Você está na página 1de 8

Kortikosteroid Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat luas.

Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi. Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason. Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan

sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar. Kortikosteroid adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid, efek terhadap keseimbangan air dan elektrolit, dan efek terhadap pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Namun, secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolisme karbohidrat dan efek antiinflamasi. Kortikosteroid adalah salah satu obat antiinflamasi yang poten. Obat ini diberikan baik yang bekerja secara topikal maupun secara sistemik. Kortikosteroid mengurangi jumlah sel inflamasi, termasuk eosinofil, limfosit T, sel mast dan sel dendritik. Oleh karena itu, kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi spektrum luas, sehingga berdampak pada berkurangnya aktivasi inflamasi, stabilisasi kebocoran vaskular, penurunan produksi mukus dan peningkatan respon -adrenergik. Kortikosteroid dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh. Kortikosteroid banyak digunakan dalam pengobatan radang dan penyakit imunologik. Hormon ini penting untuk fungsi fisiologik dan metabolik dalam tubuh. Pemberian hormon ini dalam dosis farmakologik tidak hanya memberi efek antiinflamasi dan imunosupresif tetapi juga mempunyai efek yang merugikan. Efek antiinflamasi dan imunosupresifnya sukar dipisahkan secara tegas oleh karena respon inflamasi merupakan bagian dari respon imun. Efek imunosupresif kortikosteroid bersifat non-spesifik sebab di samping menekan respon imun humoral juga menekan respon imun seluler. Salah satu teori mengemukakan bahwa kortikosteroid dapat membentuk makrokortin dan lipomodulin yang bekerja menghambat fosfolipase A2, membentuk leukotrien, prostaglandin, tromboksan, dan metabolit asam arakidonat lain. Mekanisme kerja steroid yang lain adalah menghalangi pembentukan mediator oleh inflamasi, menghalangi pelepasan mediator dan menghalangi respon yang timbul akibat lepasnya mediator inflamasi. Pada umumnya kortikosteroid lebih banyak mempengaruhi distrusi lekosit daripada fungsinya dan juga lebih banyak berpengaruh terhadap respon imun seluler daripada respon imun humoral. Kortikosteroid dapat mempengaruhi sel-sel, melalui reseptor-reseptor

glukokortikoidnya dengan mekanisme kerja sebagai m sel melewati membran berikut: kortikosteroid berdifusi ke dala sl dan selanjutnya berikatan dengan tikosteroid-reseptor masuk ke dalam nu reseptor. Kompleks korkleus dalam bentuk aktif, dan akan mengikat DNA serta

meningkatkan sintesis messenger, RNA (mRNA). Messenger RNA ini akan menimbulkan sintesis rotein yang baru. Protein baru ini akan menghambat fungsi elsel limfoid dengan pen pengaruh kortikosteroid. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu dan merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.

Efek Samping Efek samping kortikosteroid bergantung pada tiga factor:

Tipe kortikosteroid yang digunakan: Steroid tablet lebih sering menyebabkan efek samping dibanding secara inhalassi atau injeksi.

Dosis: dosis tinggi memiliki risiko lebih tinggi menyebabkan efek samping. Lamanya penggunaan: efek samping lebih parah bila penggunaan lebih dari tiga bulan dibandingkan penggunaan tiga atau empat kali.

Berdasarkan penggunaannya, efek samping kortikosteroid yaitu: Kotrikosteroid secara inhalasi Jika penggunaannya untuk waktu yang singkat, banyak pasien dapat mentoleransi efek sampingnya. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan oral thrush yaitu infeksi jamur yang berkembang di dalam mulut. Kortikosteroid secara injeksi Kortikosteroid yang disuntikkan otot atau persendian dapat menyebabkan rasa nyeri dan bengkak pada tempat injeksi. Kortikosteroid yang disuntikkan secara intra vena menyebabkan antara lain: takikardi, mual, insomnia, iritasi lambung, seperti rasa besi di dalam mulut. Selain itu, selain itu, terjadi perubahan emosi. Sebagai contoh: terkadang pasien menjadi bahagia semenit kemudian menjadi depresi dan mudah marah.

Kortikosteroid secara oral

Penggunaan secara pendek: meningkatkan nafsu makan yang menyebabkan meningkatnya berat badan, jerawat, perubahan mood. Efek samping yang terjadi pada penggunaan lebih dari tiga minggu: penipisan kulit, kelemahan otot, moon face, Cushings syndrome, osteoporosis, diabetes, hipertensi, glaucoma, katarak, penurunan pertumbuhan, meningkatkan risiko infeksi.

