Você está na página 1de 13

I. PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang
Perkembangan perusahaanperusahaan go public dan non go public di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Perkembangan ini mengakibatkan permintaan akan audit laporan keuangan yang semakin meningkat. Bagi perusahaan go public kewajiban penyampaian laporan keuangan auditan telah diatur oleh BAPEPAMLK melalui peraturan nomor Kep36/Kep/PM/2003 dan peraturan BEI nomor Kep307/BEJ/07-2004 yang mengatur secara ketat waktu penyerahan laporan keuangan ke pasar modal, yaitu laporan keuangan tahunan diserahkan paling lambat akhir bulan ketiga tahun berikutnya, sedangkan laporan keuangan semesteran diserahkan paling lambat akhir bulan kedua setelah tanggal laporan keuangan tengah tahunan.

Bagi perusahaan non go public audit atas laporan keuangan juga diharuskan oleh beberapa peraturan, diantaranya Peraturan Bank Indonesia No. 8/20/PBI/2006 pasal 4(2.1) tentang transparansi kondisi keuangan BPR yang berbunyi: Bagi BPR yang mempunyai total aset Rp 10.000.000.000.00 (Sepuluh miliar rupiah) atau lebih, Laporan Keuangan yang disampaikan dalam Laporan tahunan wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Selain itu, UU Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 pasal 68 ayat 1.e, juga mewajibkan laporan keuangan perseroan untuk diaudit oleh akuntan publik jika perseroan mempunyai aset dan atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah). Aturan serupa juga diterapkan oleh Bank Indonesia lewat Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005. Peraturan internal setiap bank juga mengharuskan setiap debitur yang memiliki pinjaman minimal sebesar 5 milyar, maka debitur wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik kepada bank

tersebut. Hasil audit atas laporan keuangan perusahaan tersebut mempunyai konsekuensi dan tanggung jawab yang besar bagi auditor. Adanya tanggung jawab yang besar ini memacu auditor untuk bekerja secara profesional. Salah satu bentuk profesionalisme auditor adalah menjalankan pekerjaan auditnya sesuai dengan Standar Auditing. Bentuk profesionalisme lainnya tercermin dalam penentuan fee audit atas pekerjaan audit yang dilaksanakannya. Di Indonesia besarnya fee audit masih menjadi perbincangan yang cukup panjang, mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktorfaktor yang mempengaruhi besar kecilnya fee audit yaitu besar kecilnya klien, lokasi kantor akuntan publik dan ukuran kantor akuntan publik. Selain faktor tersebut, dalam menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik harus mempertimbangkan halhal sebagai berikut : Kebutuhan klien, tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties), independensi, tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik. Selain itu, dalam menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik juga harus memperhatikan tahapantahapan pekerjaan audit dan tahap pelaporan.

Besarnya fee audit yang ditetapkan oleh kantor akuntan publik merupakan salah satu obyek dua yang menarik untuk diteliti. penelitian Selama dekade terakhir

tersebut dipandang masih cukup 1Negara objek penelitian: penelitian terdahulu mengambil objek penelitian di Bahrain sedangkan penelitian ini dilakukan di Indonesia tepatnya di kota Malang-Jawa Timur. 2Tahun penelitian: penelitian terdahulu didasarkan pada data laporan keuangan perusahaan publik yang listing di Bahrain 1997, sedangkan penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan privat yang diaudit oleh KAP di Malang untuk tahun audit 2009.

mengenai pasar jasa audit telah tumbuh secara signifikan (Ahmed dan Goyal, 2005). Namun, penelitian mengenai fee audit di negara-negara berkembang masih jarang dilakukan (Joshi dan Al-Bastaki, 2000). Di Indonesia sendiri penelitian mengenai fee audit sampai saat ini sedikit sekali. Beberapa penelitian mengenai fee audit di Indonesia mungkin dilakukan tetapi tidak terpublikasikan di jurnal ilmiah. Sejauh yang peneliti ketahui, sampai saat ini sedikit sekali penelitian mengenai fee audit di Indonesia yang terpublikasikan baik di jurnal ilmiah maupun media publikasi lainnya. Hal ini bisa jadi karena fee audit yang ditetapkan oleh kantor akuntan publik di Indonesia masih belum terpublikasi seperti di Eropa, Amerika, Australia dan negara-negara maju lainnya. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut di atas, dimana fee audit telah terpublikasi sehingga penelitian mengenai fee audit sering dilakukan dan dipublikasikan 2008). dalam jurnal ilmiah atau media publikasi lainnya (Al-Shammari et al.,

