Você está na página 1de 17

28-47

BablV
Perundang-undangan A. PERLUNYA PERUNDANG-UNDANGAN Adanya Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemerintah lainnya dalam praktek Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah keperluan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Atas kekuatan Undang-Undanglah pejabat-pejabat Departemen Tenaga Kerja Transkop atau Departemen Kesehatan dapat melakukan inspeksi dan memaksakan segala sesuatunya yang diatur oleh Undang-undang atau Peraturan-Peraturan itu kepada perusahaan-perusahaan. Apabila nasehat-nasehat atau peringatan-peringatan tidak dihiraukan, maka atas kekuatan UndangUndang pula dipaksakan sanksi-sanksi menurut Undang-Undang pula Undang-udang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok tentang tenaga kerja, mengatur higene perusahaar, dan kesehatan kerja sebagai berikut: 1. Tiap tenaga keja berhak mendapat perlindungan atass keselamatan dan kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama (pasal 9) 2. Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup: a. Norma Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja b. Norma Keselamatan Kerja c. Norma kerja d. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja Selanjutnya akan diuraikan tentang UU dan Peraturan-peraturan yang berlaku dewasa ini dan ada sangkut pautnya dengan Norma Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, yaitu UU Kerja (19481951), UU Kecewlakaan (1947-)1951), Mijn Politie Reglement, UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 3 tahun 1969

29
tentang Persetujuan konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 120 mengenai Higene dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor, Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat-Syarat Kebersihan dan Kesehatan Tempat Kerja, Undang-Undang Higene untuk Perusahaan Umum, dan Undang-Undang Gangguan. B. UNDANG-UNDANG KERJA (1948-1951) Undang-Undang Kerja diundangkan pada tahun 1948 dan dinyatakan berlaku, walaupun tidak untuk seluruh pasal-pasalnya, dengan Peraturan Pemerintah Tahun 1951 No. 1. UndangUndang ini mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja-pekerja wanita, peraturan tentang kerja bagi anak-anak, orang muda, dan wanita, persyaratan tempat kerja, dan Iain-lain. Tapi ditinjau dari sudut Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja yang menjadi wewenang dan tanggung jawab Departemen Tenaga Kerja Transkop adalah pasal 16 ayat 1 yang menetapkan, bahwa majikan harus mengadakan tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan dan kesehatan, yang syarat-syarat tersebut akan diperinci dalam Peraturan-Peraturan lainnya. Perlu diketahui, bahwa pasal 16 ayat 1 tersebut belum lagi dinyatakan berlaku. Di bawah ini dikutip pasal-pasal dari Undang-Undang Kerja yang patut diketahui sebagai berikut: 1. Anak-anak tidak boleh menjalankan pekerjaan (pasal 2; belum berlaku).

2. Jikalau seorang anak yang berumur 6 tahun atau lebih, terdapat dalam ruangan yang tertutup, dimana sedang dijalankan pekerjaan, maka dianggap bahwa anak itu menjalankan pekerjaan di tempat itu, kecuali ternyata yang sebaliknya (pasal 3; belum berlaku). 3. Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari (pasal 4; ayat 1; belum berlaku). 4. Dapat dikecualikan dari larangan dimaksud dalam pasal 4, ayat 1 hal-hal dimana pekerjaan orang muda pada malam hari itu tidak dapat dihindarkan berhubung dengan kepentingan atau kesejahteraan umum (pasal 4, ayat 2; belum berlaku). 5. Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal yang dikecualikan termasuk dalam pasal 4, ayat 2 beserta syarat-syarat untuk menjaga kesehatan buruh muda itu (pasal 4, ayat 3; belum berlaku). 6. Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lobang di dalam tanah atau tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah (pasal 5, ayat 1; belum berlaku). 7. Larangan tersebut dalam pasal 5, ayat 1 tidak berlaku terhadap kepada buruh muda yang berhubung dengan pekerjaannya kadang-kadang harus turun di bagian-bagian tambang di bawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaan tangan (pasal 5, ayat 2; belum berlaku). 8. Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya (pasal 6, ayat 1: belum berlaku).

30
9. Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan pekerjaan termaksud dalam pasal 6 ayat 1 (pasal 6 ayat 2 belum berlaku). 10. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali jikalau pekerjaan ini menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya dijelaskan oleh orang wanita ( pasal 7 ayat 1 belum berlaku) 11. Dapat dikecualikan dari larangan terrmaksud pasal 7 ayat 1 hal-hal dimana pekerjaan wanita itu pada malam hari itu tidak dapat dihindarkan berhubung dengan kepentingan atau kesejahteraan umum (pasal 7 ayat 2) belum berlaku) 12. Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal yang dikecualikan termaksud dalam pasal 7 ayat 2 beserta syarat-syarat untuk menjaga kesehatan dan kesusilaaan buruh wanita itu (pasal 7 ayat 3; belum berlaku) 13. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lobang di dalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah (pasal 8, ayat 1; belum berlaku) 14. Larangan tersebut dalam pasal 8, ayat 1 tidak berlaku terhadap kepada orang wanita, yang berhubung dengan pekerjaannya kadang-kadang harus turun di bagian-bagian tambang di bawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaan tangan (pasal 8, ayat 2; belum berlaku). 15. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatannya dan keselamatannya, demikian juga pekerjaan yang menurut sifat, tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya (pasal 9, ayat 1;belum berlaku). 16. Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan pekerjaan yang termaksud dalam pasal 9, ayat 1 (pasal 9, ayat 2; belum berlaku). 17. Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari atau 35 jam seminggu (pasal 10, ayat 1; baru kalimat pertama yang berlaku). 18. Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus-menerus, harus diadakan waktu istlrahat yang sedikit-dikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam pasal 10, ayat 1 (pasal 10, ayat 2; sudah berlaku) 19. Tiap- tiap minggu harus diadakan sedikit-dikitnya satu hari istirahat (pasal 10 ayat 2 sudak

berlaku. 20. Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh termaksud dalam pasal 10 ayat 3 (pasal 10 ay Dalam Peraturan Pemerintah) 21. Dalam Peraturan Pemerintah dapat pula diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang waktu kerja dan waktu istirahat untuk pekerjaan-pekerjaan atau perusahaan-perusahaan dipandang perlu untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh (pasal 10 ayat 5; belum berlaku) 22. Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan pada hari-hari raya, yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, kecuali jikalau pekerjaan itu menurut sifatnya harus dijalankan terus pada hari-hari raya itu (pasal 11 berlaku sesuai dengan ketetapan "aturan hari-hari libur").

