Você está na página 1de 24

SIROSIS HEPATIS I.

PENDAHULUAN Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang mengelilingi parenkim hepar.1,2 Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Gejala patologik dari sirosis hepatis mencerminkan proses yang telah berlangsung lama dalam parenkim hepar dan mencakup proses fibrosis yang berkaitan dengan pembentukan nodul-nodul regeneratif. Kerusakan dari sel-sel hepar dapat menyebabkan ikterus, edema, koagulopati, dan kelainan metabolik lainnya.1,3 Secara lengkap, sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hepar yang mengalami regenerasi.1 II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.4 Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun1 III. ETIOLOGI Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari sirosis hepatis adalah virus hepatitis B

(30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan penyebab yang tidak diketahui(10-20%). Adapaun beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain: 1,4 1. Virus hepatitis (B,C,dan D) 2. Alkohol (alcoholic cirrhosis) 3. Kelainan metabolik : a. Hemokromatosis (kelebihan beban besi) b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga) c. Defisiensi Alpha l-antitripsin d. Glikonosis type-IV e. Galaktosemia f. Tirosinemia 4. Kolestasis 5. Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid ) 6. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lain-lain) 7. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) 8. Kriptogenik 9. Sumbatan saluran vena hepatika IV. ANATOMI HEPAR Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-,1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks5. Hepar menempati daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari lobus kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh ligamentum falsiforme6. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar 7. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior6. Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah 2

peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatika5.

Gambar 1. Anatomi hepar (dikutip dari kepustakaan 8) 3

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular7. Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara selsel hepar yang membentik lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika. Pembuluh-prmbuluh ini menbawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan banyak arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga jarak ke septum interlobularis7.

Gambar 2 . Pembuluh darah pada hepar (dikutip dari kepustakaan 8) Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang5. Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya5. Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar5.

Gambar 3 . Histologi hepar (dikutip dari kepustakaan 9) V. FISIOLOGI HEPAR Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut hepar adalah10 : Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi sebagai berikut : o Menyimpan glikogen dalam jumlah besar o Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa o Glukoneogenesis o Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme karbohidrat Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar. Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara lain : o Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energy bagi fungsi tubuh yang lain o Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein o Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat 6 ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain.6 Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh

Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel. Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein adalah sebagai berikut : o Deaminasi asam amino o Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh o Pembentukan protein plasma o Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain yang penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto yang mempunyai komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang akan dibentuk. Kemudian suatu radikal amino ditransfer melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam keto untuk menggantikan oksigen keto. Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B 12 juga disimpan secara normal Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan. Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang rendah. Kirakira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hepar setiap menit, dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari arteri hepatika dengan total rata-rata 1350 ml/menit. Jumlah ini sekitar 27 persen dari sisa jantung. Rata-rata tekanan di dalam 7

vena porta yang mengalir ke dalam hepar adalah sekitar 9 mmHg dan rata-rata tekanan di dalam vena hepatika yang mengalir dari hepar ke vena cava normalnya hampir tepat 0 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa tahanan aliran darah melalui sinusoid hepar normalnya sangat rendah namun memiliki aliran darah yang tinggi. Namun, jika sel-sel parenkim hepar hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi di sekeliling pembuluh darah, sehingga sangat menghambat darah porta melalui hepar. Proses penyakit ini disebut sirosis hepatis, Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan besar yang berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila sistem porta tiba-tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui system aliran darah porta hepar ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi portal. 10 VI. PATOFISIOLOGI Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :11 1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang menggantikan lobulus. 2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul). 3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan. Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa

pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma sangat terganggu.11,12 VII. KLASIFIKASI Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu : 1,4 1. Mikronodular Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3 mm. 2. Makronodular Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3 mm. 3. Campuran Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-nodul yang terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm. Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas : 1,4 1. Sirosis Hepatis Kompensata Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis Hepatis Dekompensata Dikenal dengan active cirrhosis hepar, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus. VIII. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinik

Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi perasaan mudah lelah dan lemah, selera makan berkurang, perasaaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah 9

darah atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.4

2. Gambaran Radiologik 1. Ultrasonography (USG) USG merupakan pemeriksaan yang diguanakan untuk penilaian awal pada sirosis hepatis. Pada pemeriksaan USG, bisa didapatkan gambaran iregularitas penebalan permukaan hepar, membesarnya lobus kaudatus, rekanalisasi v.umbilikus, dan ascites. Ekhoparenkim sangat kasar menjadi hiperekhoik karena fibrosis dan pembentukan mikronodul menjadikan permukaan hepar sangat ireguler, hepatomegali, kedua lobus hepar mengecil atau mengerut atau normal. Terlihat pula tanda sekunder berupa asites, splenomegali, adanya pelebaran dan kelokan-kelokan v. hepatika, v. lienalis dan v. porta (hipertensi portal). Duktus biliaris intrahepatik dilatasi, ireguler dan berkelok-kelok.2,13 USG Doppler adalah salah satu metode untuk penilaian sistem vena portal untuk medeteksi arah dari aliran darah vena porta. USG Doppler merupakan salah satu cara diagnostik yang bersifat non invasif yang digunakan untuk medeteksi sirosis hepatis.14

10

Gambar 4. Gambaran USG dari sirosis hepatis. Terlihat penampakan hepar yang kasar dan pembuluh darah sulit dinilai. (dikutip dari kepustakaan 15)

5a

5b

Gambar 5a. Sirosis tipe mikronoduler pada pasien dengan penyakit hepar alkoholik. (dikutip dari kepustakaan 16) Gambar 5b. Sirosis tipe makronoduler pada pasien dengan primary biliary cirrhosis. Nodul sirosis ditunjukkan seluruh substansi hepar perifer dengan garis hepar membentuk lobus. Pada Gambaran USG ini juga terdapat asites. (dikutip dari kepustakaan 16)

11

Gambar 6. USG dari pasien sirosis tingkat lanjut. Hepar berbentuk noduler dan parenkim renal dapat terlihat (ditunjukkan oleh huruf R). Pada gambaran USG ini juga terdapat asites. ( dikutip dari kepustakaan 12)

Gambar 7. USG Doppler pada pasien sirosis hepatis dan hipertensi porta menunjukkan aliran balik pada vena gastrica sinistra dan vena porta. (dikutip dari kepustakaan 14) 2. CT-Scan Pemeriksaan CT-scan sangat berguna untuk pemeriksaan tambahan khususnya jika visualisasi hepar kurang baik atau teksturnya kasar pada pemeriksaan USG, lesi fokal pada USG, dan curiga hepatocellular carcinoma. Gambaran CT-Scan pada pasien sirosis hepatis berupa penampakan arteri yang berliku-liku dan juga pembesaran lobus kiri bawah hepar. Permukaan hepar dapat berbentuk noduler dan lobuler.11,13

12

Gambar 8. Gambaran CT-scan pada pasien sirosis hepatis. Lobus caudatus membesar (panah putih). Permukaan hepar irregular dan spleen membesar (panah hitam). Terdapat varises (panah putih kecil). (dikutip dari kepustakaan 13)

Gambar 9. CT Scan pada pasien sirosis hepatis. Tampak arteri berliku-liku dan pembesaran lobus kiri bawah hepar. (dikutip dari kepustakaan 12)

Gambar 10. CT Scan pada pasien sirosis hepatis. Tampak permukaan hepar berbentuk noduler dan terdapat pembesaran lobus kiri hepar. (dikutip dari kepustakaan 17)

Gambar 11. Penampakan batas hepar bagian anterior yang irreguler menunjukkan tandatanda sirosis hepatis. Tanda panah hitam menunjukkan suatu hepatoma. 13

(dikutip dari kepustakaan 15)