3Variabel dan proksi: penelitian


terdahulu menggunakan variabel independen client size, client risk, complexity, profitability dan audit timing. Sedangkan proksi yang digunakan atas variabel independen tersebut berturut-turut adalah total aset, utang jangka panjang dibagi total aset, operasi perusahaan di luar negeri, ROA dan peak audit time, sedangkan dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan ukuran perusahaan adalah (client size), risiko perusahaan (client risk), kompleksitas (complexity), profitabilitas (profitability) dan reputasi auditor (auditor reputation), sedangkan proksi yang digunakan atas variabel independen tersebut berturutturut adalah total aset, total utang dibagi total aset, pajak tangguhan, ROA dan growth KAP.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Joshi dan Al-Bastaki (2000) yang berjudul Determinant of audit fees: Evidence from the Companies Listed in Bahrain. Penelitian tersebut kami kembangkan karena penelitian tersebut menghasilkan 2 R 60.2% yang mana angka adjusted

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rendah, dapat disusun rumusan masalah yang mendasari penelitian ini, yaitu: apakah sedangkan variabel-variabel independen yang terdiri dari : ukuran perusahaan (client size), perbedaan risiko perusahaan (client risk), kompleksitas (complexity), profitabilitas penelitian ini (profitability) dan reputasi auditor (auditor reputation) merupakan faktor penentu dengan besarnya biaya audit ( audit fee )? penelitian sebelumnya adalah :

1.3. Tujuan penelitian Berdasarkan uraian pada pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk menguji apakah variabelvariabel ukuran perusahaan (client size), risiko perusahaan (client risk), kompleksitas (complexity), profitabilitas (profitability) dan reputasi auditor (auditor reputation) menjadi penentu besarnya fee audit? 1.4. Kontribusi penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan suatu acuan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi penentuan fee audit oleh kantor akuntan publik. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berarti baik bagi akademisi maupun praktisi.

1.4.1. Kontribusi Teori Hasil penelitian ini mampu menjelaskan dan memprediksi faktorfaktor yang menjadi penentu fee audit. Faktor-faktor tersebut adalah ukuran perusahaan, kompleksitas, profitabilitas dan reputasi auditor. Selain itu Penelitian ini juga dapat memotivasi peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan fee audit oleh kantor akuntan publik. Mengingat masih belum banyak penelitian mengenai hal tersebut khususnya di Indonesia, jadi masih banyak kesempatan bagi peneliti lain untuk lebih memperdalam penelitian ini dengan obyek penelitian yang lebih luas (KAP se Jatim atau se Indonesia). 1.4.2. Kontribusi Praktis a. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi bagi manajemen perusahaaan dalam memahami faktor-faktor penentu fee audit, sehingga manajemen dapat melakukan pembayaran fee audit secara rasional agar tidak merugikan auditor. b. Hasil Penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh auditor ketika menerima penugasan audit, sehingga auditor dapat menetapkan fee audit secara profesional agar pelaksanaan audit bisa berlangsung sesuai dengan tahapantahapan dalam proses audit yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. 1.4.3. Regulator Hasil penelitian ini memberikan informasi kepada Institut Akuntan Publik Indonesia sebagai pihak yang berwenang menyusun standar profesiaonal akuntan publik untuk mempertimbangkan faktor dominan yang berpengaruh terhadap fee audit dalam membuat regulasi (kebijakan) tentang fee audit. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai determinan fee audit telah banyak dilakukan khususnya di Negara-negara maju seperti Amerika, Eropa dan Australia. Simunic (1980) mencoba memformulasikan faktor-faktor yang mempengaruhi fee audit dan menghasilkan suatu model yang menyatakan bahwa fee audit ditentukan oleh besar-kecilnya perusahaan yang diaudit (client size), risiko audit (atas dasar current ratio, quick ratio, D/E, litigation risk) dan kompleksitas audit (subsidiaries, foriegn listed). Hasil penelitian lainnya adalah kenyataan bahwa client size adalah faktor penentu yang paling penting dalam menentukan fee audit. Model inilah kemudian yang dijadikan acuan untuk melihat fenomena di seputar penawaran jasa audit.

Wei Zhang dan Myrteza (1993), melakukan penelitian mengenai determinan fee audit di Australia. Sebanyak 243 sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Australia digunakan dalam penelian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji variabel yang digunakan oleh Simunic (1980), yaitu faktor ukuran perusahaan, kompleksitas audit, waktu audit, kualitas audit dan risiko audit dapat mempengaruhi besarnya fee audit. Dalam penelitian ini terbukti bahwa variabel independen yang ada dalam model yang dikembangkan oleh Simunic (1980), mampu menjelaskan 76,31% perubahan yang terjadi pada variable dependennya. Tetapi secara individu ukuran perusahaan adalah faktor yang paling menentukan besarnya fee audit. Hal ini konsisten dengan penelitian Taylor dan Baker (1981), Francis (1984), Simon et al. (1986) dan Simon et al. (1992). Karim dan Moizer (1996), melakukan penelitian serupa dengan Wei Zhang dan Myrteza (1993) dengan menggunakan Bangladesh sebagai negara obyek penelitian. Ia membagi perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan keuangan dan nonkeuangan. Hasil regresi menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang paling besar dalam menentukan biaya audit. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Wei Zhang dan Myrteza (1993). Fakta lain menunjukkan bahwa fee audit ditentukan lebih besar untuk perusahaan keuangan dibandingkan dengan perusahaan non-keuangan. Hal yang sama terjadi untuk perusahaan multinasional yang juga dikenakan fee audit yang lebih tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Langendijk (1998) di Belanda menunjukkan bahwa determinan fee audit di Belanda memiliki kesamaan dengan negara-negara lain yang diteliti sebelumnya. Namun, hasil lain dari penelitian tersebut adalah tidak satupun kantor akuntan publik besar (Big Eight) mendapatkan fee audit yang tinggi (premium). Hal ini menunjukkan bahwa industri spesialis dalam industri jasa akuntan publik di Belanda tidak mendapatkan fee audit yang lebih tinggi dari pada indutsri non-spesialis.

