Você está na página 1de 26

BAB I PENDAHULUAN

Bronkhitis akut adalah peradangan pada bronkus disebabkan oleh infeksi saluran nafas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) yang berlangsung hingga 3 minggu. Sebagian besar bronkhitis akut disebabkan oleh infeksi virus dan dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak memerlukan antibiotik. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Antibiotik diperlukan apabila bronkitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri (pada sebagian kecil kasus bronkitis akut). Namun dokter masih sering memberikan antibiotik pada pengobatan bronkitis akut. Padahal antibiotik tidak mempercepat penyembuhan pada bronkitis akut tanpa komplikasi, dan justru pemberian antibiotik yang berlebihan dapat meningkatkan kekebalan kuman (resistensi) terhadap antibiotik. Bronkhitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Dimulai seperti ISPA biasa, lalu turun ke bawah sesudah 2 4 hari. Kemudian bronchitis kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang diatas 45 tahun. Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-tropis) atau musim hujan (di daerah tropis).

BAB II LAPORAN KASUS

SKENARIO 1

Saudara sedang bertugas di poli umum RS A, datang seorang laki-laki berumur 25 tahun dengan keluhan batuk.

SKENARIO 2

ANAMNESIS Keluhan utama batuk sejak 10 hari yang lalu Batuk awalnya kering, satu minggu kemudian timbul dahak berwarna putih Napas terasa berat Tidak ada demam Tidak ada mual Tidak ada muntah Tenggorokan tidak gatal Tidak nyeri otot Tidak ada nyeri tenggorokan Tidak ada nyeri dada Tidak terdapat riwayat batuk lama Tidak terdapat riwayat hipertensi

Tidak terdapat riwayat pengobatan Terdapat riwayat ISPA dua minggu yang lalu Pasien tidak merokok Tidak terdapat riwayat hipertensi dan batuk lama pada orang tua pasien Setting musim: winter (virus influenza)

SKENARIO 3

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : tampak sakit ringan, tidak pucat Tensi darah Nadi : 120/80 mmHg : 80x/menit (regular, kuat, isi cukup)

Frekuensi napas : 24x/menit (tipe pernapasan abdominotorakal) Suhu tubuh BB/TB JVP : 38C : 65 kg/168 m : normal

Tidak ada pembesaran kelenjar Toraks : Inspeksi Palpasi : toraks simetris, ictus cordis normal : vocal fremitus normal

Perkusi

: sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : S1-S2 normal Murmur(-) Suara napas vesikuler Ronki(+)/(+) Wheezing(-)/(-) Pada abdomen dan ekstremitas tidak ditemukan kelainan

SKENARIO 4

PEMERIKSAAN LAB Hb Ht : 14 g/dL : 42 %

Eritrosit : 5 juta Leukosit : 7000/L Trombosit: 200.000 LED : 3 mm/jam

Hitung jenis: 0 / 1 / 3 / 30 / 60 / 6

PEMERIKSAAN FOTO THORAX

BAB III PEMBAHASAN KASUS Untuk menentukan diagnosis yang tepat pada pasien kasus ini, dilakukan hal-hal sebagai berikut: identifikasi pasien; identifikasi keluhan utama; hipotesis; anamnesis lengkap; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan penunjang.

Identifikasi Pasien Identitas pasien adalah sebagai berikut: Nama Umur Jenis kelamin : Tn. : 25 tahun : Laki-Laki

Keluhan Utama Keluhan utama pada pasien ini adalah batuk. Keluhan Tambahan Batuk sejak 10 hari yang lalu, batuk awalnya kering satu minggu kemudian timbul dahak berwarna putih, napas terasa berat.

Hipotesis Masalah pada pasien adalah batuk. Hipotesis kami adalah sebagai berikut :

Gejala Batuk Batuk merupakan reflex pertahanan yang timbuk akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Berdasarkan lamanya batuk, batuk diklasifikasikan menjadi 3 jenis. Yakni batuk akut, batuk sub-akut, dan batuk kronis. - Pneumonia - ISPA

Hipotesis A. Batuk Akut (<3 Minggu) - Bronchitis Akut - Bronchitis Kronis Eksaserbasi Akut

B. Batuk Sub-Akut (3-8 Minggu) - Pertusis - TB Paru C. Batuk Kronis (>8 Minggu) - GERD - PNDS - Asma - Efek Samping ACE Inhibitor (obat anti hipertensi)

