Você está na página 1de 18

REFRESHING Pneumania

Disusun Oleh : Ziad Alaztha 2008730043 Pembimbing Klinik : dr. Hudaya, Sp. PD STASE ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR FKK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah refreshing ini tepat pada waktunya, Refreshing yang berjudul Pneumonia ini disusun dalam rangka mengikuti kepanitraan Klinik di bagian/SMF Ilmu penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. Dr. Hudaya Sp.PD selaku dokter pembimbing serta dokter spesialis ilmu

penyakit dalam rumah sakit umum daerah cianjur. 2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yng telah memberikan bantuan kepada penyusun Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan. Oleh akrena itu, semoga refreshing ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca.terimakasih

Cianjur, 31 Mei 2012

Penyusun PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan

28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun. PEMBAHASAN PNEUMONIA BATASAN Penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi. WHO : pneumonia adalah penyakit dengan demam dan takipnea tanpa memandang apa penyebabnya. KLASIFIKASI Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Asal infeksi a. Community-acquired pneumonia (CAP) = infeksi parenkim paru yang didapatkan individu yang tidak sedang dalam perawatan di rumah sakit paling sedikit 14 hari sebelum timbulnya gejala. b. Hospital-acquired pneumonia (HAP) = infeksi parenkim paru yang didapatkan selama perawatan di rumah sakit yang terjadi setelah 48 jam perawatan (Depkes : 72 jam) atau karena perawatan di rumah sakit sebelumnya, dan bukan dalam stadium inkubasi. 2. Lokasi lesi di paru a. b. Bronkopneumonia Pneumonia lobaris

c. -

Pneumonia interstitialis Infeksi

3. Etiologi Berdasarkan mikroorganisme penyebab : a. Pneumonia bakteri b. Pneumonia virus c. Pneumonia jamur d. Pneumonia mikoplasma lipoid, reaksi Non infeksi Aspirasi makanan/asam lambung/benda asing/hidrokarbon/substansi hipersensitivitas, drugdan radiation-induced pneumonitis. 4. Karakteristik penyakit Tipikal Atipikal (mis. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia

pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis) 5. Derajat keparahan penyakit Untuk mengklasifikasikan beratnya pneumonia perlu diperhatikan adanya tanda bahaya (danger signs), yaitu : takipnea dan tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (retraksi epigastrik). Berdasarkan kedua tanda ini, maka klasidikasi beratnya pneumonia pada anak bawah lima tahun (balita) ditentukan berdasarkan usia, sebagai berikut : Anak usia <2 bulan Anak usia 2 bulan 5 tahun Tanda bahaya: - kesadaran turun

Pneumonia sangat berat Tanda bahaya: - hipo/hipertermi

- kesadaran turun/mengantuk minum - kurang mau minum - kejang - wheezing - stridor Pneumonia berat

tidak

mau

- kejang - stridor - sianosis sentral - gizi buruk # tarikan dinding

# tarikan dinding dada dalam # takipnea

dada dalam yang tampak jelas

# dapat minum # sianosis (-) - takipnea - tarikan dinding dada

Pneumonia dalam (-) Bukan pneumonia takipnea (-)

tarikan dinding dada dalam (-),

ETIOLOGI Mikroorganisme penyebab pneumonia berdasarkan rentang usia Umur Penyebab yang sering

- Lahir s.d. 20 hari (3 minggu) Bakteri (organisme saluran genital ibu) - Escherichia coli dan gram negatif lain - Streptococci grup B - Listeria monocytogenes

- 3 minggu s.d. 3 bulan

Bakteri - Chlamydia trachomatis - Streptococcus pneumoniae Virus - Adenovirus - Influenza virus - Parainfluenza virus 1,2,3 - Respiratory syncitial virus (RSV)

- 4 bulan s.d. 4 tahun

Bakteri - Streptococcus pneumoniae - Mycoplasma pneumoniae - Haemophilus influenzae tipe B - Chlamydia pneumoniae Virus - Adenovirus - Influenza virus - Parainfluenza virus 1,2,3 - Rhinovirus - Respiratory syncitial virus (>>)

- 5 tahun s.d. remaja

Bakteri - Chlamydia pneumoniae - Mycoplasma pneumoniae - Streptococcus pneumoniae - Streptococci grup A

* Pneumonia juga dapat disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. * Immunocompromised : Pseudomonas spp, Enterobacter, Legionella pneumophilla, Actinomyces, dan bakteri anaerob.

Faktor yang meningkatkan resiko terinfeksi pneumonia bakterialis : kelainan anatomi kongenital Kelainan sistem imun (karena obat/penyakit) fistula trakeoesofageal cystic fibrosis aspirasi benda asing gastroesophageal reflux disease (GERD) ventilasi mekanik prolonged hospitalization

Cara pengambilan bahan Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat secara noninvasif yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif yaitu aspirasi transtorakal, aspirasi transtrakeal, bilasan / sikatan bronkus dan BAL. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan dari darah, cairan pleura, aspirasi transtrakeal atau aspirasi transtorakal, kecuali ditemukan bakteri yang bukan koloni di saluran napas atas seperti M. tuberkulosis, Legionella, P. carinii. Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : dahak, bahan yang didapatkan melalui bronkoskopi (BAL, sikatan, bilasan bronkus dll). Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat, sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan kultur. Cara pengambilan & pengiriman dahak yang benar

Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumurkumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk PATOGENESIS Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkin paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan

fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan fisiologis compliance (ventilation terjadinya paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang terinfeksi menyebabkan missmatching) terjadinya yang pergeseran perfusion kemudian menyebabkan hipoksemia.

Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan. MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis dari pneumonia bakterial, viral, dan mikoplasma pada anak : BAKTERI Umur Awitan Demam Takipnea Batuk Gejala penyerta semua umur mendadak tinggi (+) produktif mild coryza nyeri abdomen Pemeriksaan fisik tanda konsolidasi few crackles variabel VIRUS >3 minggu bervariasi bervariasi (+) nonproduktif coryza MIKOPLASMA 5-15 tahun perlahan-lahan subfebris jarang nonproduktif bullous myringitis faringitis fine crackles wheezing

Leukositosis Foto thoraks Efusi pleura

(+) konsolidasi (+)

bervariasi jarang

jarang jarang

infiltrat difus bilateral bervariasi

Manifestasi klinis pneumonia dapat dibagi berdasarkan : 1. Kelompok umur a. Neonatus Tidak mau minum, letargis, sianosis, grunting, takipnea. b. Bayi (infants) Tidak mau minum, letargis, sianosis, demam, batuk, retraksi, wheezing, noisy breathing. c. Anak prasekolah Demam, batuk, muntah setelah batuk, nyeri dada, nyeri perut kasus berat : retraksi, takipnea, sianosis. d. Anak besar Didahului demam tinggi dan menggigil secara tiba-tiba, batuk, nyeri dada (iritasi pleura membatasi pergerakan dada) disusul takipnea, batuk-batuk pendek nonproduktif. Penderita tidur miring ke sisi yang sakit dengan lutut dilipat untuk mengurangi nyeri dada dan memperbaiki ventilasi. 2. Etiologi infeksi Virus Demam (biasanya lebih rendah dari infeksi bakteri), gejala infeksi saluran nafas atas (faringitis, rhinorrhea dengan sekret serosa), diare. RSV : wheezing, tanda-tanda emfisema.

Streptococcus pneumoniae Awitan demam mendadak tinggi, tidak ada gejala prodromal seperti pada infeksi virus, batuk produktif, otitis media Chlamydia trachomatis Afebris/nontoksik, batuk kering, pleositosis eosinofil perifer Mycoplasma pneumoniae Didahului sakit kepala, gangguan saluran pencernaan, jarang rhinorrhea. Demam (subfebris), atralgia, batuk kering, anoreksia, faringitis Chlamydia pneumoniae Didahului faringitis diikuti batuk dan demam tinggi

Haemophilus influenzae Epiglotitis, perikarditis, otitis media, meningitis Staphylococcus aureus Abses kulit dan jaringan lunak

3. Stadium penyakit a. ronki. b. menurun. Daerah yang terkena nampak tertinggal saat bernafas. Distensi abdomen dilatasi gaster karena udara yang Stadium lanjut : Seiring dengan meluasnya proses konsolidasi suara Bila ada komplikasi seperti efusi pleura, empyema, nafas meningkat sampai subbronkial. pyopneumotoraks pekak pada perkusi dan suara nafas yang Stadium awal : suara nafas menurun, crackles yang tersebar,

tertelan/ileus.

Hepar teraba pada palpasi turunnya diafragma

akibat hiperinflasi pulmo/superimposed gagal jantung kongestif. PEMERIKSAAN FISIK Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal hal sebagai berikut : a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, Tanda objektif yang mereflekiskan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tarnbahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagianbagian yang mudah terpengaruh pada, dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang, melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapueura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot. Sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat "head bobbing yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada "head bobbing", adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. suprasternal, dari pernapasan cuping hidung.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak

menghilangkan getaran fremitus selama jalan nafas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps/paru atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c. d. Pada perkusi tidak terdapat kelainan Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kotinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi-rendahnya frekuensi yang mendominasi), kelas atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah. PEMERIKSAAN LARORATORIUM

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. lnfeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED analisa gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan. PENGOBATAN Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa 2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. 3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu. 4. maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan antibiotik Berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Di Indonesia Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP) Golongan Penisilin

TMP-SMZ Makrolid Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi Marolid baru dosis tinggi Fluorokuinolon respirasi Pseudomonas aeruginosa Aminoglikosid Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Tikarsilin, Piperasilin Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, Levofloksasin Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA) Vankomisin Teikoplanin Linezolid Hemophilus influenzae TMP-SMZ Azitromisin Sefalosporin gen. 2 atau 3 Fluorokuinolon respirasi Legionella Makrolid Fluorokuinolon Rifampisin Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 8

Mycoplasma pneumoniae Doksisiklin Makrolid Fluorokuinolon Chlamydia pneumoniae Doksisikin Makrolid Fluorokuinolon

KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi : Efusi pleura. Empiema. Abses Paru. Pneumotoraks. Gagal napas. Sepsis

Você também pode gostar