Você está na página 1de 15

OBAT ANTI TUBERKULOSIS

1. ISONIAZIDA (H) Identitas. Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Isoniazida 100 mg dan 300 mg / tablet. Nama lain Isoniazida : Asam Nicotinathidrazida; Isonikotinilhidrazida; INH Dosis. Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak-anak 10 mg per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya. Umumnya dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan 900 mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan dosis 10-20 mg per kg berat badan. Atau 20 40 mg per kg berat badan sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu. Indikasi. Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis lain. Kontraindikasi. Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi : kehamilan(kecuali risiko terjamin). Kerja Obat. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri. Interaksi. Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, tetapi mempunyai efek minimal pada CYP3A. Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksis. Antikonvulsan seperti fenitoin dankarbamazepin adalah yang sangat terpengaruh oleh isoniazid. Isofluran,parasetamol dan Karbamazepin, menyebabkan hepatotoksisitas, antasida danadsorben menurunkan absopsi, sikloserin meningkatkan toksisitas pada SSP, menghambat

metabolisme karbamazepin, etosuksimid, diazepam, menaikkan kadar plasma teofilin. Efek Rifampisin lebih besar dibanding efek isoniazid, sehingga efek keseluruhan dari kombinasi isoniazid dan rifampisin adalah berkurangnya konsentrasi dari obat-obatan tersebut seperti fenitoin dan karbamazepin Efek Samping. Efek samping dalam hal neurologi: parestesia, neuritis perifer, gangguan penglihatan, neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi, mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah laku, depresi, ingatan tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi. Hipersensitifitas demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk morbili,mapulo papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis. Hepatotoksik: SGOT dan SGPT meningkat, bilirubinemia, sakit kuning, hepatitis fatal. Metaboliems dan endrokrin: defisiensi Vitamin B6, pelagra, kenekomastia, hiperglikemia, glukosuria, asetonuria, asidosis metabolik, proteinurea. Hematologi: agranulositosis, anemia aplastik, atau hemolisis, anemia, trambositopenia. Eusinofilia, methemoglobinemia.Saluran cerna: mual, muntah, sakit ulu hati, sembelit. Intoksikasi lain: sakit kepala, takikardia, dispenia, mulut kering, retensi kemih (pria), hipotensi postura, sindrom seperti lupus, eritemamtosus, dan rematik. Peringatan/Perhatian Diperingatkan hati-hati jika menggunakan Isoniazid pada sakit hati kronik, disfungsi ginjal, riwayat gangguan konvulsi. Perlu dilakukan monitoring bagi peminum alkohol karena menyebabkan hepatitis, penderita yang mengalami penyakit hati kronis aktif dan gagal ginjal, penderita berusia lebih dari 35 tahun, kehamilan, pemakaian obat injeksi dan penderita dengan seropositif HIV. Disarankan menggunakan Piridoksin 10-2 mg untuk mencegah reaksi adversus. Overdosis. Gejala yang timbul 30 menit sampai 3 jam setelah pemakaian berupa mual, muntah, kesulitan berbicara, gangguan penglihatan atau halusinasi, tekanan pernafasan dan SSP, kadang kadang asidosis, asetonurea, dan hiperglikemia pada pemeriksaan laboratorium. 2. RIFAMPISIN Identitas. Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg, 600 mg Dosis Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari, atau 600 mg 2 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 15 mg per kg berat badan. Anjuran Ikatan

Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg untuk 10 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg. Indikasi Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Mekanisme kerja, Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu. Interaksi Interaksi obat ini adalah mempercepat metabolisme metadon, absorpsi dikurangi oleh antasida, mempercepat metabolisme, menurunkan kadar plasma dari dizopiramid, meksiletin, propanon dan kinidin, mempercepat metabolisme kloramfenikol, nikumalon, warfarin, estrogen, teofilin, tiroksin, anti depresan trisiklik, antidiabetik (mengurangi khasiat klorpropamid, tolbutamid, sulfonil urea), fenitoin, dapson, flokonazol, itrakonazol, ketokonazol, terbinafin, haloperidol, indinafir, diazepam, atofakuon, betabloker(propanolol),diltiazem, nifedipin, verapamil, siklosprosin, mengurangi khasiat glukosida jantung, mengurangi efek kostikosteroid, flufastatin. Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat untukcytochrome P450 isoenzymes, mengakibatkan turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang dimetabolisme oleh isoenzyme tersebut. Obat obat tersebut mungkin perlu ditingkatkan selama pengobatan TB, dan diturunkan kembali 2 minggu setelah Rifampisin dihentikan. Obat-obatan yang berinteraksi: diantaranya : protease inhibitor, antibiotika makrolid, levotiroksin, noretindron, warfarin, siklosporin, fenitoin, verapamil, diltiazem, digoxin, nortriptilin, alprazolam, diazepam, midazolam, triazolam dan beberapa obat lainnya. Efek Samping Efek samping pada Saluran cerna ; rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual, muntah, anoreksia, kembung, kejang perut, diare, SSP: letih rasa kantuk, sakit kepala, ataksia, bingung, pening, tak mampu berfikir, baal umum, nyeri pada anggota, otot kendor, gangguan penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara ( jarang). Hipersensitifitas: demam, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, sariawan mulut dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufiensi ginjal, gagal ginjal akut( reversibel). Hematologi: trombositopenia, leukopenia transien, anemia, termasuk anemia hemolisis. Intoksikasi lain: Hemoptisis, proteinurea rantai rendah, gangguan menstruasi, sindrom hematoreal.

