viskositas, dan kestabilan krim pengisi coklat selama penyimpanan. Ukuran partikel standar perusahaan untuk krim pengisi coklat adalah <20 m. Standar perusahaan ini masuk ke dalam ukuran partikel maksimal krim yang halus dan lembut yaitu 25 m (Minifie, 1990) dan dapat menghindari efek gritty di dalam mulut karena masih berada di bawah 30 m (Becket, 2000 dan Padley, 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Menurut Aguilera et al. (2004), ukuran partikel pada

produk-produk coklat tidak terdistribusi secara merata. Dengan demikian, ukuran partikel yang diuji diperoleh dari hasil ratarata pengujian ukuran partikel seperti terlihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat standar adalah 19 m, sedangkan ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat yang lain cukup bervariasi, namun seluruhnya masih dibawah 20 m sehingga tetap masuk ke dalam standar ukuran partikel perusahaan. Tabel 3. Perbandingan ukuran partikel krim pengisi coklat Krim Pengisi Coklat Standar A B C D Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat (m) 1 2 3 Rata-rata 20 19 18 19 18 17 19 18 19 16 16 17 18 13 14 15 14 14 17 15

Ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat A dan C lebih kecil dibandingkan ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat standar dengan jumlah minyak dan waktu pengadukan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun lamanya waktu pengadukan sama, ukuran partikel rata-rata yang dihasilkan dapat berbeda. Jumlah minyak yang lebih sedikit pada krim pengisi coklat C dan D menghasilkan ukuran partikel rata-rata yang lebih kecil dibandingkan krim pengisi coklat A dan B yang sama-sama menggunakan minyak rapeseed. Jumlah minyak yang lebih sedikit mungkin menyebabkan partikel padat sulit bergerak, sehingga proses pengadukan dengan ballmill lebih efektif memperkecil ukuran partikel-partikel padat. Pengukuran ukuran partikel hanya dilakukan tiga kali sehingga mungkin tidak menggambarkan keadaan ukuran partikel krim pengisi coklat yang sebenarnya. Namun berdasarkan hasil pengamatan, ukuran partikel krim pengisi coklat yang terukur tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan. Viskositas Krim Pengisi Coklat Viskositas krim pengisi coklat diukur untuk melihat kesesuaiannya dengan standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan. Viskositas menjadi salah satu parameter penting yang harus diperhatikan

dalam pembuatan krim pengisi coklat karena krim pengisi coklat diharapkan memiliki sifat kemudahan dicolek yang baik. Selain itu viskositas juga penting untuk memudahkan krim pengisi coklat melewati proses pasca produksinya seperti proses pengaliran krim pengisi coklat melalui pipa dan proses pengisian krim ke dalam kemasan. Komponen utama pada krim pengisi coklat adalah minyak dan gula. Bahan baku lain yang digunakan hampir seluruhnya berupa padatan yang terdispersi di dalam medium minyak. Viskositas krim pengisi coklat ditentukan oleh kemudahan partikel padat tersebut untuk dapat bergerak dalam fase minyak. Standar viskositas krim pengisi coklat perusahaan adalah 75-105 dPa.s. Hasil pengukuran viskositas pada Tabel 4 menunjukkan bahwa viskositas krim pengisi coklat standar, A, dan B yang dibuat telah memenuhi standar viskositas milik perusahaan. Sedangkan krim pengisi coklat C dan D memiliki viskositas diluar rentang viskositas standar. Krim pengisi coklat standar memiliki viskositas sebesar 100 dPa.s, krim pengisi coklat A memiliki nilai viskositas sebesar 75 dPa.s, dan krim pengisi coklat B memiliki viskositas sebesar 90 dPa.s. Tabel 4. Pengaruh jumlah minyak dan suhu proses terhadap viskositas krim pengisi coklat Krim Pengisi Coklat Standar A B C D Jumlah minyak (%) 30 30 30 28 28 Suhu Proses (oC) 45 45 55 45 55 Viskositas (dPa.s) 100 75 90 110 115