PATOFISIOLOGI BATUK : REFLEKS BATUK Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf aferen, dan efektor. Batuk berawal dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non myelin halus yang terletak baik di dalam maupun luar rongga thoraks. Yang terletak di rongga thoraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina, dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma. Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis. Nervus glossopharyngeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus phrenicus menyalurkan rangsang dari percardium dan diafragma. Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medulla, di dekat pusat pernapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen n. Vagus, n. Phrenicus, n. Interkostal dan lumbar, dan lain-lain menuju ke efektor. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi. Tabel komponen refleks batuk : Reseptor aferen hidung/sinus trigeminal Faring glossopharyngeus Laring Trakea vagus Bronkus Pleura Diafragma Phrenicus Pericardium sentral eferen vagus medulla phrenicus spinal motor nerves efektor laring trakea bronkus diafragma otot-otot dada, perut, dan perineal

MEKANISME BATUK

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari volume tidal sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah. Setelah udara diinspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan subglotis pada fase ini dapat mencapai 300 cm H2O. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapat dalam waktu 308

50ms setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap (plateau), lalu menurun dengan cepat. Pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.

Penyebab batuk berdasarkan durasinya : Batuk akut (kurang dari 3 minggu) : ISPA (terutama common cold, sinusitis bakterialis akut, dan pertussis) Pneumonia Emboli paru Gagal jantung kongestif Eksaserbasi dari COPD Eksaserbasi dari bronkiektasis Aspiration syndromes Allergic rhinitis

Environmental irritant rhinitis

Batuk subakut (antara 3 sampai 8 minggu) : Gejala post-infeksi Peradangan saluran napas yang persisten Post nasal drip (akibat infeksi virus, pertussis, atau infeksi Mycoplasma atau Chlamydia spp) Batuk kronik (lebih dari 8 minggu) : Asma bronchiale GER Eosinophilic bronchitis Bronkitis kronis Bronkiektasis ACE Inhibitors Sarcoidosis Chronic interstitial pneumonia Bronchogenic carcinoma

Anamnesis I. Riwayat penyakit sekarang a. Sudah berapa lama terjadi batuk? b. Apakah batuk yang dialami pasien produktif atau kering? Jika produktif, bagaimana warna dan sifat sputum?

10

c. Apakah batuk tersebut berdarah atau tidak? d. Berapa banyak frekuensi batuk? sering atau tidak? Apakah terjadi pada waktu-waktu tertentu? e. Apakah pasien mengalami nyeri dada dan sesak napas? f. Apakah batuk disertai dengan demam? g. Apakah pasien mengalami whooping cough? h. Apakah pasien mengalami heart burn? (heart burn: perasaan hangat seperti terbakar dimulai dari bagian bawah esofagus dan biasanya naik sampai ke leher) i. Apakah pasien mengalami wheezing? II. Riwayat Kebiasaan a. Bagaimana higienitas di lingkungan pasien? b. Apakah pasien memiliki kebiasaan merokok? III. Riwayat Penyakit Dahulu a. Apakah pasien memiliki riwayat hipertensi? b. Apakah pasien memiliki riwayat gangguan ginjal? c. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit bronkitis? IV. Riwayat Penyakit Keluarga a. Apakah keluarga pasien ada yang mengalami batuk? b. Apakah orang tua pasien memiliki riwayat hipertensi? c. Apakah orang tua pasien mengalami riwayat batuk lama?

11

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis Keadaan umum Kesadaran : tampak sakit ringan, tidak pucat :-

BB/TB
Tanda Vital Suhu Tekanan darah Heart Rate Pernafasan Status Lokalis Kulit : (-) KGB : (-) Kepala : (-) Leher : JVP (-) Thorax :

: 65 kg/168 m

: 38C : 120/80 mmHg : 80x/menit (regular, kuat, isi cukup) : 24x/menit (tipe pernapasan abdominotorakal)

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi :

: toraks simetris, ictus cordis normal : vocal fremitus normal : sonor di seluruh lapang paru S1-S2 normal Murmur(-) Suara napas vesikuler
12

Ronki(+)/(+) Wheezing(-)/(-)

Abdomen : (-) Extremitas atas : (-) Extremitas bawah : (-)

