Você está na página 1de 11

Astrositoma Seperti yang telah diperkirakan, banyak jenis dari neoplasma astrositik telah diajukan berdasarkan atas banyak

atau sedikitnya tanda histologis, atas banyak atau sedikitnya pola pengecatan yang dihasilkan dengan metode kuno penyerapan logam yang mudah dilakukan, dan atas skema histogenetis yang kurang mendukung. Untuk hampir segala keperluan klinis, astrositoma dibagi dalam dua kelompok utama: astrositoma fibriler difus (astrositoma biasa) dan varian khusus astrositoma, yang terpenting dari jenis ini adalah astrositoma pilositik juvenil. Astrositoma Fibriler Difus Astrositoma fibriler difus sejauh ini adalah astrositoma paling umum, terutama pada dewasa. Karena sifatnya yang tak langsung, tumor ini berekspansi dengan infiltrasi yang lebih atau kurang halus pada jaringan sekitar; hal ini telah diperlihatkan pada penelitian otopsi secara mendetil dan denga menganalisis biopsi stereotaktik sekitar masa fokal yang teridentifikasi secara neuroradiologis. Karena mayoritas tumor ini bersifat high-grade (misal astrositoma anaplastic atau glioblastoma), tumor ini sering muncul sebagai massa fokal dengan peningkatan pada agen kontras intravena pada pencitraan CT atau MRI. Peningkatan ini menunjukkan porsi selulernya yang tinggi yang mengandung pemubuluh hiperplastik yang kekurangan suatu sawar darah otak, tapi bahkan pada hasil pencitraan ini perluasan sering terjadi melebihi batas peningkatan. Hubungan tumor dengan edema jaringan sekitar telah menjadi faktor perancu pada identifikasi dari perluasan infiltrative tumor ini pada pemeriksaan neuroradiologis, tapi pada kasus ini, pemeriksaan histologis mengidentifikasi bahwa sel tumor meluas hingga jaringan asli yang normal. Perluasan yang kemudian secara mengejutkan dapat dipertahankan bukannya terinfiltrasi, baik pada mata telanjang (rupanya jaringan yang dianggap normal oleh mata telanjang dapat secara histopatologis sarat dengan tumor) dan bahkan secara histologis (Gambar 43.3). Ini mungkin adalah ciri pertumbuhan paling penting dari kelompok tumor ini, untuk itu ekstirpasi bedah dengan batas bersih tak dapat dilakukan pada mayoritas pasien.

Sifatnya yang infiltrative ini berakibat pada pola pertumbuhan yang khas, di sekitar neuron kortikal, atau pada lapisan molekular sub piamater (Gambar 43.3). Pola ini, didiskripsikan lebih dari 50 tahun lalu dari penelitian otopsi yang teliti oleh Scherer sebagai struktur sekunder, yang dapat terjadi pada jarak yang cukup besar dari massa nyata yang lebih seluler dan mengkilap (secara neuroradiologis). Semisal, suatu spesimen yang secara kasar tampak normal dari plug kortikal yang diambil secara en prassant saat dokter bedah mendekati tumor substansia alba yang terletak jauh di dalam seringkali akan terlihat bahwa korteks sedikit terinfiltrasi dengan satu atau lebih pola struktur sekunder ini pada pemeriksaan histologi. Karena fokal-fokal jauh dari infiltrasi ini dapat berakibat peningkatan selularitas area lokal karena pertumbuhan tumor, sifat menyebar ini terkadang dapat muncul sebagai multisentrisitas yang nyata (yakni, terlihat seperti pasien memiliki banyak tumor primer independen pada pemeriksaan MRI atau CT). Suatu inspeksi mikroskopik dari spesimen otopsi biasanya menunjukkan jejak dari sel-sel yang menginfiltrasi yang bertanggung jawab untuk penampakan ini, tapi terkadang dapat juga terjadi multisentrisitas sejati. Karena banyak astrositoma tumbuh melalaui korteks dan mencapai batas pia-glia, terdapat suatu kemungkinan penyebaran melalui jalur CSF pada leptomeninges. Kejadian ini tentunya tidak sering ditemui kecuali pada keadaan khusus yang juga menyertai. Penyebaran CSF juga dikenal walau tak umum terjadi ketika suatu astrositoma menyebar hingga suatu ventrikel. Ketika astrositoma menyebar pada meninges dan CSF, sel cenderung melingkar dan tertarik atau kehilangan sebagian besar prosesnya, sedangkan bentuk sel yang besar dan lokasi nukleusnya yang eksentrik tetap dipertahankan (Gambar 43.5). Ini dapat berpengaruh pada identifikasi pastinya pada spesimen sitology CSF standar. Kriteria Grading Astrositoma fibriler difus dibagi tingkatannya berdasarkan kombinasi tanda histologis, yang meliputi densitas sel, atipia seluler (misalnya pleomorfisme sel keseluruhan, dan yang lebih penting lagi adalah nukleusnya; ditambah hiperkromatisme nucleus), aktivitas mitotic, hiperplasia vaskuler, dan nekrosis.