Krim pengisi coklat A memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan krim pengisi coklat standar. Data tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah minyak yang sama, sebesar 30%, formula baru yang diterapkan pada krim pengisi coklat A mampu menurunkan viskositas krim pengisi coklat yang dihasilkan sebesar 25 dPa.s dari viskositas krim pengisi coklat standar. Penerapan suhu proses yang lebih tinggi pada krim pengisi coklat B, sebesar 55oC, menghasilkan viskositas yang lebih tinggi dari krim pengisi coklat A, namun

nilai tersebut tetap lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas krim pengisi coklat standar. Penggunaan jumlah minyak yang lebih sedikit pada krim pengisi coklat C dan D menghasilkan viskositas yang terlalu tinggi sehingga keluar dari standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan. Penurunan jumlah minyak sebesar 2% menyebabkan fase pendispersi pada krim menjadi berkurang sehingga partikel padat di dalam krim pengisi coklat menjadi sulit bergerak. Dengan demikian, jumlah minyak yang sebaiknya digunakan sebesar 30% agar viskositas krim pengisi coklat cukup rendah dan memenuhi standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan. Pengadukan dengan suhu proses sebesar 55oC selalu meningkatkan viskositas krim pengisi coklat yang dihasilkan. Pada suhu yang lebih tinggi, lemak akan menjadi lebih cair sehingga fraksi cair pada krim pengisi coklat akan meningkat. Namun suhu yang lebih tinggi juga menimbulkan perubahan-perubahan pada bahan baku lain yang digunakan. Gula merupakan salah satu komponen utama pada krim pengisi coklat. Semakin tinggi suhu pemanasan, gula invert yang terbentuk semakin banyak. Gula invert yang terlalu banyak akan mengakibatkan lengket (stickyness) yang menyebabkan produk dapat sulit dicolek (Lawrence,1991 yang dikutip oleh Lees, 1999). Menurut De Wit (1989), protein whey mampu mengikat berbagai macam molekul hidrofobik. Sampai sekitar suhu 60oC, struktur protein whey mengalami perubahan reversible yang berhubungan dengan transisi pre-denaturasi. Akibatnya, semakin banyak residu-residu hidrofobik yang dihadapkan pada suhu tinggi, maka kecenderungan protein mengalami agregasi hidrofobik semakin besar. Selain itu, protein whey mampu membentuk kompleks yang sangat kuat dengan minyak dan gula sehingga mobilitas komponen padat dalam krim pengisi coklat semakin sulit. Dengan demikian, suhu pengadukan krim pengisi coklat pada 45oC mampu menghasilkan krim pengisi coklat yang sesuai dengan viskositas standar perusahaan. Sedangkan suhu 55oC terlalu tinggi untuk memproduksi krim pengisi coklat. Uji Stabilitas Emulsi Uji stabilitas emulsi dilakukan untuk melihat kemungkinan terjadinya pemisahan minyak selama penyimpanan.

Pemisahan minyak pada krim pengisi coklat diuji dengan mengkondisikan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu yang sangat besar. Hasil pengujian menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar mengalami pemisahan minyak sedangkan krim pengisi coklat A, B, C, dan D tidak mengalami pemisahan minyak. Jumlah minyak yang memisah pada krim pengisi coklat standar sangat sedikit sehingga tidak dapat terukur oleh skala pada syringe yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat standar lebih rentan terhadap pemisahan minyak dibandingkan minyak rapeseed. Minyak sawit yang digunakan memiliki penurunan nilai SFC yang curam sehingga fase minyak cair pada krim pengisi coklat standar meningkat ketika dihadapkan pada suhu yang tinggi. Hal ini menyebabkan minyak mudah bermigrasi ke permukaan. Minyak rapeseed yang digunakan memiliki penurunan nilai SFC yang relatif lebih landai sehingga mampu mempertahankan fase padatnya. Perbedaan penurunan nilai SFC dipengaruhi oleh komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak. Perbedaan panjang rantai asam lemak antara asam lemak palmitat dengan oleat dan linoleat kemungkinan menyebabkan timbulnya efek eutectic pada minyak sawit yang digunakan. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai karbon pada trigliserida menghasilkan struktur yang tidak kompak sehingga ketika membentuk kristal, struktur yang tidak kompak ini mudah lepas dan menyebabkan kristal lebih mudah mencair. Selain panjang rantai karbonnya, asam lemak oleat merupakan asam lemak tidak jenuh, sedangkan asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh. Hal ini mungkin menambah perbedaan struktur diantara kedua jenis minyak sehingga efek eutectic yang terjadi semakin besar. Minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak dengan panjang rantai karbon yang sama seperti asam lemak oleat, linoleat, elaidat, dan elaidolinoleat sehingga kemungkinan dapat membentuk kristal yang lebih kompak. Selain itu, asam lemak trans seperti elaidat dan elaidolinoleat memiliki titik leleh yang cukup tinggi sehingga kristal lemak yang terbentuk kemungkinan lebih stabil dan tidak akan mudah meleleh. Kestabilan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed mungkin

