Você está na página 1de 21

Analisa Resep

OTITIS MEDIA AKUT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh : DWI HIDAYANTI I1A099080

Pembimbing : Dra. SULISTIANINGTYAS, Apt

LABORATORIUM FARMASI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

Agustus 2006 BAB I PENDAHULUAN

Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit, dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar obat dan dari segi ekonomi. (1) Obat yang diberikan kepada penderita harus dipesankan dengan menggunakan resep. Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu penderita. Resep selain permintaan tertulis kepada apoteker juga merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain sifatsifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui penyerapan dan nasib obat dalam tubuh, ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan penderita (1,2). A. Definisi dan Arti Resep Definisi

Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku(1). Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita(2). Arti Resep(1) 1. Dari definisi tersebut

maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat obat), dan penderita (yang menggunakan obat). 2. Resep ditulis dalam

rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional. B. Kertas Resep(2) Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon hendaknya dihindarkan.

Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius. Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI

no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek. C. Kelengkapan Resep(2) Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas: 1. Superscriptio, yang terdiri : Nama dan alamat dokter serta nomor surat

izin praktek, dan dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek. oleh dokter. harap diambil. 2. Inscriptio Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti Nama kota serta tanggal resep itu ditulis

Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :

Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan. Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok; adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep. Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris) Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat minum air. b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu

berat untuk bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milimeter, liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud ialah gram 3. Subscriptio Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang

dikehendaki, misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer. 4. Signatura Aturan pemakaian obat oleh penderita

umumnya ditulis dengan singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S.

5. penderita,

Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan

memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita. 6. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang

menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja. D. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional(1,2) Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk penderitanya, yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual (1). Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda (2). Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat, ialah sebagai berikut : (2)

1.

Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko, rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.

2.

Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), factor penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu dan patofisiologi).

3.

Tepat bentuk sediaan obat; menetukan bentuk sediaan berdasarkan efek terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis, dan harga murah.

4.

Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur, defekasi, dan lain-lain).

5.

Tepat penderita; obat disesuaikan dengam keadaan penderita yaitu bayi, anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi. Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan

hal-hal sebagai berikut (2): Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat dihindarkan.

BAB II ANALISA RESEP

Contoh Resep dari Poliklinik THT

A. Keterangan Resep Klinik Tanggal Nama Pasien Umur No. RMK Alamat Pekerjaan Diagnosa B. Analisa Resep a. Penulisan Resep Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 11 cm dan panjangnya 21 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan : THT RSUD Ulin Banjarmasin : 10 Juli 2006 : Tn. Liansyah : 33 tahun : 64-33-40 : Kelayan A Gg. Papadaan Rt.4 Banjarmasin Selatan : Swasta : Otitis Media Akut

panjang 15-18 cm(2) Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang digunakan pada resep ini, lebarnya sudah ideal tapi masih terlalu panjang. Penulisan pada resep ini sulit dibaca dan kurang jelas. Pada penulisan resep yang benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat. b. Kelengkapan Resep 1. Superscriptio Identitas dokter berupa nama, unit di Rumah

Sakit dan dokter penulis resep ini sudah dicantumkan dan diberi tanda tangan dengan jelas. oleh dokter. ini. 2. a) Inscriptio Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari Remedium Tanda R/ juga sudah tercantum pada resep Nama kota serta tanggal resep sudah ditulis

Cardinale, yaitu; antibiotik (Streptomycin, Sanpicillin, Otopain); dan Remedium Adjuvans, yaitu antiinflamasi (Ocuson) dan dekongestan (Tremenza). b) Resep ini tidak dicantumkan satuan berat. Pada penulisan

resep yang benar harus mencantumkan satuan berat sediaan. 3. Subscriptio

10

Resep

ini

menggunakan

bentuk

resep

formula spesialistis, sehingga cara pembuatan tidak dicantumkan, akan tetapi bentuk sediaan yang dikehendaki tidak dicantumkan. Seharusnya bentuk sediaan ditulis sebelum jumlah sediaan yang diinginkan. Bentuk sediaan yang ditulis hanya streptomycin injeksi berupa flas. 4. Signatura Tanda signa (S) pada setiap jenis obat yang

tertulis telah dicantumkan walaupun tulisannya kurang jelas karena terlihat seperti garis miring. Pada resep ini tidak dicantumkan waktu

pemberian obat, misalnya : p.c, a.c, atau d.c 5. Identitas pasien

Nama penderita sudah ditulis namun umur dan alamat tidak ada. Seharusnya identitas penderita ditulis lengkap agar resep tidak tertukar saat pengambilan dan mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat penderita. c. Obat yang Digunakan a) Streptomycin Merupakan aminoglikosida, diperoleh dari Streptomyces griseus. Senyawa ini berkhasiat bakterisid terhadap banyak kuman Gran negatif dan Gram positif, termasuk M. tuberculosa dan beberapa M. atipis. Streptomisin khusus aktif terhadap mycobakteria ekstraseluler yang sedang membelah aktif dan pesat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal. (3)

