Você está na página 1de 2

Pengolahan pengalaman melalui refleksi sangat penting bagi perkembangan penalaran klinis (clinical reasoning).

Sehubungan dengan standar kompetensi dokter, kegiatan ini ditujukan untuk mencapai area kompetensi keenam, yaitu mawas diri dan pengembangan diri.

Mengapa refleksi begitu berharga? Refleksi memberi otak (dan hati kita) waktu untuk memproses semua informasi yang kita serap, dan memberi kita waktu untuk terbentuknya hubungan neuron yang rumit (jaras otak) sebagai landasan dari mengendapnya pengetahuan dan berkembangnya keahlian. Hasil akhirnya justru berupa efisiensi waktu, karena apa yang telah tersimpan dengan baik tersebut akan muncul dengan segera saat dibutuhkan. Refleksi dapat membantu untuk: 1. Mengetahui dengan lebih baik kelebihan dan kekurangan diri. 2. Identifikasi dan mempertanyakan nilai-nilai dan kepercayaan yang mendasari. 3. Mengetahui dan menguji anggapan-anggapan yang mendasari ide, perasaan, dan tindakan. 4. Mengenali area di mana bias dan diskriminasi terjadi 5. Mengenali ketakutan diri terhadap sesuatu 6. Mengidentifikasi kemungkinan ketidakmampuan dan area pengembangan diri. Menurut Biggs (1999), refleksi merupakan kegiatan yang mengindikasikan pendekatan belajar secara mendalam (deep learning approach). Jika faktor ini dihilangkan, pendekatan superfisial sajalah yang didapatkan.

Hal-hal yang menghambat refleksi. Ketidaktahuan yang mengakibatkan anggapan bahwa penulisan reflective writing sebagai interupsi yang mengganggu kegiatan serius dalam pengembangan keilmuan kedokteran. Kemungkinan hambatan terbesar adalah meluangkan waktu yang tidak cukup untuk melakukan proses refleksi, sehingga gagal untuk mengeksplorasi pengalaman tersebut dengan lebih mendalam. Hanya menulis untuk mengejar syarat pemenuhan ujian.

Jika demikian, insight yang berarti tidak tercapai dan perubahan positif tidak akan terjadi. Penilaian reflective writing Reflective writing ini merupakan sarana untuk membagi proses berpikir dan belajar mahasiswa dengan gurunya. Kejadian atau insiden atau pengalaman itu sendiri tidak penting, dan tidak dinilai. Yang penting adalah reaksi terhadapnya. Fokus dari penilaian reflective writing adalah melihat apakah mahasiswa memahami 1

fase-fase siklus belajar dari pengalaman dan mengekspresikan pengalamannya tersebut secara tertulis. Hal-hal yang diharapkan tersirat maupun tersurat dalam reflective writing adalah bagaimana mahasiswa : mengingat kembali suatu pengalaman berarti dalam proses belajarnya, sesuai dengan perkembangan keilmuan yang didapatkannya selama ini, mencatat reaksi emosionalnya dalam jurnal atau diary, mengkaji pengalaman dan respon emosional tersebut dengan menggunakan bukti yang ada, mengaitkan pengetahuan teoritis yang didapat dengan pengalamannya atau konteks lain, dan menggunakan hasil refleksi tersebut untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan diri, membuat rencana serta menyusun prioritas dalam pengembangan diri. Penilaian tidak selalu bersifat memberi angka. Penilaian dapat bersifat kolaboratif daripada inspektif (Brockbank & McGill, 1988, as cited in Moon, 1999). Hal ini perlu dipahami karena proses refleksi tidak selalu nyaman, terutama jika berefleksi terhadap pengalaman yang mengecewakan atau bahkan memalukan. Untuk itulah, kegiatan supervisi memegang peranan penting.

Você também pode gostar