juga didukung oleh ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat yang lebih kecil dibandingkan krim pengisi coklat standar. Fase padat pada krim pengisi coklat terbentuk dari kristal-kristal lemak dan partikel padat bahan baku yang saling berhubungan membentuk suatu jaringan. Kemungkinan besar ruang kosong diantara partikel padat pada krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed memiliki jarak yang lebih kecil karena terisi oleh partikel padat berukuran kecil. Telah diperkirakan bahwa jarak partikel padatan yang semakin dekat dapat mengurangi migrasi minyak dan secara bersamaan mengurangi kecepatan terjadinya blooming (Hartel, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Jaringan yang terbentuk oleh fase padat dapat menghambat migrasi minyak ketika krim pengisi coklat dihadapkan pada suhu yang tinggi. Hasil uji stabilitas emulsi ini dapat menjadi gambaran bahwa krim pengisi coklat standar akan mengalami pemisahan minyak dan fat bloom lebih cepat selama penyimpanan, terutama pada rentang suhu yang besar. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat Permukaan krim pengisi coklat A, B, C, dan D yang menggunakan minyak rapeseed tetap mengkilap sampai enam minggu penyimpanan pada fluktuasi suhu 829,3-29,8oC dan 28-48oC. 11oC, Berdasarkan hasil tersebut, penampakan permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed tidak dipengaruhi viskositas, ukuran partikel krim pengisi coklat, suhu penyimpanan, dan lama penyimpanan sampai enam minggu. Sedangkan krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit mengalami penurunan kilap permukaan ketika disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan mengalami fat bloom ketika disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC. Hasil pengukuran statistik menunjukkan bahwa nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar berbeda nyata pada fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC, 28-48oC, dan 29,329,8oC dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC dan 29,3-29,8oC

sebesar 0,3333. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC dan 28-48oC sebesar 1,5833, sedangkan selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC sebesar 1,2500. Semakin kecil selisih nilai rata-rata penampakan permukaan, maka krim pengisi coklat standar semakin kehilangan sifat kilap permukaannya dan mendekati fat bloom. Dengan demikian, penyimpanan krim pengisi coklat standar pada fluktuasi suhu 811oC dapat lebih mempertahankan kilap permukaan krim pengisi coklat standar sampai enam minggu penyimpanan. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mempertahankan kristal lemak sehingga dapat menahan migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat standar. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 29,329,8oC memiliki kemungkinan untuk mencairkan kristal lemak yang lebih besar dibandingkan penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC sehingga kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat standar lebih besar. Pada fluktuasi suhu yang lebih tinggi dari 28-48oC kemungkinan terjadinya migrasi minyak bertambah besar sehingga kilap permukaan krim pengisi coklat standar akan semakin semakin cepat menghilang. Penampakan permukaan krim pengisi coklat standar selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dengan nilai P<0,05. Nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang telah disimpan selama satu minggu secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan lebih lama dengan nilai P<0,05. Namun nilai rata-rata penampakan permukaan pengisi coklat standar yang telah disimpan selama dua dan tiga minggu secara statistik tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat setelah disimpan selama empat minggu juga secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat yang disimpan dengan waktu penyimpanan lainnya. Nilai rata-rata penampakan permukaan lima minggu tidak berbeda nyata secara statistik dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim

pengisi coklat standar yang telah disimpan selama enam minggu. Hasil pengamatan penampakan permukaan ini juga sesuai dengan hasil pengujian stabilitas emulsi krim yang menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A, B, C, dan D lebih stabil terhadap perubahan suhu dibandingkan krim pengisi coklat standar. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa formula baru yang diaplikasikan pada krim-krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed lebih tahan terhadap migrasi minyak sampai enam minggu penyimpanan dibandingkan formula yang diaplikasikan pada krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit. Seperti halnya hasil pengujian stabilitas emulsi, kemungkinan besar krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit mengalami penurunan kilap permukaan, pemisahan minyak dan fat bloom karena memiliki penurunan nilai SFC minyak yang curam. Penurunan nilai SFC yang curam pada minyak sawit yang disebabkan komposisi asam lemak dominan yang menyusun minyak sawit seperti asam lemak palmitat, oleat, dan linoleat berbeda dalam panjang rantai dan ikatan rangkapnya sehingga terjadi efek eutectic. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai pada trigliserida menghasilkan struktur yang tidak kompak sehingga ketika membentuk kristal, struktur yang tidak kompak ini mudah lepas dan menyebabkan kristal lebih mudah mencair. Akibatnya ketika dihadapkan pada fluktuasi suhu yang besar, kristal lemak pada krim pengisi coklat standar lebih banyak mencair dan bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat. Minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak dengan panjang rantai karbon yang sama seperti asam lemak oleat, linoleat, elaidat, dan elaidolinoleat sehingga kemungkinan dapat membentuk kristal yang lebih kompak. Selain itu, asam lemak trans seperti elaidat dan elaidolinoleat memiliki titik leleh yang cukup tinggi sehingga kristal lemak yang terbentuk kemungkinan lebih stabil dan tidak akan mudah meleleh. Krim pengisi coklat standar mengalami penurunan kilap permukaan setelah disimpan selama dua minggu, kemudian mulai terlihat kasar dan muncul bintik-bintik kecil minyak setelah disimpan selama empat minggu pada fluktuasi suhu 28-48oC. Munculnya bintik-bintik kecil minyak ini mengindikasikan bahwa krim

pengisi coklat standar akan mengalami fat bloom. Menurut Hodge dan Rousseau (2002), produk coklat yang telah mengalami perubahan suhu yang berulang-ulang akan mulai menunjukkan terjadinya fat bloom yang ditandai oleh perubahan struktur permukaan dari halus menjadi kasar. Hal ini disebabkan oleh proses rekristalisasi minyak yang telah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar. Rekristalisasi juga menghasilkan bintik-bintik putih dan keretakan pada permukaan krim pengisi coklat standar. Peristiwa ini menunjukkan bahwa minyak yang telah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar kemungkinan besar mengalami rekristalisasi membentuk kristal yang paling stabil akibat fluktuasi suhu yang besar dan lamanya waktu penyimpanan. Bintik-bintik putih dan keretakan yang muncul setelah krim pengisi coklat standar disimpan selama lima minggu pada rentang suhu 28-48oC menjadi tanda bahwa krim pengisi coklat standar mulai mengalami fat bloom (Kleinert, 1961; Loisle et al., 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Perbandingan krim pengisi coklat standar yang telah mengalami fat bloom dan krim pengisi coklat A yang masih mengkilap dapat dilihat pada Gambar 1.

Krim pengisi coklat standar

Krim pengisi coklat A

Gambar 1. Penampakan krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A setelah enam minggu penyimpanan di suhu 28-48oC Gambar 1 menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar mengalami fat bloom yang ditunjukkan oleh terdapatnya bintik-bintik putih kecil di permukaan krim. Menurut Hammond (2005), fat bloom pada produk seperti fat spreads merupakan hasil migrasi minyak ke permukaan produk yang diikuti oleh rekristalisasi kristal lemak yang telah bermigrasi tersebut. Fat bloom seperti

ini dinamakan fat bloom bentuk karena kemungkinan rekristalisasi yang terjadi pada minyak yang telah bermigrasi membentuk kristal lemak bentuk . Fat bloom bentuk ditunjukkan oleh bintik-bintik kecil di permukaan produk. Fat bloom bentuk tidak dapat dihentikan dengan menggunakan penghambat pertumbuhan kristal namun dapat dicegah dengan menjaga suhu lingkungan agar tidak terlalu tinggi, mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang besar (temperature cycling) pasca proses produksi, dan menggunakan lemak yang mampu membentuk kristal kecil seperti kristal dalam jumlah besar. Pembentukan kristal kecil dalam jumlah besar dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang cukup agar dapat menahan migrasi lemak cair ke permukaan. Menurut Nawar (1996), minyak sawit dan minyak rapeseed cenderung membentuk kristal yang berukuran kecil. Namun, minyak sawit menunjukkan penurunan nilai SFC yang tajam pada suhu yang tinggi. Selain itu salah satu asam lemak yang mendominasi komposisi minyak sawit adalah asam lemak palmitat yang memiliki titik leleh tinggi, sehingga lebih mudah mengkristal kembali dan membentuk kristal berukuran besar setelah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar. Hal ini menyebabkan krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit cenderung lebih mudah mengalami fat bloom pada suhu penyimpanan yang tinggi dan rentang suhu yang besar. Pengerasan Krim Pengisi Coklat Setiap minyak memiliki karakteristik untuk melanjutkan proses kristalisasi setelah proses produksi yang menjadikan produk mengalami pengerasan selama penyimpanan (Kristott, 2003). Berdasarkan hasil pengujian statistik, suhu penyimpanan mempengaruhi sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada nilai P<0,05. Semakin tinggi suhu penyimpanan dan semakin besar fluktuasi suhu penyimpanan dari 28-48oC, maka nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC, 29,329,8oC, dan 28-48oC secara statistik berbeda nyata dengan nilai P<0,05. Krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 811oC lebih mudah dicolek dibandingkan

krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC. Sedangkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC lebih mudah dicolek daripada krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC namun lebih keras dibandingkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC. Dengan demikian, penyimpanan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat lebih mempertahankan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat sampai enam minggu penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa kristal lemak yang terbentuk tetap stabil. Krim pengisi coklat telah mengalami proses pendinginan untuk membentuk kristal yang berukuran kecil. Kristal ini tetap mempertahankan bentuknya pada fluktuasi suhu 8-11oC yang tergolong suhu rendah. Bentuk kristal yang kecil menghasilkan jaringan yang rapuh sehingga mudah hancur, dengan demikian krim pengisi coklat menjadi mudah untuk dicolek. Sedangkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC tetap mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan. Sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dengan nilai P<0,05. Nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama satu minggu secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan lebih lama dengan nilai P<0,05. Namun nilai rata-rata kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama lima minggu tidak berbeda nyata secara statistik dengan nilai rata-rata kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama enam minggu dengan nilai P>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan krim pengisi coklat sampai lima minggu dapat menurunkan sifat kemudahan dicoleknya. Fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dapat menurunkan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat standar setelah disimpan selama empat minggu, sedangkan krim pengisi coklat C dan D mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek setelah disimpan selama lima minggu. Krim pengisi coklat mengalami pengerasan akibat sifat post hardening yang dimiliki oleh minyak yang digunakan. Sifat ini timbul akibat

terjadinya proses rekristalisasi dan pertumbuhan kristal lemak di dalam krim pengisi coklat. Pada fluktuasi suhu penyimpanan 29,3-29,8oC, kristal kemungkinan akan mencair dan membentuk kristal lemak yang lebih besar dan paling stabil yaitu kristal . Hal ini juga didukung oleh lamanya penyimpanan yang memungkinkan kristal berukuran kecil untuk tumbuh menjadi kristal berukuran lebih besar yang lebih stabil (Bahara, 2003). Kristal lemak berukuran besar ini menyebabkan jaringan padatan dalam krim pengisi coklat menjadi lebih kuat, akibatnya krim pengisi coklat menjadi lebih sulit dicolek. Sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh viskositasnya dengan nilai P<0,05. Nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 100 dPa.s secara statistik berbeda nyata dengan krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 75, 95, 110, dan 115 dPa.s. Krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 100 dPa.s adalah krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit. Krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 75, 95, 110 dan 115 dPa.s secara berturut-turut adalah krim pengisi coklat A, B, C, dan D yang menggunakan minyak rapeseed. Hal ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan bahkan dibandingkan krim pengisi coklat C dan D yang memiliki viskositas lebih tinggi. Berdasarkan data tersebut, secara statistik krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit lebih cepat mengalami pengerasan dibandingkan krim pengisi coklat yang berbahan baku minyak rapeseed. Namun hasil pengamatan menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar terlihat mulai mengalami pengerasan pada pengamatan ulangan kedua setelah disimpan selama lima minggu. Sedangkan krim pengisi coklat A, B, C, dan D sudah terlihat mengalami pengerasan setelah disimpan selama lima minggu pada kedua ulangan pengamatan. Perbedaan ini disebabkan oleh terjadinya migrasi minyak dari dalam ke permukaan krim pengisi coklat standar yang berbahan baku minyak sawit yang ditunjukkan oleh hilangnya kilap permukaan dan munculnya bintik-bintik minyak di permukaan krim pengisi coklat. Hal ini dapat mengindikasikan awal

