Você está na página 1de 19

ETOLOGI HEWAN

(Perilaku Hewan sebagai Akibat Pengaruh Genetis dan Lingkungan, Proses Belajar, Refleksi Sosial)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah biologi umum yang dibina oleh Bapak Dr. Sueb, M. Kes. dan Dr. Istamar Syamsuri, M. Pd. yang akan dipresentasikan pada tanggal 5 Desember 2012

Anggota kelompok :

Ajeng Wijarprasidya Tiara Aldezia

120342422451 120342422466

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Desember 2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya untuk membimbing kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah biologi umum. Penyusun dalam menyelesaikan makalah ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Sueb, M. Kes. dan Dr. Istamar Syamsuri, M. Pd. selaku dosen pembimbing. 2. Orang tua kami, yang sudah memberikan dukungan baik materiil maupun spirituil. 3. Kepada teman teman, khususnya mahasiswa biologi offering H yang telah memberikan kritik dan saran demi merampungkan makalah ini dengan maksimal. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari baik. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah tentang Etologi Hewan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya mahasiswa biologi Universitas Negeri Malang.

Malang, Desember 2012

Penyusun

BAB II

PEMBAHASAN
1.1 LATAR BELAKANG TEORI
Setiap makhluk hidup akan melakukan dengan lingkungannya sejak pertama kali mereka dilahirkan. Untuk tetap eksis setiap makhluk hidup harus mampu melakukan adaptasi, baik pada tingkatan populasi maupun komunitas pada suatu biosfer. Apabila kita melakukan eksplorasi terhadap beberapa macam interaksi makhluk hidup, banyak contoh telah dikemukakan para peneliti pada bidang perilaku hewan. Suatu spesies hewan mampuberinteraksi dengan lingkungan, hewan tersebut dapat berkomunikasi, bergerak, berinteraksi secara social, dan mencari makanan. Kajian perilaku hewan merupakan salah satu aspek Biologi yang telah lama diteliti, bahkan dapat dikatakan sebagai kajian yang paling tua. Dalam ilmu yang mempelajari perilaku, banyak peneliti menggunakan hewan percobaan dibanding tumbuhan. Kajian perilaku dari suatu hewan dapat dijadikan suatu kunci untuk memahami eolusi dan fungsi ekologi dari hewan tersebut. Kajian perilaku hewan pada dasarnya mempelajari bagaimana hewan-hewan berperilaku di lingkungan, dan setelah para ahli melakukan interpretasi, diketahui bahwa perilaku merupakan hasil dari suatu penyebab atau suatu proximate cause. Teori etologi Etologi merupakan sebuah studi yang mengenai tingkah laku lebih khususnya tingkah laku hewan. Etologi menekankan landasan biologis, dan evolusioner perkembangan. Penamaan (imprinting) dan periode penting (critical period) merupakan konsep kunci. Teori ini di tegakkan berdasarkan penelitian yang cermat terhadap perilaku binatang dalam keadan nyata. Pendirinya adalah Karl Von Frisch soerang pecinta binatang. Bertahun-tahun ia memelihara berbagai macam binatang dan mengamati perilakunya. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan sekelompok itik dengan anak-anaknya. Ia memiisahkan dua kelompok anak angsa, satu kelompok diasuh induknya dan satu kelompok lagi ia asuh sendiri. Setelah beberapa bulan kelompok anak angsa yang diasuhnya mengidentifikasi Carl Von Frisch sebagai induknya. Kemanapun Carl Von Frisch pergi mereka selalu mengikuti. Suatu saat dipertemukan kelompok asuhnya dengan induk aslinya ternyata kelompok yang diasuh ini menolak induk aslinya.