11

Resorpsinya diusus buruk sekali, maka hanya diberikan sebagai injeksi intramuskular. Obat ini diberikan secara intramuskuler dengan dosis 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-750 mg/hari. Untuk pengobatan intermitten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 mg tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. (3,4) Pada resep ini streptomisin injeksi diberikan sebanyak 3 flas, berarti bila dosis yang diberikan 1 gram perhari, maka resep ini diberikan untuk 3 hari; dan pemberian i.m.m (in mane medici) atau berikan pada dokter/ditangan dokter, sehingga pemberian suntikan streptomisin harus dilakukan oleh dokter atau tenaga medis.

b) Sanpicillin Berisi ampisilina trihidrat setara dengan ampisilina anhidrat 250 mg; 500 mg/kapsul; 125 mg/5 ml sirop kering; 250 mg/5 ml sirop kering forte. Penisilin spectrum luas ini aktif terhadap kuman Gram-positif dan sejumlah kuman Gramnegatif. Diindikasikan untuk infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore. Hati-hati penngunaannya pada penderita dengan riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS. Kontraindikasi pada

12

pasien hipersensitivitas terhadap penisilin. Dosis oral : 0,25-1 gram tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan, karena adanya makanan dalam saluran cerna akan menghambat absorbsi obat. Anak dibawah 10 tahun : setengah dosis dewasa.
(3,5)

Pada resep ini tidak disebutkan bentuk sediaan dan satuan berat yang diinginkan. Frekuensi pemberiannya sudah sesuai yaitu 4 x sehari 1 tablet selama 5 hari, akan tetapi waktu pemberiannya tidak disebutkan. c) Tremenza Tiap tablet berisi Pseudoefedrina HCl 60 mg, triprolidina HCl 2,5 mg. Cara kerja sebagai dekongestan hidung, yang menyebabkab venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor 1 sehingga mengurangi edema mukosa yang bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Dosis oral 3-4 kali sehari 1 tablet. (5) Pada resep ini tidak disebutkan bentuk sediaan obat. Frekuensi pemberiannya kurang, yaitu hanya hanya 2 x sehari 1 tablet, selama 5 hari. d) Ocuson Tiap tablet : Betametason 0,25 mg, deksklorfeniramina maleat 2 mg. Betametason mempunyai daya antiinflamasi. Dosis oral 0,5-8 mg sehari sesudah makan pagi. Kadar puncaknya dalam darah baru tercapai sesudah 6-8 jam (per oral). Sedangkan deksklorfeniramina maleat memiliki daya kerja antihistamin dan efek meredakan batuk yang cukup baik. Dosis oral 3 dd 12,5-25 mg. Dosis ocuson untuk dewasa adalah 3-4 kali sehari 1-2 tablet setelah makan dan saat akan tidur, tidak lebih dari 8 tablet sehari.(4,5)

13

Pada resep ini frekuensi pemberian kurang, yaitu hanya 2 x sehari 1 tablet. Waktu pemberian tidak disebutkan. e) Otopain Tiap ml obat tetes : Polimiksina B sulfat 1.000.000 UI, neomisin sulfat 0,5 g, fludrokortison asetat 0,1 g, lidokain HCl 4 g, air, propilen glikol, gliserin hingga 100 ml. Zat ini banyak digunakan secara topical pada otitis media dikombinasikan dengan antibiotik lain untuk memperlambat timbulnya resistensi dan memperluas daya kerjanya. Hindari pemakaian berkepanjangan karena ada sedikit risiko meningkatnya ototoksisitas bila ada perforasi gendang telinga. Dosis 2-4 kali sehari 4-5 tetes. (4,5) Pada resep ini frekuensi pemberian sudah sesuai yaitu 3 x sehari, tetapi tidak jelas berapa tetes yang diberikan. d. Interaksi Obat Obat yang diberikan pada kasus ini yaitu 3 jenis antibiotik, antiinflamasi, dan dekongestan. Pemberian streptomisin injeksi dan otopain dapat meningkatkan efek samping terjadinya ototoksisitas. e. Efek Samping Obat 1) Streptomisin Ototoksisitas, nefrotoksisitas, reaksi anafilaktik, agranulositosis, anemia aplastik, dan demam obat. 2) Sanpicillin Mual, diare, ruam, kadang-kadang terjadi colitis karena antibiotik.