Efek samping penggunaan kortikosteroid sistemik Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:

Gangguan tidur Meningkatkan nafsu makan Meningkatkan berat badan Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping kursus singkat dari corticosteroids

termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptic, diabetes dan nekrosis aseptic yang pinggul.

Efek samping penggunaan kortikosteroid sistemik jangka panjang

Pengurangan produksi cortisol sendiri. During and after steroid treatment, the adrenal gland produces less of its own cortisol, resulting from hypopituitary-pituitary-adrenal (HPA) axis suppression. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari kelenjar di bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk sampai dua belas bulan setelah steroids dihentikan, kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres seperti infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah. Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang, ribs atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan lebih dari 7.5mg Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50% dari pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan jika steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha. Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul). Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi). Kenaikan lemak darah (trigliserida). Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity. Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan dan gagal jantung.

Kegoyahan dan tremor. Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak subcapsular posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi, kegembiraan, delirium atau depresi.

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial. Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya tuberkulosis).

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi. Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi. Pemantauan regular selama perawatan termasuk:

Tekanan darah Berat badan Gula darah

Penggunaan kortikosteroid dalam jangka lama akan dapat menimbulkan efek samping akibat khasiat glukokortikoid maupun khasiat mineralokortikoid. Efek samping glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis yang terutama berbahaya bagi usia lanjut. Pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis vaskular, Sindrom Cushing yang sifatnya riversibel, gangguan mental, euforia dan miopati. Pada anak kortikosteroid dapat menimbulkan gangguan

pertumbuhan sedangkan pada wanita hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan adrenal janin. Efek samping mineralokortikoid adalah hipertensi, retensi Na dan cairan, dan hipokalemia.

Wollheim (1967) melaporkan bahwa pengobatan dengan kortikosteroid dapat menurunkan kadar imunoglobulin (Ig) dalam serum manusia, terutama IgG dengan penurunan maksimum 22% dua minggu setelah pengobatan. Pengaruh ini terutama terjadi pada respons primer IgG. Dilaporkan pula bahwa IgM dan IgA juga menurun, namun dalam jumlah minimal, sedangkan terhadap IgE efeknya tidak jelas. Levy dan Waldmann (1970) menemukan bahwa penurunan kadar Ig serum setelah pengobatan dengan kortikosteroid terutama terjadi oleh karrena peningkatan katabolisme IgM, IgG dan IgA(3). Menurut laporan Posey dkk (1978) perubahan kadar Ig ke nilai normal tampak setelah 3 sampai 8 minggu pengobatan dihentikan

Kepustakaan lain melaporkan bahwa kortikosteroid topikal juga berpengaruh terhadap sistem imun. Pengaruh tersebut berupa atrofi kulit sehingga kulit tampak tipis, mengkilat dan keriput seperti kertas sigaret. Hal ini dapat memperberat dan mempermudah terjadinya infeksi oleh karena terjadi gangguan pertahanan kulit.

Hormone ini menyebabkan glukoneogenesis di perifer dan di hepar. Di perifer steroid mempunyai efek katabolic. Efek katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya atrofi jaringan limfoid, pengurangan massajaringan otot, terjadi osteoporosis tulang, penipisan kulit, dan keseimbangan nitrogen menjadi negative. Asam amino tersebut dibawa ke hepar dan digunakan sebagai substrat enzim yang berperan dalam produksi glukosa dan glikogen. Kortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak langsung ialah terhadap keseimbangan air and elektrolit; misalnya pada hipokortisisme, terjadi pengurangan volume yang diikuti peningkatan viskositas darah. Bila keadaan ini didiamkan akan timbul hipotensi dan akhirnya kolaps kardiovaskular. Pengaruh langsung steroid terhadap sistem kardiovaskular antara lain pada kapiler, arteriol, dan miokard. Untuk mempertahankan otot rangka agar dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan kortiosteroid dalam jumlah cukup. Tetapi apabila hormon ini berlebihan, timbul gangguan fungsi otot rangka tersebut. Pada pemberian glukokortikoid dosis besar untuk waktu lama dapat timbul