1.2 DEFINISI ETOLOGI


Ilmu perilaku hewan, ilmu perilaku satwa atau juga disebut etologi (dari : , ethos, "karakter"; dan , -logia) adalah suatu cabang ilmu zoology yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor-faktor penyebabnya. Ilmu perilaku hewan, pada keseluruhannya merupakan kombinasi kerja-kerja laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu tertentu semisal neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang ahli perilaku hewan umumnya menaruh perhatian pada proses-proses bagaimana suatu jenis perilaku (misalnya agresi) berlangsung pada jenis-jenis hewan yang berbeda. Meski ada pula yang berspesialisasi pada tingkah laku suatu jenis atau kelompok kekerabatan hewan yang tertentu. Ahli perilaku hewan juga disebut etolog.

1.3 TOKOH-TOKOH ETOLOGI

FIGURE 1. The founding fathers of ethology: Karl von Frisch, Konrad Lorenz, and Niko Tinbergen pioneered the study of behavioral science. In 1973, they received the Nobel Prize in Physiology or Medicine for their path-making contributions. Von Frisch led the study of honeybee communication and sensory biology. Lorenz focused on social development (imprinting) and the natural history of aggression. Tinbergen examined the functional significance of behavior and was the first behavioral ecologist.

1. Karl Ritter von Frisch (20 November 1886 12 Juni 1982) Seorang etnolog Austria yang menerima Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1973 untuk prestasinya dalam fisiologi perilaku komparatif dan merintis karya dalam komunikasi antara serangga, bersama dengan Niko Tinbergen dan Konrad Lorenz. Ia belajar zoologi dengan Richard von Hertwig dan menggantikannya sebagai profesor zoologi di Munich, Jerman. Pada tahun 1940an, Ia mengamati individu lebah madu eropa (Apis mellifera) indera lebah, saat kembali ke sarang yang dimodifikasi untuk pengamatan. Ia mendapatkan bahwa Lebah yang pulang dengan cepat menjadi pusat perhatian lebah-lebah lain, disebut pengikut. Jika sumber makanan dekat dengan sarang (kurang dari 50 m ) , lebah yang yang pulang aka berputar-putar dalam lingkaran kecil sambil menggoyangkan abdomennya dari satu sisi ke sisi yang lain. Perilaku ini, disebut tarian memutar, memotivasi lebah pengikut lain untuk meninggalkan sarang dan mencari makanan disekitar sarang. Oleh karena penelitian inilah ia merupakan salah satu tokoh pertama yang menerjemahkan arti tarian lebah. Saat ini teorinya telah diakui keakuratannya.

Gambar 2. Lebah pekerja mengumpul di sekitar seekor lebah yang baru saja pulang dari perjalanan mencari makan. Dan ia terlihat melakukan tariannya.

2. Konrad Zacharias Lorenz (7 November 1903 27 Februari 1989) Seorang psikologi, zoologi, dan ornitologi berkebangsaan Austria. Dia memenangkan hadiah penghargaan Nobel dalam bidang Kedokteran pada tahun 1973 bersama Nikolas Tinbergen dan Karl von Frisch. Pada musim gugur tahun 1936, Lorenz menghadiri sebuah simposium yang diprakarsai Prof. Van der Klaauw di Kota Leiden, Belanda. Dalam simposium ini, Lorenz bertemu dengan Nikolaas Tinbergen yang juga seorang ahli tingkah laku hewan (ethologist). Pertemuan ini nampaknya menjadi pertemuan bersejarah bagi kedua ilmuwan tersebut. Mereka berdiskusi tentang hubungan antara respon penyesuaian tempat dengan mekanisme pelepasan yang dapat menjelaskan timbulnya tingkah laku berdasarkan insting. Pemikiran mereka merupakan cikal bakal lahirnya ethologi. Pada percobaan klasik yang dilakukan pada tahun 1930an, Konrad Lorenz menunjukkan bahwa rangsangan perakaman (imprinting) utama pada angsa graylag adalah objek di dekatnya yang bergerak menjauh dari sang anak. Ketika anak angsa yang ditetaskan dalam incubator menghabiskan beberapa jam pertama dengan Lorenz, bukan dengan angsa, mereka merakam Lorenz dan

sejak saat itu membuntutinya kemana pun dengan setia. Terlebih lagi, mereka tidak menunjukkan pengenalan terhadap induk biologisnya atau angsa dewasa lain dari spesiesnya sendiri.