Neuropatologis, atau dokter bedah syaraf yang meninjau ulang sampel tumor yang didapat dari operasi dengan seorang patologis, harus yakin berdasar suatu alasan bahwa irisan jaringan cukup mewakili tumor agar kriteria ini dapat diterapkan dengan benar. Khususnya, ketika densitas sel yang rendah diasosiasikan sebagai tumor low-grade (astrositoma), sampel dari ujung tumor high-grade yang menginfiltrasi dapat berakibat salah asosiasi menjadi densitas sel rendah. Hal ini sering terlewatkan oleh patologis karena patologis hanya menerima kasus sebagai rujukan. Ini adalah masalah penting dengan biopsi stereotaktik dan menegaskan kembali pentingnya melakukan scan dengan jarum biopsi diletakkan untuk memastikan pengambilan sampel dilakukan pada target yang seharusnya. Lebih jauh, astrositoma fibriler difus (dan banyak glioma lainnya) bersifat heterogen secara interinsik; area yang berbeda, bahkan jika semua secara jelas terlihat baik dalam batasan massa, dapat memiliki komposisi sitologi dan pola histologi yang sangat berbeda. Atipisme seluler sulit untuk ditentukan secara obyektif dan sulit untuk dilakukan. Klasifikasi Daumas-Duport, yang sebagai pelopor telah mnedorong suatu kebutuhan akan obyektifitas yang lebih baik pada grading astrositoma, tidaklah mendefinisikan kriteria non-subyektif untuk temuan ini. Secara umum, kondisi nucleus adalah adalah hal paling penting, terutama multinukleasi, ukuran dan bentuk nucleus yang beragam, dan hiperkromatisme yang nyata (pada keadaan pencecatan yang baik di mana unsur jaringan norma, seperti sel endotel, memiliki nucleus yang normokromatik) (Gambar 43.6). Faktor penting yang akan disematkan pada aktivitas mitotic sebagai kriteria masihlah belum pasti dan bervariasi sesuai sistem grading yang dipakai. Munculnya paling sedikit satu gambaran mitosis pada potongan manapun, akan menaikkan tingkat astrositoma sebesar satu tingkat pada klasifikasi DaumasDuport, sedangkan diperlukan jumlah mitosis yang lebih banyak (jumlah tak ditentukan dengan pasti) untuk mendorong tingkatannya dari astrositoma low grade menjadi anaplastik pada sistem standar dengan tiga tingkatan. Pengukuran indeks proliferatif pada astrositoma low grade dapat memberikan dasar yang lebih obyektif untuk perubahan diagnosis yang berdampak besar

terhadap prognosis ini, tapi kriteria yang diterima secara umum untuk penggunaan indikator semacam ini belumlah diterima. Sejak pekerjaan terdahulu oleh Folkman et al., telah dinyatakan dengan baik bahwa beberapa astrositoma (dan banyak tumor lain, juga karsinoma) menghasilkan dan melepas faktor larut yang dapat menyebabkan pembuluh darah CNS mengalami perubahan hiperplastik. Perubahan vaskular ini telah dikenal sebagai penanda astrositoma high-grade setidaknya menurut Kernohan. Karena perubahan ini melibatkan otot polos dan sel perisitik serta juga sel endotel, banyak otoritas memilih istilah hiperplasia vaskular dibandingkan penamaan umum hiperplasia endotel. Secara morfologis, pembuluh darah yang terpengaruh mengalami suatu pembesaran sel endotel individualnya; nucleus endotel menjadi besar dan berdesak-desakan, dan banyak yang keluar hingga lumen. Dinding dari pembuluh darah venula atau kapiler ini mengalami penebalan, dengan tumpukan perisit dan sel otot polos serta sel endotel pada lapisan yang berlebih. Pada klasifikasi Daumas-Duport, setidaknya dua lapisan diperlukan untuk memberi nilai suatu tumor sebagai hiperplasia vaskuler. Di mana proses ini bertambah atau melanjut, gambaran mitotic dapat dikenali pada sel vaskuler, dan penanda proliferasi seperti 5-bromoxodeoxyuridine (BUdR) atau Ki-67 akan positif pada beberapa nucleus vaskular. Ekspresi nyata dari perubahan ini adalah kapiler glomeruloid- suatu pembuluh darah dengan lengkung tambahan yang muncul pada irisan sebagai lumina multipel pada suatu struktur mesenkimal berdinding tebal serta hiperseluler (Gambar 43.7B). Astrositoma fibriler difus dengan pembuluh darah hiperplastik selalu