wasting otot rangka yaitu pengurangan massa otot, diduga akibat efek katabolik dan antianaboliknya pada protein otot yang disertai hilangnya massa otot, penghambatan aktivitas fosforilase, dan adanya akumulasi kalsium otot yang menyebabkan penekanan fungsi mitokondria. Adanya efek steroid pada SSP ini dapat dilihat dari timbulnya perubahan mood, tingkah laku, EEG, dan kepekaan otak, terutama untuk penggunaan waktu lama atau pasien penyakit Addison. Pengunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menimbulkan serangkaian reaksi yang berbeda-beda. Sebagian besar mengalami perbaikan mood yang mungkin disebabkan hilangnya gejala penyakit yang sedang diobati; yang lain memperlihatkan keadaan euphoria, insomnia, kegelisahan, dan peningkatan aktivitas motorik. Kortisol juga dapat menimbulkan depresi. Pasien yang pernah mengalami gangguan jiwa sering memperlihatkan reaksi psikotik. Penggunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menghambat pertumbuhan anak, karena efek antagonisnya terhadap kerja hormon pertumbuhan di perifer. Terhadap tulang, glukokortikoid dapat menghambat maturasi dan proses pertumbuhan memanjang. Penghambatan pertumbuhan pada pemakaian kortikosteroid disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor: hambatan somatomedin oleh hormon pertumbuhan, hambatan sekresi hormon pertumbuhan, berkurangnya proliferasi sel di kartilago epifisis dan hambatan aktivitas osteoblas di tulang. Pada kulit kortikosteroid menyebabkan: tipis, eritema wajah, meningkatkan pengeluaran keringat, striae dan jerawat. Pada endokrin dan metabolic efek samping kortikosteroid adalah: Pada penggunaan glukokortikoid dosis besar jangka panjang atau pada sindrom cushing, terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yang khas. Lemak akan terkumpul secara berlebihan pada depot lemak; leher bagian belakang (buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga di muka (moon face), sebaliknya lemak di daerah ekstremitas akan menghilang. Peningkatan berat badan. Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah sehingga merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa ke dalam sel otot. Glukokortikoid juga merangsang lipase yang sensitive dan menyebabkan lipolisis. Peningkatan kadar insulin merangsang lipogenesis dan sedikit menghambat lipolisis sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan deposit lemak, peningkatan pelepasan asam lemak, dan gliserol ke dalam darah. Efek ini paling nyata pada kondisi puasa, dimana kadar glukosa otak dipertahankan dengan cara glukoneogenesis,

katabolisme protein otot melepas asam amino, perangsangan lipolisis, dan hambatan ambilan glukosa di jaringan perifer. Hal ini menyebabkan hiperglikemik dan glukosuria. Hal ini dinamakan steroid diabetes. Jadwal menstruasi yang ireguler serta amenorrhoea. Serum lipid meningkat. Pada musculoskeletal salah satunya menyebabkan osteoporosis. Kehilangan lebih banyak pada trabekular dimana pada tempat ini metabolisme sangat aktif. mekanisme steoid menyebabkan bone loss adalah: pengurangan aktivitas osteoblast, meningkatkan resorpsi tulang dengan meningkatkan aktivitas osteoklas. Mengurangi absorpsi calcium dan fosfat dari ingesti, penguranan reabsorpsi calcium di ginjal, hiperparatiroid. Efek samping kortikosteroid yang lain adalah ialah : gastritis dan ulkus peptikum hipotrofi otot skelet padakulit :pioderma, dermatosis akneformis, strie atrofikans, hipotrofi, purpura, telangiektasi, hiperpigmentasi, muka bulan dan hipertrikosis.

Você também pode gostar

  • Marasmus
    Marasmus
    Documento11 páginas
    Marasmus
    riamanoveria
    Ainda não há avaliações
  • Demensia
    Demensia
    Documento14 páginas
    Demensia
    riamanoveria
    Ainda não há avaliações
  • Hipertensi Esensial
    Hipertensi Esensial
    Documento3 páginas
    Hipertensi Esensial
    riamanoveria
    Ainda não há avaliações
  • Kurang Energi Protein
    Kurang Energi Protein
    Documento23 páginas
    Kurang Energi Protein
    riamanoveria
    Ainda não há avaliações
  • CA Serviks
    CA Serviks
    Documento4 páginas
    CA Serviks
    riamanoveria
    Ainda não há avaliações
  • Fitofarmaka
    Fitofarmaka
    Documento6 páginas
    Fitofarmaka
    riamanoveria
    Ainda não há avaliações
  • Jamu, Oht, Fitofarmaka
    Jamu, Oht, Fitofarmaka
    Documento3 páginas
    Jamu, Oht, Fitofarmaka
    riamanoveria
    Ainda não há avaliações
  • Demensia
    Demensia
    Documento14 páginas
    Demensia
    riamanoveria
    Ainda não há avaliações