Você está na página 1de 25

1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.1 Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2 Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20022003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.2 Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta

memahami patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat untuk memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.

I.2

Rumusan Masalah Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM)?

I.3

Tujuan Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM)?

I.4 -

Manfaat Menambah wawasan mengenai penyakit di bidang kebidanan khususnya Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan.

BAB II STATUS PASIEN 2.1 Identitas Pasien No Reg Nama penderita Umur penderita Alamat Pekerjaan penderita Pendidikan penderita Nama suami Umur suami Pekerjaan suami Pendidikan suami 2.2 Anamnesa 1. 2. 3. Masuk rumah sakit tanggal : 27 Januari 2013 Keluhan utama : keluar cairan jernih merembes dari jalan lahir Riwayat penyakit sekarang : Pasien rujukan dari puskemas dengan diagnosis GII P1001 Ab000 dengan ketuban sudah pecah. Pasien mengeluh keluar cairan mrembes yang dirasakan sejak tanggal 26 januari jam 02.00 disertai keluar lendir, darah dan merasa kenceng-kenceng, pasien kemudian periksa ke bidan pada tangal 26 januari 2013 jam 07.00, setelah dilakukan pemeriksaan bidan tersebut mengatakan pada pasien bahwa pembukaan masih menutup oleh bidan pasien kemudian dirujuk ke RS. 27 januari 2013 Jam 09.50 pasien tiba di RSUD Kanjuruhan dan tiba di kaber pada jam 11.15. 4. Riwayat kehamilan yang sekarang : hamil anak ke 2, ANC 9 x ke bidan. 5. Riwayat menstruasi : : 310892 : Ny. M : 30 tahun : Desa margo mulyo, Wajak : Ibu rumah tangga : SMK : Tn. P : 30 tahun : Swasta : SMP

6. 7. 8. 9.

menarche 12 tahun, Lama masa menstruasi 5-6 hari, HPHT : 12 -5- 2012 HPL : 19-2-2013 usia kehamilan :33-34 minggu

Riwayat perkawinan : 1 kali, lama 5 tahun Riwayat persalinan sebelumnya : anak pertama perempuan hidup. Riwayat penggunaan kontrasepsi : Pil selama 2 bulan. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : tidak ada.

10. Riwayat penyakit keluarga : Hipertensi (-). 11. Riwayat kebiasaan dan sosial : Pijat oyok (+) 4 x, Jamu (-), Konsumsi kopi (-) 12. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : pil vitamin dari bidan 2.3 Pemeriksaan Fisik a. Status present Keadaan umum : cukup, kesadaran compos mentis Tekanan darah : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Suhu: 36C RR : 16 x/menit TB : 155 cm, BB : 54 kg b. Pemeriksaan umum Kulit : normal Kepala : Mata : anemi (-/-), ikterik (-/-), odem palpebra (-/-) Wajah : simetris Mulut : kebersihan gigi geligi cukup, stomatitis (-), hiperemi pharyng (-), pembesaran tonsil (-) Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-), pembesaran kelenjar tyroid (-) Thorax Paru :

Inspeksi Palpasi Perkusi

:Pergerakan pernafasan simetris, tipe pernapasan normal. Retraksi costa (-/-) :teraba massa abnormal (-/-), pembesaran kelenjar axilla (-/-) : sonor (+/+), hipersonor (-/-), pekak (-/-) wheezing (-/-), ronchi (-/-)

Auskultasi : vesikuler (+/+), suara nafas menurun (-/-) Jantung : Inspeksi Palpasi Perkusi Abdomen Inspeksi Palpasi :distensi(-), gambaran pembuluh darah collateral(-) :pembesaran organ (-), nyeri tekan (-), teraba massa abnormal (-). Tinggi fundus uteri 2 jari diatas pusat 140/mnt. Perkusi Auskultasi :timpani (+) :suara bising usus normal, metalic sound (-) (27 cm), punggung kanan, letak kepala belum masuk pintu atas panggul, DJJ : iktus cordis tidak tampak : thrill (-) : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung regular, S1/S2