Joshi dan Al-Bastaki (2000), melakukan penelitian di Bahrain yang mana fee audit untuk klien kantor akuntan publik masih belum terpublikasi seperti halnya di negaranegara maju. Untuk mendapatkan data penelitian, mereka harus berkomunikasi secara langsung dengan auditor dan auditee. 38 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Bahrain dijadikan sampel penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, risiko, profitabilitas dan kompleksitas operasi klien adalah faktor-faktor yang yang menentukan besarnya fee audit. Hal ini konsisten dengan hasil kebanyakan penelitian sebelumnya. Seperti halnya Joshi dan Al-Bastaki (2000), Basioudis dan Fifi (2004) melakukan penelitian di Indonesia. Perlu diketahui, di Indonesia belum ada ketentuan yang mengharuskan kantor akuntan publik mempublikasikan besarnya fee audit yang diterima sebagaimana praktek yang sudah berlangsung di negaranegara maju. Penelitian ini menggunakan 67 perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2000. Tahun 2000 dipilih karena pada tahun 1997/1998 Asia mengalami krisis ekonomi dan Indonesia sebagai salah satu negara yang terkena dampak dari krisis tersebut. Variabel yang diuji dalam penelitian tersebut dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat fee audit premium (tinggi) pada kantor akuntan publik Big Five) pada tahun tersebut, karena pada tahun tersebut banyak perusahaan di Indonesia menerapkan anggaran yang ketat akibat badai krisis ekonomi yang melanda Asia.

Al-Shammari et al. (2008), menguji faktor-faktor penentu biaya audit di Kuwait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kesamaan faktor-faktor penentu biaya audit di Kuwait dan negara-negara lain yang sebelumnya diteliti. Lebih lanjut penelitian ini menjelaskan bahwa ukuran perusahaan dan kompleksitas klien merupakan faktor penentu fee audit yang paling penting. Fakta lain menunjukkan bahwa tidak ada fee audit premium untuk kantor akuntan publik yang termasuk Big Eight. Dengan menggunakan uji statistik yang berbeda dari Joshi dan Al-Bastaki (2000) dan Basioudis dan Fifi (2004), Ji-Hong (2007), menggunakan OLS (stepwise) untuk menguji pengaruh variabel Auditee size, Auditee complexity, Audit risk, Auditor size dan Auditor tenure terhadap fee audit. Pengukuran yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini agak berbeda dengan penelitian yang lain. Auditee size yang diproxy dengan total asset dan penjualan dan Auditee complexity yang diproxy dengan jumlah konsolidasi anak perusahaan merupakan faktor penentu fee audit yang sangat penting. Total asset dan penjualan yang semakin besar serta jumlah anak perusahaan yang dikonsolidasi semakin banyak menyebabkan auditor harus melakukan usaha lebih untuk mendapatkan keyakinan yang memadai atas hasil auditnya. Oleh sebab itu fee audit akan ditetapkan lebih tinggi juga atas kondisi tersebut. Audit risk (risiko keuangan jangka pendek) yang diproxy dengan current ratio merupakan unsur pembeda penelitian ini dari penelitian lain. Ditemukan bahwa jika current ratio relatif lebih tinggi, maka likuiditas jangka pendek dari struktur keuangan akan lebih stabil. Oleh karena itu, biaya audit dibebankan lebih rendah. Selain itu, Fee Audit premium (Big Eight) juga menjadi bagian dari variabel yang diteliti. yang berarti ukuran auditor juga merupakan faktor penentu penting fee audit. Pop dan Raluca (2008), melakukan penelitian tentang The Pricing of Audit Services : Evidence from Rumania. Penelitian ini adalah yang pertama kali di Rumania yang bertujuan untuk membuktikan secara empiris mengenai fee audit di Rumania. Variabel-variabel ukuran klien, kompleksitas klien, dan ukuran perusahaan digunakan dalam model biaya audit. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa jumlah fee audit secara signifikan dipengaruhi oleh ukuran klien audit yang diproxy dengan penjualan dan jumlah karyawan. Beattie et al. (2000), dengan menggunakan Simunic (1980) model untuk menentukan fee audit, mencoba untuk melakukan penelitian pada yayasan yang ada di UK. The Determinants of Audit Fees -Evidence from the Voluntary Sector merupakan judul penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan fee audit untuk yayasan (badan amal) ditentukan lebih rendah dibandingkan fee audit untuk perusahaan swasta. Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa kantor akuntan publik Big Eight menerima fee audit yang lebih tinggi (18,5%, rata-rata) dibandingkan non-Big Eight untuk audit dari badan amal penggalangan dana. Ada juga bukti bahwa kantor akuntan publik non-Big Eight yang melakukan audit perusahaan dengan keahlian dalam sektor ini adalah dihargai dengan premi biaya atas non-Big Eight. Penelitian ini didasarkan pada 210 dari 500 badan amal yang ada Inggris dengan sumber daya yang masuk ratarata sebesar 27 juta. Seperti pada penelitian sebelumnya pada sektor perusahaan swasta, ukuran kompleksitas organisasi dan lokasi audit perusahaan merupakan determinan dari fee audit.