31
23. Dalam hal-hal, dimana pada suatu waktu atau biasanya pada tiap-tiap waktu atau dalam masa yang tertentu ada pekerjaan yang bertimbun-timbun yang harus lekas diselesaikan, boleh dijalankan pekerjaan dengan menyimpang dari yang ditetapkan pada pasal 10 dan 11, akan tetapi waktu kerja itu tidak boleh lebih dari 54 jam seminggu. Aturan ini tidak berlaku terhadap pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan buruh (pasal 12, ayat 1; sudah berlaku). 24. Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal termaksud dalam pasal 12, ayat 1 beserta syarat-syarat untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh (pasal 12, ayat 2; sudah berlaku). 25. Buruh wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid (pasal 13, ayat 1; sudah berlaku). Dalam menjalankan aturan ini, majikan dianggap tidak mengetahui tentang keadaan haid dari buruhnya wanita bilamana yang berkepentingan tidak memberitahukan hal itu kepadanya. 26. Buruh wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur kandung (pasal 13, ayat 2; sudah berlaku). Buruh wanita yang akan menggunakan hak ini wajib menyampaikan surat permohonan istirahat kepada majikan, selambat-lambatnya 10 hari sebelum waktu istirahat itu mulai; aturan 10 hari ini tidak berlaku terhadap buruh wanita yang baru gugur kandung. Surat permohonan tersebut di atas disertai surat keterangan dari dokter, jikalau tidak ada dokter, dari bidan dan, jikalau kedua-duanya tidak ada, dari pegawai Pamong Praja yang serendahrendahnya berpangkat Asisten Wedana. 27. Waktu istirahat sebelum saat buruh menurut perhitungan akan melahirkan anak, dapat diperpanjang sampai selama-lamanya tiga bulan jikalau didalam suatu keterangan dokter dinyatakan, bahwa hal itu perlu untuk menjaga kesehatannya (pasal 13, ayat 2) 28. Dengan tidak mengurangi yang telah ditetapkan dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 buruh wanita yang anaknya masih menyusui, harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusukan anaknya jikalau hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (pasal 13, ayat 4; sudah berlaku). 29. Selain waktu istirahat seperti tersebut dalam pasal 10 dan 13, buruh yang menjalankan pekerjaan untuk satu atau beberapa majikan dari satu organisasi harus diberi idzin untuk beristirahat sedikit-dikitnya 2 minggu tiap tahun (pasal 14, ayat 1; dinyatakan berlaku untuk perusahaan-perusahaan tertentu). 30. Buruh yang telah bekerja 6 tahun berturut-turut pada suatu majikan atau beberapa majikan yang tergabung dalam satu organisasi mempunyai hak istirahat 3 bulan lamanya (pasal 14, ayat 2; belum berlaku). 31. Dengan tidak mengurangi yang telah ditetapkan yang sepatutnya untuk menjalankan kewajibannya menurut agamanya (pasal 15, ayat 1; sudah berlaku). 32. Pada tanggal 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja (pasa; 15, ayat

32
33. Tempat kerja dan perumahan buruh yang disediakan oleh majikan harus memenuhi syaratsyarat kesehatan dan kebersihan (pasal 16 ayat 1; belum berlaku) 34. Dalam Peraturan Pemerintah akan diadakan aturan-aturan yang lebih lanjut tentang syaratsyarat kesehatan yang dimaksudkan dalam pasal 16 ayat 1 (pasal 16 ayat 2) 35. Pegawai-pegawai pengawas perburuhan yang ditunjuk oleh Menteri yang diserahi urusan perburuhan berhak untuk memberi perintah-perintah tentang penjagaan kebersihan dan kesehatan dalam tempat kerja dan perumahan buruh yang disediakan oleh majikan (pasal 16 ayat 3; belum berlaku) 36. Majikan berwajib menjaga supaya aturan-aturan dalam Undang-undang ini dan PeraturanPeraturan Pemnerintah yang dikeluarkan berhubung dengan Undang-Undang ini, demikian juga perintah-perintah yang diberikan oleh pegawai-pegawai pengawas perburuhan termaksud dalam pasal 16 ayat 3 diindahkan (pasal 17 ayat 1; sudah berlaku) C. UNDANG-UNDANG KECELAKAAN (1947-1957) Undang-undang ini diundangkan pada tahun 1947 dan dinyatakan berlaku pada tahun 1951. Undang-undang kecelakaan menentukan penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja dari itu nama Undang-Undang Konpensasi Pekerja (^Workmen Compensation Law). Undang-undang kecelakaan perlu ditinjau kembali. apabila dilihat dari sudut besamya konpensasi yang tidak mencukupi, dan sebagai pcnilaian hebat-tidaknya suatu cacat tidaklah cukup faktor-faktor anatomis dan faal saja. mclainkan harus diperhatikan pula faktor-faktor psikologis, sosial dan ekonomis. Di bawah ini dikutipkan pasal-pasal dan Undang-Undang Kecelakaan yang patut diketahui: 1. Diperusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, majikan berwajib membayar ganti kerugjan kepada buruh yang mendapat kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan itu menurut yang ditetapkan dalam Undang-undang ini (pasal 1, ayat 1). 2. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja dipandang sebagai kecelakaan (pasal 1, ayat 2) 3. Jikalau buruh meninggal dunia karena akibat kecelakaan yang demikian itu, maka kewajiban membayar kerugian itu berlaku terhadap keluarga yang ditinggalkannya (pasal 1, ayat 3) 4. Jikalau hak atas perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan itu beralih kepada majikan lain seperti buruh dan keluarga buruh yang ditinggalakantetap mempunyai hak seperti yang ditetrapkan dalam Undang-Undang ini yang harus dipenuhi oleh majikan baru (pasal 1 ayat 4) 5. Yang diwajibkan memberi tunjangan yaitu perusahaan: a. yang menggunakan satu atau beberapa tenaga mesin. b. yang mempergunakan gas-gas yang telah dicairkan, dikempa atau yang jadi cair karena tekanan.