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Pada pemeriksaan MRI, kelainan-kelainan yang dapat ditemukan antara lain atrofi lobus kanan dan segmen medial dari lobus kiri. Lobus caudatus dan segmen lateral dari lobus kiri hepar bisa mengalami hipetrofi. Pada sirosis hepatis, pembesaran dari hilar periportal space juga biasanya ditemukan pada pasien yang mengalami atrofi segmen medial dari lobus kiri hepar. Adanya nodul regeneratif dan fibrosis parenkimal dapat menyebabkan permukaan dan parenkim hepar yang irreguler.18

Gambar 12. MRI pada pasien sirosis hepatis dengan nodul regeneratif. (nodul menunjukkan gambaran isointens). (dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 13. MRI pada pasien sirosis hepatis. Pada T2, didapatkan nodul-nodul displastik. (dikutip dari kepustakaan 18) 14

4. Angiografi Pada pemeriksaan angiografi dari seorang pasien sirosis hepatis, didapatkan pembesaran arteri hepatica dan juga percabangan intrahepatik berkelok-kelok.12

Gambar 14. Angiografi dari pasien sirosis hepatis menunjukkan pembesaran arteri hepatica. Percabangan intrahepatik juga berkelok-kelok membentuk corkscrew appearance. (dikutip dari kepustakaan 12) 3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis antara lain : 2 a. Darah Anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. b. Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT) c. Albumin dan globulin serum Perubahan fraksi protein yang paling sering terjadi pada penyakit hepar adalah penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar globulin akibat peningkatan globulin gamma d. Penurunan kadar CHE e. Pemeriksaan kadar elektrolit, penting pada penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. f. Pemanjangan masa protrombin, 15

g. h. 4.

Peningkatan kadar gula darah Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti HBsAg/HBsAb, HBeAg/HbeAb, HBv DNA penting untuk menentukan etiologi sirosis hepatis.

Gambaran Histopatologik Biopsi hepar digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya sirosis serta

mengetahui besar kerusakan yang terjadi pada hepar. Pemeriksaan pada pasien dengan penyakit hepar kronik dimana kemungkinan menjadi hepatocellular karsinoma juga dilakukan, walaupun MRI dan USG sudah digunakan untuk mengetahui karakteristik lesi. Biopsi ini pada umumnya akurat dan aman dengan menggunakan jarum 18G. Selain itu, biopsi ini digunakan untuk mengetahui keadaan parenkim hepar, etiologi penyakit, dan tingkat perjalanan penyakit.16 Jarum yang digunakan biasanya berukuran besar (1.2mm-18G). Penggunaan jarum pada ukuran ini tidak meningkatkan angka kematian. Sebelum melaksanakan, pasien harus menandatangani inform consent. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa ahli yang menggunakan anastesi infiltrate 5-10 ml lidokain HCl 1% dan ada juga yang tidak menggunakan anastesi. Pada pemeriksaan ini, digunakan dua operator. Jika jarum yang digunakan adalah non-cutting maka dipasangkan dengan spoit 10-20 ml dan disambungkan pada piston. Ketika ujung jarum (lihat pada layar) menyentuh dinding lesi, piston tertarik dan operator menarik needle. Ketika aspirasi selesai, spoit terisi cairan dan material, kemudian dipindahkan ke kaca slide kemudian dikeringkan serta difiksasi dengan etanol. Jika jarum yang digunakan adalah cutting, jarum masuk hingga terlihat lesi indentasi kemudian dengan mekanisme getar, jarum akan menarik dan akan memperoleh sampel. Setelah biopsy dilakukan, pasien harus diobservasi selama 2-4 jam untuk memantau jika terjadi komplikasi berupa nyeri persisten, demam, ataupun perdarahan19. Gambaran patologik hepar biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus-nodulus sel hepar yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Ukuran nodulus sangat bervariasi dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hepatis memperlihatkan adanya peranan sel steata. Dalam keadaan normal, sel steata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar terus menerus maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus di dalam sel stelata maka jaringan hepar yang normal akan diganti dengan jaringan ikat5. 16