Taylor dan Simon (1999), melakukan penelitian yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Sebagian besar penelitian fee audit sebelumnya telah difokuskan pada fee audit dan faktorfaktor penentu dalam masing-masing negara. Penelitian ini menggabungkan pengamatan fee audit dari 20 negara menjadi sampel tunggal. Manfaat menggabungkan pengamatan fee audit dari negara yang berbeda adalah kesempatan untuk mengetahui pengaruh variabel seperti litigasi dan peraturan, yang berbeda-beda di setiap Negara. Oleh karena itu, fokus dari penelitian ini adalah penentu fee audit secara makro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan litigasi meningkat, tradisi kelembagaan pengungkapan meningkat, dan penentuan fee, mengintegrasikan perspektif internasional dalam menentukan fee audit.
Bell, landsman dan Shackelford (2001) dalam Lyon dan Maher (2002), memberikan bukti bahwa klien audit perusahaan besar memiliki risiko bisnis lebih tinggi sehingga diharapkan biaya audit yang lebih tinggi. Mereka meneliti hal ini dalam kontek hubungan antara biaya audit dan risiko bisnis untuk klien audit yang melakukan bisnis di negaranegara berkembang di mana penyuapan pejabat pemerintah dalam praktik bisnis sebagai perilaku yang bisa diterima. Mereka berhipotesis bahwa suapmenyuap yang terkait dengan membayar biaya hukum klien menanamkan potensi dan reputasi auditor dan karenanya memiliki risiko bisnis lebih tinggi. Bukti empiris menunjukkan bahwa biaya audit yang lebih tinggi bagi klien yang diungkapkan membayar suap dan bagi mereka yang tidak diungkapkan membayar suap tapi operasi di negaranegara berkembang dimana suap merupakan tindakan yang bisa diterima dan bentuk dari perilaku bisnis.

Hasil penelitian Lyon dan Maher (2002), sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bell, landsman dan Shackelford (2001). Hasil penelitian ini memiliki implikasi untuk memahami hubungan antara fee audit dan berbagai tuduhan pelanggaran bisnis. Bahkan dalam kasus dimana auditor tidak secara eksplisit diperlukan untuk mendeteksi kesalahan bisnis, klien yang melakukan kesalahan dapat mengharapkan untuk melihat fee audit yang lebih tinggi. 2.2 Teori Agensi (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa teori keagenan (Agency Theory) mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen untuk mengelolah perusahaan. Pada kenyataannya dalam mengelolah perusahaan selalu ada konflik kepentingan antara (1). Manajer dan pemilik perusahaan (2). Manajer dan bawaahan-nya dan (3). Pemilik perusahaan dan kreditor, sehingga dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tadi. Penggunaan auditor eksternal yang independen sebagai pihak ketiga merupakan mekanisme yang didorong oleh pasar dengan tujuan untuk mengurangi agency cost.

peningkatan peraturan berpengaruh pada fee audit. Penelitian ini menetapkan peran variabel dalam