Keadaan patologis yang didapat dari kasus : 1. Demam Suhu normal ialah 36,5 - 37,2oC, suhu pada pasien ini ialah subfebris. Etiologi demam 90% disebabkan oleh infeksi, sedangkan 10% disebabkan oleh keadaan lain. 2. Takipnoe, pernapasan abdominotorakal Frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh aktifitas fisik, emosi, umur dan obat-obatan. Nilai normal pada pria 14-20 kali/menit. Apabila lebih dari 20 kali/ menit disebut tachypnoe. Pada pasien ini terjadi peningkatan pernafasan akibat adanya napas menjadi berat seperti yang dikeluhkan pasien sehingga sebagai kompensasi pasien berusaha untuk mendapatkan udara dengan meningkatkan frekuensi lebih cepat dari nilai normal. Pada pria sehat pernapasan abdomen akan lebih dominan dan hal ini disebut sebagai pernapasan abdominotorakal. 3. Ronkhi Ronkhi adalah suara yang terjadi akibat penyumbatan pada bronkhus. Ronkhi dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan massa yang menyumbatnya, bila massa yang menyumbatnya mudah dipindahkan pada saat batuk disebut sebagai ronkhi basah, bila sumbatan tersebut sulit untuk dipindahkan disebut sebagai ronkhi kering. Baik ronkhi kering maupun ronkhi basah dapat terdengar jelas pada saat inspirasi, namun bisa juga didengar pada saat ekspirasi.

13

Berdasarkan lumen bronkhus yang tersumbat, maka ronkhi dapat juga dibedakan atas gelembung kecil, sedang dan besar.

Pemeriksaan Penunjang
Interpretasi hasil lab

Hasil pemeriksaan laboratorium Hb Eritrosit Leukosit Trombosit LED Ht : 14 g/dl (N: 13-16) : 5 juta (N: 4,5-5,5) : 7000 (N: 5000-10000) : 200.000 (N: 150.000-400.000) : 3 (N: 0-10) : 42% (N: 40%-54%)

Hitung jenis 0/1/3/30/60/6 Nilai normal hitung jenis : Basofil 0-1 Eosinofil 1-3 Neutrofil Batang 2-6 Neutrofil Segmen 50-70
14

Limfosit 20-40 Monosit 2-8 Dari hasil pemeriksaan laboratorium diatas, hasil cenderung normal, hanya terlihat penurunan neutrofil segmen dan kenaikan dari limfosit. Hasil tersebut mengarah ke hipotesis kami yaitu bronkitis akut yang memang hanya ditemukan hasil ini pada pasiennya.

Pemeriksaan Foto Toraks

Hasil foto yang diberikan tidak valid, karena tidak tercantum identitas dari pasien, dan kualitas foto yang kurang baik. Dari hasil perhitungan menurut rumus CTR (Cardia Thoracic ratio) yaitu perbandingan antara besar jantung dan besar cavum thorax didapatkan ukuran jantung yang normal. Selain itu terlihat corakan bronkovaskuler meningkat pada kedua bidang - bidang paru.

15

Diagnosis Kerja Bronkhitis Akut Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan Non medikamentosa 1. Eliminasi pencetus batuk (dust & dunder) 2. Hidrasi (terapi cairan), pasien dianjurkan banyak minum air putih 3. Humiditi dengan uap air 4. Istirahat 5. Oksigen 6. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan diri, jangan meludah sembarangan, menutup mulut ketika batuk Medikamentosa : Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat yang lazim digunakan, yakni: Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya., digunakan jika penderita demam. Mukolitik adalah obat yang mengencerkan sekret saluran napas. Contoh : Bromhexin, ambroksol. Ekspektorant: adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), Bronkodilator (melonggarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak hanya
16

untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Jika mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain. Komplikasi : 1. Bronkitis kronik Suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, atau sekurang-kurangnya 2 bulan berurut-turut dalam setahun. Pembentukan mucus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Factor etiologi utama adalah merokok dan polusi buruk, polusi buruk ini dapat menjadi factor predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis sehingga terjadi timbunan mucus, sedangkan mekanisme pertahanan tubuh sendiri melemah. 2. Pneumonia Pneumonia merupakan Infeksi Saluran Nafas Bawah yang menimbulkan angka kesakitan yang tinggi. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada umumnya penyebab dari ISNB seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan yang buruk, serta pemberian antibiotik yang tidak adekuat sehingga menimbulkan perubahan karakteristik etiologi penyakit ini.