diklasifikasikan sebagai anaplastik (atau lebih tinggi, bergantun ada tidaknya nekrosis) kecuali perubahan vaskular terbatas pada area dekat sekitar kista intratumoral. Terlihat bahwa kista sejati (dibandingkan dengan kavitas nekrotik) mengandung faktor angiogenik yang tertinggal serta mendorong hiperplasia vaskular pada pola-pola yang dapat memberi kerancuan. Pada sistem DaumasDuport yang telah direvisi (yakni yang telah disatukan dengan klasifikasi WHO terbaru), hiperplasia vaskular pada astrositoma fibriler difus adalah tanda diagnostik untuk glioblastoma, dengan atau tanpa nekrosis yang menyertainya.

Kriteria definitif untuk diagnosis glioblastoma pada sistem tiga grade adalah nekrosis tumor. Ini sering (tapi tak selalu) dikelilingi oleh beberapa sel tumor kecil yang sangat padat, pada suatu pseudopalisade (Gambar 43.8). Nekrosis harus diinterpretasikan dengan beberapa kewaspadaan pada pasien dengan riwayat terkini untuk pembedahan syaraf sebelumnya, terapi radiasi, atau kemoterapi, tapi pseudopalisade di sekitar zona nekrotik adalah bukti pendekatan bahwa patologis sedang mencari biologi tumor interinsik dan bukan mencari suatu efek dari pengobatan. Tidak salah satu dari aktivitas mitosis maupun hiperplasia vaskular diperlukan untuk diagnosis glioblastoma ketika tumor mampu menghambat perkembangan nekrosis spontan. Astrositoma fibriler low-grade dapat mengandung mikrokista yang terisi dengan cairan kaya protein (Gambar 43.9A,B) dan dapat mengandung atau dikatikan dengan serabut Rosenthal (Gambar 43.9C), yakni batang eosinofilik

intrasitoplasmik pada tipe tertentu gliosis kronik dan juga pada tumor. Adanya baik mikrokista dan serabut Rosenthal harus memunculkan pertanyaan mengenai astrositoma pilositik (vide infra) tapi tak memastikan diagnosis untuk hal ini. Mikrokalsifikasi juga sering terjadi pada astrositoma low-grade. Terkadang, grading untuk astrositoma fibriler terasa rumit dengan kecenderungan sampel-sampel low-grade akan berkembang seiring waktu menjadi anaplastik atau bahkan neoplasma blastomatosa. Ini diperkirakan karena akumulasi progresif dari tambahan sitogenetika atau abnormalitas genetik molekuler, yang paling nyata (untuk perkembangannya) tampak sebagai amplifikasi dari gen untuk reseptor untuk pertumbuhan epidermal dari lesi-lesi pons yang difus. Sedangkan histologi low-grade dapat terlihat pada spesimen biopsi dari tumor pons difus, ini tidak umum ditemui dan (lebih sering) menjadi salah tafsir seperti pada prognosis (vide infra). Sulit untuk menegakkan insidensi pasti dari astrositoma low-grade pada corda spinalis, seperti biasa tumor jenis ini belum diarahkan untuk menjalani operasi, atau hanya menjalani biopsi kecil yang sulit untuk ditentukan grade-nya. Pada dewasa, astrositoma low-grade tampak jarang ditemui pada corda spinalis seperti halnya di otak, tapi pada anak-anak ini mungkin (lagi-lagi) adalah tipe tumor