Lebih luas dari itu, masalah keagenan tepatnya adverse selection, juga bisa muncul antara pemilik perusahaan (shareholders) dan kreditor perusahaan (bondholders), (Noreen, 1988). Proses adverse selection yang dilakukan oleh pemilik perusahaan terhadap kreditor pada kelanjutannya dapat merugikan kreditor. Pemilik perusahaan sebagai pihak yang tentunya lebih mengetahui kondisi internal perusahaan dibandingkan dengan kreditor, mempunyai beberapa alternatif keputusan yang nantinya akan diambil untuk mengelola dana yang didapatkan dari kreditor. Tidak menutup kemungkinan pemilik perusahaan mengalokasikan dana pinjaman tersebut ke dalam bentuk investasi yang penuh resiko. Ketika investasi berisiko tersebut membuahkan keberhasilan, maka pihak yang diuntungkan dalam hal ini hanyalah pemilik perusahaan. Kreditor dapat dinyatakan sebagai pihak yang tidak mendapat keuntungan dari hasil pengelolaan dana yang dilakukan oleh pemilik perusahaan karena seberapa besar keuntungan yang didapatkan maka itu tidak akan menambah kemakmuran dari kreditor. Kreditor hanya memperoleh pengembalian sebesar pinjaman pokok yang diberikan beserta bunga yang telah disepakati bersama. Namun kondisinya akan lain ketika pengelolaan dana pinjaman yang dilakukan oleh pemilik perusahaan mendatangkan kerugian. Apabila hal ini terjadi maka, pihak yang dirugikan tidak hanya pemilik perusahaan, namun juga kreditor sebagai pihak yang meminjamkan dana tersebut. Karena perusahaan merugi akibat kegagalan investasi yang dilakukan oleh pemilik perusahaan, maka besar kemungkinan kreditor tidak dapat memperoleh kembali dana yang dipinjamkannya ke pemilik perusahaan (Noreen, 1988). Untuk mengatasi masalah asimetri antara kreditor (prinsipal) sebagai pemilik dana pinjaman dan pemilik perusahaan (agen) sebagai peminjam dana, alternatif terbaik yang bisa digunakan adalah harus dihasilkannya laporan yang terpercaya terhadap pengelolaan kegiatan operasional perusahaan (Noreen, 1988). Laporan yang terpercaya tersebut diharapkan dapat menjembatani hubungan kepentingan antara kreditor dan pemilik perusahaan dengan jalan meminimalkan tingkat keterjadian asimetri informasi antar kedua belah pihak tersebut. Selanjutnya, pihak yang seharusnya menghasilkan laporan yang terpercaya adalah pihak ketiga diluar kreditor dan pemilik perusahaan. Pihak ketiga tersebut adalah auditor independen yang terbebas dari masalah konflik kepentingan antara kreditor dan pemilik perusahaan. Karena menggunakan pihak ketiga yang independen dalam menghasilkan laporan yang bisa dipercaya dalam hal ini auditor eksternal, maka akan timbul biaya monitoring dalam bentuk biaya audit (audit fee). Jadi biaya audit yang merupakan bagian dari biaya monitoring tersebut merupakan besarnya imbal jasa yang diberikan kepada auditor terkait dengan pekerjaan pemeriksaan yang dilakukan untuk menghasilkan laporan yang bisa dipercaya.

2.3 Auditing dan Akuntan Publik


Laporan keuangan merupakan media pertanggungjawaban manajemen perusahaan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholder). Jika reliabilitas dan akseptabilitas informasi laporan keuangan diperlukan maka dapat dilakukan audit atas laporan keuangan oleh pihak independen atau akuntan publik (Herbert, 1979:4). Auditing (financial audit) merupakan fungsi atestasi yang dilakukan oleh auditor independen berdasarkan standar auditing untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan.

Audit laporan keuangan dilakukan oleh akuntan publik. Di Indonesia agar dapat berpraktik sebagai akuntan publik, seorang akuntan harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh organisasi profesi (IAI) dan pemerintah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.43/KMK.017/1997 tentang jasa akuntan publik. Profesi akuntan publik di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Berdasarkan Directory IAPI-KAP 2009, sampai dengan tanggal 31 Desember 2009 IAPI-KAP telah memiliki 1.407 anggota. 2.4. Pentingnya Audit Banyak orang yang berpikir bahwa audit terhadap laporan keuangan perusahaan timbul karena ada keharusan dari regulator atau dengan kata lain disyaratkan peraturan tertentu. Pemikiran tersebut memang tidak salah. Namun, bukti empiris menunjukkan bahwa tuntutan dari regulator bukanlah faktor yang menentukan kebutuhan akan audit. Chow(1982), sebagaimana dilaporkan dalam www.Gatosaidea.blogspot.com, mendokumentasikan bahwa pada tahun 1926 sebelum adanya peraturan yang mengharuskan perusahaan melakukan audit terhadap laporan keuangannya, 82% dari perusahaan yang listed di bursa saham New York, secara sukarela telah menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit. Lalu, faktor apa yang menentukan kebutuhan akan audit? Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat dijelaskan lewat teori agensi yang dijelaskan di atas. 2.5. Fee Audit Fee audit diartikan besarnya imbal jasa yang diterima oleh auditor akan pelaksanaan pekerjaan audit. Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan publik yang bersangkutan. Fee Audit juga bisa diartikan sebagai fungsi dari jumlah kerja yang dilakukan oleh auditor dan harga per jam ( Al-Shammari et al., 2008), sedangkan jumlah jam kerja yang dilakukan oleh auditor dipengaruhi diantaranya oleh ukuran perusahaan, profitabilitas klien, kompleksitas klien, pengendalian intern klien, besar kecilnya klien (perusahaan go public dan privat), lokasi kantor akuntan publik, ukuran kantor akuntan publik (Big dan non-Big Four), reputasi auditor, risiko audit dan risiko perusahaan, jumlah anak perusahaan klien, jumlah cabang perusahaan, banyaknya transaksi dalam mata uang aisng, besarnya total piutang, total persediaan dan total asset.