Peringatan/Perhatian Keamanan penggunaan selama kehamilan, dan pada anak anak usia kurang 5 tahun belum ditetapkan. Hati hati penggunaan pada : penyakit hati, riwayat alkoholisma, penggunaan bersamaan dengan obat hepatotoksik lain. Overdosis Gejala yang kadang kadang timbul adalah mual, muntah, sakit perut, pruritus, sakit kepala, peningkatan bilirubin, coklat merah pada air seni, kulit, air liur, air mata, buang air besar, hipotensi, aritmia ventrikular. 3. PIRAZINAMIDA Identitas. Sediaan dasar Pirazinamid adalah Tablet 500 mg/tablet. Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 30 mg per kg berat badan, satu kali sehari. Atau 50 70 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Obat ini dipakai bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Indikasi Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis lain. Kontraindikasi terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas. Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Mekanisme kerja, berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa. Efek Samping Efek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus; gagal hati; mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria. Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada: penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau diabetes melitus; dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna; penderita dengan riwayat tukak peptik. Peringatan/Perhatian Hanya dipakai pada terapi kombinasi anti tuberkulosis dengan pirazinamid , namun dapat dipakai secara tunggal mengobati penderita yang telah resisten terhadap obat kombinasi. Obat ini dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan hiperurikemia. Jadi penderita yang diobati pirazinamid harus dimonitor asam uratnya. Overdosis Data mengenai over dosis terbatas, namun pernah dilaporkan adanya fungsi abnormal dari hati, walaupun akan hilang jika obat dihentikan.

4. ETAMBUTOL Identitas. Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Etambutol-HCl 250 mg, 500 mg/tablet. Dosis. Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg mg per kg berat badan, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat badan, dan pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang dokter juga memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua kali seminggu. Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi. Indikasi. Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual. Kontraindikasi. Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik. Kerja Obat. Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel. Interaksi. Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan mengurangi absorpsi etambutol. Jika diperlukan garam alumunium agar diberikan dengan jarak beberapa jam. Efek Samping Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan sakit perut. Peringatan/Perhatian. Jika Etambutol dipakai, maka diperlukan pemeriksaan fungsi mata sebelum pengobatan. Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal; usia lanjut; kehamilan; ingatkan penderita untuk melaporkan gangguan penglihatan. Etambutol tidak diberikan kepada penderita anak berumur dibawah umur 6 tahun, karena tidak dapat menyampaikan reaksi yang mungkin timbul seperti gangguan penglihatan.

5. STREPTOMISIN Identitas Sediaan dasar serbuk Streptomisin sulfat untuk Injeksi 1,5 gram / vial berupa serbuk untuk injeksi yang disediakan bersama dengan Aqua Pro Injeksi dan Spuit. Dosis Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah dilakukan uji sensitifitas.Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 15 mg per kg berat badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 30 mg per kg berat badan, maksimum 1,5 gram 2 3 kali seminggu. Untuk anak 20 40 mg per kg berat badan maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 30 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120 gram. Indikasi. Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, Rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra indikasi dengan 2 atau lebih obat kombinasi tersebut. Kontraindikasi hipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida lainnya. Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang sedang membelah. Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal. Interaksi Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin, Sisplatin menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat meningkatkan risiko hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler, diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot yang non depolarising, melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan piridostigmin. Efek Samping Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Peringatan/Perhatian Peringatan untuk penggunaan Streptomisin : hati hati pada penderita gangguan ginjal, Lakukan pemeriksaan bakteri tahan asam, hentikan obat jika sudah negatif setelah beberapa bulan. Penggunaan intramuskuler agar diawasi kadar obat dalam plasma terutama untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal 6. Obat Anti Tuberkulosis untuk Tuberkulosis Resisten Majemuk (multi-drug resistant tuberculosis =MDRTB)