33
c. yang mempergunakan zat-zat baik padat, baik cair, maupun gas yang amat tinggi panasnya atau mudah tcrbakar atau menggigit, mudah meletus, mengandung racun, menimbulkan penyakit atau dengan cara lain berbahaya atau dapat merusak kesehatan; d. yang membangkitkan, mengubah, membagi-bagi, mengalirkan atau mengumpulkan tenaga listrik; e. yang mencari atau mengeluarkan barang galian dari tanah; f. yang menjalankan pengangkutan orang atau barang-barang;

6.

7.

8.

9.

g. yang menjalankan pekerjaan memuat dan membongkar barang-barang; h. yang menjalankan pekerjaan mendirikan, mengubah, membetulkan atau membongkar bangunan-bangunan, baik dalam atau di atas tanah, maupun dalam air, membuat saluransaluran dalam tanah dan jalan-jalan; i. yang mengusahakan hutan; j. yang mengusahakan siaran radio; k. yang mengusahakan pertanian; l. yang mengusahakan perkebunan; m. yang mengusahakan perikanan (pasal 2, ayat 1). Jikalau sesuatu macam perusahaan, belum termasuk dalam pasal 2 ayat 1 ternyata berbahaya bagi buruhnya, maka dengan Undang-Undang macam perusahaan tersebut dapat diwajibkan memberi tunjangan (pasal 2, ayat 2). Yang dimaksudkan dengan kata buruh dalam Undang-Undang ini ialah tiap-tiap orang yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan. dengan mendapat upah, kecuali hal-hal tersebut dalam pasal 6 ayat 3(pasal 6 ayat 1). Dalam Undang-Undang ini dianggap sebagai buruh: a. magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, juga dalam hal mereka tidak menerima upah; b. mereka yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, kecuali jikalau mereka yang memborong itu sendiri menjalankan perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan; c. mereka yang bekerja pada seorang yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan mereka itu dianggap bekerja di perusahaannya majikan yang memborongkan pekerjaan itu, kecuali jikalau perusahaan majikan yang memborong itu sendiri suatu perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dalam mana pekerjaan yang diborong itu dikerjakan; d. orang-orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, akan tetapi mereka tidak berhak mendapat ganti kerugian karena kecelakaan selama mereka itu menjalani hukumannya (pasal 6, ayat 2). Bukan buruh menurut Undang-undang ini ialah: a. pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja Negeri atau dari Badan-badan Pemerintah didirikan atas Undang-Undang Pemerintah, yang dilindungi oleh Peraturan-peraturan Pemerintah, jikalau mereka dapat kecelakaan;

34
b. buruh yang dilindungi oleh UU Kecelakaan yang berlaku di luar daerah Negara Republik Indonesia. c. buruh yang bekerja di rumahnya sendiri, untuk perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dan dalam menjalankan pekerjaan tidak mempergunakan gas-gas yang dicairkan, dikempa atau gas-gas dalam keadaan cair karena tekanan, zat-zat baik yang padat, maupun yang cair atau yang berupa gas yang derajat panasnya tinggi, mudah terbakar, atau memakai barang-barang yang keras, misalnya air keras, mudah meletus,

10.

11. 12.

13.

mengandung racun, menimbulkan penyakit atau karena cara lain berbahaya atau merusak kesehatan (pasal 6 ayat 3) Yang dimaksud dengan akta upah dalam Undang Undang ini ialah: a. tiap-tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan. b. perumahan, makanan, bahan makanan dan pakaian dengan percuma, yang nilainya ditaksir menurut harga umum ditempat itu (pasal 7 ayat 1) Dengan atau berdasarkan atas Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang ini ditetapkan dokter-dokter penasehat pegawai-pegawai pengawas yang daerah jabatannya ditentukan pula (pasal 9) Ganti kerugian yang dimaksudkan dalam pasal 1 ialah: a. biaya pengangkutan buruh yang mendapat kecelakaan ke rumahnya atau ke rumah sakit; b. biaya pengobatan dan perawatan buruh yang dapat kecelakaan, termasuk juga biaya pemberian obat-obat dan alat pembalut sejak kecelakaan terjadi sampai berakhirnya keadaan sementara tidak mampu bekerja; c. biaya untuk mengubur buruh yang meninggal dunia karena kecelakaan, banyak Rp.125,(seratus dua puluh lima rupiah); d. uang tunjangan yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini (pasal 10) Majikan diwajibkan memberi uangtunjangan kepada buruh yang karena kecelakaan: a. sementara tidak mampu bekerja. Uang tunjangan karena ini besarnya sama dengan upah sehari untuk tiap-tiap hari, terhitung mulai pada hari buruh tidak menerima upah lagi, baik penuh, maupun sebagian dan dibayar paling lama 120 hari. Jikalau sesudah lewat 120 hari buruh itu belum mampu bekerja, maka uang tunjangan demikian itu dikurangi menjadi 50% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari dan dibayar selama buruh tidak mampu bekerja; b. selama-lamanya tidak mampu bekerja. Uang tunjangan karena ini ditetapkan sekian persen dari upah sehari untuk tiap-tiap hari menurut daftar yang dilampirkan pada Undang Undang ini, dimulai setelah pembayaran uang tunjangan yang dinaksud dalam a, berakhir dan dibayar selama buruh tidak mampu bekerja sebagian. c. bercacat badan selama-lamanya. yang tidak disebut dalam daftar yang dilampirkan pada Undang-Undang ini. banyaknya persenan dari upah sehari ditetapkan oleh pegawai pengawas dengan persetujuan dokter-dokter penasehat dalam daerah kecelakaan itu terjadi.