tunggal yang paling sering ditemui pada corda. Tinjau ulang terhadap sebanyak 100 anak dengan glioma interinsik corda yang diarahkan untuk menjalani eksisi radikal pada NYU menemukan 45 astrositoma low-grade. Keluaran; Perkembangan pada Grade yang Lebih Tinggi. Maka, tanpa memandang lokasinya, prognosis pasien dengan astrositoma fibriler grade I/III difus seringkali baik dan telah memeperlihatkan perubahan terbesar pada survival astrositoma selama bertahun-tahun sejak klasifikasi Kernohan muncul pertama kali. Tingkat survival bergantung banyak faktor, meliputi usia saat diagnosis (buruk pada bayi sangat muda, umumnya baik pada anak dan dewasa): lokasi (buruk jika pada kasus thalamus, ganglion basalis, dan pons difus; baik pada substansia alba serebri, cerebellum, regio hipotalamik/chiasmatic, dan corda spinalis); luas reseksi (mungkin adalah penjelasan untuk perbedaan lokasi); dan, mungkin, terapi tambahan. Peran terapi radiasi telah sulit dievaluasi pada kategori ini, karena penelitian retrospektif tidak cukup dan tak ada trial prospektif dengan randomisasi yang telah dilakukan dengan sukses. Di sisi lain, studi jangka panjang follow-up telah mendorong pengetahuan terhadap hasil yang mengejutkan. Pada dewasa, survival mencapai 65% pada 5 tahun setelah diagnosis, dengan survival rerata di atas 7 tahun; telah diperkirakan bahwa ini adalah, sebagian, dikarenakan diagnosis lebih dini berdasarkan pemeriksaan CT atau MRI. Survival terkini untuk pasien dengan tipe tumor ini, yang tak jauh berbeda dengan survival yang dilaporkan oleh Kernohan untuk tumor grade I (62,5% untuk 3 tahun), adalah lebih lama dibandingkan survival median untuk 2 hingga 3 tahun, t tahun (Ringertz), atau 3 hingga 5 tahun dilaporkan pada beberapa penelitian pre-CT. Hingga setengah dari kasus hemisfer cerebri pada dewasa yang menjalani pembedahan radikal dan radiasi pun mengalam rekurensi, dan dari mereka, setengah memperoleh kembali karakteristik low-grade. Tumor rekuren lainnya, pada pembedahan kedua dan pemeriksaan patologis, akan ditemukan telah berkembang menjadi grade anaplastik atau glioblatomatosa, dengan survival buruk dari pembedahan kedua.

Prognosis untuk anak dengan astrositoma fibriler difus low-grade juga bergantung pada lokasi walaupun diperkirakan baik tak hanya untuk kasus cerebellum, tapi juga untuk hipotalamus, hemisferik cerebri, dan corda spinalis. Biolog Tumor. Teknik patologis untuk menganalisis aspek biologi tumor semakin berkembang. Pengecatan imunohistokimia kini tersedia untuk mengidentifikasi overekspresi dari berbagai produk gen, meliputi faktor pertumbuhan dan reseptornya seperti halnya faktor pertumbuhan regulatorik dan stimulatorik lain. Ini meliputi keadaan overekspresi, dan maka dari itu sering mutan, produk gen p53; EGFr yang overekspresi; dan ekspresi dari faktor pertumbuhan angiogenk dan autokrin meliputi faktor pertumbuhan fibroblast basic (bFGF), transforming growth factor (TGF, TGF), faktor pertumbuhan endotel vaskuler (VEGF), dan faktor pertumbuhan turunan platelet (PDGF). Berlawanan dengan astrositoma yang paling tinggi grade-nya, mayoritas tumor low-grade dilaporkan negatif untuk pemeriksaan imunohistokimia ini (walaupun beberapa astrositoma lowgrade telah ditemukan memiliki imunoreaktivitas untuk protein p53, dan beberapa astrositoma low-grade memiliki amplifikasi gen EGFr dengan protein yang dapat dideteksi secara imunohistokimia). Pada masa kini, tidak terdapat kepentingan prognostik yang nyata dengan temuan imunoreaktivitas untuk satu atau beberapa faktor pertumbuhan atau untuk overekspresi atau mutasi p53 pada astrositoma low-grade, walaupun beberapa menduga bahwa kasus seperti ini adalah perubahan untuk menjadi neoplasma yang lebih anaplastik. Jelas dari diskusi sebelumnya mengenai survival bahwa suatu kelompok minoritas pasien tertentu dengan astrositoma low-grade memang buruk survivalnya. Sebagian, ini diakibatkan oleh hasil yang kurang baik terkait beberapa lokasi anatomi khusus, tapi sedikit tumor dengan histologi low-grade berkembang dengan cara agresif tanpa mempertimbangkan lokasi, usia pasien, atau faktor klinis lain. Suatu review histologi untuk kasus terpilih seperti ini memberi hasil bahwa tak ada ciri tetap yang menandakan keadaan ini; tidak mungkin memberikan suatu grade baru yang valid secara statistik antara grade I/III dan grade II/III ke dalam grade baru yang memenuhi tumor ini dengan teknik histopatologis konvensional. Memungkinkan untuk mengidentifikasi kasus ini,