Gambar 15. Mikroskopis pada sirosis, terdapat nodul regeneratif dari hepatosit dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa. (dikutip dari kepustakaan 20)

IX. DIAGNOSIS BANDING 1. Hepatocellular Carcinoma Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah tumor hepar primer yang paling umum dan salah satu kanker paling umum di seluruh dunia. HCC merupakan proses keganasan yang berasal dari sel hepar. Sering diikuti gejala klinis seperti teraba massa pada daerah hepar, hepatomegali, berat badan yang menurun, cepat, ikterus, fungsi hepar yang terganggu, mungkin asites dan splenomegali. Pada USG, ditemukan hepar membesar, permukaan bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur

17

eko yang berbeda dengan parenkim hepar normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi disertai dengan nekrosis sentral 11,21.

Gambar 16. USG dari pasien hepatocellular carcinoma. Tampak massa dengan densitas hiperechoik memunjukkan karsinoma hepatoseluler. (dikutip dari kepustakaan 12)

Gambar 17. CTscan dari pasien hepatocellular carcinoma. Tampak permukaan hepar memberikan gambaran noduler. Terlihat juga gambaran asites. (dikutip dari kepustakaan 17)

18

2. Hipertensi Portal Hipertensi portal merupakan peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena porta dan percabangannya. Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan antara vena porta dan vena cava inferior.12

Gambar 18. USG doppler pada hilus lienalis menunjukkan aliran vena hepatofugal pada pasien dengan hipertensi portal. (dikutip dari kepustakaan 12) 3. Trombosis Vena Porta Trombosis vena porta semakin mudah untuk didiagnosis dengan semakin meningkatnya penggunaan ultrasonografi. Penyebab utama adalah berkurangnya aliran darah portal yang disebabkan oleh penyakit parenkim hepar dan sepsis perut (misalnya tromboflebitis).12

Gambar 19. Trombosis vena porta. Gambar menunjukkan asites dan fatty liver. Massa kista kompleks juga dapat terlihat (panah putih). (dikutip dari kepustakaan 12)

X. PENATALAKSANAAN 19

Penatalakasanaan dari sirosis hepatis meliputi : 22 1. Pembatasan aktivitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat. 2. Pengobatan berdasarkan etiologi. 3. Dietetik Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensefalopati, protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa pemberian asam amino rantai cabang akan meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta meningkatkan angka survival rate.

Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan pemberian dalam bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya tidak memerlukan asam empedu. Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan RDA. Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites. Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi sering.

4. Menghindari obat-obat yang mempengaruhi hepar seperti sulfonamide, eritromisin, asetaminofen, trimetadion, difenilhidantoin dan lain-lain. 5. Medikamentosa

Terapi medikamentosa pada sirosis tidak hanya simptomatik atau memperbaiki fungsi hepar tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan tersebut.

Kortikosteroid merupakan anti inflamasi menghambat sintesis kolagen maupun pro-kolagenase. Penggunaan prednison sebagai terapi pada hepatitis virus B kronik masih diperdebatkan. Penelitian propsektif pada anak Italia dengan hepatitis kronik aktif yang disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak adanya keuntungan dari pemberian pred-nisolon. 20

Antivirus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi virus dalam sel hepar.

XI. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien sirosis hepatis antara lain : 1 1. Perdarahan gastrointestinal Hipertensi portal menimbulkan varises oesofagus dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan yang masif. 2. Koma Hepatikum. 3. Karsinoma hepatosellular Kemungkinan timbul karena adanya hiperplasia noduler yang akan berubah multiple adenoma dan akhirnya menjadi multiple karsinoma. 5. Infeksi XII. PROGNOSIS Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi. Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C berturutturut 100%,80%, dan 45%.4 Parameter Bilirubin (mg/dL) Albumin (g/dL) Ascites Encephalopathy Muscle Mass A <2 >3,5 None None Normal B 2-3 3-3,5 Treatable Minimal Fair C >3 <3 Refractory Severe Poor menjadi