35
Jika terjadi perselisihan paham dalam hal menetapkan besarnya persenan itu, maka Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi menentukannya dengan mengingat pertimbangannya Menteri Kesehatan tentang hal ini; d. selama-lamanya tidak mampu bekerja sama sekali dan karena itu sekali-kali tidak dapat lagi mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan mendapat upah yang biasa dikerjakannya sebelum buruh itu dapat kecelakaan. Upah tunjangan karena ini besarnya 50% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari dan jumlah tersebut ditambah menjadi 70%, jikalau kecelakaan itu menyebabkan buruh terus menerus memerlukan pertolongannya orang lain. Tunjangan ini dimulai setelah tunjangan yang dimaksudkan dalam a. dari ayat ini berakhir dan dibayar selama buruh itu tidak mampu bekerja sama sekali (pasal 11, ay at 1). 14. Jikalau buruh meninggal dunia karena kecelakaan, maka keluarga yang ditinggalkannya dapat uang tunjangan sebesar: a. 30% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi janda atau janda-janda yang nafkah hidupnya semua atau sebagian besar dicarikan oleh buruh itu. Begitu pula bagi janda

laki-laki yang tidak mampu bekerja dan nafkah hidupnya semua atau sebagian besar ditanggung oleh buruh tadi. Dalam hal terdapat lebih dari seorang janda, maka uang tunjangan itu dibagi rata dan sama banyaknya antara mereka; b. 15% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi seorang anak yang syah atau disyahkan, yang berumur dibawah 16 tahun dan belum kawin Jikalau anak itu karena meninggalnya buruh menjadi yatim piatu, maka banyaknya tunjangan tadi ditambah menjadi 20% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari; c. paling banyak 30% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi bapak dan ibu atau jikalau buruh itu tidak punya bapak dan ibu lagi, kepada kakek dan nenek yang nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagian besar dicarikan oleh buruh itu; d. paling banyak 20% dari upah sehari untuk cucu yang tidak berorang tua lagi dan nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagian besar dicarikan oleh buruh itu; e. paling banyak 30% dari upah sehari untuk mertua laki-laki dan mertua perempuan yang nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagian besar dicarikan oleh buruh itu (pasal 12, ay at 1). 15. Majikan tidak diwajibkan memberi tunjangan kepada buruh atau seorang keluarganya yang ditinggalkannya dalam hal-hal seperti benkut: a. jikalau kecelakaan yang menimpa buruh itu terjadinya disengaja olehnya; b. jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan itu dengan tidak ada alasan yang syah menolak dirinya diperiksa atau diobati oleh dokter yang berhak yang ditentukan oleh majikan; c. jikalau buruh sebelumnya sembuh, menolak pertolongan tersebut di huruf b. dengan tidak alasan yang syah;

36
D. jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan pergi ke tempat lain sehingga dokter yang berhak yang ditetapkan oleh majikan tidak dapat memberi pertolongan yang dianggap perlu, untuk mengembalikan kesehatannya buruh itu (pasal 15 ayat 1) 16. Sebagai alasan yang syah yang dimaksudkan dalam pasal 15 ayat 1b dan 1c ialah antara lain takut akan pembedahan yang menurut dokter penasehat termasuk pembedahan yang berbahaya (pasal 15 ayat 2) 17. Majikan atau pengurus jika pengurus ditetapkan diwajibkan melaporkan kepada pegawai pengawas atau instansi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja-Transkop tiap-tiap kecelakaan yang menimpa seseorang buruh dalam perusahaannya selekas-lekasnya, tidak lebih dari 2 kali 24 jam (Pasal 19 ayat 1) 18. Disamping kewajiban yang ditentukan dalam pasal 19 ayat 1 tersebut diatas, majikan atau pengurus jika pengurus ditetapkan diwajibkan memberitahukan kecelakaan itu dengan surat tercatat kepada pegawai pengawas dalam waktu 2 kali 24 jam (pasal 19 ayat 2) 19. Buruh yang ditimpa kecelakaan, keluarganya, kawan-kawan sekerjanya, atau serikat sekerjanya boleh memberitahukan kecelakaan yang menimpa buruh itu kepada pegawai pengawas (pasal 19, ayat 3 20. Majikan atau pengurus perusahaan diwajibkan mengadakan daftar kecelakaan di perusahaan atau dibagian yang berdiri sendiri.. Daftar ini harus dibuat menurut bentuk yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transkop (pasal 20, ayat 1). 21. Dengan suatu Peraturan Pemerintah, perusahaan-perusahaan yang diwajibkan membayar ganti kerugian berdasarkan Undang-undang ini, diwajibkan dengan Peraturan-Pemerintah itu untuk membayar iuran guna mendirikan suatu fonds. Dalam hal-hal yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah itu, ganti kerugian akan dibayar dari fonds tersebut (pasal 36, ayat 1). 22. Daftar lampiran seperti yang dimaksudkan dalam pasal 11, ayat 1 b: Selama-lamanya tak mampu bekerja sebagian, karena kehilangan: Tunjangan berapa % dari

lengan kanan dari sendi bahu kebawah lengan kiri dari sendi bahu kebawah lengan kanan dari atau dari atas siku kebawah lengan kiri dari atau dari atas siku kebawah tangan kanan dari atau dari atas pergelangan kebawah tangan kiri dari atau dari atas pergelangan kebawah kedua belah kaki dari pangkal paha kebawah sebelah kaki dari pangkal paha kebawah dua belah kaki dari mata kak, kebawah sebelah kaki dari mata kaki kebawah kedua belah mata sebelah mata pendengaran pada kedua belah telinga pendengaran pada sebelah telinga

upah 40 5 35 30 30 28 70 35 50 25 70 30 40 10

37
Selama-lamanya tak mampu bekerja sebagian, karena kehilangan: ibu jari tangan kanan ibu jari tangan kiri telunjuk tangan kanan salah satu jari lain dari tangan kanan salah satu jari lain dari tangan kiri telunjuk tangan kiri salah satu ibu jari kaki salah satu jari kaki lain Tunjangan berapa % dari upah 15 12 9 4 3 7 3 2