walau demikian, dengan imunohistokimia untuk mengukur potensial proliferatif. Khususnya, Hoshino et al. melaporkan bahwa suatu keadaan sekitar 40% astrositoma fibriler low-grade yang mendapat pelabelan dengan BUdR mengindikasikan 1% atau lebih, dan bahwa tumor-tumor ini memiliki survival bebas rekurensi yang lebih buruk dibandingkan dengan tumor dengan histologi serupa dengan indikator pelabelan yang lebih rendah. Astrositoma Anaplastik Nosologi; Ciri Histologis. Tumor dengan level pertengahan pada klasifikasi tiga grade astrostimoa sering dikenal sebagai astrositoma anaplastik.atau astrositoma dengan penanda anaplastik. Tumor ini menempati grade III pada klasifikasi WHO, dan beberapa akan jatuh hingga grade III pada sistem Daumas-Duport juga, walaupun banyak grade IV Daumas-Duport dan maka dari itu diklasifikasikan sebagai glioblastoma. Seperti diindikasikan, untuk sistem tiga grade yang sesuai untuk melabeli jenis ini dengan grade II/III. Tumor ini biasanya lebih seluler dibandingkan dengan astrositoma low-grade. Sel ini seringkali bersifat pleomorfik (Gambar 43.6) dan memiliki hiperkromasia nuclear yang lebih dibandingkan dengan tumor grade I/III. Derajat atipisme nuclear tak bersinggungan sepenuhnya dengan glioblastoma; dua grade tumor ini tak terpisahkan pada dasar sitopatologis saja. Di mana figure mitotic nyaris selalu langka pada tumor low-grade, tumor-tumor ini dapat banyak pada tumor anaplastik; indikator proliferatif pada astrositoma anaplastik rata-rata lebih dari tumor low-grade. Perubahan hiperplastik vaskular sering dijumpai pada astrositoma anaplastik; ketika ada, ini akan mendorong tumor-tumor jenis ini menjadi grade IV dari skema Daumas-Duport, suatu perubahan dengan implikasi prognostik tak disarankan oleh metode klasifikasi lain dan belum tervalidasi dengan jelas. Nekrosis sebagai dasar definisi tak ada pada astrositoma anaplastik; tumor grade II/III lain yang kemudian diketahui mengalami nekrosis harus diklasifikasikan sebagai grade III/III, atau glioblastoma. Beberapa tanda histologis khusus membedakan empat jenis astrositoma anaplastik yang dapat dikenali

1. Astrositoma gemistositik menggambarkan tumor dengan komponen menonjol astrosit dengan badan sel yang lebih besar menunjukkan gemistosit yang terlihat dalam reaksit gliotik aktif sekali, meliputi jenis yang terlihat pada infark, perdarahan, dan cedera kepala traumatis, abses, dan tumor metastase sekitar (Gambar 43.10). Bahkan ketika ciri lain dari tumor mengarah ke astrositoma low-grade (yakni selularitas rendah, mikrokista, tak ada gambaran mitosis, tak ada hiperplasia vaskuler), adanya banya gemistosit neoplastik memprediksikan keadaan klinis bahwa ini adalah lebih mengarah ke astrositoma anaplastik. 2. Astrositoma sel raksasa, yang juga dapat memiliki nekrosis dan kemudian dikenal dengan glioblastoam sel raksasa, memiliki sel yang sangat besar yang lebih sering berinti banyak. Sedangkan masih dalam spektrum klinis dari astrositoma anaplastik (atau glioblastoma), varian sel raksasa ini dapat memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan astrositoma anaplastik yang lebih umum. 3. Suatu pola nucleus gelap memanjang tersusun dalam gelombang atau barisan adalah umum pada tipe embrional untuk neoplasma astrositik, secara klasik dikenal sebagai spongioblastoma. Contoh murni untuk spongioblastoma jarang ditemui, walaupun fokal dengan pola spongioblastik tidak jarang ditemui pada PNET (vide infra). Sejak sel spongioblastoma bersifat bipolar dan disusun secara parallel, telah terdapat beberap kebingunan nosologis dari tumor ini dengan astrositoma pilositik; karena spongioblastoma menunjukkan keadaan high-grade yang jauh berbeda dengan tumor pilositik, perbedaan ini harus dijaga agar tetap jelas. Beberapa tumor digambarkan dan bahkan diilustrasikan sebagai spongioblastoma memiliki pembuluh darah tipis memisahkan barisan nucleus parallel, dengan suatu zona prosesus fibriler memisahkan gelombang nucleus dari dinding pembulh darah; pola ini sebenarnya merupakan varian dari ependimoma dan juga harus tak dicampuradukkan dengan spongioblastoma sejati (astrositik). 4. Astrositoma sel kecil (atau, dengan nekrosis, glioblastoma sel kecil) menggambarkan suatu tumor, yang, berkebalikan dengan varian gemistositik