Selain faktor-faktor tersebut di atas, dalam menetapkan fee audit, akuntan publik harus juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kebutuhan klien, tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties), Independensi, tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh akuntan publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan basis penetapan fee yang disepakati (IAPI, 2007). 2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Fee Audit
Penelitian-penelitian mengenai audit fee telah menguji pengaruh dari variabel ukuran perusahaan, jenis industri, pelaporan laba rugi operasi, jenis pendapat auditor, ukuran auditor, profitabilitas dan rasio utang terhadap total asset terhadap audit fee. Penelitian ini menggunakan 5 (lima) variabel independen yang diduga mempengaruhi audit fee.

2.6.1. Ukuran perusahaan (Client Size) Menurut Sawir (2008), ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi dan untuk sejumlah alasan berbeda: 1Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. 2Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan. 3Ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. 2.6.2. Risiko perusahaan (Client Risk) Perusahaan yang dalam kesulitan keuangan cenderung memberi toleransi jadwal pelaksanaan audit lebih lama (Carslaw dan Kaplan, 1991). Kesulitan keuangan perusahaan mendorong terjadinya salah saji dalam laporan keuangan karena manajemen berupaya menutupi rendahnya kemampuan keuangan perusahaan. Kondisi keuangan (financial condition) yang lemah berpotensi memperbesar risiko audit, untuk itu auditor melakukan prosedur audit tambahan (Arens dan Loebbecke, 1988:244). Risiko perusahaan (client risk) yang diartikan sebagai rasio utang terhadap audit fee, merupakan salah satu bagian dari risiko audit. Umumnya ketika auditor menerima penugasan audit maka auditor juga harus menetapkan besarnya fee audit dengan mempertimbangkan risiko audit (audit risk) secara keseluruhan yang terdiri dari inherent risk, control risk dan detection risk. Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (IAPI, 2007:312.1). Di samping risiko audit, auditor juga menghadapi risiko kerugian praktik profesionalnya akibat dari tuntutan pengadilan, publikasi negatif, atau peristiwa lain yang timbul berkaitan dengan laporan keuangan yang telah diaudit dan dilaporkannya. Risiko ini tetap dihadapi oleh auditor meskipun auditor telah melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan telah melaporkan hasil audit atas laporan keuangan dengan semestinya. Meskipun seorang auditor telah menetapkan risiko semacam ini pada tingkat yang rendah, ia tidak boleh melaksanakan prosedur yang kurang luas sebagaimana yang seharusnya dilakukan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAPI, 2007:312.1)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin menjelaskan bahwa seharusnya terdapat risiko audit yang lebih luas dan secara bersama-sama risiko-risiko tersebut perlu dipertimbangkan oleh auditor ketika menentukan besarnya fee audit. Risikorisiko tersebut harus dipertimbangkan bersama-sama supaya auditor benarbenar bisa menentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pemeriksaaan sehingga besarnya fee audit yang dibebankan kepada klien dapat ditentukan lebih tepat. Namun karena keterbatasan data yang bisa diperoleh, maka peniliti hanya menggunakan risiko perusahaan (client risk) yang diproksi dengan rasio total utang terhadap total asset sebagai faktor penentu besarnya fee audit. 2.6.3. Kompleksitas (Complexity) Kompleksitas terkait dengan kerumitan transaksi yang ada di perusahaan. Kompleksitas operasi klien merupakan variabel penting dalam menentukan besarnya fee audit sesuai dengan penelitian sebelumnya. Kompleksitas operasi perusahaan dapat menyebabkan biaya audit yang lebih tinggi karena pekerjaan audit yang dibutuhkan lebih banyak sehingga waktu yang diperlukan akan semakin banyak dan secara otomatis biaya yang lebih tinggi per jam akan dibebankan kepada klien (Cameran, 2005; Firth, 1985). Banyak sekali indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kompleksitas pada penelitian terdahulu. Namun indikator-indikator tersebut kurang tepat apabila digunakan sebagai proxy dari variabel kompleksitas dalam penelitian ini karena sampel dalam penelitian ini sebagian besar adalah perusahaan kecil menengah yang hampir tidak memiliki masalah kerumitan transaksi seperti yang dijelaskan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan akun pajak tangguhan (asset atau kewajiban) sebagai indikator kompleksitas, mengingat standar akuntansi mengharuskan laporan keuangan perusahaan di Indonesia untuk menyajikan besarnya pajak tangguhan agar laporan keuangan bisa memberikan informasi yang lebih informatif kepada para pemakai. Melakukan perhitungan terhadap pajak tangguhan baik sebagai aset atau kewajiban memerlukan ketelitian dan keterkaitan dengan akun-akun lain dalam laporan keuangan. Akun-akun yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan perhitungan pajak tangguhan adalah akun-akun yang menjadi beda temporer antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal maupun kompensasi kerugian. Akun-akun tersebut diantaranya adalah beban penyusutan, beban amortisasi, kompensasi kerugian fiskal, kewajiban manfaat kerja, penyisihan piutang, penyusutan aktiva sewa guna usaha, penyesuaian akibat koreksi surat ketetapan pajak (SKP) dan lain-lain. Karena tingkat kerumitan cukup tinggi dalam melakukan perhitungan pajak tangguhan tersebut, menyebabkan perusahaan (klien) utamanya perusahaan kecil menengah mengalami kesulitan ketika melakukan perhitungan besarnya pajak tangguhan. Selain faktor kerumitan perhitungan pajak tangguhan, perusahaan kecil menengah umumnya belum memiliki staf akuntansi yang berkualitas sehingga kecenderungannya klien meminta kepada auditor untuk melakukan perhitungan besarnya pajak tangguhan yang harus disajikan dalam laporan keuangan. Dampak dari hal tersebut, menyebabkan auditor memerlukan upaya lebih untuk mengevaluasi dan menghitung besarnya pajak tangguhan yang pada gilirannya waktu yang diperlukan untuk melakukan audit lebih lama dan biaya audit ditetapkan lebih besar.