Gambar 3. Para anak angsa graylag ini merakam ahli etologi Konrad Lorenz

3. Nikolas Niko Tinbergen (Den Haag, 15 April 1907 21 Desember 1988) Seorang etolog dan ornitolog Belanda yang berbagi Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1973 bersama Karl von Frisch dan Konrad Lorenz atas penemuan mereka di bidang biologi. Tinbergen terkenal untuk 4 pertanyaan yang dipercayainya harus ditanyakan berkenaan dengan berbagai perilaku binatang. Selain itu, dengan metodenya ia menerapkannya untuk menangani gejala autisme pada anak. Nikolas memiliki dua orang saudara. Saudaranya Jan Tinbergen, adalah seorang ekonom yang dianugerahi Penghargaan Bank Swedia dalam Ilmu Ekonomi untuk mengenang Alfred Nobel. Adiknya Luuk Tinergen juga berprofesi sama seperti dirinya. Kolaborator Lorenz, Niko Tinbergen, mengemukakan bahwa etologi selalu perlu memperhatikan 4 jenis penjelasan tiap hal perilaku: fungsi: bagaimana perilaku berpengaruh kuat pada kesempatan hewan untuk kelangsungan hidup dan reproduksi? yang menyebabkan: apakah stimuli yang mendapatkan tanggapan itu, dan bagaimana telah diubah oleh pembelajaran terkini? pengembangan: bagaimana perilaku berubah dengan umur, dan apakah pengalaman awal yang perlu untuk perilaku untuk diperlihatkan? sejarah evolusioner: bagaimana perilaku dibandingkan dengan perilaku bersama dalam spesies terkait, dan bagaimana mungkin telah timbul melalui proses filogeni? Dua pertanyaan pertama menanyakan tentang penyebab proksimat: bagaimana perilaku terjadi atau dimodifikasi. Dua pertanyaan burung terakhir menanyakan tentang penyebab ultimat : mengapa perilaku terjadi dalam konteks seleksi alam. Niko Tinbergen mempelajari pembelajaran spasial sewaktu sedang mengambil s2 pada 1932 di Belanda. Tinbergen tergelitik oleh perilaku tawon penggali betina (Philanthus triangulum), yang bersarang dalam liang kecil dalam gumuk pasir. Ia mengamati bahwa ketika tawon meninggalkan sarangnya untuk pergi untuk pergi berburu, ia menutupi pintu masuk ke liang dengan pasir. Sewaktu kembali, ia terbang langsung ke sarangnya yang tersembunyi, meskipun ada ratusan liang lain di daerah tersebut. Tinbergen mengajukan hipotesis bahwa tawon menentukan letak sarangnya dengn mempelajari posisi sarang relative terhadap penand (Landmark) atau indicator lokasi yang kasat mata. Untuk menguji hipotesis, Tinbergen melakukan sebuah percobaan di habitat alami tawon. Dengan memanipulasi objek disekeliling pintu masuk sarang. Tinbergen menubjukkan tawon penggali melakukan pembelajaran visual.

Gambar 4. Hasil percobaannya. Dimana saat pulang, ia terbang ke tengah ligkaran batuan, bukan ke sarang yang ada di dekat situ. Dengan mengulang percobaan menggunakan banyak tawon, Tinbergen memperoleh hasil yang sama. Kesimpulannya percobaan ini mendukung hipotesisnya, bahwa tawon menggunakan penanda visual untuk melacak sarangnya.