Keterangan. 1. Buat orang kidal, kalau kehilangan salah satu lengan tangan atau jari, maka keterangan kanan dan kiri yang tersebut dalam daftar diatas ini dipertukarkan letaknya 2. Dalam hal kehilangan beberapa anggota badan yang tersebut diatas ini, maka besarnya tunjangan ditetapkan dengan menjumlahkan banyak persen dari tiap-tiap anggota badan itu. Jumlah tunjangan yang didapat tidak boleh lebih dari 70% dari upah sehari. 3. Anggota badan yang tidak dapat dipakai sama sekali karena lumpuh, dianggap sebagai hilang. D. UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA Undang-undang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970 dan mengganti Veilligheids Reglement tahun 1910 (stbl. No.406). Undang-undang tersebut memuat ketentuanketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, tehnik dan tehnologi dalam rangka pembinaan norma-norma keselamatan kerja sesuai dengan Undang-undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja yang diatur oleh Undang-undang tersebut ialah Keselamatan Kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat Keselamatan Kerja seluruh

aspek pekerjaan yang berbahaya berikut jenis-jenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan. Syarat-syarat tersebut ditetapkan untuk: 1. mencegah dan mengurangi kecelakaan; 2. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; 3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; 4. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadiankejadian lain yang berbahaya; 5. memberi pertolongan pada kecelakaan; 6. memberi alat-alat perlindungan kepada para pekerja, 7. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; 8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik, maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan; 9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; 10. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

38
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman dan barang. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, penyimpanan barang. mencegah terkena aliran listrik. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi (pasal 3)

Juga ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Selain itu ditetapkan pula bahwa syarat-syarat tersebut yang menurut prinsip-prinsip tehnis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang menyangkut bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan perlengkapan, alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberi tanda pengenal, atas bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum (pasal 4). Pelaksanaan umum terhadap Undang-Undang Keselamatan Kerja dilakukan oleh Direktur, yaitu pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transkop, sedangkan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang tersebut dijalankan oleh pegawai pengawas dan akhli keselamatan kerja. Wewenang dan kewajiban masing-masing ditetapkan dengan peraturan perundangan (pasal 5) Kewajiban-kewajiban dari pengurus, ialah orang-orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau kegiatannya yang berdiri sendiri, adalah: 1. Pemeriksaan Kesehatan. a. Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya b. Pengurus diwajibkan memeriksakan tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala kepada dokter. c. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan perundangan (pasal 8) 2. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:

a. b. c. d.

Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya. Semua pengamanan dan alat-alat pelindung yang diharuskan dalam tempat kerja. Alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan Cara-cara dan sikap-sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan

39
3. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kcrja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kcrja tersebut telah memahami syarat-syarat keselamatan kerja. 4. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan partama pada kecelakaan. 5. Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya (pasal 9). 6. Kewajiban melaporkan kecelakaan. a. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transkop. b. Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai dimaksud diatur dengan peraturan perundangan (pasal 11). 7. Pengurus diwajibkan: a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang Keselamatan Kerja dan semua peralatan pelaksanaannya yang berlaku di tempat kerja yang bersangkutan pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pelaksana atau akhli keselamatan kerja. b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pengawas dan akhli keselamatan kerja. c. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan (pasal 14). d. Pengusaha, yaitu orang atau badan hukum, diwajibkan mengusahakan dalam suatu tahun sejak diadakan Undang-undang Keselamatan Kerja dipenuhinya ketentuan-ketentuan menurut Undang-undang dimaksud (pasal 16). Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang Keselamatan Kerja dan peraturan pelaksanaannya diancam hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (pasal 15). Kewajiban dan hak tenaga kerja adalah: 1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau akhli keselamatan kerja. 2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan. 3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 4. Meminta kepada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan (pasal 12).

40
Demikian pula diatur oleh Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja yaitu wewenang dari Menteri Tenaga Kerja dan Transkop untuk membentuknya guna memperkembangkan kerjasama , saling pengertian dan partisipasi efektif dari Pengusaha atau Pengurus dan Tenaga Kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. Pasal 13 dari UU Keselamatan Kerja menetapkan, bahwa barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan. E. KONVENSI I.L.O. NO.120 MENGENAI HIGENE DALAM PERNIAGAAN DAN KANTOR-KANTOR Konvensi ILO No. 120 berlaku bagi: 1. Badan-badan Perniagaan. 2. Badan-badan, Lembaga-lembaga dan Kantor-kantor pemberi jasa dimana pekerja-pekerjanya terutama melakukan pekerjaan kantor. 3. Setiap bagian dan Badan, Lembaga atau Kantor pemberi jasa dimana pekerjanya terutama melakukan pekerjaan dagang atau kantor, sejauh mereka tidak tunduk pada Undang-undang atau Peraturan-peraturan, atau Ketentuan-ketentuan lain yang bersifat Nasional tentang hygene dalam industri, pertambangan, pengangkutan atau pertanian (pasal 1). Azas-azas umum dari Konvensi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Semua bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja dan perlengkapannya harus selalu dipelihara baik dan dijaga kebersihannya (pasal 7) 2. Semua bangunan-bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja harus mempunyai ventilasi yang cukup dan sesuai, bersifat alami atau buatan atau kedua-duanya yang memberi udara segar atau yang dibersihkan (pasal 8) 3. Semua bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja harus mempunyai penerangan yang cukup dan sesuai, tempat-tempat kerja sedapat mungkin harus mendapat penerangan alam (pasal 9) 4. Suhu yang nyaman dan tetap sekedar keadaan memungkinkannya harus dipertahankan dalam bangunan yang dipergunakan oleh pekerja-pekerja (pasal 10) 5. Semua tempat kerja harus disusun serta semua tempat duduk harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan si pekerja (pasal 11) 6. Persediaan yang cukup dari air minum yang sehat atau minuman lain yang sehat harus ada bagi keperluan pekerja-pekerja (pasal 12) 7. Perlengkapan untuk mencuci dan saniter yang cukup dan sesuai harus disediakan dan dipelihara baik (pasal 13).