Tabel 1. Klasifikasi sirosis hepatis menurut Child-Turcotte. 21

(dikutip dari kepustakaan 23)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. [cited on 2011 February 23rd]. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3386/1/penydalam-srimaryani5.pdf 2. Suyono,Sufiana,Heru,Novianto,Riza,Musrifah. Sonografi sirosis hepatis di RSUD Dr. Moewardi. Kalbe. 2006. [cited on 2011 February 23rd]. Available from : URL : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/09_150_So nografisirosishepatis.html 3. Raymon T.Chung, Daniel K.Podolsky. Cirrhosis and its complications. In : Kasper DL et.al, eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : McGraw Hill; 2005. p. 1858-62. 4. Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-6. 5. Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 415-6. 6. Faiz O, Moffat D. The liver, gall-bladder, biliary tree. In : Anatomy at a glance. USA: Blackwell Publishing Company; 2002. p. 44-5. 7. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi. Edisi 6.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2006. Hal.472-5. 8. Netter FH. Surface and bed of liver. In : Atlas of Human Anatomy. 4th Edition. USA : Saunders Elsevier; 2006. p. 287. 9. Douglas Eder. Histology. In : Laboratory Atlas of Anatomy and Physiology. 4th Edition. USA : McGraw-Hill Science; 2001. p.35

22

10.

Hall & Guyton. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 902-6. 11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam : Hartanto H, Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7th Edition. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 671-2. 12. Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. [cited on 2011 February 23rd]. Available from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/366426-overview 13. Howlett David & Brian Ayers. The Hands- on guide to imaging. USA :Blackwell Publishing; 2004. p.115-7. 14. Gorg C, Riera-Knorrenschild J, Dietrich J. Colour doppler ultrasound flow patterns in the portal venous system. In : The British Journal of Radiology. The British Institute of Radiology; 2002. p. 919-28. 15. Dick Robbert, Anthony Watkinson. The liver and Spleen. In : David Sutton,eds. Textbook of Radiology and Imaging. Volume 1. USA : Churchill LivingStone ; 2003. p. 737-9 and 763-6. 16. Bates JA. Cirrhosis. In : Abdominal Ultrasound How, Why and When. Edition 2. USA: Churchill LivingStone; 2004. p. 97 102. 17. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Disease of the Liver and Intrahepatic Biliar System. In : Getting Started in Clinical Radiology - from Image to Diagnosis. Germany: Georg Thieme Verlag ; 2006. p. 207-9. 18. Reiser MF, Semmler W, Hricak H. Cirrhosis. In : Magnetic Resonance Tomography. Jerman : Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2008. p. 878-83. 19. De Sio, Ilario. Percutaneus Gastrointestinal Biopsy. In : G.Maconi & G.Bianchi ,eds. Ultrasound of the Gastrointestinal Tract. Germany : Springer ; 2007.p.213-5 20. Zheng Rong-Qin. Liver fibrosis in chronic viral hepatitis: An ultrasonographic study. World Journal of Gastroenterology. 2003. [cited on 2011 March 3rd]. Available from: URL : http://www.wjgnet.com/1007-9327/9/2484.asp 21. Ilyas Muhammad. Ultrasonografi Hati. Dalam : Iwan Ekayuda, eds. Radiologi Diagnostik.Edisi Kedua. Jakarta : FKUI Jakarta ; 2005. p.469. 22. Dianne Y, Sayoeti Y, Hernofialdi. Sirosis hepatis dengan hipertensi portal dan pecahnya varises esofagus. Budi lukmanto foundation. 2007. [cited on 2011 February 23rd]. Available from : URL : http://budilukmanto.org/ index.php? option=com_content&view =article&id=137%3A seputarhepatitis&catid=35%3Aseputar-hepatitis&Itemid=60 23

23. Skucas J. Cirrhosis. In : Advanced Imaging of the Abdomen. USA : Springer-Verlag London ; 2006. p.327-31.

24

Você também pode gostar