14

3) Tremenza Takikardia, peningkatan tekanan darah, stimulasi SSP. 4) Ocuson Muskuletal : otot lemas, miopati steroid; gangguan saluran pencernaan; system saraf : kejang, tekanan intrakranial meningkat; gangguan cairan dan elektrolit; Endokrin : insufisiensi adrenal. 5) Otopain Sensitivitas setempat, ototoksik f. Analisa Diagnosa Data yang diperoleh dari status pasien tidak diketahui anamnesa dan pemeriksaan fisik secara pasti, namun diagnosa yang ditegakkan adalah otitis media akut (OMA). Otitis media adalah peradangan akut sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media disebabkan oleh bakteri piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Stafilococcus aureus, Pneumokokus, Hemofilus influenza, E. colli, S.

anhemolyticus, P. vulgaris, dan P. aeruginosa.(7,8) Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba Eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah infeksi saluran napas atas. Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. (7,8)

15

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Terapi OMA : (7,8) 1. Stadium oklusi Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes telinga HCl efedrin 0,5% untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman, bukan oleh virus atau alergi. 2. Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. 3. Stadium Supurasi Selain antibiotik, harus dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

16

4.

Stadium perforasi Terlihat secret banyak keluar, kadang terasa berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

5.

Stadium Resolusi Membran timpani berangsur normal kembali, secret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.

Resep yang diberikan pada kasus ini terdiri dari 2 jenis antibiotik sistemik (Streptomisin injeksi dan Sanpicillin), antibiotik local (otopain), antiinflamasi (Ocuson), dan dekongestan sistemik (Tremenza). Berdasarkan keterangan di atas, maka kemungkinan pasien datang pada stadium presupurasi. Penggunaan 2 jenis antibiotik sistemik tidak rasional, sebaiknya cukup diberikan antibiotik oral saja. Streptomisin injeksi tidak perlu diberikan karena selain harganya mahal, pemberiannya juga sulit, harus dokter atau tenaga medis yang menyuntikkan obat tersebut. Berdasarkan keterangan di atas, pemberian kortikosteroid tidak diindikasikan, akan tetapi mungkin dapat diberikan untuk mengatasi inflamasi sehingga diharapkan dapat mengurangi produksi sekret telinga.

17

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan analisa resep diatas dapat diambil kesimpulan bahwa resep yang dibuat belum rasional, dan berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka : 1. Obat Obat yang diberikan tidak tepat. Pemberian 2 jenis antibiotik sistemik sangat tidak rasional. 2. Dosis

18

Pada resep ini dosis yang diberikan kurang tepat. 3. Tepat bentuk sediaan

Bentuk sediaan yang diberikan secara umum sudah tepat sesuai dengan keadaan pasien, akan tetapi bentuk sediaan injeksi kurang tepat. 4. Waktu penggunaan obat Pada resep ini tidak dituliskan kapan obat ini diminum, sehingga dapat mengurangi tujuan pengobatan. Sedangkan kelengkapan lain yang perlu ditulis adalah :
PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I Identitas pasien seperti umur dan alamat. KALIMANTAN SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM ULIN BANJARMASIN Nama Dokter : dr Dwi Hidayanti NIP : 145 037 204 UPF/Bagian : THT Tanda Tangan Dokter Kelas I/II/III/Utama Banjarmasin, 10 Juli 2006 Usulan Resep Sanpicillin tab 500 mg R/ No. XX

S 4 d.d tab 1 a.c (o.6.h) R/ Otopain guttae auric S 3 d.d gtt 4 R/ Tremenza tab S 3 d.d tab 1 p.c R/ Ocuson tab S 3 d.d tab 1 p.c No. XV No. XV No. I

Pro Umur Alamat

: Liansyah : 33 tahun : Kelayan A Gg. Papadaan Rt.4 Banjarmasin 19

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001 Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi Penulisan Resep yang Rasional 1. Airlangga University Press. Surabaya, 1995.

20

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Darmansjah, I dkk. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Depkes RI Dirjen POM. Jakarta, 2000. Tjay dan Kirana. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1991 Winotopradjoko, M dkk. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Akarta, Volume 39, 2004. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995. Mansjoer, A dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Media Aesculapius FKUI. Jakarta, 1999. Soepardi E, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Edisi Keempat. FKUI. Jakarta, 2000.

21

Você também pode gostar