41
8. Tempat-tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja; dan pekerja-pekerja harus diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya (pasal 14). 9. Fasilitas yang sesuai untuk mengganti, menyimpan dan menggunakan pakaian yang tidak dipakai pada waktu bekerja harus disediakan dan dipelihara dengan baik (pasal 15). 10. Bangunan dibawah tanah atau tidak berjendela dimana biasanya dijalankan pekerjaan harus memenuhi standard (norma-norma) higene yang baik (pasal 16). 11. Para pekerja harus dilindungi dengan tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan terhadap bahan, proses dan tehnik yang berbahaya, tidak sehat atau beracun atau untuk suatu alasan

penguasa yang berwenang harus memerintah penggunaan "alat perlindungan diri" (pasal 17). 12. Kegaduhan dan getaran-getaran yang mungkin mempunyai pengaruh-pengaruh yang berbahaya kepada para pekerja harus dikurangi sebanyak mungkin dengan tindakan-tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan (pasal 18). 13. Setiap Badan, Lembaga atau Kantor Jasa, atau bagiannya yang tunduk pada Konvensi No. 120 dengan memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya harus: a. memelihara persediaan obat atau pos PPP & K sendiri, atau b. memelihara persediaan obat-obat atau pos PPP & K bersama-sama dengan badan, lembaga atau kantor pemberi jasa atau bagiannya; c. mempunyai satu atau lebih lemari, kotak atau perlengkapan PPP&K. F. PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA Selain Undang-Undang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Kecelakaan terdapat pula Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemerintah lainnya yang sedikit banyak bertalian dengan Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Disini diuraikan seperlunya tentang perundangundangan lainnya itu. Artikel 10 dari " Mijn Politie Reglement stbl. 1930" memuat antara lain peraturan hygiene dalam pertambangan. "Veiligheids ordonantie 1910" didasarkan atas besarnya kekuatan tenaga penggerak yang terdapat dalam satu perusahaan. Dari ordonantie ini dibentuk peraturan-peraturan khusus untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Sekarang ada 5 peraturan khusus antara lain peraturan khusus AA yang mengatur pertolongan pertama pada kecelakaan (PPP & K). Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat-Syarat Kebersihan dan Kesehatan Tempat Kerja (1964) merupakan penetapan terperinci mengenai syarat-syarat tempat kerja, yang secara garis besarnya telah diatur dalam Undang-Undang Keelamatan Kerja pasal 16 ayat 1. Peraturan ini memuat peraturan umum, tempat kerja kebersihan, ventilasi umum dan suhu, pengontrolan kontaminasi udara ventilasi keluar setempat, alat-alat pelindung perseorangan, penerangan, sanitasi, tempat cuci dan ruangan ganti pakaian, ruangan istirahat, ruangan makan, kantin, tempat duduk, getaran dan suara, mencegah penyakit menular dan PPPK, Norma-Norma yang dikandung dalam Peraturan ini diuraikan pada Bab-Bab yang bersangkutan.

42
Undang-Undang Higene bagi Usaha-usaha Umum memuat peraturan-peraturan terutama yang menyangkut aspek-aspek gangguan hygene dan sanitasi dari suatu perusahaan ke masyarakat. Pelaksanaan Undang-Undang ini ada dalam wewenang Departemen Kesehatan. Undang-Undang Gangguan (1927) sangat penting artinya sebagai usaha preventif terhadap gangguan-gangguan higene dan kesehatan kepada masyarakat yang disebabkan oleh perusahaan. Pasal 1 ayat 1 UU ini berbunyi sebagai berikut: Tanpa izin dilarang mendirikan tempat-tempat bekerja yang berikut: 1. yang didalamnya akan diadakan alat yang dijalankan dengan pesawat uap air atau gas demikian juga yang dijalankan dengan motor listrik dan lain-lain tempat bekerja yang padanya dipergunakan uap air, gas atau uap air yang besar (tinggi) tekanannya; 2. yang disediakan untuk membuat, mengerjakan dan menyimpan mesiu dan bahan-bahan lain yang mudah meletus, dalam itu termasuk juga pabrik-pabrik dan tempat-tempat menyimpan kembang api (petasan atau mercon); 3. yang disediakan guna membikin bahan-bahan kimia, dalamnya, termasuk juga pabrik-pabrik geretan; 4. yang disediakan untuk memperoleh, mengolah dan menyimpan benda-benda hasil pengolahan yang mudah habis (menguap); 5. yang disediakan untuk mengukus tanpa memakai air: bahan-bahan yang berasal dari tanam-

6. 7. 8.

9. 10. 11. 12.

tanaman atau binatang-binatang dan untuk mengolah hasil yang diperoleh dari perbuatan itu, dalamnya juga termasuk pabrik-pabrik gas; yang disediakan untuk membikin lemak dan damar; yang disediakan untuk menyimpan dan mengolah ampas (bungkil atau sampan); guna tempat-tempat membikin mout (kecambah-kecambah dari pelbagai jenis jelai dan kacang), tempat-tempat membuat bir, pembakaran, pengukusan, pabnk spritus, pabrik cuka, dan penyaringan, pabrik tepung dan pembikinan roti, demikian pula pabrik strup dan buahbuahan; guna pemotongan hewan, perkulitan, tempat mengolah isi perut hewan, penjemuran pengasapan (penyalaian) dan pengasinan benda-benda yang berasal dan binatang, demikian pula penyamakan kulit guna pabrik-pabrik poselen dan tembikar (keramik), pembakaran-pembakaran batu, genting, jubin, tegel, tempat membikin barang-barang kaca, pembakaran kapur karang dan kapur batu dan tempat menghancurkan kapur; untuk peleburan logam, penuangan, pertukangan besi, pemukulan logam, tempat mencanai logam, pertukangan tembaga dan kaleng dan pembikinan kawah; untuk penggilingan batu, kincir penggergajian kayu dan penggilingan (kilang) minyak; untuk galangan kapal, pemahatan batu dan penggerjian kayu, pembuatan penggilingan, dan pembikinan kereta, pembuatan tahang dan kedai tukang kayu;