atau sel raksasa, disusun atas populasi uniform dari sel anaplastik atau tak berdiferensiasi yang kecil dengan sitoplasma yang sedikit dan nucleus yang hiperkromatik. Giangaspero dan Burger telah mengidentifikasinya sebagai salah satu komponen dari enam komponen yang paling tak disukai dari astrositoma high-grade, dan tumor yang terdiri atas sel-sel ini secara uniformis dikaitkan dengan survival pada ujung pendek dari spektrum dalam rentang grade II dan III/III. Beberapa dari tumor ini pada dasarnya tak dapat dibedakan.

Frekuensi; Lokasi Anatomis; Predileksi Usia. Astrositoma anaplastika dapat ditemukan pada pasien anak-anak walaupun kurang sering (sebagai suatu bagian dari semua astrositoma anak-anak) dibandingkan pada dewasa. Usia puncak di mana astrositoma anaplastik telah didiagnosa telah dilaporkan pada usia sekitar 45 tahun. Sedangkan yang potensial muncul pada seluruh lokasi CNS, tumortumor ini paling sering terdapat padahemisfer serebri (pusat substansia alba dengan penambahan hingga korteks atau substansia grisea yang dalam) pada dewasa, dan pada hemisfer atau batang otak pada anak-anak. Tumor ini khususnya tak umum terjadi pada cerebellum, hipotalamus, nervus opticus dan chiasma, dan (setidaknya pada anak-anak) corda spinalis (9% dari tumor corda spinalis intrameduler anak-anak pada NYU). Keluaran; Perkembangan Menjadi Grade yang Lebih Tinggi. Nilai tengah survival untuk seri dewasa atipik astrositoma anaplastik adalah sekitar 18 bulan hingga 2 bulan dari operasi diagnostik, walupun pasien di bawah usia 40 hingga 45 tahun memang jauh lebih baik dibandingkan pasien di atas usia itu, dan pasien lebih dari 60 hingga 65 tahun memang menunjukkan pemburukan yang lebih nyata dibandingkan pasien-pasien yang lebih muda. Terdapat beberapa bukti bahwa survival pada kasus pediatrik adalah mirip. Setelah pembedahan radikal dan kombinasi konvensional dari terapi radiasi dan kemoterapi, tumor-tumor ini biasanya terjadi secara lokal, walaupun, seperti yang digambarkan sebelumnya, penyebaran CSF, walau tak sering, memang terjadi dan dapat disepelekan. Sebagai tambahan, karena ini bersifat infiltrative seperti astrositoma fibriler difus

low-grade tapi berkembang lebih cepat, ekstensi intraaksial hingga lokasi yang bersebelahan serta yang lebih jauh pada otak dan corda spinalis biasanya didapati ketika pemeriksaan otopsi dilakukan. Pada kondisi ekstrim, jenis ini menumbuhkan hingga lebih besar suatu poris besar dari otak secara difus, memberi gambaran yang dikenal sebagai gliomatosis cerebri (vide infra). Jika suatu astrositoma rekuren anaplastik diarahkan pada reseksi bedah kedua, pada lebih dari 50% dari kasus kedua akan menjadi glioblastoma. Perkembangan ini dikaitkan dengan persentase lebih besar suatu kasus dengan hilangnya heterozigositas dari kromosom 10, kehilangan heterozigositas kromosom 17, mutasi p53 dan overekspresi protein p53, imunreaktivitas pFGF, dan amplifikasi EGFr dengan overekspresi. Pada kasus lain, ini kemungkinan bahwa tumor asal telah menjadi suatu glioblastoma dan bahwa diagnosis dari astrositoma anaplastik dihasilkan dari error pengambilan sampel yang membuatnya menjadi salah diagnosa menjadi focal nekrosis.

Você também pode gostar