2.6.4. Profitabilitas (Profitability) Profitabilitas adalah terkait dengan efisiensi penggunaan aset dan sumber daya lain oleh perusahaan dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki (2000), menyatakan bahwa penggunaan sumber daya yang efisien menghasilkan pengembalian yang tinggi dari aset. Oleh karena itu, perusahaan dengan keuntungan tinggi cenderung untuk membayar biaya audit tinggi karena keuntungan yang tinggi mungkin memerlukan pengujian audit ketat. Selain itu, perusahaan dengan keuntungan tinggi memerlukan pengujian validitas untuk pengakuan pendapatan dan biaya sehingga membutuhkan waktu lebih dalam pelaksanaan audit. Waktu yang lebih lama dalam pelaksanaan audit akan berdampak pada tingginya fee audit yang ditetapkan oleh auditor. 2.6.5. Reputasi Auditor (Auditor Reputation) Selain ke empat faktor tersebut di atas, faktor lainnya yang berpengaruh terhadap fee audit adalah reputasi auditor. Auditor yang memiliki reputasi baik dan profesional dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan klien. Pengorbanan klien untuk memakai auditor yang berkualitas akan diinterpretasikan oleh pemakai laporan keuangan bahwa perusahaan mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya pada masa mendatang. Hal ini berarti bahwa penggunaan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian pada masa mendatang. Auditor yang memiliki reputasi baik (ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah klien yang tinggi) akan menerima harga terhadap kualitas pengauditannya yang lebih baik. Auditor yang berkualitas akan dihargai di pasaran dalam bentuk peningkatan permintaan jasa audit. Dampak dari peningkatan permintaan jasa audit tersebut menyebabkan auditor memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga auditor akan cenderung menetapkan fee audit yang lebih tinggi. Dengan demikian auditor yang berkualitas akan memiliki reputasi yang tinggi pula.

III. KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN Untuk memperjelas permasalahan penelitian yang telah disusun dalam bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini disusun formulasi hipotesis penelitian yang didasari oleh kerangka konseptual penelitian. 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Agency theory (Jensen dan Meckling,1976), merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja sama dalam satu kontrak antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) dengan pihak yang menerima wewenang (agensi). Hubungan keagenan tersebut bisa terjadi antara manajer dengan pemilik perusahaan, manajer dengan bawaahan-nya dan manajer perusahaan dengan kreditor atau bank. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka menjadi lebih besar di dalam perusahaan, sedangkan para agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan kerjasama tersebut sebagai manifestasi kepuasan maksimum yang bisa dicapai.