43
14. 15. 16. 17. 18. untuk penyewaan kereta dan pemerahan susu; untuk tempat latihan menembak; untuk bangsal tempat menggantungkan daun-daun tembakau; untuk pabrik ubi kayu (singkong, tapioka); untuk pabrik guna mengerjakan rubber, karet, getah perca atau benda-bcnda yang mengandung karet; 19. untuk bangsal kapuk, pembatikan: 20. untuk warung-warung dalam bangunan yang tetap, demikian pula segala pendirian-pendirian yang lain, yang dapat mengakibatkan bahaya, kerugian atau gangguan. Adapun yang menjadi sebab ditolaknya pemberian izin mendirikan perusahaan menurut UndangUndang Gangguan adalah sebagai berikut: a. bahaya; b. kerusakan pada milik mutlak, perusahaan atau kesehatan; dan c. gangguan yang sangat, misalnya berhamburannya kotoran atau bau-bau yang cengis. Peraturan perundangan tentang organisasi higene perusahaan dan kesehatan kerja pada tingkat perusahaan dan pengawasannya sedang dalam persiapan. Peraturan demikian akan menetapkan fasilitas tenaga higene perusahaan dan kesehatan kerja dan lain-lain yang minimum diwajibkan bagi perusahaan-perusahaan menurut jumlah tenaga kerjanya. Selama peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-undang Keselamatan Kerja belum ditetapkan, maka Undang-Undang dan Peraturan-peraturan yang sejak dahulu berlaku dan ada kaitannya dengan Veiligheids Reglement masih dinyatakan berlaku. Dibawah ini adalah daftar dan seluruh Undang-undang dan Peraturan yang bertalian dengan Undang-undang Keselamatan Kerja:

44

UU DAN PERATURAN-PERATURAN YANG PELAKSANAANNYA HANYA SEBAGIAN DISERAHKAN KEPADA PENGAWAS KESELAMATAN KERJA
No Urut 1 2 Lembaran Negara Tahun Nomor 1930 225 1930 339 Uraian UU Uap Tahun1930 Peraturan Uap Tahun 1930 Peraturan Th l969 Peraturan Menteri Teoaga Kerja Th 1970 Peraturan Menteri Teoaga Kerja Th 1970 Keterangan Berisi tentang ketentuanketentuan pesawat uap Berisi peraturan pelaksanaan UU Uap 1930 N0.225 terutama syarat-syarat pemakaian psawat uap. Berisi tentang penyeleng-garaan Kursus/Latihan Kader-kader Keselamatan Kerja Berisi tentang pembentukan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja. Berisi tentang pemberitahuan panitia persiapan bagi penyelenggaraan pembentukan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Berisi ketentuan-ketentuan bahan timah putih kering Berisi ketentuan-ketentuan bagi pernasangan dan ekspoloitasi Transport Rel di Perusahaan Berisi pcngaturan tentang syaratsyarat sehubungan dengan pasal 4 dan 18 dari UU Transport Ril Tahun 1938 No.595. Berisi syarat tentang pelarangan pengghunaan phospor putih bagi perusahaan korek api. Berisi syarat-syarat tentang pelarangan bagi perusahaan yang membuat, mengimport, mempunyai, mengangkut dan memperdagangkan korek api yang mengandung bahan phosphor putih Berisi ketentuan-ketentuan tentang import, pembuatan. mempunyai. menyalakan, serta memper dagangkan petasan di Indonesia. Berisi syarat-syarat bagi perusahaan petasan sehubungan dengan penetapan tentang petasan di Indone na (Stbl. Nomer 143 Tahun 1932) Berisi ketentuan ketentuan khusus sehubungan dengan usaha pengamanan tercantum pada Pasal 2 UU Keselamatan Kerja Masih berlaku da lam periode transisi dan sedang digarap transformasinya menjadi peraturan pelak sanaan UU No. I Tahun 1970 Catatan

3 4 5

1969 1970 1970

65 2 3

6 7 8

1931 1938 1939

509 595 39

UU Timah Putih Kering UU Transport Rel Peraturan bagi pelkasanaan UU Transport Rel Pelanggaran terhadap penggunaan phospor putih (persetujuan di Bern) Penetapan pelanggaran bagi pembuatan, import, mempunyai, mengangkut dan menjual korek api yang mengandung phosphor putih Penetapan tentang petasan di Indonesia

1912

275

10

1916

755

11

1932

143

12

1933

10

Syarat-syarat bagi pengaturan UU Petasan.

13

1910

8600

Ketetapan tambahan bagi UU Keselamatan Kerja

45
No Urut 14 Lembaran Negara Tahun Nomor Uraian Peraturan Khusus sbg Pelengkap UU Keselamatan Kerja Tahun 1910 antara lain; Peraturan Khusus AA" Ketetap an l/Bb/3/Ptgl 1 Okt 1966 Peraturan khuaus K-D.P.P. No. 1-10-1966 Peraturan khutus "B" (BB) (Kete-tapan C.V. No. S.67/1/9 tfl. 12-12-1968) Keterangan Berisi syarat-syarat khusus yg di tetapkan oleh Kepala Inspeksi Keselamatan Kerja berdasarkan pasal 3 UU Keselamatan Kerja Berisi syarat-syarat khusus bagi pasal 2 sub 18 UU Keselamatan Kerja tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Berisi syarat-syarat khusus bagi instalasi listrik di perusahaanperusahaan, dimana didalam Peraturan khusus ini ditetapkan Norma-norma Peraturan Umum Instalasi Listrik (P.U.I.L.) atau AVE (no-2004). Norma-norma ini dikeluarkan tahun 1937 oleh Dewan Normalisasi di Indonesia. Didalam P.U.I.L. dicantumkan pula, bahwa pada pemasangan baru atau perluasan hantaran-hantaran luar berlaku Peraturan peraturan Pemasangan Hantaran Luar" VA.B. (Voorschrifter voor den Aanleg van Buittenleidingen) Berisi syarat-syarat khusus bagi Pabrik gula pasir Berisi syarat-syarat khusus bagi bejana angin, digunakan untuk menjalankan motor Berisi syarat-syarat khusus bagi perusahaan yang membuat atau mengolah bahan-bahan yang mudah menyala Berisi syarat-syarat khusus bagi perusahaan yang membuat dan memompa gas-gas Berisi syarat-syarat khusus bagi per usahaan yang menyelenggarakan bioskop Berisi syarat-syarat khusus bagi perusahaan yang mengolah atau menggunakan timah putih kering Berisi syarat-syarat khusus bagi perusahaan yang mempunyai instalasi atau las dengan gas karbid Berisi syarat-syarat khusus bagi perusahaan yang membuat, menggunakan atau mengolah bahan yang dapat meledak Berisi syarat-syarat khusus bagi perusahaan yang menggunakan tangki apung Catatan