Ekstremitas: odema (-/-) c. Status obstetri : Pemeriksaan luar : Leopold I Leopold II : Diatas bulat besar lunak kurang lenting tinggi fondus uteri 2 jari di atas pusat (27 cm) : tahanan memanjang disebelah kanan

Leopold III : Bagian terendah janin teraba agak bulat keras melenting bagian terendah kepala. Bagian bawah janin belum masuk pap Leopold IV : 0/5

Bunyi jantung janin Pemeriksaan Dalam Pengeluaran pervaginam Vulva / vagina Pembukaan Penipisan portio Ketuban Bagian terdahulu Hodge 2.4 Ringkasan :

: 140 x/menit, regular

: Cairan ketuban (+) : menutup ::::warna : -

Pasien rujukan dari puskemas dengan diagnosis GII P1001 Ab000 dengan prematur dan ketuban sudah pecah. Pasien mengeluh keluar cairan mrembes yang disertai keluar lendir, darah dan merasa kenceng-kenceng, pasien kemudian periksa ke bidan dengan hasil pembukaan porsio masih menutup. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 80x/menit, suhu: 36C, pernapasan : 16x/menit. Dari pemeriksaan obstetrik luar didapatkan TFU 2 jari diatas pusat, 27 cm. Bagian teratas janin : bulat besar lunak kurang lenting, Punggung janin : kanan, Bunyi jantung janin: 140x/menit, regular Tunggal, Bagian terendah dari janin : kepala, Bagian terendah janin belum masuk ke PAP. Dari pemeriksaan pervaginam didapatkan V/V: Cairan ketuban, PO menutup,Bagian terbawah kepala. 2.5. Diagnosa Diagnosa: GIIP0000Ab000 usia kehamilan 33-34 minggu, belum inpartu, tunggal, hidup, intrauterin dengan preterm prematur ruptur of membran.

2.6 Rencana Tindakan Infus RL (20 tpm) Evaluasi tiap 4 jam dexametason

Observasi TTV dan DJJ

2.7 Follow Up Nama pasien Ruang kelas Diagnosa Tanggal/jam 27- januari 2013 : Ny. E : IRNA GGS :P2002 Ab000 post partum dengan preterm PRM Catatan Observasi S : Periksa kehamilan O : T : 120/80 mmHg N : 84x/menit, S : 36,5 C DJJ :140 x/mnt A : GII P1001 AB000 dengan preterm prematur ruptur of membran P : Observasi TTV dan DJJ IVFD RL 25 tpm dexametason Observasi Inpartu 28 Januari 2013 S : post partum O : T : 120/90 mmHg N : 80 x/menit, S : 36,4 C A : P2002 AB000 post partum P : IVFD RL 20 tpm Keterangan

Injeksi ceftazidime 3x1 Injeksi ketorolac 2x1 29 Januari 2012 S : tidak ada keluhan ASI (+). O : T : 120/80 mmHg N: 80 x/menit S : 36,8C A : P2002Ab000 post partum hari ke-1. P : BLPL

LAPORAN PERSALINAN 1. Ketuban 2. Jenis persalinan 4. Episiotomi 5. Pembiusan 6. Ruptur perineum 7. Penyulit persalinan 8. Lama persalinan 9. Plasenta lahir 10. Kontraksi uterus 11. Tali pusat : Pecah sendiri : tidak : Normal : dilakukan :: tidak :: 30 menit :: (+) : (+) warna : jernih

3. Presentasi selama persalinan : kepala

12. Perdarahan selama persalinan : (+) 500 cc 13. Obat-obatan yang telah diberikan kepada ibu selama persalinan : 1. IVFD RL 2. Ceftazidine 4. Ketoroac 3. Bayi : BB = 2950 gr.