Peningkatan prevalensi bakeri patogen yang resisten saat ini semakin banyak, terutama karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional baik oleh petugas kesehatan maupun penderita sendiri. Hal ini menyebabkan beberapa orang telah mulai diidentifikasi resisten terhadap obat antituberkulosis yang ada. Memang belum banyak dilakukan penelitian tentang resisensi ini, namun telah terjadi di beberapa Negara, termasuk di Indonesia. Temuan tentang resistensi terhadap INH dan Rifampisin, yang cukup tinggi seperti yang dilaporkan WHO, menuntut penggunaan obat anti tuberkulosis generasi kedua ( Second lines anti-tuberculosis drugs) WHO menganjurkan penggunaan obat obatan berikut dan diawasi langsung oleh para ahli, yaitu :

Referat penatalaksanaan tuberkulosis

A. Strategi penatalaksanaan Tuberkulosis menurut DOTS WHO, meliputi: 1. Komitmen pemerintah dalam mengontrol TB 2. Deteksi kasus dengan pemeriksaan hapusan BTA sputum 3. Kemoterap standar jangka pendek (6-8bln) dengan pengawasan minum obat 4. Kesinambungan ketersediaan obat anti tuberculosis 5. Sitem pencatatan dan pelaporan standar (RSUD Soetomo, 2005) B. Penatalaksanaan tuberkulosis paru perlu diketahui beberapa hal sebagai berikut: a. Mekanisme Kerja Obat Anti Tuberkolosis 1. Aktivitas Bakterisidal Adalah obat yang mempunyai kemampuan untuk membunuh tuberkulosis secara cepat (active metabolism bacilli) a. Ekstraseluler : Rifampisin (R), Streptomisin (S) b. Intraseluler : Rifampisin, Isoniazid (H) 2. Aktivitas sterilisasi Adalah obat yang mempunyai kemampuan untuk membunuh populasi khusus kuman tuberkulosis (slowly / intermittent) semidormant bacilli dan the

persisters (basil semi-dormant) a. Ekstraseluler : Rifampisin, Isoniazid b. Intraseluler : untuk slowly growing bacilli dipergunakan rifampisin dan isoniazid, sedangkan untuk very slowly growning bacilli dipergunakan pirazinamid (Z) 3. Aktivitas bakteriostatik Adalah obat yang mencegah acquired resistance dari kuman tuberkulosis dengan jalan menekan mutan-mutan yang resisten a. Ekstraseluler : Etambutol (E), para amino salisik asid (PAS) dan sikloserine b. Intraseluler : isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder (Hood, 2010) b. Faktor Metabolisme Basil Tuberkulosis

Atas dasar sifat metabolism basil, terdapat empat jenis populasi basil tuberkulosis yaitu: 1. populasi A Merupakan populasi basil tuberkulosis yang berada di luar sel dan menunjukkan pertumbuhan yang aktif. Populasi basil ini dapat dimusnahkan dengan isoiniazid, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol, dan PAS 2. Polpulasi B Populais basil tuberkulosis yang berada di luar sel dan sebagian besar hidupnya dalam keadaan dormant yang sewaktu-waktu populasi ini dapat tumbuh aktif dalam waktu pendek, lebih kurang 1 jam. Selama masa pertumbuhan, basil dalam populasi ini dapat dibunuh dengan rifampisin 3. Populasi C Populasi ini sebagian besar berada di dalam sel dan dalam lingkungan pH asam, Pertumbuhan basil ini dapat lambat atau lambat sekali, populasi basil ini dapat dimusnahkan dengan OAT yang dapat masuk sel dan bekerja pada lingkungan asam yaitu pirazinamid dan rifampisin. Sedangkan isoniazid kurang berkhasiat pada lingkungan ini. Basil pada populasi ini tergolong basil yang semi-dormant (the presister). Pirazinamid efektif untuk basil semi-dormant yang membelah sangat lambat dan tidak teratur, di intrasel 4. Populasi D Dimasukkan ke dalam kelompok ini ialah basil tuberkulosis yang hidup di dalam sel dan berada dalam keadaan fully dormant.Populasi basil tuberculosis ini tidak dapat dimusnahkan oleh obat anti tuberkulosis apapun (Hood, 2010) Adapun rekomendasi regimen terapi tuberkulosis, merujuk WHO tahun 1991 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel. 1 rekomendasi regimen terapi kategori Penderita TB I Kasus baru (BTA +) Kasus baru (BTA -) dengan lesi paru luas, konkomintan HIV berat TB ekstrapulmoner berat Fase inisial (setiap hari) 2 RHZE (RHZS) Fase lanjutan (3x/minggu) 4 R3H3 6 H3E3