1.4 PENGELOMPOKAN TINGKAH LAKU HEWAN

1.4.1 Perilaku Akibat Proses Belajar Perilaku merupakan campuran dari pengaruh genetic dan pengaruh lingkungan. Proses belajar seringkali didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mendapatkan informasi dari adanya interaksi, atau suatu perilaku yang memang telah ada pada organisme (hewan) dan cenderung memberikan pengertian dari suatu upaya uji coba. Sebagai contoh, keberhasilan dari suatu spesies karena mampu berkembangbiak, tetapi dalam proses tersebut terlibat pula

seleksi alamiah yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan organism tersebut. Burung yang baru menetas dari telurnya meskipun kemudian dipelihara dalam ruang yang kedap suara akan menyanyikan pola lagu yang pada dasarnya sama seperti burung liar. Tetapi ada nada nada yang tidak ditemukan pada nyanyian burung tadi dengan nyanyian burng liar. Jadi pola tingkah laku itu bersifat bawaan, tetapi dalam hidupnya sesuatu ditambahkan pada tingkah laku burung ini. Ternyata dalam hal ini burung memperoleh tingkah lakunya dari belajar. Dalam proses belajar terdapat beberapa tipe dan karakter belajar, yaitu: 1. Habituisi, suatu bentuk perilaku belajar yang paling sederhana, akan terjadi bila stimulus yang tidak berbahaya didapat oleh organisme atau hewan secara berulang, setelah terjadi stimulus tersebut maka organism akan mengabaikannya. 2. Imprinting, suatu pengenalan terhadap satu objek seperti induk, hal tersebut terjadi pada suatu periode kritis sesaat setelah lahir. 3. Asosiasi, atau pengkondisian dimana perilaku yang disebabkan oleh suatu hasil dari suatu respon terhadap kondisi tertentu, baik kondisi tersebut diketahui atau tidak. Perilaku ini dibagi menjadi : a. Pengkondisian Klasik, perilaku yang disebabkan oleh suatu rangsangan yang menjadikan ia mengasosiasi dengan keluaran tertentu. Contohnya: Ahli fisiologi Rusia Ivan Pavlov, mendemonstrasikan bahwa apabila ia selalu menyembunyikan sebuah lonceng sebelum memberikan makan anjing, maka anjing itu akhirnya anjing itu akan mengucurkan air liur saat lonceng dibunyikan karena mengira akan memperoleh makanan.

Gambar 5. Contoh perilaku pengondisian klasik.

b. Pengondisian Operant, perilaku ini lebih merupakan hasil kondisi yang disebut tria and eror, hewan belajar mengasosiasikan salah satu perilakunya sendiri dengn ganjaran atau hukuman, dan kemudian cenderung mengulangi atau menghindari perilaku tersebut. Contohnya: serigala yang wajahnya tertusuk banyak duri, yang disebabkan penyerangan terhadap landak. 4. Imitasi, perilaku yang diakibatkan karena adanya proses pengamatan dan meniru individu lain. Contohnya: kucing, anjing, dan serigala yang belajar dasar taktik berburu dengan mengamati dan meniru induknya. 5. Inovasi, suatu kemampuan untuk merespon sesuat terhadap keadaan baru, dan dilakukan dengan tepat. Perilaku ini timbul dan berkembang karena terjadinya respon terhadap suatu keadaan yang baru, tanpa meniru yang dikatakan juga sebagai problem solving. Contohnya: Simpanse yang mencoba memecah biji sawit.

Gambar 6. Perilaku Problem Solving. 1.4.2 Tingkah laku sebagai akibat dari genetis dan faktor lingkungan Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan.Suatu mitos yang masih diabadikan oleh media populer adalah bahwa perilaku disebabkan oleh pengaruh gen (nature/alam) atau oleh pengaruh lingkungan (nuture/pemeliharaan). Pada perkembangannya, hal ini semakin menjadi perdebatan antara

pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang merupakan pengaruh alami atau akibat hasil asuhan atau pemeliharaan. Lambat laun diketahui bahwa hasil kajian diketahui terjaddinya suatu perilkau disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis da lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat. Berikut merupakan perkembangan sifat yang ada secara alami : 1. Innate Merupakan perilaku atau suatu potensi terjadinya perilaku yang telah ada didalam suatu individu. Perilaku yang timbul karena bawaaan lahir berkembang secara tetap/pasti. Perilaku ini tidak memerlukan adanya pengalaman atau memerlukan proses belajar. Seringkali terjadi pada saat baru lahir, dan perilaku ini bersifat genetis ( diturunkan). Contohnya: percumbuan pada lalat buah jantan yang melibatkan seperangkat perilaku tetap yang mengikuti urutan yang tetap.