15

16

17 18 19

Peraturan khususC (Ketentuan Direktur BOW. No.11966/stw tgl. 19-8-1910). Peraturan Khusus "D" (DD.) (Ketetapan C.V. No. S. 60/1/8 tgl. 25-3-1931) Peraturan khusus "EE" (Ketetapan KDPKK No.4/Bb.3/P. tgl. 19-12-1960). Peraturan khusus F (FF) (Ketetapan C.V. No. S.60/4/23 tgl. 9-11-1931) Peraturan khusus "G" (GG) (Ketetapan C.V. No. S. 60/1/8 tgl. 7-2-1931) Peraturan khusus HH (Ketetapan KDPKK No. 3/Bb3/P/62 tgl 10-12-1962). Peraturan khusus "II" (Ketetapan KDPKK. No. 7/Bb3/P tgl 10-12-1961) Peraturan khusus "K" (KK.) (Ke-tetapan CV. No. S. 65/2/9 tgl 23-pa-1933) Peraturan khusus L (LL) Ketetapan C.V. No. S. 68/1/1. tgl. 6 -8-1936

20 21 22

23

24

25

46
No Urut 26 27 Lembaran Negara Tahun Nomor Uraian Peraturan khusus N Rencana Peraturan khusus O Ketetapan tentang pemasangan dan pemakaian jaringan saluran listrik di Indonesia Penetapan tentang biaya pemeriksaan Keselamatan Kerja di perusahaan. Peraturan biaya pemeriksaan Keselamatan Kerja di perusahaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Tahun 1970 Ketetapan tentang jalan Kereta Api dan perusahaan Kereta Api Ketetapan tentang jalan Kereta Api dan perusahaan Kereta Api Ketetapan Umuim tentang jalanan Kereta Api dan Trem (ABST) Tahun 1927 Ketetapan Umum tentang jalanan Kereta Api dan Trem (ABST) Tahun 1927 Peraturan jalanan Kereta Api dan Peraturan jalanan Trem Kota Peraturan jalanan Kereta Api dan Peraturan jalanan Trem Kota Ketetapan jalanan Trem Peraturan Jalanan Kereta Trem CATATAN Keterangan Berisi syarat-syarat khusus bagi perusahaan yang membuat gelas Berisi syarat-syarat khusus bagi pesawat uap (yang tidak masuk ruang lingkup UU Uap) guna menambal ban. Berisi ketentuan tentang syaratsyarat pemasangan jaringan dan instalasi listrik di daerah luar Jawa dan Madura Berisi ketentuan tentang biaya pemeriksaan Keselamatan Kerja di perusahaan Berisi pengaturan tentang Penetapan jumlah biaya pemeriksaan Keselamatan Kerja di perusahaan Peraturan pemungutan biaya pemeriksaan dan pengawasan Keselamatan Kerja di perusahaan Berisi ketentuan-ketentuan khusus tentang pEmbuatan jalanan Kereta Api Berisi ketentuan-ketentuan khusus tentang pembuatan jalanan Kereta Api Berisi Ketentuan Umum tentang Kereta Api dan Trem Berisi Ketentuan Umum tentang Kereta Api dan Trem Berisi peraturan tentang syaratsyarat jalanan Kereta Api dan Trem Kota Berisi peraturan tentang syaratsyarat jalanan Kereta Api dan Trem Kota Berisi ketentuan-ketentuan tentang jalanan Trem Berisi pengaturan-pengaturan tentang Jalanan Kereta Trem Pengawasan Keselamatan Kerja yang berhubungan dengan Peraturan-Peraturan Jalanan Kereta Api dan Trem hanya terbatas pada hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Tenaga Kerja Catatan Idem Idem

28

1890

190

Idem

29

1940

424

30

1940

425

31 32 33 34

1971 1927 1928 1927

4 259 jo 415 258 jo

Berlaku mulai 1 Jan 1971

35

1928

415

36 37 38 39 40

1928 1928 1927 1928 -

300 jo 415 261 202

47
No Urut 41 Lembaran Negara Tahun Nomor 1907 501 Uraian Ketetapan tentang pengangkutan obat, senjata, petasan, peluru dan bahanbahan yang dapat meledak bagi kepentingan Angkatan Bersenjata dengan Angkutan Kereta Api. Undang-undang Gangguan. Keterangan Berisi tentang pengaturan syarat-syarat pengangkutannya dalam jumlah besar dengan angkutan Kereta Api Catatan

42

1926

226

43

1927

199

44 45

1927

200 144

Undang-undang Penimbunan dan Penyimpanan minyak tanah dan bahan-bahan yang dapat mudah menyala Peraturan Penimbunan yang memiliki minyak tanah dan bahan-bahan cair Peraturan Pengamgkutan Minyak Tanah Undang-undang Barang

Berisi ketentuan-ketentuan tentang mendirikan perusahaan yang membahayakan, kerugian perusahaan dan gangguan. Berisi ketentuan-ketentuan tentang penimbunan dan penyimpanan Berisi tentang pengaturan A. persyaratan penimbunan dan penyimpanan Berisi pengaturan pelaksanaan syarat-syarat Undang-undang Pengangkutan minyak tanah (Stbl. th. 1927 No. 214) Berisi tentang peraturan tentang Barang-barang (terbatas pada pasal 5 ayat 5). Untuk pelaksanaan persyaratannya belum ada Peraturan

46

1961

Você também pode gostar