II

III IV

Sputum hapusan + Kambuh Gagal terapi Putus obat Kasus baru BTA selain kategori I TB ekstrapulmoner tidak berat Kasus kronis, MDR, XDR

2RHZES + 1 RHZE

5R3H3E3

2 RHZE* Second line drug

4R3H3 6H3E3

Keterangan: *Etambutol dapat dihilangkan pada fase inisial pada penderita nonkavitas, TB paru BTA /negatif, dengan HIV -/negative, penderita dengan basil suspeptibel obat, anak muda denga TB primer. (RSUD Soetomo, 2005) Daftar istilah Kasus baru : Pasien tidak mendapat obat anti TB >1bulan Kasus kambuh : Pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi kemudian timbul lagi TB aktifnya Kasus gagal : (Smear positive failure), pasien yang sputum BTAnya tetap + setelah mendapat obat anti TB >5bln, atau pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan dan sputum BTAnya masih + Kasus kronik : Pasien yang sputum BTAnya tetap + setelah mendapat pengobatan

ulang(retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik BTA +/positif : 1. Pasien pemeriksaan sputum mikroskopis ditemukan BTA sekurang-kurangnya 2x pemeriksaan, atau 2. Sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis sesuai gambaran Tb aktif 3. Sputum positif, biakan positif BTA -?negatif : 1. Sputum pemeriksaan mikroskopis BTA -/negative pada 2x pemeriksaan, tetapi gambaran radiologisnya sesuai Tb aktif 2. Pemeriksaan sputum mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, biakan +

(Sudoyo et all., 2005) MDR-Tb : kebal terhadap isoniazid dan rifampisin dengan/tanpa OAT lain XDR : kebal terhadap isoniazid dan rifampisin + quinolone/OAT inj.line 2 TDR-Tb : kebal terhadap isoniazid rifampisin, seluruh OAT line 1 dan line 2 (RSUD Kardinah, 2010) Tabel.2 regimen dosis OAT berdasarkan berat badan obat Setiap hari mg/KgBB Rifampisin 5 (4-6) Isoniazid 10 (8-12) pirazinamid 25 (20-30) Etambutol 15 (12-18) Streptomycin 15 (15-20) Thioacetazone 2,5 (RSUD Soetomo, 2009) Tabael.3 regiman dosis OAT berdasarkan pengelompokan berat badan dengan sediaan Obat <40 40-60 >60 Rifampisin 300 mg 450 600 Isoniazid 300 300 400 pirazinamid 750 1000 1500 Etambutol 750 1000 atau (2x500) 1500 Streptomycin Sesuai BB 1000 atau (2x500) 1000 (RSUD Soetomo, 2009) Tabel.4 Drug interation dan cara kerja Obat Drug interaction Remarks Rifampisin Menghambat Urine efek kontrasepsi berwarna oral , quinidine kortikosteroid, warfarin, metadon, digoxin, oral hypoglikemia gol sulfonyl urea & biguanid, as.aminoslsilat, Kerja -Menginduksi enzim hepatic mikrosom sehingga meningkatkan kerja enzim dengan menurunkan waktu paruh dan efisiensi beberapa obat (drug interaction). -Obat harus ditingkatkan 2x untuk memperoleh efek yang sama, 3x/minggu mg/KgBB 10 (8-12) 10 (8-12) 35 (30-40) 15 (12-18) 30 (20-35) Not applicable

Isoniazid

pirazinamid

Disulfiram, Phenytoin (sinergistik), karbamazepin, ethosuksimid (Dosis obat harus diturunkan) (Jarang)

(Hood, 2010) -

Etambutol

(jarang)

Streptomycin

Jangan diberikan pada penderita gout sebab: metabolit primer akan menghambat sekresi tubuler ginjal, meningkatkan asam urat, dan dapat terjadi serangan akut gout Tidak diberikan pada anak karena toksis mata: Double vision, penurunan ketajaman, dan perubahan warna/buta warna. Neuromuskular blocking agent prolonged paralysis. Sering menimbulkan intoksikasi pada bayi & orang tua. Bila sangat diperlukan dipakai dosis kecil. Kontraindikasi pada kehamilan, kelainan N.VIII, miastenia gravis.