Gambar 7. Perilaku bercumbu pada lalat buah 2. Naluri atau Insting (instinct) Insting adalah perilaku innate klasik yang sulit dijelaskan, walaupun demikian terdapat beberapa perilaku insting yang merupakan hasil pengalaman, belajar dan ada pula yang merupakan factor keturunan. Perilaku terhadap suatu stimulus (rangsangan) tertentu pada suatu spesies, biarpun perilaku tersebut tidak didasari pengalaman lebih dahulu, dan perilaku ini bersifat menurun. Hal ini dapat diuji dengan menetaskan hewan ditempat terpencil, sehingga apapun yang dilakukan hewan-hewan tersebut berlangsung tanpa mengikuti contoh dari hewan-hewan yang lain. Tetapi hal tersebut tidak dapat terjadi pada hewan-hewan menyusui,

karena pada hewan-hewan menyusui selalu ada kesempatan pada anaknya untuk belajar dari induknya. Contoh:

Pada pembuatan sarang laba-laba diperlukan serangkaian aksi yang kompleks, tetapi bentuk akhir sarangnya seluruhnya bergantung pada nalurinya. Dan bentuk sarang ini adalah khas untuk setiap spesies, walaupun sebelumnya tidak pernah dihadapkan pada pola khusus tersebut.

Gambar 8. Sarang Laba-laba

Pada pembuatan sarang burung, misalnya sarang burung manyar (Ploceus manyar). Meskipun burung tersebut belum pernah melihat model sarangnya, burung manyar secara naluriah akan membuat sarang yang sama.

Gambar 9. Sarang Burung Manyar

Untuk melakukan perilaku bawaan kadang-kadang diperlukan suatu isyarat tertentu, isyarat tersebut disebut release atau pelepas. Release (pelepas) ini dapat berupa warna, zat kimia dll. Berikut macam perilakunya :

Release berupa warna. misalnya pada ikan berduri punggung tiga. Selama musim berbiak biasanya ikan betina akan mengikuti ikan jantan yang perutnya berwarna merah ke sarang yang telah disiapkannya. Tetapi ternyata ikan betina akan mengikuti setiap benda yang berwarna merah yang diberikan kepadanya. Dan benda apapun yang menyentuh dasar ekornya, akan menyebabkan ikan betina tersebut bertelur.

Release berupa zat kimia misalnya feromon. Feromon adalah zat kimia yang dikeluarkan oleh hewan untuk alat komunikasi. Feromon sangat umum dikalangan mamalia dan serangga dan sering kali berkaitan dengan peerilaku reproduktif. Feromon berfungsi sebagai release pada berbagai serangga sosial seperti semut, lebah dan rayap. Hewan-hewan tersebut mempunyai berbagai feromon untuk setiap tingkah laku, misalnya untuk perilaku kawin, perilaku mencari makan, perilaku adanya bahaya dll. Fungsi lain feromon dalam perilaku nonreproduktif, misalnya : ketika ikan minnow atau ikan kumis terluka suatu zat peringatan yang dilepaskan oleh kulit ikan itu akan menyebar dalam air, menginduksi respon takut pada ikan lain. Sehingga dalam beberapa detik ikan akan mengumpul dan mengurangi gerakannya.

Gambar 10. Ikan Minnow merespon adanya peringatan.

3. Pola Aksi TEtap (FAPs= Fixed Action Paterns) FAP adalah suatu perilaku stereotipik yang disebabkan oleh adanya stimulus yang spesifik. Contohnya: saat anak burung baru menetas akan selalu membuka mulutnya, kemudian induknya akan menaruh makanan dalam mulut anak burung tersebut. Contok lain: anak bebek yang baru menetas akan langsung masuk ke dalam air, tanpa diperlukan proses belajar.