terjadinya fat bloom pada krim pengisi coklat standar. Menurut Anonim (2007), peristiwa fat bloom dapat menyebabkan pelunakan tekstur pada bagian dalam produk. Peristiwa ini didukung oleh rentang suhu penyimpanan yang terlampau tinggi yaitu 28-48oC. Pada rentang suhu ini kristal lemak yang mencair semakin banyak, sehingga fase padat dalam krim pengisi coklat berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah jaringan kristal lemak yang menahan fase cair minyak menurun sehingga memicu minyak cair untuk bermigrasi ke permukaan dan nantinya akan mengkristal kembali. Pelunakan tekstur di bagian dalam produk menyebabkan krim pengisi coklat standar mudah dicolek dan menunjukkan bahwa pengerasan krim pengisi coklat standar terhambat oleh awal indikasi terjadinya fat bloom. Kemudahan dicolek krim pengisi coklat A dan B yang memiliki viskositas 75 dPa.s dan 95 dPa.s secara statistik tidak berbeda nyata. Kemudahan dicolek krim pengisi coklat C dan D yang memiliki viskositas 110 dPa.s dan 115 dPa.s juga tidak berbeda nyata secara stastistik. Namun krim pengisi coklat A dan B secara statistik berbeda nyata dengan krim pengisi coklat C dan D. Hal ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A atau B memiliki nilai ratarata kemudahan dicolek yang lebih besar dibandingkan nilai rata-rata krim pengisi coklat C atau D. Berdasarkan hasil tersebut, krim pengisi coklat C atau D yang memiliki viskositas lebih tinggi akan lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat A atau B. Viskositas krim pengisi coklat A dan B yang lebih rendah menunjukkan bahwa fase pendispersi yang dimiliki juga lebih tinggi sehingga partikel padat lebih mudah bergerak. Walaupun krim pengisi coklat A dan B memiliki jumlah minyak yang lebih besar dibandingkan krim pengisi coklat C dan D, namun jumlah ini tidak menyebabkan pemisahan minyak. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah minyak rapeseed sebesar 30% pada krim pengisi coklat A dan B lebih mampu mencegah pengerasan krim dibandingkan krim pengisi coklat standar, C, dan D namun masih berada dalam jumlah yang belum menyebabkan pemisahan minyak. Minyak sawit mengalami pengerasan lebih cepat mungkin disebabkan

kandungan asam lemak palmitat yang cukup dominan. Asam lemak palmitat memiliki titik leleh tinggi sehingga memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk membentuk kristal berukuran besar selama penyimpanan. kristal berukuran besar kemungkinan dapat menyebabkan jarak antar partikel padat dalam krim pengisi coklat menjadi semakin kecil sehingga krim menjadi sulit dicolek, dengan kata lain krim pengisi coklat menjadi lebih keras. Menurut Full et al. (1996) yang dikutip oleh Kumara (2003), tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat dengan nilai SFC. Tabel 2 dapat menggambarkan terjadinya peningkatan kekerasan akibat post hardening pada minyak sawit yang ditunjukkan oleh lebih tingginya nilai SFC krim pengisi coklat standar dibandingkan nilai SFC minyak sawit yang digunakan. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan krim pengisi coklat A dan krim coklat Nutella. Nilai SFC yang lebih tinggi ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Pengujian SFC krim pengisi coklat ini dilakukan pada rentang waktu yang cukup jauh dari waktu produksi sehingga kemungkinan nilai yang ditunjukkan pada Tabel 2 merupakan hasil pengukuran SFC krim pengisi coklat standar yang telah mengalami post hardening. Dengan menggunakan krim pengisi coklat A dan krim Nutella sebagai pembanding, maka nilai SFC krim pengisi coklat standar perlu dikurangi agar memiliki tingkat kekerasan yang serupa. Menurut Kristott (2003), salah satu cara untuk menyerupai nilai SFC dan mengurangi pengaruh post hardening adalah mencampurkan minyak sawit dengan minyak atau lemak lain yang memiliki asam lemak tidak jenuh lebih banyak secara cermat. IV. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Minyak rapeseed efektif digunakan untuk mengganti minyak sawit dalam krim pengisi coklat di PT. Arnotts Indonesia dan dapat meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat yang dihasilkan selama penyimpanan sampai enam minggu. Indikator kinerja keefektifan minyak rapeseed ditunjukkan oleh nilai rata-rata penampakan permukaan dan sifat kemudahan dicolek krim pengisi