(Stephen J et all., 2007)

Daftar obat-obat anti tuberkulosis yang mempunyai sifat bakterisidal, sesuai dengan dosis pemakaian, aktivitas obat, dan efek samping yang mungkin terjadi. Tabel.5 Obat-obat anti tuberkulosis yang mempunyai sifat bakterisidal Nama Obat Dosis harian Dosis2Efek saamping Aktivitas mg/kgBB/hari3x/mggu mg/kgBB/hari Rifampisin 10 10 Hepatitis, Ekstraseluler (450(450nausea, Intraseluler 600mg) 600mg) vomiting flu like syndrome Isoniazid 5-11 15 Neuritis Ekstraseluler perifer, Intraseluler hepatotoksik pirazinamid 30-35 50 Hiperurisemia, Aktif dalam (1,5-2g) (1,5-3g) hepatotoksik suasana asam (intraseluler) Streptomisin 15-25 25-30 Toksik terhadapEkstraseluler, (0,75-1g) (0,75-1g) N.vestibuler Aktif pada pH (N.VIII) netral atau basa (Hood, 2010) Daftar obat-obat anti tuberkulosis yang mempunyai sifat bakteriostatik, sesuai dengan dosis pemakaian, aktifitas kerja obat, dan efek samping yang mungkin terjadi dapat dilihat pada tabel.6. Tabel.6 Obat-obat anti tuberkulosis yang mempunyai sifat bakteriostatik Nama obat Dosis harian Dosis Efek samping Aktifitas (mg/kgBB.hari) 2-3x/mggu (mg/kgBB.hari) Etambutol 15-25mg 50 Neuritis Intraseluler, (900optik, skin ekstraseluler, 1200mg) rash menghambat timbulnya mutan resistensi Nausea, Intraseluler, Etionamid 1,5-30 (0,75-1g) vomiting, ekstraseluler, hepatotoksik menghambat timbulnya mutan resistensi PAS 150 Gastritis, Ekstraseluler (10-12g) hepatotoksik (Hood, 2010).

Pengobatan tuberkulosis pada kasus tertentu: 1. TB pada Diabetes mellitus (DM) Regulasi gula darah, rifampisin mengurangi efek sulfonil urea. 2. TB pada kehamilan dan menyusui Stop Streptomycin, sebab dapat menyebabkan gangguan N.VIII/ vestibulocochlearis sampai dengan ketulian. 3. TB pada gangguan fungsi ginjal Stop Streptomycin, Kanamicin, Etambutol. 4. TB pada gangguan fungsi hati Stop Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid. Bila SGOT & SGPT < 3x normal di berikan isoniazid, bila kembali normal diberikan Rifampisin, secara desensitisasi, sesuai panduan: RHES. 5. Penggunaan steroid pada TB Diberikan pada meningitis, Tb millier, Efusi pleura, perikarditis, prednisone 3040mg/hr Taffering off 6. TB pada HIV Dari WHO mulai terapi bila CD4 < 500cell/microl. CD4 < 100 cell/microl Rifabutin 3x/minggu. -TB disembuhkan sebelum ART dimulai. -Jeda OAT dengan HIV 1jam (obat OAT masuk dalam keadaan asam) Rifampisin tidak boleh dipakai jika memakai protease inhibito (PI). Derifat Rifampisin boleh (Rifabutin, Rifampin) tapi diubah dosisnya. Cara menghitung CD4 secara manual = (20/100)xWBCx limphosit%. Sebaiknya terapi saat 200-350 cells/microl. (Depkes, 2009) Referensi: Alsagaff, Hood. Mukty, abdul. 2010 Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.UNAIR, Surabaya, 73109. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Terapi Antiretroviral,Ed.2nd . Dep,Kes. Jakarta. RSUD Kardinah, 2010. Prosedur Tetap penatalaksanaan Tuberkulosis Paru. Tegal.

RSUD dr.Soetomo, 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag.SMF Ilmu Penyakit Paru. Surabaya. 10-20. Stephen, J, McPhee. Papadakis. 2007. Tuberkulosis, in: Current Medical Diagnosis & Treatment 2007.Editor, Stephen J McPhee, Papadakis, Tieney Lin, Ed.46th . McGrawHill, 260-268. Sudoyo, W, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed.4th . FKUI, Jakarta

Você também pode gostar