Agency theory seperti yang dijelaskan pada paragrap di atas tidak sepenuhnya bisa diterapkan di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Indonesia sebagian besar pemilik (owner) juga merangkap sebagai direksi yang secara aktif ikut mengelolah perusahaan (owner-manajer). Di Indonesia, perusahaan besar yang telah go public pun sebagian besar sahamnya dimiliki oleh keluarga sehingga pemegang saham tidak sepenuhnya menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada manajemen tetapi pemegang saham atau pemilik ikut terlibat secara aktif sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Karena pemilik terlibat secara aktif dalam mengelolah perusahaan, maka sebagian besar informasi yang ada di perusahaan bisa diketahui dan dimonitor oleh pemilik. sehingga asimetri informasi hanya sedikit terjadi. Oleh sebab itu, penelitian ini mendefinisikan Agency theory bukan dalam konteks prinsipal (pemilik) dan agen (manajemen), tetapi lebih melihat hubungan keagenan antara prinsipal yang diwakili oleh kreditor (bank) dan agen yang diwakili oleh manajemen perusahaan, mengingat sampel dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan kecil menengah yang ada di Jawa Timur, dimana sebagian besar perusahaan yang digunakan sebagai sampel penelitian ini meminta auditor eksternal melakukan audit atas laporan keuangan karena diharuskan oleh bank sebagai salah satu syarat administrasi dan kepatuhan terhadap aturan internal bank yang telah memberikan pinjaman kepada perusahaan tersebut. 3.2.Fee Audit Fee Audit merupakan fungsi dari jumlah kerja yang dilakukan oleh auditor, yang dapat ditentukan oleh jam kerja dan harga per jam ( Al-Shammari et al., 2008). Besarnya fee audit yang ditetapkan oleh auditor dipengaruhi diantaranya oleh pengendalian intern klien, besar kecilnya klien (perusahaan go public dan privat),ukuran perusahaan, kompleksitas perusahaan, profitabilitas perusahaan, reputasi kantor akuntan publik, lokasi kantor akuntan publik, ukuran kantor akuntan publik (Big dan non-Big Four), risiko audit dan risiko perusahaan, jumlah anak perusahaan klien, jumlah cabang perusahaan, banyaknya transaksi dalam mata uang aisng, besarnya total piutang, total persediaan dan total asset. Mengingat banyaknya faktorfaktor yang mempengaruhi penentuan fee audit dan untuk memfasilitasi perbandingan hasil riset ini dengan penelitian sebelumnya, peneliti memilih karakteristik klien paling umum dan sering diteliti dalam penelitian sebelumnya yang berlaku untuk kondisi di Indonesia. Jadi dalam penelitian ini akan dipilih lima (5) karakteristik klien untuk penelitian, yaitu : ukuran perusahann (client size), risiko klien (client risk), kompleksitas (complexity), profitabilitas (profitability), dan reputasi auditor (auditor reputation) sebagai faktor penentu fee audit.

3.3. Hipotesis Penelitian 3.3.1. Ukuran Perusahaan (Client Size) Client Size adalah variabel yang paling penting dalam menentukan fee audit pada penelitian sebelumnya. Seperti dijelaskan pada penenlitian sebelumnya, bahwa auditor yang melakukan audit di perusahaan besar akan menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk meninjau operasi klien karena perusahaan besar terlibat dalam sejumlah besar transaksi yang tentu saja membutuhkan waktu berjam-jam bagi auditor untuk memeriksa (Chan, Ezzamel, dan Gwilliam (1993), Gonthier-Besacier dan Schatt (2006), Simunic, (1980), Joshi dan Al-Bastaki (2000). Hasil penelitian yang menjelaskan bahwa fee audit berpengaruh positif dengan ukuran klien (diukur dengan total aset), misalnya, Simunic (1980), Palmrose (1986) di Amerika Serikat, Francis dan Stokes (1984) di Australia; Firth (1985) di Selandia Baru, Chung dan Lindsay (1988), Che-Ahmad dan Derashid (1994) di Malaysia, Anderson dan Zeghal (1994) di Kanada, Ahmed dan Goyal (2005) di Bangladesh, India dan Pakistan, Gonthier-Besacier dan Schatt (2006) di Prancis, Karim dan Moizer (1996) di Bangladesh, Langendijk (1997) di Belanda, Naser et al. (2007) di Jordania, Ji-hong (2007) di China, Al-Harshani (2008) di Kuwait, Firer dan Swartz (2006) di Afrika Selatan dan Choi et al. (2010) di US. Berdasarkan uraian mengenai ukuran perusahaan dan pengaruhnya terhadap fee audit, maka dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai berikut: H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap fee audit 3.3.2. Risiko perusahaan (clien Risk)
Risiko perusahaan (client risk) juga merupakan faktor yang cukup penting untuk menentukan besarnya fee audit. Hal ini karena meningkatnya jumlah kegagalan audit dapat menyebabkan tuntutan terhadap auditor (Karim dan Moizer, 1996). Sandra dan Patrick (1996) dalam AlShammari et al. (2008), menyatakan bahwa sulit untuk mengukur risiko audit secara objektif karena tidak ada proxy tunggal untuk risiko audit yang memadai. Leverage merupakan salah satu indikator risiko keuangan yang ditemukan memiliki pengaruh penting pada fee audit. Dalam penelitian ini, rasio total hutang terhadap total aset digunakan sebagai ukuran leverage. Variabel dilambangkan dengan DEBT. Oleh karena itu, semakin tinggi leverage klien, semakin besar tingkat risiko dari perusahaan tersebut, sehingga prosedur audit tambahan diperlukan yang berdampak juga pada waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan audit dari klien tersebut dan semakin tinggi fee audit yang dibebankan kepada klien karena tingkat risiko yang lebih besar dari perusahaan tersebut.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa leverage berpengaruh terhadap fee audit dilakukan oleh Francis dan Stokes (1986). Francis dan Stokes menemukan adanya hubungan positif antara leverage dengan fee audit di Australia. Demikian juga Collier dan Gregory (1996) dalam penelitiannya menyatakan adanya hubungan positif antara fee audit dan leverage di Inggris. Joshi dan Al-Bastaki

Você também pode gostar