coklat yang lebih baik daripada krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit selama penyimpanan sampai enam minggu. Minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang tetap memiliki penampakan permukaan yang mengkilap pada suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-48oC sampai enam minggu penyimpanan. Sedangkan minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang dapat mengalami perubahan penampakan permukaan karena dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan secara statistik dengan nilai P<0,05. Semakin lama penyimpanan, maka kilap permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit akan semakin rendah dan terjadi fat bloom. Minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang secara statistik lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dengan nilai P<0,05. Dengan bahan baku minyak rapeseed, ukuran partikel krim pengisi coklat tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek dengan nilai P>0,05. Namun sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dipengaruhi viskositas dengan nilai P<0,05. Dengan bahan baku minyak rapeseed, semakin tinggi viskositas krim pengisi coklat dari 110-115 dPa.s maka pengerasan krim semakin cepat terjadi. Pengerasan krim pengisi coklat juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan dengan nilai P<0,05. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Secara keseluruhan, minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang lebih stabil mempertahankan kilap permukaan dan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit. Faktor-faktor yang mendukung minyak rapeseed dapat menghasilkan krim yang lebih stabil adalah komposisi asam lemak yang lebih seragam dan penurunan nilai SFC yang lebih landai. Dengan demikian minyak rapeseed dapat menggantikan minyak sawit dalam pembuatan krim pengisi coklat. DAFTAR PUSTAKA Aguilera, J.M., M. Michel, dan G. Mayor. 2004. Fat Migration in Chocolate:

Diffusion or Capillary Flow in a Particulate Solid?-A Hypothesis Paper. Journal of Food Science. 69: R167-174. Anonim. 2007. Chocolate Glossary. www.chocolate_glossary.htm [12 Maret 2007]

Science Publishers. New York dan London. Kristott, J. 2003. New Trans-Free Fat for The Replacement of Hydrogenated Fats in Confectionary Products. Brittania Food Ingredients Ltd. Technical Communication 14. Kumara, B. 2003. Effects of Cocoa Butter, Palm Fraction and Emulsifier mixtures on The Quality Parameters of Different Chocolate Formulations. Tesis. Universiti Putra Malaysia. Lees, R. 1999. General Technical Aspects of Industrial Sugar Confectionery Manufacture. Di dalam Jackson, E.B. (Ed.), Sugar Confectionery Manufacture Second Edition, Blackie Academic and Professional, Cambridge, Great Britain. Lawson, H. 1995. Food Oil and Fats : Technology, Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall, New York. Minifie, B.W. 1990. Chocolate, Cocoa an Confectionary. Third Edition. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Nawar, W. W. 1996. Lipids. Di dalam Food Chemistry. Second Edition. Fennema (ed.). Marcel Dekker, Inc. New York. U.S. Food and Drug Administration. 2006. Question and Answers about Trans Fat Nutrition Labeling. http://www.cfsan.fda.gov/ FDACFSAN - Questions and Answers about Trans Fat Nutrition Labeling.htm. [28 Oktober 2007] Utari, V. 2006. Formulasi Serta Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Coklat Cream Spread. Skripsi. Fakulas Teknik. Universitas Pasudan, Bandung.

Bahara, R. 2003. Aplikasi Fat Hardener pada Krim Biskuit di PT. Arnotts Indonesia. Skripsi pada JurusanTeknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bailey, A. E. 1950. Melting and Solidification of Fats. Interscience Publisher, Inc. New York

De Graef, V., I. Foubert, E. Agache, I. Nopens, P.A. Vanrolleghem, dan K. Dewettinck. 2004. Predictive Modelling of Migration Fatbloom. http://www.fte.ugent.be/index.php? var=presentations. [17 Juni 2007] De Wit, J.N. 1989. Functional Properties of Dalam. Whey Proteins. Di Developments in Dairy Chemistry Volume 4 : Functional Milk Proteins. Fox, P. F (ed.). Elsevier Applied Science, London. Evans, E.W. 1986. Interactions of Milk Components in Food Systems. Di Food dalam Interactions of Components. Birch, G. G. dan M. G. Lindley. (eds.). Elsevier Applied Science Publishers. New York dan London. Hammond, E. 2005.Fat Bloom. http:/www.britaniafood.com/invite_ 07.htm. [27 Mei 2007] Hodge, S.M. dan D. Rousseau. 2002. Fat Bloom and Characterization in Milk Chocolate Observed by Atomic Force Microscopy. J. Am. Oil. Chem. Soc. Vol 79, 11151121. Jewel, G.G. 1986. Interactions of Confectionery Components. Di dalam Interactions of Food Components. Birch, G. G. dan M. G. Lindley. (eds.). Elsevier Applied

Você também pode gostar