Você está na página 1de 2

DESENTRALISASI KESEHATAN DAN PROBLEMATIKANYA

July 1, 2010 by admin in Artikel Opini SIMPUL Sejak adanya kebijakan otonomi daerah di Indonesia mulai tahun 1999, pemerintah dearah (local goverment) mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam mengelolah pemerintahan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat hanya mempunyai kewenangan dalam enam bidang, diantaranya politik luar negeri, pertahanan, yustisi, moneter/fiskal dan agama. Selebihnya, kewenangan urusan pemerintahan didesentralisasikan kepada pemerintah daerah. Salah satu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah adalah bidang kesehatan. Dalam era desentralisasi, konsep pengelolaan kesehatan secara seharusnya menggunakan pendekatan kemasyarakatan. Artinya, pembangunan bidang pelayanan kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Bagaimanapun juga, kandungan makna substansial dari desentraliasi adalah bagaimana menyejahterakan dan menciptakan keadilan bagi kehidupan masyarakat di daerah. Dengan begitu pembangunan akan lebih optimal. Dalam visi misi Departemen Kesehatan yang sekarang berubah menjadi Kementerian Kesehatan tahun 1999 disebutkan, desentralisasi bidang kesehatan diharapkan mampu mewujudkan Indonesia sehat 2010. secara detail, visi itu ingin membangun generasi bangsa yang sehat dengan ditandai masyarakatnya yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Tidak hanya itu, masyarakat juga mampu berperilaku hidup bersih dan sehat. Salah satu caranya masyarakat harus mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Sementara misi Kementerian Kesehatan adalah melakukan pembangunan untuk mendorong kemandirian masyarakat menuju hidup sehat. Namun rupanya realisasi visi misi yang dicanangkan Kementerian Kesehatan itu saat ini belum maksimal. Banyak contoh untuk menunjukanya. Diantaranya kasus di Riwati (35), warga Kampung Warung Bongkok RT 06/07 Bekasi tak berdaya di atas kasurnya. Menurut laporan Radar Bekasi (Rabu, 09/06/10), penderita penyakit molahidatidosa (hamil angur) itu tidak mendapat layanan optimal dari Rumah Sakit Daerah Kabupaten Bekasi. Padahal sebagai warga miskin, Sriwati mengaku sudah mengurus semua syarat untuk mendapat pelayanan kesehatan dari rumah sakit. Namun namun pihak rumah sakit selalu mempersulitnya. Contoh lainnya adalah maraknya kasus balita merokok. Ada Sandy Asal Malang Jawa Timur dan ada Ardi Rizal asal Banyuasin Sumatera Selatan. Fakta itu menunjukan lingkungan bersih dan sehat yang dicanangkan Kementerian Kesehatan masih belum berhasil. Banyak kalangan berpendapat perilaku Sandy dan Ardi tersebut dipengaruhi adanya faktor lingkungan sosial di sekitar anak yang tidak sehat.

Sementara itu, berbagai program kesehatan dicanangkan Kementerian Kesehatan seperti jaminan kesehatan masyarakat (Jamksesmas), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) juga belum maksimal. Bila diamati, program-program itu hasilnya masih nihil sebagai sistem penjamin kesehatan masyarakat. Seperti jamkesmas misalnya, kalaupun program tersebut berjalan, faktanya hanya bisa memberikan pelayanan kesehatan untuk penyakit ringan, bukan penyakit akut. Contohnya seperti kasus diatas. Pihak rumah sakit selalu berbelit-belit dan terkesan mempersulit ketika masyarakat miskin khususnya, meminta keringanan pembayaran atas penyakitnya yang berat. Di sisi yang lain, program jamkesmas sendiri masih diliputi permasalahan distribusi yang tidak tepat sasaran. Banyak warga yang seharusnya tidak berhak mendapatkan jaminan kesehatan dari negara itu, sedangkan warga yang benar-benar miskin tidak mendapatkannya. Soal kemandirian masyarakat untuk hidup sehat juga dirasa masih belum tercapai. Sekarang ini muncul banyak institusi kesehatan yang bersinergi dengan pemodal yakni rumah sakit swasta. Dengan alasan pelayanan yang bermutu serta pengelolaan rumah sakit yang berkualitas, rumah sakit ini biasanya bertarif mahal. Akibatnya, hanya masyarakat berduit yang mampu mengaksesnya. Kondisi itu memperlihatkan bahwa masyarakat mengalami pembatasan layanan kesehatan karena faktor ekonominya. Dengan kata lain, hak asasi masyarakat atas kesehatan masih saja terbelenggu. Untuk mengatasi berbagai kendala itu, menurut hemat penulis diperlukan sinergitas antar stakeholder, termasuk kalangan pemerintahan, civil society maupun masyarakat itu sendiri. Harapanya masyarakat dapat aktif menjaga kesehatan serta lingkungannya dan pemerintah mampu memberikan mutu pelayanan kesehatan yang lebih baik terhadap masyarakat. Ayu Kusumastuti adalah warga Averroes

Você também pode gostar