10

LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT KRS tanggal Keadaan ibu waktu pulang : 30 januari 2013 : Keadaan umum : cukup T: 120/80 mmHg, N: 84x/menit, S: 36,4C, RR: 20x/menit PPV (-), Pus (-), Sesak (-), Ronchi (-), Wheezing (-) Payudara Fundus uteri Kontraksi uterus Perineum Lochea Lain-lain Diagnosa saat pulang Pengobatan : ASI (+) : TFU setinggi pertengahan antara simphisis dan pusat : Baik : normal : (-) : (-) : Post partum hari ke I dengan pretermn PRM : Vitamin B complek 3x 1 Antibiotik 3x1

11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. KETUBAN PECAH DINI (KPD) Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.2 3.1.2. Etiologi KPD Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi

3.1.1. Definisi KPD

12

interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.4 Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain: 1. Infeksi Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2 2. Defisiensi vitamin C Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2 3. Faktor selaput ketuban Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.2

13

4. Faktor umur dan paritas Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2 5. Faktor tingkat sosio-ekonomi Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.2 6. Faktor-faktor lain Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2 Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut : Serviks inkompeten. Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik. Kelainan bawaan dari selaput ketuban. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5 3.1.3. Epidemiologi KPD Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan

14

kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2 Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77% sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.2 3.1.4. Patofisiologi KPD Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2

15

Gambar 3.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2 Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.2 Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi

16

patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2 Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2 Infeksi Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan

17

meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2

Tabel 3.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.2 Hormon Progesteron ekstraseluler dan estradiol menekan proses remodeling matriks pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan

menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.2 Kematian Sel Terprogram Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis

18

mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2 Peregangan Selaput Ketuban Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2

Gambar. 3.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2 3.1.5 Diagnosis KPD Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh

19

karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara : 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.4 Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.4 2. Pemeriksaan dengan spekulum Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5 Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah : 1. Pooling 3. Ferning pakis.8 Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior. : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan 2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru. didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun

20

paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria gonorea.4 3. Pemeriksaan dalam Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.4 4. Pemeriksaan penunjang Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru. Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada infeksi. USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban. Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat. Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4 3.1.6. Diagnosis Banding KPD Fistula vesiko vaginal pada kehamilan.4 3.1.7. Penatalaksanaan KPD Konservatif Rawat di rumah sakit. Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

21

Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7 Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri jika : a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9

22

Tabel. 3.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7

Gambar. 3.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.8 3.1.8. Komplikasi KPD Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%

23

terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1 Infeksi Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.1 Hipoksia dan Asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.1 Sindroma deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.1 3.1.9. Prognosis KPD Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul.2

24

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Pemeriksaan dan diagnosis kasus ini dapat diterima dan sesuai dengan literatur yang ada. 2. Pada kasus ini pasien direncanakan untuk persalinan normal pervaginam 4.2 Saran 1. Penjaringan kasus dengan risiko tinggi dan pengawasan antenatal yang teratur dan baik, sangat menentukan morbiditas dan mortalitas penderita kehamilan dengan KPD. 2. Segera merujuk penderita kehamilan dengan KPD ke RSUD. 3. Penanganan kasus penderita kehamilan dengan KPD, harus dilakukan secara terpadu dan komprehensif.

25

DAFTAR PUSTAKA 1. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005. 2. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002. 3. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya. Ilmu Kebidanan, edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005. 4. Fischer Richard et al, Breech Presentation, e medicine, January 2002. 5. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997. 6. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000. 7. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2002. 8. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC, Jakarta 1998. 9. Anonim. Presentasi Bokong. Diakses dari http://medlinux.blogspot.com/. November, 2007. 10. Jenis A. Pregnancy, Breech delivery. Diakses dari http://www.emedicine.com/. December, 2006. 11. Ballas S, et al. Deflexion of the fetal head in breech presentation. Incidence, Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology . Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Januari, 2007. 12. Caterini, et al. Fetal risk in hyperextension of the fetal head in breech presentation. Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Januari, 2007.
13. Westgren, et al. Hyperextension of the fetal head in breech presentation. A

study

with

long-term

follow-up.

Diakses

dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Januari, 2007.

Você também pode gostar