Prognosis Ad Vitam : Ad bonam

Ad Sanationam : Ad bonam

17

Ad Functionam : Ad bonam Pada pasien ini prognosis ditentukan berdasarkan perjalanan penyakit pasien yang belum terlalu buruk dan berdasarkan pengobatan serta terapi yang baik maka pasien akan sembuh dengan baik.

18

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA BRONKITIS AKUT 1. Definisi Bronkitis akut adalah peradangan pada bronkus disebabkan oleh infeksi saluran nafas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) yang berlangsung hingga 3 minggu. Sebagian besar bronkitis akut disebabkan oleh infeksi virus dan dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak memerlukan antibiotik. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.Antibiotik diperlukan apabila bronkitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri (pada sebagian kecil kasus bronkitis akut). Namun dokter masih sering memberikan antibiotik pada pengobatan bronkitis akut. Padahal antibiotik tidak mempercepat penyembuhan pada bronkitis akut tanpa komplikasi, dan justru pemberian antibiotik yang berlebihan dapat meningkatkan kekebalan kuman (resistensi) terhadap antibiotik.

2. Etiologi Bronkitis akut dapat disebabkan oleh : - Infeksi virus 90% : adenovirus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, dan lainlain. - Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella) - Jamur - Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.
19

3. Epidemiologi - Bonkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronchitis kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang diatas 45 tahun. - Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-tropis) atau musim hujan (di daerah tropis) - Mulai seperti ISNA biasa, lalu turun ke bawah sesudah 2 4 hari. 4. Patofisiologi Bronchitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membrane mukosa bronkus. Pada orang dewasa, bronchitis kronik terjadi akibat hipersekresi mucus dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi terhambat karena produksi mucus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk produktif. Pada anak-anak, bronchitis kronik disebabkan oleh respon endogen, trauma akut saluran pernafasan, atau paparan allergen atau iritan secara terus-menerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mucus. Apabila terjadi paparan secara kronik terhadap epithelium pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi virus berulang, dapat menyebabkan terjadinya bronchitis kronik pada anakanak. Bakteri pathogen yang paling banyak menyebabkan infeksi salurang respirasi bagian bawah pada anak-anak adalah Streptococcus pneumoniae. Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis dapat pathogen pada balita (umur <5 tahun), sedangkan Mycoplasma pneumoniae pada anak usia sekolah (umur >5-18 tahun).

20

5. Manifestasi Klinis Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3 minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kuning kehijauan, atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala berikut ini : 1. Demam, 2. Sesak napas, 3. Bunyi napas mengi atau ngik 4. Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada Gejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran pernafasan lainnya. Referensi lain: - Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan), sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan, sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu), bengek, lelah, pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan, wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan, pipi tampak kemerahan, sakit kepala, gangguan penglihatan. - Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidungberlendir, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. - Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1 2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. - Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3 5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. - Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat. - Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk. - Bisa terjadi pneumonia 6. 7. Diagnosis Banding Epiglotitis Bronkiolitis Cara Diagnosis

A.Keluhan Pokok Gatal-gatal di kerongkongan Sakit di bawah sternum Batuk kering/batuk berdahak Sering merasa panas atau linu

21

B. PemeriksaanFisik - Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat, tidak sesak atau takipnea. Mungkin ada nasofaringitis - Paru: ronki basah kasar yg tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah batuk), wheezing dengan berbagai gradasi (perpanjangan ekspirasi hingga ngik-ngik) dan krepitasi (suara kretek-kretek dengan menggunakan stetoskop). Biasanya para dokter menegakkan diagnosa berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Itu sudah cukup. C. Pemeriksaan Laboratorium Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan seperti nanah - Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan tes C-reactive protein, kultur pernafasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes serum agglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus. - Untuk anak yang diopname dengan kemungkinan infeksi Chlamydia, mycoplasma, atau infeksi virus saluran pernafasan bawah, lakukan pemeriksaan sekresi nasofaringeal untuk membantu pemilihan antimikroba yang cocok. Serum IgM mungkin dapat membantu. - Untuk anak yang telah diintubasi, ambil specimen dari secret pernafasan dalam untuk pewarnaan gram, tes antigen ahlamydia dan virus, dan kultur bakteri dan virus. - respon terhadap pemberian kortikosteroid dosis tinggi setiap hari dapat dipertimbangkan diagnose dan terapi untuk konfirmasi asma. - Tes keringat yang negative dengan menggunakan pilocarpine iontophoresis dapat mengeluarkan kemungkinan fibrosis kistik. - Untuk anak yang diduga mengalami imunodefisiensi, pengukuran serum immunoglobulin total, subkelas IgG, dan produksi antibodi spesifik direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis. Tes Pencitraan Dapat dijumpai temuan abnormal seperti atelektasis, hiperinflasi, dan penebalan peribronkial. Konsolidasi fokal biasanya tidak nampak Tes Lainnya Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan nafas yang reversible dengan menggunakan bronkodilator. 8. Tata Laksana Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obatobat yang lazim digunakan, yakni:
22

Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan. Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain. Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya., digunakan jika penderita demam. Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain. Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman berdasarkan pemeriksaan dokter.

Diet Meningkatkan pemberian makanan secara oral pada pasien dengan demam. Aktivitas Minta pasien untuk beristirahat hingga demamnya turun Terapi lanjutan a. Jika terapi antiinflamasi sudah dimulai, lanjutkan terapi hingga gejala menghilang paling kurang 1 minggu. Bronkodilator bisa diberikan jika diperlukan. b. Penatalaksanaan akut dapat dihentikan apabila gejala sudah menghilang, temuan normal pada pemeriksaan fisik, dan fungsi paru normal. c. Pasien yang didiagnosis dengan asma dapat diberikan terapi controller, yaitu inhalasi terapi kortikosteroid, antihistamin, dan inhibitor leukotrin setiap hari. d. Pasien dengan hipogammaglobulinemia memerlukan terapi pengganti.

23

9. Prognosis Bonam 10. Komplikasi Bronkopneumoni Pneumoni Pleuritis Penyakit-penyakit lain yang di perberat seperti : Jantung Penyakit jantung rematik Hipertensi Bronkiektasis

24

BAB V KESIMPULAN
Seorang laki-laki berumur 25 tahun datang dengan keluhan batuk. Batuk sejak 10 hari yang

lalu, batuk awalnya kering satu minggu kemudian timbul dahak berwarna putih, napas terasa berat. Tidak ada : demam, mual, muntah, nyeri otot, nyeri tenggorokan, nyeri dada, riwayat batuk lama, riwayat hipertensi, riwayat pengobatan, riwayat hipertensi dan batuk lama pada orang tua pasien, merokok. Terdapat riwayat ISPA dua minggu yang lalu, setting musim: winter (virus influenza). Pemeriksaan Fisik didapatkan adanya demam, takipnea, ronkhi. Pemeriksaan Laboratorium terdapat peningkatan neutrofil segmen dan penurunan limfosit. Pemeriksaan foto thorax tidak ditemukannya gejala-gejala yang spesifik. Diagnosis kerja kelompok kami yaitu Bronkhitis Akut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pada pasien ini, untuk non medikamentosa istirahat, hidrasi/terapi cairan, humiditi dengan uap air, eleminasi faktor pencetus. Dan medikamentosa, penatalaksanaan hanya bersifat simptomatik karena dilihat dari sifat penyakitnya yang self limiting disease yaitu dengan pemberian obat antipiretik, mukolitik, ekspektoran. Prognosis baik ditentukan berdasarkan perjalanan penyakit pasien yang belum terlalu buruk dan berdasarkan pengobatan serta terapi yang baik maka pasien akan sembuh dengan baik.

25

BAB VI DAFTAR PUSTAKA


1. Aditama TY. Patofisiologi Batuk. Jakarta : Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1993. 2. Haddad GG, Abman SH, Chernick V, editors. Chernick-Mellins. Basic Mechanism of Pediatric Respiratory Disease, 2nd ed. Hamilton, Ont : B C Decker; 2002.
3. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, et

al. Harrison's Principles of Internal Medicine, 17th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2008.
4. Goldman L, Schafer AI, eds. Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;

2011. 5. Price SA, Wilson LM. Penyakit Pernapasan Restriktif. Hartanto H, Susi N, Wulandari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6 th ed. Jakarta: ECG; 2005. p. 784-86. 6. Dahlan Z. Pneumonia. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5 th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 2196-97. 7. Priyana A. Patalogi Klinik untuk Kurikulum Pendidikan Dokter Berbasis Kompetensi. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007.

26

Você também pode gostar