Gambar 11. Burung robin yang memberikan makanan pada anaknya. 1.4.3 Perilaku Akibat Refleksi Sosial Perilaku yang dilakukan oleh satu individu atau lebih yang menyebabkan terjadinya interaksi antar individu dan antar kelompok. Secara umum didefinisikan perilaku social adalah segala macam dari interaksi diantara sesame spesies yang melibatkan dua atau lebih individu organism (umumnya hewan). Adanya perilaku social sebagai akibat dari kompetisi sering terjadi dalam dunia hewan, misalnya untuk merebutkan sumber makanan, dan lain sebagainya. Perilaku Sosial bisa dibagi menjadi : 1. Perilaku Altruistik: adalah perilaku yang dilakukan bertujuan untuk mempererat ikatan social, koordinasi antar individu dan kebersamaan antar atau di dalam kelompok. Sering disebut juga sebagai Perilaku Non Egois.

Gambar 12. Tikus Mondok telanjang, spesies mamalia pembentuk koloni yang menunjukkan perilaku altruistic.

2. Perilaku Agonistic. Perilaku agonistic adalah perilaku agresif yang pada dasarnya dilakukan untuk dapat lulus hidup. Perilaku ini pada umumnya merupakan ritual, memperlihatkan kekuatan, dan keindahan. Perilaku ini dibedakan :
Perilaku aggressive: Perilaku submissive:

Perilaku yang bersifat mengancam atau menyerang. Perilaku yang menunjukkan ketakutan atau kalah.

Gambar 13. Interaksi Agonistik. Kanguru abu-abu timur (Macropus giganteus) jantan sering kali bertinju dalam kontes yang menentukan jantan mana yang paling mungkin kawin dengan betina yang tersedia.

3. Vokalisasi; Adalah suara yang dikeluarkan oleh satu atau lebih individu untuk berkomunikasi dan koordinasi diantara anggota kelompoknya.

Gambar 14. Monyet vervet yang menggunakan teriakan untuk berkomunikasi dengan anggota kelompoknya. 4. Perilaku maternal / mothering; Perilaku induk yang bertujuan melindungi dan memelihara anaknya. Pada dasarnya sang induk melindungi telur atau anaknya dari serangan predator. Contohnya panda ikan yang membawa telurnya didalam mulut.

Gambar 15. Perawatan anak oleh jawfish jantan. Jawfish jantan, yang hidup di lautan tropis, membawa telur yang telah difertilisasi dalam mulutnya., menjaganya tetap terarerasi dan melindunginya dari predator telur hingga menetas.

5. Perilaku Kawin. Perilaku kawin, yang mencakup pencarian atau pemikatan pasangan, pemilihan calon pasangan dan persaingan memperebutkan pasangan, merupakan produk dari suatu bentuk seleksi alam yang disebut seleksi seksual. Perilaku dapat meningkatkan keberhasilan reproduktif yang berbeda, bergantung pada sistem perkawinan spesies. Tiap spesies sifat perkawinannya berbeda. Sehingga menganut sifat Promiskuitas atau hubungan (ikatan pasangan) yang bertahan lama. Pada spesies dengan pasangan yang tetap bersama dalam waktu yang lama, hubungannya mungkin bersifat: a. Monogami: satu jantan kawin dengan satu betina b. Poligami : satu individu yang kawin dengan beberapa individu lain. Hubungan poligami paling sering melibatkan seekor jantan dengan banyak betina, suatu system yang disebut Poligini. Dan hubungan lain yang melibatkan satu betina dengan banyak jantan , yang disebut Poliandri.

Gambar 16. Spesies yang monogamy, misalnya pada burung camar

Gambar 17. Spesies yang melakukan poligini pada Rusa Besar.

Gambar 18. Spesies yang melakukan polyandry pada Falarop Wilson.

DAFTAR PUSTAKA Campbell A Neil, Reece, Urry, Cain, Minorsky, dan Jacson. 2008. Biology 8th Edition.USA : Pearson Education. Johnson, George B, dan, Peter .H. Raven. 2002. Biology 6th Edition. New York : McGraw-Hill Higher Education. Solomon ,Eldra P, Linda R. Berg, and Diana W. Martin. . Biology 6th Edition. USA: Thomson Higher Education.

Você também pode gostar